You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

Dewasa ini kekurangan gizi bukanlah merupakan hal yang baru, tapi persoalan ini tetap menjadi isu aktual terutama di Indonesia karena hal itu mempunyai dampak yang sangat nyata terhadap timbulnya masalah kesehatan. Untuk itu diperlukan upaya penanganan yang lebih serius untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui perbaikan gizi dalam keluarga maupun pelayanan gizi pada individu yang bersangkutan (Depkes RI, 2005). Gizi adalah salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Terdapat kaitan yang sangat erat antara status gizi dengan konsumsi makanan. Tingkat status gizi yang optimal akan tercapai apabila kebutuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) terpenuhi. Keadaan gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi saat itu saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa yang telah lampau, bahkan jauh sebelum masa itu. Ini berarti bahwa konsumsi zat gizi masa kanak-kanak memberi andil terhadap status gizi setelah dewasa. Krisis pertumbuhan dan perkembangan anak berada pada usia 12-24 bulan disebut dengan periode kritis, karena pada usia ini anak mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang sangat cepat hingga memerlukan asupan gizi yang baik. Masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh penyebab langsung, yaitu makanan dan penyakit. Penyebab tidak langsung ada 3 (tiga), yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak yang kurang memadai, pelayanan kesehatan dan lingkungan yang kurang memadai. Kurang Energi Protein (KEP) sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Di Indonesia menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 1989 prevalensi gizi kurang pada balita sebesar 37,5%, menurun menjadi 26,4% pada tahun 1999. Kondisi pada tahun 2002 masalah kurang gizi meningkat kembali menjadi 27,4 %. Pada tahun 2007 prevalensi kekurangan gizi pada anak balita adalah sebesar 18,4% terdiri dari gizi kurang 13,0% dan gizi buruk 5,4%. Masih terjadi disparitas angka kekurangan gizi yang cukup besar antar provinsi di mana wilayah Indonesia bagian Timur Indonesia yang tinggi dan Wilayah Barat lebih rendah (NTT 33,6%, Maluku 27,8% ,Bali 11,4% dan DIY 10,9%) (Bappenas, 2010).

BAB II ISI

II.1 ANTROPOMETRI Menurut WHO (1990) indeks status gizi adalah gabungan dua parameter antropometri yang digunakan untuk menilai status gizi. Sehingga dari parameter yang valid tersebut dapat dinilai empat indeks, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Lingkaran Lengan Atas menurut Umur (LILA/U). Empat indeks yang akan dibahas adalah BB/U, TB/U, BB/TB, dan LILA/U yang merupakan indeks dari tiga parameter berat badan, tinggi badan dan umur. Ketiga parameter memiliki informasi yang berbeda satu sama lain dalam menilai status gizi.

Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berat badan merupakan ukuran pertumbuhan massa jaringan. Massa jaringan

memiliki sifat sensitif, artinya cepat berubah. Perubahan yang terjadi pada lingkungan akan terlihat langsung pada massa jaringan, misalnya seorang anak makan lebih dari biasanya dalam 2 atau 3 hari akan terlihat langsung penambahan berat badannya atau sebaiknya apabila terjadi penyakit (misalnya diare) maka berat badan akan langsung turun drastis. Penggunaan berat badan untuk menilai status gizi menggambarkan kondisi saat ini (dekat dengan waktu pengukuran). Keadaan kurang gizi yang diukur dengan berat badan bersifat akut. Pengukuran status gizi bayi dan anak balita berdasarkan berat badan menurut umur, juga menggunakan modifikasi standar Harvard dengan klasifikasinya adalah sebagai berikut :
o

Gizi baik adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umurnya lebih dari 89% standar Harvard.

Gizi kurang adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umur berada diantara 60,1-80 % standar Harvard.

Gizi buruk adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umurnya 60% atau kurang dari standar Harvard.

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Tinggi badan adalah salah satu ukuran pertumbuhan linier. Pertumbuhan liner (tulang

rangka) memiliki sifat pertumbuhannya lambat, tidak mudah berubah, dan seburuk keadaan ukuran adalah tetap, tidak turun. Tinggi badan menggambarkan kondisi masa lalu. Gangguan pertumbuhan linier bersifat kronis
2

Pengukuran status gizi bayi dan anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur, juga menggunakan modifikasi standar Harvard dengan klasifikasinya adalah sebagai berikut :
o

Gizi baik yakni apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya lebih dari 80% standar Harvard.

Gizi kurang, apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya berada diantara 70,1-80 % dari standar Harvard.

Gizi buruk, apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya kurang dari 70% standar Harvard.

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Indeks BB/TB lebih menggambarkan komposisi tubuh oleh karena tidak dipengaruhi

oleh umur. Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks ini disebut status kegemukan yaitu : sangat kurus, kurus, normal dan gemuk (Depkes, 2000). Sifat masalah gizi dengan indeks BB/TB adalah akut dan kronis. Pengukuran berat badan menurut tinggi badan itu diperoleh dengan

mengkombinasikan berat badan dan tinggi badan per umur menurut standar Harvard juga. Klasifikasinya adalah sebagai berikut :
o

Gizi baik, apabila berat badan bayi / anak menurut panjang / tingginya lebih dari 90% dari standar Harvard.

Gizi kurang, bila berat bayi / anak menurut panjang / tingginya berada diantara 70,190 % dari standar Harvard.

Gizi buruk apabila berat bayi / anak menurut panjang / tingginya 70% atau kurang dari standar Harvard.

Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LILA/U) Klasifikasi pengukuran status gizi bayi / anak berdasarkan lingkar lengan atas yang

sering dipergunakan adalah mengacu kepada standar Wolanski. Klasifikasinya sebagai berikut :

Gizi baik apabila LLA bayi / anak menurut umurnya lebih dari 85% standar Wolanski.

Gizi kurang apabila LLA bayi / anak menurut umurnya berada diantara 70,1-85 % standar Wolanski.

Gizi buruk apabila LLA bayi / anak menurut umurnya 70% atau kurang dari standar Wolanski.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 290 tahun 2000 sebagai penetapan dari hasil Temu Pakar Gizi Bulan Juni 2000 di Semarang adalah A. Indeks BB/U

Gizi Buruk : < -3 SD* Gizi Kurang : > -3 Sd s/d < -2 SD Gizi Baik : > -2 SD s/d < +2 SD Gizi Lebih : > +2 SD

B. Indeks TB/U

Anak Pendek : < -2 SD Anak Normal : > -2 SD

C. Indeks BB/TB

Sangat Kurus : < -3 SD Kurus : > -3 Sd s/d < -2 SD Normal : > -2 SD s/d < +2 SD Gemuk : > +2 SD

*SD = Standar Deviasi

Angka yang digunaan untuk menentukan klasifikasi status gizi adalah Z-score. Zscore dihitung dengan membagi hasil pengurangan sebuah parameter dengan median nilai pada tabel baku rujukan yang digunakan dari parameter yang bersangkutan kemudian dibagi dengan standar deviasinya. Standar deviasi dihitung dari nilai median pada karakteristik pengukuran (jenis kelamin umur dan indeks) dikurangi dengan nilai -1 SD di dalam daftar baku rujukan pada karakteristik yang sama. Selain itu, ada juga kriteria lain status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh yang diterapkan oleh Depkes pada tahun 2001. Berikut adalah kriterianya: Kategori IMT < 18,5 18,5 25 > 25 Pengertian Berat badan kurang Berat badan normal Berat badan lebih Keterangan Kurus Normal/sehat Kegemukan

II.2 KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang

banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi KEP berat/gizi buruk secara terpadu ditiap jenjang administrasi, termasuk kesiapan sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan (BP), puskesmas pembantu, dan posyandu/PPG (Pusat Pemulihan Gizi). KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS.

II.3 KLASIFIKASI KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP) adalah KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah (BGM). KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median WHONCHS. Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor. a. Kwashiorkor Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) Wajah membulat dan sembab Pandangan mata sayu Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok Perubahan status mental, apatis, dan rewel

Pembesaran hati Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis) penyakit infeksi, umumnya akut

Sering disertai : anemia diare. b. Marasmus:

Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit Wajah seperti orang tua Cengeng, rewel Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)

Perut cekung Iga gambang Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) - diare kronik atau konstipasi/susah buang air c. Marasmik-Kwashiorkor:

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.

II.4 PENEMUAN KASUS Penemuan kasus balita KEP dapat dimulai dari : 1. Posyandu/Pusat Pemulihan Gizi Pada penimbangan bulanan di posyandu dapat diketahui apakah anak balita berada pada daerah pita warna hijau, kuning, atau dibawah garis merah (BGM). Bila hasil penimbangan BB balita dibandingkan dengan umur di KMS terletak pada pita kuning, dapat dilakukan perawatan di rumah tetapi bila anak dikategorikan dalam KEP sedang-berat/BGM, harus segera dirujuk ke Puskesmas. 2. Puskesmas Apabila ditemukan BB anak pada KMS berada di bawah garis merah (BGM) segera lakukan penimbangan ulang dan kaji secara teliti. Bila KEP Berat/Gizi buruk (BB < 60%

Standard WHO-NCHS) lakukan pemeriksaan klinis dan bila tanpa penyakit penyerta dapat dilakukan rawat inap di puskesmas. Bila KEP berat/Gizi buruk dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke rumah sakit umum.

II.5 MEKANISME PELAYANAN GIZI BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK A. Tingkat Rumah Tangga Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya Ibu memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran pemberian makanan Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggauta keluarga lainnya Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas

B. Tingkat Posyandu Kader melakukan penimbangan balita setiap bulan di posyandu serta mencatat hasil penimbangan pada KMS Kader memberikan nasehat pada orang tua balita untuk memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan dan tetap memberikan ASI sampai usia 2 tahun Kader memberikan penyuluhan pemberian MP-ASI sesuai dengan usia anak dan kondisi anak sesuai kartu nasehat ibu Kader menganjurkan makanan beraneka ragam untuk anggauta keluarga lainnya Bagi balita dengan berat badan tidak naik (T) diberikan penyuluhan gizi seimbang dan PMT Penyuluhan Kader memberikan PMT-Pemulihan bagi balita dengan berat badan tidak naik 3 kali (3T) dan berat badan di bawah garis merah (BGM) Kader merujuk balita ke puskesmas bila ditemukan gizi buruk dan penyakit penyerta lain Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan balita C. Pusat pemulihan Gizi (PPG)

PPG merupakan suatu tempat pelayanan gizi kepada masyarakat yang ada di desa dan dapat dikembangkan dari posyandu. Pelayanan gizi di PPG difokuskan pada pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita KEP. Penanganan PPG dilakukan oleh kelompok orang tua balita (5-9 balita) yang dibantu oleh kader untuk menyelenggarakan PMT Pemulihan anak balita. Layanan yang dapat diberikan adalah : Balita KEP berat/gizi buruk yang tidak menderita penyakit penyerta lain dapat dilayani di PPG Kader memberikan penyuluhan gizi /kesehatan serta melakukan demonstrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP berat/gizi buruk Kader menimbang berat badan anak setiap 2 minggu sekali untuk memantau perubahan berat badan dan mencatat keadaan kesehatannya Bila anak berat badan nya tidak naik atau tetap maka berikan penyuluhan gizi seimbang untuk dilaksanakan di rumah Bila anak sakit dianjurkan untuk memeriksakan anaknya ke puskesmas

Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning atau di bawah garis merah (BGM) pada KMS, kader memberikan PMT Pemulihan Makanan tambahan diberikan dalam bentuk makanan jadi dan diberikan setiap hari. Bila makanan tidak memungkinkan untuk dimakan bersama, makanan tersebut diberikan satu hari dalam bentuk matang selebihnya diberikan dalam bentuk bahan makanan mentah Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning pada KMS teruskan pemberian PMT pemulihan sampai 90 hari Apabila setelah 90 hari, berat badan anak belum berada di pita warna hijau pada KMS kader merujuk anak ke puskesmas untuk mencari kemungkinan penyebab lain

Apabila berat badan anak berada di pita warna hijau pada KMS, kader menganjurkan pada ibu untuk mengikuti pelayanan di posyandu setiap bulan dan tetap melaksanakan anjuran gizi dan kesehatan yang telah diberikan

Ibu memperoleh penyuluhan gizi/kesehatan serta demontrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP

Kader menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat yang diberikan tentang gizi dan kesehatan

Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan dan gizi anak

D. Puskesmas Puskesmas menerima rujukan KEP Berat/Gizi buruk dari posyandu dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit Menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS Apabila ternyata berat badan anak berada di bawah garis merah (BGM) dianjurkan kembali ke PPG/posyandu untuk mendapatkan PMT pemulihan Apabila anak dengan KEP berat/gizi buruk (BB < 60% Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS) tanpa disertai komplikasi, anak dapat dirawat jalan di puskesmas sampai berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu dan mendapat PMT-P dari PPG Apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak naik, lakukan pemeriksaan untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan kemungkinan penyakit penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari penyebab lain Anak KEP berat/Gizi Buruk dengan komplikasi serta ada tanda-tanda kegawatdaruratan segera dirujuk ke rumah sakit umum Tindakan yang dapat dilakukan di puskesmas pada anak KEP berat/ gizi buruk tanpa komplikasi Memberikan penyuluhan gizi dan konseling diet KEP berat/Gizi buruk (dilakukan di pojok gizi) Melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1 kali per minggu Melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk setiap dua minggu sekali Melakukan peragaan cara menyiapkan makanan untuk KEP berat/Gizi buruk Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang perkembangan berat badan dan kemajuan asupan makanan Untuk keperluan data pemantauan gizi buruk di lapangan, posyandu, dan puskesmas diperlukan laporan segera jumlah balita KEP berat/gizi buruk ke

Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam 24 jam dengan menggunakan formulir W1 dan laporan mingguan dengan menggunakan formulir W2 (lampiran 2) Apabila berat badan anak mulai naik, anak dapat dipulangkan dan dirujuk ke posyandu/PPG serta dianjurkan untuk pemantauan kesehatan setiap bulan sekali Petugas kesehatan memberikan bimbingan terhadap kader untuk melakukan pemantauan keadaan balita pada saat kunjungan rumah.

II.6 TATALAKSANA PELAYANAN KEP BERAT/GIZI BURUK DI PUSKESMAS Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor. Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut: No FASE STABILISASI Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 1 2 3 4 5 6 Hipoglikemia Hipotermia Dehidrasi Elektrolit Infeksi MulaiPemberian Makanan 7 Tumbuh kejar (Meningkatkan Pemberian Makanan) 8 9 Mikronutrien Stimulasi Tanpa Fe dengan Fe TRANSISI REHABILITASI

Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

10 Tindak lanjut

SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI BURUK 1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah) Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika

10

anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten. 2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah) Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia. 3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah : Ada riwayat diare sebelumnya Anak sangat kehausan Mata cekung Nadi lemah Tangan dan kaki teraba dingin Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah : Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4). Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1. 4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :
11

Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Berikan : Makanan tanpa diberi garam/rendah garam Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak 5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi

Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas 6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi. Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut : Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa Energi : 100 kkal/kg/hari Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari) Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet

12

Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak

Pantau dan catat : Jumlah yang diberikan dan sisanya Banyaknya muntah Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja Berat badan (harian) selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik 7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth) Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi : Fase Transisi (minggu ke 2) o Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. o Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. o Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari). Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari Protein 4-6 gram/kg bb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar. Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi : Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari Protein 4-6 g/kgbb/hari

13

Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuhkejar.

Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan : Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. Setiap minggu kenaikan bb dihitung. Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari : Tambahan multivitamin lain Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut : 9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional

Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan : Kasih sayang Ciptakan lingkungan yang menyenangkan Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan aktifitas bermain.

14

BAB III KESIMPULAN

Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi KEP berat/gizi buruk secara terpadu ditiap jenjang administrasi, termasuk kesiapan sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan (BP), puskesmas pembantu, dan posyandu/PPG (Pusat Pemulihan Gizi). Menurut WHO (1990) indeks status gizi yang dipakai adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Lingkaran Lengan Atas menurut Umur (LILA/U). KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). KEP dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu KEP ringan, sedang, berat/gizi buruk. Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting dalam menangani KEP berat, yaitu atasi/cegah hipoglikemia, atasi/cegah hipotermia, atasi/cegah dehidrasi, koreksi gangguan keseimbangan elektrolit, obati/cegah infeksi, mulai pemberian makanan, fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth), koreksi defisiensi nutrien mikro, lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental, siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

15

You might also like