You are on page 1of 37

BAB I Pendahuluan Latar belakang Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan

industri. Menurut International Labour Organization (ILO), 120 juta kecelakaan kerja setiap tahunnya di seluruh dunia, dalam jumlah tersebut 210.000 kasus adalah kasus kecelakaan fatal. Menurut data PT Jamsostek, pekerja yang meninggal dunia karena kecelakaan pada tahun 2008 mencapai 2.124 orang. Dari kasus-kasus kecelakaan kerja 9,5% diantaranya (5.476 tenaga kerja) mendapat cacat permanen. Ini berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru atau rata-rata 17 orang meninggal karena kecelakaan kerja. Perlengkapan kerja sebagai salah satu sub infra struktur komponen kegiatan di workh shop, bengkel atau industri merupakan persyaratan standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi, dalam rangka menunjang keselamatan kerja. Salah definisi mengatakan bahwa standar perlengkapan kerja yang bertalian dengan keselamatan adalah kegiatan bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta caracara melakukan pekerjaan. Karena perlengkapan kerja merupakan persyaratan standar baku, maka menyangkut segala sesuatu peralatan yang dipakai, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tempat-tempat kerja demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa, dll.

BAB II Isi

A. Klasifikasi kecelakaan akibat kerja Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 adalah sebagai berikut: 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan a. Terjatuh. b. Tertimpa benda jatuh. c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjepit oleh benda. e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi. g. Terkena arus listrik. h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi. i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak j. cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi k. tersebut. 2. Klasifikasi menurut penyebab a. Mesin. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. Mesin penyalur (Transmisi). Mesin-mesin untuk pengerjaan logam. Mesin-mesin pengolah kayu. Mesin-mesin pertanian. Mesin-mesin pertambangan. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. b. Alat angkut dan alat angkat. Mesin angkat dan peralatannya. Alat angkutan diatas rel. Alat angkutan lain yang beroda, kecuali kereta api. Alat angkutan udara. Alat angkutan air. Alat-alat angkutan lain.
2

c. Peralatan lain. Bejana bertekanan. Dapur pembakar dan pemanas. Instalasi pendingin. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan). Alat-alat listrik (tangan). Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik. Tangga. Perancah (steger). Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi. Bahan peledak. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. Benda-benda melayang. Radiasi. e. Bahan-bahan dan zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. Lingkungan kerja. Diluar bangunan. Didalam bangunan. Dibawah tanah. f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut. Hewan. Penyebab lain g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai. 3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan a. Patah tulang. b. Dislokasi/keseleo. c. Regang oto/urat. d. Memar dan luar dalam yang lain e. Amputasi. f. Luka-luka lain.
3

g. Luka dipermukaan. h. Gegar dan remuk. i. Luka bakar. j. Keracunan-keracunan mendadak (akut). k. Akibat cuaca dan lain-lain. l. Mati lemas. m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi. o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. p. Lain-lain. 4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh a. Kepala. b. Leher. c. Badan. d. Anggota atas. e. Anggota bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum. h. Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut. Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor. Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung

mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk mengolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau kelainan ditubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci B. Standar operasional prosedur (SOP) SOP secara umum Suatu tindakan lain dalam keselamatan diperusahaan adalah dikeluarkannya pedoman dan petunjuk tentang keselamatan yang berhubungan dengan pengolahan
4

material, menjalankan mesin atau pekerjaan-pekerjaan lainnya. Pedoman dan petunjuk tidak dapat menggantikan alat-alat perlindungan, tetapi berguna sebagai penunjang penggunaan alat-alat pengaman tersebut atau sangat berguna manakala alat pengaman tidak dapat dipasang. Sebagai contoh, perlu pedoman atau petunjuk tentang cara penggunaan rantai atau tali pengangkat, penyimpanan dan pemeriksaannya atau tentang perawatan mesin atau perawatan lainnya. Mempersiapkan suatu pedoman atau petunjuk tidaklah mudah, yang sulit adalah penerapannya. Cara terbaik agar pedoman atau petunjuk ditaati adalah pengikut sertaan para pelaku dalam perumusan pedoman atau petunjuk. Hal ini dapat dilakukan melalui panitia keselamatan atau mengajak yang bersangkutan untuk berkonsultasi. Segera setelah petunjuk atau pedoman dikeluarkan, harus ada tindakan selanjutnya antara lain supervisi dan lain-lain. Pedoman atau petunjuk tidak ada manfaatnya jika tidak ditaati. Untuk itu isinya harus tepat, suatu pedoman yang tidak jelas, misalnya seperti dianjurkan memakai sepatu pelindung, pemakaiannya diserahkan kepada pertimbangan tenaga kerja. Seharusnya pedoman berbunyi seperti sepatu pelindung harus dipakai oleh semua tenaga kerja yang bekerja pada pengolahan benda-benda berat. Apabila kemampuan perusahaan tidak dapat menjangkaunya, mungkin perusahaan menganjurkan suatu pedoman atau petunjuk kepada tenaga kerja, namun bila perusahaan sudah mampu, anjuran tersebut dirubah menjadi suatu ketentuan yang harus ditaati dan disertai pengadaan segala sesuatu yang perlu. Petunjuk atau pedoman tidak boleh sebagai alat buat pengusaha untuk melepaskan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam keselamatan. Misalnya kaca mata dinyatakan tidak perlu dipakai, padahal sebenarnya pekerjaan itu men syaratkannya.

SOP Penggunaan tangga Perlu diperhatikan hal-hal berikut dalam penggunaan tangga yang benar : 1. Setiap tangga yang dipakai untuk naik dan turun memiliki panjang sekurangkurangnya 1 meter di atas tempat yang tertinggi yang akan dicapai oleh setiap orang menggunakannya atau satu dari sisi tegaknya mempunyai panjang 1 meter lebiih untuk dipergunakan sebagai pegangan. 2. Tangga tidak boleh berdiri di atas bata-bata atau barang lain yang goyah, tetapi harus berdiri pada dataran yang kokoh.

3. Setiap tangga harus diletakkan sedemikian sehingga di atas dan dibawah tidak mungkin bergerak. Jika di atas dapat dikokohkan letaknya, bagian bawah harus kuat kedudukannya terhadap lantai. Jika kedudukannya di lantai juga tidak dapat dijamin kekokohannya, orang lain harus memegangi tangga di bawah. 4. Cara kerja harus menjamin agar tangga tidak bergerak ke samping 5. Tangga yang sangat panjang harus dikokohkan kedudukannya terhadap penunjang. 6. Tangga-tangga harus ditunjang secara sama dan tepat pada kedua sisinya. 7. Jika suatu tangga menghubungkan beberapa lantai, tangga harus dilengkapi pasangan perancah dan suatu tempat singgah ke lantai yang bersangkutan dengan lobang yang sekecil mungkin. 8. Suatu tangga yang anak tangganya cacat atau hilang tidak boleh dipakai. 9. Pemasangan anak tangga harus sedemikian sehingga tidak hanya dipakai tergantung dari paku saja, tetapi lebih kokoh lagi.

Pemakaian tangga di perusahaan Tangga-tangga banyak dipakai diperusahaan-perusahaan atau tempat-tempat kerja. Untuk keperluan tersebut perlu diikuti pedoman-pedoman sebagai berikut: 1. Tersedianya tangga dalam jumlah yang cukup menurut jenis dan panjang yang tepat merupakan kebutuhan diperusahaan atau tempat kerja khususnya untuk pekerjaan perawatan dan perbaikan. 2. Tangga-tangga harus selalu dipelihara dalam kondisi sebaik-baiknya dan harus diperiksa secara teratur oleh orang-orang yang kompeten. 3. Tangga-tangga dengan anak-anak tangga yang hilang atau cacat tidak boleh dikeluarkan untuk dipakai atau diterima untuk dipergunakan. 4. Tangga-tangga yang kurang sempurna harus segera diperbaiki. 5. Tangga- tangga harus dilengkapi penguat yang tidak selip, jika landasan tersebut membantu mengurangi bahaya terselip. 6. Tenaga kerja yang bertugas untuk pekerjaan perbaikan dan memerlukan tangga atau dataran kerja harus menelaah bahwa tangga dan dataran kerja cocok untuk pekerjaannya. 7. Tegaknya tangga harus sedemikian sehingga jarak terhadap landasan terhadap dinding tegak adalag seperempat dari panjang bersandarnya tangga. 8. Beramai-ramai naik tangga tidak dibenarkan.

9. Tangga jangan sekali-kali ditempatkan di depan pintu terkecuali pintu dikunci atau dijamin tidak akan terbuka dan menyebabkan tergelincirnya tangga. 10. Tangga-tangga tidak boleh ditempatkan saling bersandar satu dengan lainnya sehingga timbul kerusakan padanya. 11. Tangga tidak boleh dipakai untuk keperluan lain dari pada maksud pembuatannya. 12. Tangga harus di simpan sedemikian rupa sehingga : Mudah diambil untuk pemakaiannya Mudah dicapai tempatnya Tidak dipengaruhi cuaca seperti panas dan kelembaban Tempatnya cukup aliran udara Jika diletakkan medatar, harus dipakai penyangga agar tidak lenkung.

C. Faktor penyebab kecelakaan kerja Dari pengalaman yang kita peroleh selama ini dapat diketahui bahwa penyebab kecelakaan, pada garis besarnya dapat dibagi atas dua golongan. 1. Kecelakaan yang disebabkan oleh karena keadaan yang berbahaya, misalnya yang tidak ada pengamannya, peralatan kerja yang rusak, instalasi yang tidak memenuhi syarat, lantai yang licin dan sebagainya. 2. Kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang berbahaya, yang umumnya ditimbulkan oleh tingkah laku manusia sewaktu bekerja. Pada umumnya kecelakaan yang terjadi adalah akibat dari kedua golongan penyebab tersebut di atas, yang kalau dianalisa secara mendalam, dapat diuraikan lagi menjadi tiga faktor, sebagai berikut : Faktor lingkungan kerja Faktor mesin dan peralatan Faktor manusia atau tenaga kerja

Supaya pencegahan kecelakaan dapat terlaksana dengan baik, maka harus dilakukan usaha-usaha agar ketiga faktor penyebab kecelakaan tersebut di atas, tidak berada pada kondisi yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Faktor lingkungan kerja. Faktor lingkungan kerja yang penting dan perlu diperhatikan adalah kebersihan, pertukaran udara di dalam ruangan, penerangan, dan tata ruang dari mesin dan peralatan kerja. Jadi supaya tidak terjadi kecelakaan perlu kita perhatikan :

Kebersihan, misalnya lantai tidak licin karena adanya kotoran berupa minyak pelumas.

Pertukaran udara di dalam ruangan dapat berlangsung dengan baik sehingga tidak perlu terjadi seseorang tenaga kerja, kehilangan kesadaran karena kekurangan udara bersih (oksigen)

Penerangan dijaga agar kapasitasnya mencukupi, sesuai dengan sifat pekerjaan yang dilakukan.

Tata ruang harus dijaga agar mematuhi persyaratan, misalnya tidak terlalu sempit dan mudah bagi lalu lintas barang atau orang.

Di dalam tempat kerja akan banyak dijumpai faktor-faktor diabaikan akan sangat membahayakan keselamatan ketika bekerja. a. Fisika -

pajanan yang apabila

Banyak pajanan yang berupa fisik yang dapat dijumpai di tempat kerja manapun. Pajanan bahaya potensial faktor fisik antara lain : kebisingan, suhu panas dan dingin, getaran, pencahayaan dan radiasi elektromagnetik.

Kebisingan Bising adalah suara atau bunyi yang tidak dikehendaki. Kualitas bising ditentukan oleh : frekuensi bunyi(Hz) dan Intensitas bunyi(db). Dengan NAB(Nilai Ambang Batas) : 85 dbA per 8 jam/hari. Dampak kesehatan yang terlihat : kerusakan auditorik dan non-auditorik. Kerusakan auditorik : trauma akustik, ketulian sementara(Temporary Threshold Shift), dan Ketulian menetap(Permanen Temporary Shift dan akan menjadi NIHL apabila dibiarkan dan tidak ada upaya pencegahan/preventif.6 Kerusakan non-auditorik : gangguan komunikasi, gangguan fisiologis dan juga gangguan perilaku. depresi. Upaya pencegahan : Program konservasi pendengaran (Hearing Conservation Program) dan penggunaan sumbat telinga(earplug), penutup telinga(earmuff) dan helm pelindung telinga(ear protektif helmet). Suhu panas dan dingin Untuk gangguan perilaku akan timbul paranoid dan

Terdapat mekanisme control yang terlihat yakni : evaporasi, konveksi, radiasi dan juga vasodilatasi. Lalu dapat menciptakan tekanan panas yakni kombinasi dari suhu udara, radiasi, kelembaban dan pergerakan udara.

Satuan : Indeks suhu basah dan bola(ISBB). Apabila tekanan panas secara terus-menerus terpajan maka akan

mempengaruhi kesehatan pekerjanya , antara lain : heat fatique, heat rash, heat syncope, heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke. Sedangkan untuk tekanan dingin yang terpajan terus-menerus juga dapat mempengaruhi kesehatan pekerjanya antara lain: Hipoterm, Frosbite, Trenchfoot dan Chillblain. Getaran/vibrasi Suatu fenomena dimana terjadi peningkatan dan penurunan dimensi terhadap suatu nilai dasar secara berulang-ulang sesuai waktu. Dimana dimensinya adalah jarak, kecepatan dan akselerasi. Unit akselerasi : m/s2. Dengan NAB : 4 m/s2. Sumber vibrasi : segmental dan juga seluruh tubuh(kendaraan forcliff) Efek getaran terhadap tubuh : Motion sickness, penglihatan kabur, kelelahan dan ketidaknyamanan dan Hand-Arm Vibaration(HAV) yang dimana memiliki beberapa gangguan. Gangguan pada sirkulasi darah berupa Vibration induced White Finger(VWF) yang dimana gejalanya seperti Raynuad;s syndrome : blanching, numbness, tingling dan Cyanosis. Pencahayaan Faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang baik dimana nantinya akan menimbulkan suasana nyaman dan tentunya meningkatkan produktivitas pekerja. Ada 2 jenis faktor yang mempengaruhi pencahayaan, yakni : Intensitas cahaya(luks) dan juga tingkat kesilauan(brightness) Dan juga terdapat 2 kategori cahaya yang menyilaukan, yakni : Discomfort glare(sudah menimbulkan rasa yang tidak nyaman tapi belum menimbulkan keluhan organ) dan juga Disability glare(sudah menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan juga keluhan organ sudah timbul).
9

. Radiasi elektromagnetik Radiasi sinar ultraviolet, sumber : sinar UV , las.Dan dapat ,enimbulkan penyakit kulit yakni iritasi kulit dan mata. Terdapat upaya pencegahan yakni dengan menggunakan kacamata kobal saat las. Radiasi sinar infra merah, Sumber : peleburan baja, peleburan gelas, dan bara logam. Tentunya dapat meningkatkan bebabn panas tubuh. Dan juga mempunyai efek terhadap mata yaitu katarak. Radiasi gelombang mikro, dapat mengakibatkan penyakit : konjunctivitis, gangguan sistem saraf, dab gangguan reproduksi. Radiasi pengion dan partikel berenergi tinggi, efek radiasi berupa : efek stokastik dan non-stokastik. Memiliki efek akut : eritem, depresi sum-sum tulang, penurunan fertilitas sementara/permanen. Efek kronis : kemandulan, kanker, cacat congenital dan juga katarak.

b. Biologik Pajanan biologi adalah bahan biologi yang ada si sekitar manusia, dalam bentuk mikroorganisme(virus, bakteri, jamur, parasit), tumbuhan(debu organic), dan binatang. Pajanan biologi di tempat kerja sering tidak dapat dihindari. Harus dapat dibedakan : penyakit akibat pajanan biologi di tempat kerja atau yang biasa terjadi di masyarakat luas. Penggolongan pajanan biologi : Pajanan biologi akibbat kerja Pajanan yang dialami akibat bekerja langsung dengan bahan biologi atau merupakan hasil langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja. Pajanan biologi lingkungan kerja Pajanan yang dialami akibat tercemarnya lingkungan kerja, dan merupakan akibat tidak langsung akibat proses kerja, seperti higine dan pemeliharaan tempat kerja yang kurang baik. Pajanan biologis alamiah/bukan akibat kerja Pajanan biologi yang secara alamiah berada di wilayah lingkungan tempat kerja, yang banyak menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat di tempat tersebut, seperti malaria, demam berdarah.

10

Penyakit akibat pajanan biologi : Penyakit Legionaire Terjangkit melalui pernapasan dalam(menghirup) udara ber-aerosol yang tercemar. Tidak menular dari orang ke orang. Kuman ini dapat ditemukan di danau sungai tapi juga dapat pada alat-alat maupun tempat-tempat tertentu, seperti : system buatan manusia seperti menara pendingin pada AC, humidifiers, system sirkulasi air hangat, kamar mansi system semprot, kran air, alat pembangkit uap, air mancur hias, peraltan pengobatan saluran pernafasan. Gejala : demam Pontiak(gejala seperti flu), infeksi yang lebih serius termasuk pneumonia. Penyakit di sektor pertanian : Antraks PAK(Penyakit Akibat Kerja) pertama menurut ILO. Transmisi : udara, makanan dan kontak. Penyebab : Bacillus anthracis. Avian flu Menyebabkan pneumonia berat dan progresif. Transmisinya melalui udara dari unggas ke manusia.

c. Kimia Yang terpenting untuk mencegah PAK(Penyakit Akibat Kerja) karena bahan kimia diperlukan suatu criteria yang dikatakan wajib ada pada bahan kimia tersebut. Hal yang terpenting tersebut adalah MSDS(Material Safety Data Sheet). Dari MSDS tersebut maka akan langsung diketahui semua informasi mengenai bahan kimia tersebut. MSDS adalah suatu Lembar Data Keselamatan Bahan(LDKB) memberikan informasi yang penting yang dapat digunakan perusahaan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan kimia dan meningkatkan standar kesehatan dan keselamatan tempat kerja. MSDS meliputi : nama bahan kimia, informasi tentang komposisi bahan, sifatsifat fisik dan kimiawi, kestabilan dan daya reaktif, identifikasi bahaya, tindakan P3K, tindakan pemadam kebakaran, tindakan penyelamatan kecelakaan, metode penanganan dan penyimpanan yang tepat, pengawasan dan perlindungan diri yang
11

diperlukan,

informasi

tentang

toksikologi(keracunan),

informasi

tentang

ekologi(lingkungan), pertimbangan pembuangan, informasi tentang angkutan, informasi tentang peraturan, informasi tambahan.

Faktor mesin dan peralatan. Faktor mesin dan peralatan yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan, adalah : Pengaman-pengaman harus dipasang pada mesin, sesuai dengan persyaratanpersyaratan keselamatan kerja Peralatan-peralatan pengaman yang dipakai oleh tenaga kerja harus dijaga agar tetap pada kondisi yang baik, sehingga benar-benar dapat berfungsi sebagai pengaman dalam kerja.

Faktor manusia. Faktor manusia yang menyebabkan terjadinya kecelakaan biasanya adalah : Kelalaian Kekurangan pada keterampilan atau kecakapan dalam bekerja Kekurangan yang terdapat pada physik dan mental si tenaga kerja. Berikut beberapa penyebab lain yang menyebabkan kecelakaan kerja akibat manusia : Umur Pekerja Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur mempunyai pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. Ternyata golongan umur muda mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan kecelakaan lebih rendah dibandingkan usia tua, karena mempunyai kecepatan reaksi lebih tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering merupakan golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin hal ini disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap pekerjaan yang dihadapinya. Pengalaman Bekerja Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja. Semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja. Pengalaman kerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja.

Pengalaman kerja yang sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan

12

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan, demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun teori termasuk diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya kecelakaan kerja. Lama Bekerja Lama bekerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini didasarkan pada lamanya seseorang bekerja akan mempengaruhi pengalaman kerjanya. Kelelahan Faktor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunnya produktifitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan fisiologis dalam tubuh. Kelelahan kan berakibat menurunnya kemampuan kerja dan kemampuan tubuh para pekerja. Psikologi Pekerjaan akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan pekerjaan itu. Reaksi ini dapat bersifat positif, misalnya senang, bergairah, dan merasa sejahtera, atau reaksi yang bersifat negatif, misalnya bosan, acuh, tidak serius, dan sebagainya. Reaksi positif tidak perlu dibahas disini, yang perlu dibahas adalah reaksi yang negatif. Seorang pekerja atau karyawan yang bersikap bosan, acuh, tak bergairah melakukan pekerjaannya ini banyak faktor yang menyebabkannya, antara lain tidak cocok dengan pekerjaan itu, tidak tahu bagaimana melakukan pekerjaan yang baik, kurangnya insentif, lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, dan lain-lainnya. Salah satu faktor yang sering terjadi mengapa karyawan atau pekerja ini melakukan pekerjaannya dengan sikap yang negatif adalah karena tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaannya secara baik dan efisien. Melakukan pekerjaan secara efisien tidak hanya bergantung kepada kemampuan atau keterampilan tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan prosedur kerja, uraian kerja (job description) yang jelas. Peralatan kerja yang tepat atau sesuai lingkungan kerja, dan sebagainya. Semuanya ini dicakup dalam satu istilah yakni cara kerja yang ergonomis.

13

Cara ergonomis yang sesuai dengan teori psikologis antara lain sebagai berikut: a. Memberikan pengarahan dan pelatihan tentang tugas kepada pekerja sebelum melaksanakan tugas barunya. b. Memberikan uraian tugas tertulis yang jelas kepada pekerja atau karyawan. c. Melengkapi pekerja / karyawan dengan peralatan yang sesuai / cocok dengan ukurannya. d. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman. Kurangnya perhatian terhadap cara kerja ini oleh pimpinan perusahaan dapat menimbulkan kebosanan. Akibat kebosanan bagi pekerja, mereka akan mencari variasi kerja lain yang tidak dikuasai (untuk menghindari monoton ini) dan ini dapat berakibat kecelakaan kerja. Oleh sebab itu kebosanan dan kemonotonan kerja erat kaitannya dengan kecelakaan kerja. Aspek lain dari psikologi kerja ini yang sering menjadi masalah kesehatan kerja adalah stres. Stres terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan maupun pelaksana. Memang di tempat kerja, lebih-lebih tempat kerja yang lingkungannya tidak baik, sangat potensial untuk menimbulkan stres bagi karyawannya. Stres di lingkungan kerja memang tidak dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengelola, mengatasi atau mencegah terjadinya stres tersebut sehingga tidak mengganggu pekerjaan. Untuk dapat mengelola stres, pertama sekali yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi sumber atau penyebab stres atau stressor.

Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai penyebab, teori tentang terjadinya suatu kecelakaan adalah : Teori kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident prone Theory), pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja.
14

Teori Tiga Faktor (Three Main Factor), menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri. Teori Dua Faktor (Two main Factor), kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action). Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa pada akhirnya seluruh kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia. D. Instalasi 1. Fasilitas e. Asuransi Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi (UU No 3 Tahun 1992). Perusahaan mendaftarkan keikutsertaan tenaga kerja dalam program JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) atau asuransi lainnya dan perusahaan membayar iuran kecelakaan kerja pada pekerja yang mengalami kecelakaan kerja. Perusahaan asuransi akan meminta rincian kejadian kecelakaan dan akan mengirimkan petugasnya untuk menyelidiki kejadian tersebut dan akan memberikan besaran finansial yang sesuai dengan kerusakan dan beratnya kecelakaan. Menurut UU No 3 tahun 1992 bahwa perlu adanya peningkatan perlindungan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan jaminan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya. Pencegahan ini sesuai dengan item kesebelas dari pencegahan yang dipaparkan oleh sumamur (1996) yaitu asuransi merupakan insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan. f. Fasilitas P3K (Pertolongan pertama pada kecelakaan) P3K didefinisikan sebagain perawatan daeurat hingga tenaga medis atau perawat tiba di tempat dan perawatan cedera kecil yang tidak memerlukan perawatan atau bahkan tidak memerlukan perhatian medis. Fasilitas fasilitas pertolongan pertama yang harus disediakan dalam Health and Safety (First Aid) Regulations 1981, dengan rincian lebih jelasnya diberikan dalam Approved Code of Practice and Guidance First aid at work, publikasi HSE L74. Saran-sarannya meliputi:

15

Cakupan fasilitas kesehatannya tergantung pada risiko, semakin luaslah cakupan fasilitas tersebut.

Jumlah petugas P3K harus mencukupi- satu petugas untuk setiap lima puluh pekerja untuk pekerjaan berisiko rendah. Perbandingan antara jumlah pekerja dengan petugas P3K ini disesuaikan apabila risiko pekerjaannya meningkat

Harus terdapat ruang P3K jika: tapak berisiko tinggi, tapak tersebut berada jauh dari rumah sakit, misalnya didaerah pedesaan, akses ke rumah sakit atau dokter sulit dilakukan, misalnya daerah dengan lalu lintas yang sangat macet.

Kotak P3K harus : Kuat agar dapat melindungi isinya, dapat diisi lagi, berisi kartu panduan pertolongan pertama pada kecelakaan, digunakan hanya untuk barang-barang P3K, bukan barang lain>

Pekerja harus mendapatkan informasi tantang fasilitas P3K dan lokasi penempatannya.

Jika tersedia ruang P3K, ruang tersebut harus : Berada dibawah pengawasan petugas P3K atau perawat Menyediakan petugas P3K yang siaga selama ada orang yang sedang bekerja di perusahaan bersangkutan Memiliki petugas pengganti P3K yang bertanggung jawab Mudah diakses oleh ambulans Cukup luas untuk menempatkan tempat tidur Memliki pintu yang cukup lebar untuk diallui kursi roda

2. Peraturan Dalam undang-undang no. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja secara jelas ditegaskan, bahwa tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya (Pasal 9) dan Pemerintah membina norma-norma keselamatan kerja (Pasal 10 ayat a). Sedangkan dalam hubungan jaminan dan bantuan sosial, secara umum dinyatakan dalam undang-undang no. 14 tahun 1969 tersebut bahwa Pemerintah mengatur penyelenggaraan pertanggungan sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya. Pertanggungan dan bantuan sosial ini meliputi juga kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sekalipun

16

dalam penjelasan undang-undang dimaksud hanya diperinci antara lain sakit, meninggal dunia dan cacat. Melihat sasarannya, terdapat dua kelompok perundang-undangan dalam keselamatan kerja, yaitu sebagai berikut: 1. Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pencegahan kecelakaan akibat kerja. Kelompok ini terdiri dari undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dan peraturan-peraturan lain yang diturnkan atau dapat dikaitkan dengannya. Selain itu keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan terdapat dalam undang-undang lain, seperti undang-undang kerja (1948-1951). 2. Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pemberian kompensasi terhadap kecelakaan yang sudah terjadi. Kelompok ini terdiri dari undang-undang kecelakaan (1947-1957) dan peraturan-peraturan yang diturunkannya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja diundangkan pada tahun 1970 dan mengganti Veiligheids Reglement Stbl no 406 yang berlaku sejak tahun 1910. VR yang berlaku mulai 1910 dan semenjak itu mengalami perubahan mengenai soal-soal yang tidak terlalu berat, ternyata dalam banyak hal sudah terbelakang dan perlu diperbaiki sesuai dengan perkembangan peraturan perlindungan industrialisasi di Indonesia. Perluasan ruang lingkup. 1. Perubahan pengawasan represif menjadi preventif. 2. Perumusan teknis yang lebih tegas. 3. Penyusunan tata usaha sebagaimana diperlukan pelaksanaan pengawasan. 4. Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi pimpinan perusahaan dan tenaga kerja. 5. Tambahan pengaturan mendirikan panitia pembina keselamatan kerja dan kesehatan kerja. 6. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan. Pembaruan dan perluasannya adalah mengenai hal-hal sebagai berikut: Materi yang diatur oleh undang-undang keselamatan kerja meliputi bab-bab peristilahan, ruang lingkup, syarat-syarat keselamatan kerja, pengawasan,

pembinaan, panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja, pelaporan kecelakaan, kewajiban dan hak tenaga kerja, kewajiban bila memasuki tempat kerja, kewajiban pengurus, dan ketentuan-ketentuan penutup.

17

Istilah-istilah yang dipakai dalam undang-undang keselamatan kerja dan pengertiannya meliputi (Pasal 1): 1. Tempat kerja, ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, yang menjadi tempat tenaga kerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal-pasal undang-undang keselamatan kerja. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat tenaga kerja tersebut (Ayat 1). 2. Pengurus, ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri (Ayat 2). 3. Pengusaha ialah: a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja. b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja. c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau dadan hukum termaksud pada a dan b, jikalau yang diwakili berkedudukan di luar negeri (Ayat 3). 4. Direktur, ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan undang-undang keselamatan kerja (Ayat 4). 5. Pegawai pengawas, ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja (Ayat 5). 6. Ahli keselamatan kerja, ialah tenaga kerja teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya undang-undang keselamatan kerja (Ayat 6).

Mengenai ruang lingkupnya undang-undang keselamatan kerja menegaskan sebagai berikut (Pasal 2): 1. Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air, maupun diudara, yang berada didalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia (Ayat 1). 2. Ketentuan-ketentuan dalam 1 tersebut diatas berlaku dalam tempat kerja, yang merupakan tempat-tempat:
18

a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan. b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit atau beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi. c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

pembongkaran rumah, gedung, atau bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau dilakukan pekerjaan persiapan. d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan. e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak , logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik dipermukaan atau didalam bumi maupun didasar perairan. f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik didaratan, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun diudara. g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan dikapal, perahu, dermaga, dok, stasiun, atau gudang. h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain didalam air. i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan. j. Dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah. k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting. l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur, atau lubang. m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran. n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah. o. Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon. p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis.

19

q. Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air. r. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai perlatan, instalasi listrik atau mekanik (Ayat 2). 3. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan atau lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan yang bekerja dan atau yang berada diruangan atau lapangan itu dan dapat diubah perincian tersebut dalam ayat 2.

Syarat-syarat keselamatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4 undang-undang keselamatan kerja yang berbunyi sebagai berikut: 1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk: a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan. b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. c. Mencegah dan mengurangi peledakan. d. Memberi kesempatan atau jalan menelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya. e. Memberi pertolongan pada kecelakaan. f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. g. Mencegah dan mengendalikan timbul dan menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar dan radiasi, suara dan getaran. h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan. i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. j. Mengatur suhu dan lembab udara yang baik. k. Mengatur penyegaran udara yang cukup. l. Memelihara kesehatan dan ketertiban. m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. o. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.
20

p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi (Pasal 3 ayat 1). 2. Dengan peraturan perundangan dapat diubah perincian seperti dalam pasal 3 ayat 1 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari (Pasal 3 ayat 2). 3. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan (Pasal 4 ayat 1). 4. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemebrian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum (Pasal 4 ayat 2). 5. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 dan dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

Pengawasan undang-undang keselamatan kerja diatur dalam pasal 5, 6, 7 dan 8 sebagai berikut: 1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya undang-undang dan membantu

pelaksanaannya. 2. Wewenang dan kewajiban Direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan undang-undang diatur dengan peraturan perundangan (Pasal 5 ayat 2). 3. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan Direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding (Pasal 6 ayat 1).

21

4. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lain ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Pasal 6 ayat 2). 5. Keputusan panitia banding tidak dapat dibanding lagi (Pasal 6 ayat 3). 6. Untuk pengawasan berdasarkan undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan (Pasal 7). 7. Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya (Pasal 8 ayat 1). 8. Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur (Pasal 8 ayat 2). 9. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan (Pasal 8 ayat 3).

Mengenai pembinaan, diatur oleh undang-undang no 1 tahun 1970 hal-hal sebagai berikut: 1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang: a. Kondisi dan bahaya serta yang timbul dalam tempat kerja. b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya. c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. d. Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut. 3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan. 4. Petugas diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuanketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya (Pasal 9). Pasal 10 undang-undang keselamatan kerja mengatur panitia keselamatan dan kesehatan kerja:
22

1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi (Pasal 10 ayat 1). 2. Susunan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja, tugas dan lain-lain ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Pasal 10 ayat 2).

Menurut undang-undang keselamatan kerja, kecelakaan yang terjadi harus dilaporkan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Pengurus diwajibkan melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja (pasal 11 ayat 1). 2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat 1 diatur dengan peraturan perundangan. Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk (pasal 12): 1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja. 2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan. 3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 4. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 5. Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan yang syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batasbatas yang masih dapat dipertanggung jawabkan. Adapun kewajiban pengurus diatur dalam pasal 14 yang menyatakan bahwa pengurus diwajibkan: 1. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan pada tempat-tempat yang mudah

23

dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. 2. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai petugas atau ahli keselamatan kerja. 3. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan menurut pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. Sebagaimana ketentuan-ketentuan penutup undang-undang keselamatan kerja, terdapat pengaturan-pengaturan mengenai ancaman hukuman, tempat-tempat kerja yang telah ada, peraturan peralatan dan sebagainya. Pengaturan-pengaturan itu adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal diatas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan (pasal 15, ayat 1). 2. Peraturan perundangan tersebut pada pasal 15 ayat 1 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3(tiga) bulan atau denda sebesar-besarnya Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) (pasal 15, ayat 2). 3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran (pasal 15, ayat 3). 4. Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan didalam satu tahun sesudah undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini (pasal 16). 5. Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam undangundang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini (pasal 17). Peraturan Undang-Undang Yang Lainnya Selain undang-undang tentang kecelakaan, terdapat juga beberapa peraturanperaturan pemerintah lainnya, diantaranya sebagai berikut: 1. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.7 tahun 1964 tentang syarat kesehatan kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja.
24

Peraturan ini mengatur tentang: tempat kerja, bangunan perusahaan, halaman, jalanan, saluran dan sampah, kakus WC, tempat mandi, dapur, ruang makan, peralatan makan dan air minum, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, ruang udara (cubic space), ruang gerak, ventilasi serta penerangan tempat kerja. 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/1981 tentang kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja. Sedangkan pelaksanaannya diatur dalam Keputusan menteri Tenaga Kerja No.KEPTS/333/MEN/1989. Jenis-jenis penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan, antara lain: a) Pneumokonioses yang disebabkan oleh debu mineral.

b) Penyakit-penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras. c) Asma akibat kerja.

d) Golongan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh berbagai bahan kimia atau persenyawaan yang beracun. e) f) Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksian. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

g) Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik. h) Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh udara yang bertekanan lebih dan disebabkan oleh radiasi. i) Penyakit-penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab-penyebab fisik, kimiawi atau biologis lainnya. j) Kanker kulit dan paru yang disebabkan oleh bahan kimia.

k) Penyakit-penyakit infeksi dan parasit dalam melakukan pekerjaan. 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982, tentang pelaanan kesehatan kerja, sedangkan pelaksanaanya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja

No.Kep.157/M/BW/1989.Pelayanan kesehatan kerja mempunyai tugas dan fungsi yang khas, tidak sekedar kegiatan poliklinik berlaku. Pelayanan kesehatan kerja meliputi: a) Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan khusus.

b) Pembinaan dan pengawasan penyesuaian pekerjaan terhadap lingkungan kerja, atas perlengkapan senitair dan kesehatan tenaga kerja. c) Pencegahan dan pengobatan atas penyakit umum dan penyakit akibat kerja.

d) Pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK).


25

e) f)

Pendidikan kesehatan bagi tenaga kerja dan latihan bagi petugas PPPK. Memberikan nasehat dalam perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang sesuai, pembinaan gizi kerja dan penyelenggaraan kantin ditempat kerja.

g) Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja. h) Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya. 4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.Kop.612/Men/1989, tentang penyediaan data bahan berbahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam keputusan ini tercantum ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a) Kewajiban bagi perusahaan atau industri yang menggunakan, menyediakan, memakai, memproduksi, mengangkut dan mengedarkan bahan berbahaya dalam mengisi dan menyediakan data bahan berbahaya yang mencangkup data tentang pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja serta petunjuk penanggulangannya. b) Penunjukan pejabat yang bertanggung jawab dalam penanganan bahan berbahaya dan penanggulangan bahaya yang mungkin terjadi akibat adanya bahan berbahaya tersebut. 5. keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.13/MENLH/3/1995, tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak. Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: a) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas maksimum emisi yang diperbolehkan dimasukan didalam lingkungan. b) Emisi adalah mahluk hidup, zat, energi dan komponen lain yang dihasilkan dari kegiatan yang masuk atau dimasukan keudara ambien. c) Batas maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang keudara ambien. Standar emisi yang diperkenankan tercantum dalam keputusan ini. 6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.49/MENLH/11/1996, tentang baku tingkat getaran. Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: a) Getaran adalah gerakan bolak balik suatu masa melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik acuan. b) Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia.
26

c)

Getaran sismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan kegiatan manusia.

d) Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat. e) f) Baku tingkat getaran mekanik dan getaran kejut adalah batas maksimal. Tingkat getaran mekanik yang diperbbolehkan dari usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehtan serta keutuhan bangunan. 7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. Per.01/men/1976, tentang kewajiban latihan hiperkes bagi dokter perusahaan. Dokter perusahaan ialah setiap dokter yang ditunjuk atau bekerja diperusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab atas higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Setiap perusahaan yang memperkejakan dokter wajib mengirimkan dokter perusahaannya untuk mendapat pelatihan dalam bidang hiperkes dan keselamatan kerja. 8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/1979, tentang kewajiban latihan higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga paramedis perusahaan. Tenaga yang ditunjuk atau ditugaskan untuk melaksanakan atau membantu penyelenggaraan tugas-tugas higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja diperusahaan atas petunjuk dan bimbingan dokter perusahaan wajib mendapat latian dalam bidang hiperkes dan keselamatan kerja. E. Proses 1. Safety a. Prinsip-prinsip pencegahan kecelakaan Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan : Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugastugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, dan pemeriksaan kesehatan. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenisjenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan higene umum, atau alat-alat perlindungan diri.
27

Pengawasan.

Yaitu

pengawaan

tentang

dipatuhinya

ketentuan-ketentuan

perundang-undangan yang diwajibkan. Penelitian bersifar teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat

perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangka dan peralatan pengangkat lainnya. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya , mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya. Pendidikan,yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru, dalam keselamatan kerja. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan presmi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelakaankecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan. Jelaslah, bahwa untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja diperlukan kerja sama aneka keahlian dan profesi seperti pembuat undang-undang, pegawai pemerintah, ahli-ahli teknik, dokter, ahli ilmu jiwa, ahli statistik, guru-guru, dan sudah tentu pengusaha dan buruh. b. Alat Pelindung Diri

28

Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat, mesin, peralatan dan lingkungan kerap wajib diutamakan. Namun kadang- kadang risiko terjadinya kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung diri (alat proteksi diri) (personal protective device). Jadi penggunaan APD adalah alternatif terakhir yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. APD harus memenuhi persyaratan : 1. Enak (nyaman) dipakai; 2. Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan; dan 3. Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi. Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahay kecelakaan. Pakaian pekerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan ataupun kerutan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala atau kiat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan yang dapat meledak oleh aliran listrik statis. Alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb : 1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala 2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles) 3. Muka : pelindung muka (face shields) 4. Tangan dan jari : sarung tangan ( sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sarung tangan biasa ( gloves), pelindung telapak tangan (hand pad), da sarung tangan yang menutupi pergelangan tangan sampai lengan (sleeve) 5. Kaki : sepatu pengaman (safety shoes) 6. Alat pernapasan : respirator, masker, alat bantu pernapasan 7. Telinga : sumbat telinga, tutup telinga 8. Tubuh : pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas, pakaian kerja tahan dingin, pakaian kerja lainnya. 9. Lainnya : sabuk pengaman. Untuk memilih alat pelindung diri menurut keperluannya, disajikan pada tabel. Ketentuan tentang alat pelindung diri
29

Ketentuan mengenai alat pelindung diri diatur oleh peraturan pelaksanaan UU No. I Th. 1970 yaitu Instruksi Materi Tenaga No. Ins. 2/M/BW/BK/1984 tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri; Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat Pelindung Diri; Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 05/BW/97 tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 06/BW/97 tentang Pendaftaran Alat pelindung diri. Instruksi dan surat edaran tersebut mengatur tentang ketentuan tentang pengesahan, pengawasan, dan penggunaannya meliputi alat pelindung pernapasan, pakaian kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki, sabuk pengaman dan lain-lain. c. Pemeriksaan Kesehatan Terdapat pemeriksaan kesehatan secara berkala di perusahaan yang dilaksanakan satu tahun sekali, dengan adanya pemeriksaan kesehatan ini maka kondisi fisik pekerja dapat terkontrol sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan. Pemeriksaan kesehatan sebelum dan pada waktu waktu kerja akan berguna dalam menemukan faktor faktor manusia yang mendatangkan kecelakaan. Pencegahan ini terutama untuk penyelidikan dampak fisiologis dan patologis, dari keadaan yang mengakibatkan kecelakaan. d. Pertolongan pertama pada kecelekaan Pada peristiwa terjadinya kecelakaan maka pertama- tama dan utama adalah menolong korban agar jiwanya dapat diselamatkan dan selanjutnya pengobatan dan perawatan dapat diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. Pertolongan pertama pada kecelakaan di perusahaan biasanya telah dilaksanakan dengan baik terutama pada perusahaan yang selain personil kesehatan juga pimpinan regu atau kelompok pekerja dan juga para pekerjanya sendiri telah mendapat latihan PPPK. Ketentuan PPPK diatur oleh peraturan khusus yang tetap berlaku sebagai peraturan UU No. I Tahun 1970. Dengan kemajuan kedokteran gawat darurat (emergency medicine)

keterampilan dan teknologi pertolongan kepada korban lebih berkembang dan sejalan dengan tuntutan akan pertolongan kepada korban agar lebih berhasil maka personil medis dalam pelayanan kesehatan diperusahaan harus meningkatkan kemampuannya dalam hal penyelamatan jiwa korban dan penyelamatan jiwa sehubungan dengan kemungkinan tidak berfungsinya jantung korban (life saving dan cardiac life saving). Pelatihan tentang kedua hal tersebut telah biasa diselenggarakan. Selain itu, pengalaman menunjukkan bahwa penyembuhan dan keberhasilan pertolongan kepada korban tindakan medis harus segera dilakukan dan ternyata periode waktu 1 jam sejak
30

terjadinya kecelakaan adalah saat yang disebut golden hour, yaitu waktu yang memungkinkan tindakan medis yang maksimal berhasil. Atas prinsip ini, jaminan sosial kecelakaan kerja telah membangun pusat-pusat pertolongan korban kecelakaan (trauma centre) di lokasi yang dekat atau berada di sentra industri.

F. Material 1. Bentuk dan Komposisi Tangga Tangga adalah alat tersendiri atau bagian dari suatu bangunan untuk turun atau naik dari satu dataran ke dataran yang lain. Semua jenis tangga harus memenuhi syarat keselamatan. Kecelakaan yang terjadi biasanya terjatuh. Dibawah ini, khusus dibicarakan ketentuan-ketentuan untuk pengamanan tangga sebagai alat untuk turun atau naik yang dapat dipindah-pindahkan tempatnya. Tangga yang dapat dipindah-pindahkan tersebut dapat dipakai untuk naik agar dapat mencapai suatu perancah, dataran kerja atau tempat-tempat lain dalam bangunan yang sedang dikerjakan. Penggunaan tangga demikian juga untuk mencapai tempat-tempat pada suatu ketinggian yang sedang dirawat atau diperbaiki. Tangga juga alat bagi pekerjaan pemadam kebakaran atau penyelamatan lain. Banyak sekali penggunaan tangga tersebut. Dilihat dari bahan dan bentuknya, tangga beraneka ragam. Bentuk dan bahan ini sering pula dihubungkan dengan penggunaannya. Bahan-bahan yang dipakai mungkin bambu, kayu, logam, dan lain-lainnya. Perbedaan bentuk dan kegunaannya terlihat dari contoh bahwa jarak anak tangga pada tangga yang biasa adalah 25 cm dan pada tangga untuk membersihkan jendela 35 cm. Ada juga tangga dengan satu kaki (biasanya terbuat dari kayu, bambu) yang kurang stabil atau tangga dengan dua kaki yang stabil (biasanya terbuat dari bahan logam). Pada pembersihan kaca perlu ruang untuk memungkinkan dilakukannya pekerjaan. Agar lebih mudah dipindahkan, tangga sebaiknya seringan mungkin. Tangga-tangga alumunium relatif ringan, bila dibandingkan dengan kayu. Sayang tangga demikian berbahaya bila berada dekat kabel listrik yang telanjang, oleh karena sifat konduktornya. Pertama-tama semua tangga harus terbuat dari bahan yang baik dan memiliki kekuatan yang tepat ditinjau dari sudut beban dan tekanan yang dihadapinya. Tangga untuk keperluan sehari-hari biasanya terbuat dari kayu atau bambu. Bila kayu yang dipakai, ukurannya harus lebih besar. Jika dipakai kayu borneo yang baik dengan ukurannya kira-kira sebagai berikut :
31

1. Jika tinggi tangga tidak lebih dari 3 meter, kayu tegak hendaknya berukuran 5 x 7 cm dan anak tangga 2 x 7 cm. 2. Jika tingginya lebih dari 3 meter, kayu tegak hendaknya berukuran 3 x 10 cm dan anak tangganya 2,5 x 7 cm. Bagian-bagian kayu yang dipergunakan untuk tangga harus terbuat dari bahan dengan kualitas baik, harus memiliki serat-serat yang panjang, harus berada dalam keadaan baik, dan tidak boleh docat atau dibuat sedemikian sehingga cacatcacatnya tidak kelihatan. Teras atau bentuk-bentuk tak teratur lainnya pada serat-serat kayu mungkin menjadi penyebab terjadinya patah, jika beban yang relatif besar ditempatkan pada tangga atau jika tangga tersebut terkena perubahan beban yang besar. Tempat-tempat lemah pada tangga mudah disembunyikan dengan pengecetan. Maka dari itu, pengecatan tidak diperbolehkan. Penggunaan pernis diperbolehkan, asal tembus cahaya sehingga kualitas kayu muda diperiksa. Tujuan Pencegahan Kecelakaan kerja di dasarkan pada 3 hal :6 1. Perikemanusian. Pekerja bukanlah mesin yang dapat diperlakukan sebagai benda mati. Sebagai sesama manusia, pekerja juga menuntut untuk di perlakukan sebagai manusia yang utuh. Dampak dari kecelakaan kerja akan lebih lanjut dirasakan bila pekerja yang bersangkutan adalah kepala keluarga yang bekerja untuk menafkahi keluargannya. 2. Mengurangi Ongkos Produksi Berkurang kecelakaan kerja akan mengurangi ongkos produksi yang disebabkan oleh biaya langsung & biaya tidak langsung dari suatu kecacatan. 3. Kelangsungan Produksi Kesanggupan perusahaan untuk berproduksi secara terus menerus merupakan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Bagaimanapun ringannya suatu kecelakaan, pada hakekatnya mengakibatkan hilangnya waktu produksi yang besarnya sesuai dengan derajat cacad yg terjadi.

32

Pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin-mesin alat kerja, perkakas kerja, dan manusia. Lingkungan harus memenuhi syarat-syarat lingkungan kerja yang baik, pemeliharaan rumah tangga yang baik, keadaan gedung yang selamat dan perencanaan yang baik. Syarat-syarat lingkungan kerja meliputi ventilasi, penerangan cahaya, sanitasi dan suhu udara. Pemeliharaan rumah tangga perusahaan meliputi penimbunan, pengaturan mesin, bejana-bejana dan lain-lainnya. Gedung harus memiliki alat pemadam kebakaran, pintu keluar darurat, lobang ventilasi, dan lantai yang baik.4 Mesin-mesin, alat-alat dan perkakas kerja harus memenuhi perencanaan yang baik, cukup dilengkapi alat-alat pelindung , dan lain-lain. Selain tentang perencanaan, perawatan mesin-mesin dan perkakas kerja juga harus diperhatikan. Kurangnya perawatan sering mengakibatkan bencana besar, seperti misalnya peledakan mesin-mesin diesel.4 Tentang factor manusia harus diperhatikan adanya aturan-aturan kerja, kemampuan pekerja, kurangnya konsentrasi, disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Ketidakmampuan pekerja meliputi kurangnya pengalaman, kurangnya kecakapan, dan lambatnya mengambil keputusan. Konsentrasi berkurang biasanya sebagai akibat ngelamun, kurangnya perhatian, dan tidak mau memperhatikan, atau pelupa. Cara kerja yang mendatangkan bahaya ialah iseng atau main coba-coba, ambil cara pendek atau mudahnya, dan sifat tergesa-gesa. Ketidakcocokan mental yang terutama perlu diatasi adalah kelelahan mental berupa kejemuan, sifat pemarah yang hebat , dan mudah tersinggung.4 Pemeriksaan kesehatan sebelum dan pada waktu kerja akan berguna dalam menemukan factor-faktor manusia yang mendatangkan kecelakaan. Latihan kerja selalu mengurangi jumlahnya kecelakaan, oleh karena pengalaman dan keterampilan ditingkatkan. Pengawasan yang kontinu akan mempertahankan tingkat keselamatan dan usaha-usaha pemberantasan kecelakaan. Sebaliknya peringatanpun sangat perlu, bahkan sampai kepada pemberhentian pekerja-pekerja yang mengabaikan tindakan-tindakan atau aturan-aturan pencegahan kecelakaan.4 Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu: 7 1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara fisik maupun mental.
33

2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja 3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya. 4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya. 5. Penggunaan pakaian pelindung 6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising. 7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan keluar. 8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali. 9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan kebutuhan. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan sistem rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :7 1. Pemeriksaan Awal adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umum Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: a. Anamnese pekerjaan b. Penyakit yang pernah diderita c. Alergi d. Imunisasi yang pernah didapat
34

e. Pemeriksaan badan 2. Pemeriksaan Berkala adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan. 3. Pemeriksaan Khusus yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

G. Kerugian akibat kecelakaan kerja 1. kerugian bagi instansi Biaya pengangkutan korban kerumah sakit, biaya pengobatan ,penguburan jika sampai korban meninggal dunia hilangnya waktu kerja si korban dan rekan- rekan yang menolong sehingga menghambat kelancaran program mencari pengganti atau melatih tenaga baru mengganti/memperbaiki mesin yang rusak kemunduran mental para pekerja. 2. kerugian bagi korban Kerugian paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia ,ini berarti hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih sayanga orang tua terhadap putra putrinya. 3. Kerugian bagi masyarakat dan negara Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagaibiaya produksi yang mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan tersebut dan merupakan pengaruh bagi harga di pasaran.

35

BAB III Penutup A. Kesimpulan Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa. Perlengkapan kerja adalah alat bantu pekerjaan dan keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang bekerja. Oleh karena itu perlengkapan kerja dan keselamatan kerja adalah bagian penting dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja serta orang lainnya, dan juga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu masing masing manager dan atau Ka.Unit kerja harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dan lingkungan dengan mengikuti prosedur dan petunjuk yang telah ditetapkan serta mengawasi, menyeleksi setiap orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan resiko kerjanya. Selain itu, Departemen manager adiministrasi melalui anggota satpam berkewajiban melaksanakan pengawasan terhadap tamu pengunjung dan kontraktor tentang kepatuhan terhadap tata tertib dan peraturan K3. Diperusahaan terdapat pengawasan yang ketat terhadap standar pemakaian api; pengawasan terhadap kepatuhan pekerja dalam penggunaan APD pada saat bekerja, jika ditemukan pekerja yang tidak menggunakan APD pada saat bekerja maka distop aktivitas kerjanya kemudian disuruh menggunakan APD;

36

Daftar Pustaka 1. Sumamur, Dr.M.Sc. 1976. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta; Saksama 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 4. Budiono,A.M Sugeng, dan Pusparini,Adriana. 2003.Keselamatan Kerja dan

Pencegahan Kecelakaan Kerja. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Edisi Ke 2. Semarang; Universitas Diponogoro 5. Usaha-Usaha Pencegahan Terjadinya Kecelakaan Kerja. Edisi Juni 2008. Diunduh dari http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/1822345-usaha-usahapencegahan-terjadinya-kecelakaan/ 6. Silalahi, Bennett N.B, Rumondang.1991. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo. 7. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/55412984/8/Faktor-Penyebab-Kecelakaan-Kerja

37

You might also like