You are on page 1of 14

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)/ DENGUE HEMORHAGIE FEVER (DHF)

1. Definisi Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan diathesis hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. 2. Etiologi DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mempunyai 4 serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan paling banyak berhubungan dengan kasus berat. 3. Epidemologi a. Penyebab Penyakit DBD dsebbakan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B arthropod bone viruses (arboviruses). Kemepat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Virus yang banyak berkembang dimasyarakat adalah virus dengue denga tipe serotype DEN 1 dan DEN 3. Namun yang lebih dominan menyebabkan gejala yang berat adalah DEN 3. b. Gejala Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan: 1. Demam tinggi mendadak 2-7 hari (38 0C 40 0C) 2. Manifestasi perdarahan, dengan bentuk: uji tourniquei positif, perdarahan konjungiva, petekie, epitaksis, melena, dsb. 3. Hepatomegali 4. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.. 5. Trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit sapai 100.000/mm3. 6. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.

7. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala. 8. Pendarahan pada hidung dan gusi 9. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul petekie pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah. c. Masa inkubasi Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari. d. Penularan Penularan DBD tejadi melalui giitan nyamuk Aedes aegypti/ Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk inu biasanya menggigit pada pagi dan siang hari. Orang berisiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal dilingkungan lembab, sert daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilau manusia. Peyakit ii bersifat musiman yaitu biasanya pada musim penghujan yang menginginkan vector penular hidup digenangan air bersih. e. Prevalensi Menurut RISKESDA 2007, kasus DBD klinis tersebar diseluruh Indonesia dengan prevalensi 0,6%. Pada 12 provinsi didapatkan prevalensi DBD klinis lebih tinggi dari angka nasional yaitu NTT (2,5%), Papua Barat (2,0%), DKI Jakarta (1,2%), Sulawesi Tengah+NTB+Nanggroe Aceh Darussalam (1,1%), Papua (0,9%), Riau dan Maluku Utara (0,8%), dan Sulawesi Barat (0,7%). DBD dulu dikenal hanya sebagai penyakit pada anak-anak, namun kini banyak ditemukan pada penderita dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun (0,7%) dan terendah pada bayi (0,2%). Tidak ada perbedaan prevalensi antara laki-laki dan perempuan. DBD klinis relative lebih tinggi dipedesaan, namun kasus yang terdeteksi berdasarkan tenaga kesehatan lebih banyak di perkotaan. 4. Patogenesis Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada

infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampa bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi. Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut : a. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masingmasing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamine dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF. b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi intravaskular. c. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.

5. Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan

hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem

retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi. 6. Manifestasi klinis Tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah : a. Demam Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2 - 7 hari, kenudiml turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala. b. Manipestasi Pendarahan. Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam. Sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat berupa : Ptechiae Purpura Echymosis Perdarahan cunjunctiva Perdarahan dari hidung (mimisan atau epestaxis) Perdarahan gusi Muntah darah (Hematenesis) Buang air besar berdarah (melena) Kencing berdarah (Hematuri)

Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan toreniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita Demam Berdarah Dengue.

c. Pembesaran hati (Hepotonegali). Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan berapa penyakit Pembesan hati mungkin berkaitan dengan strain serotype virus dengue. d. Renjatan (ShocK). Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan: Kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki. Penderita menjadi gelisah. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tas teraba. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmhg atau kurang) Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmhg atau kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk. e. Gejala Klinis Lain. Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah : anoreksia, mual, muntah, lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang. Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa secara klinis dapat dibagi atas:
a.

Derajat I (ringan). Demam mendadak 2 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif.

b.

Derajat II (sedang). Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat karena ditemukan perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain.

c.

Derajat III (berat). Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

d.

Derajat IV (berat). Penderita shocK berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba

7. Penegakan diagnosis ANAMNESIS a. Identitas pasien b. Keluhan Utama Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun. c. Riwayat penyakit sekarang Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun. d. Riwayat penyakit terdahulu Tidak ada penyakit yang diderita secara specific. e. Riwayat penyakit keluarga Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegipty. f. Riwayat Kesehatan Lingkungan Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan. PEMERIKSAAN FISIK Vital sign : tekanan darah, frekuensi nafas, frekuensi nadi, suhu. a. Inspeksi : ada petekie/tidak, lidah kotor/tidak, pharyng hiperemis/tidak. b. Palpasi : petekie hilang/tidak saat ditekan, nyeri tekan epigastrium/tidak, hepar dan lien teraba/tidak. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah 1 Leukosit : dapat normal/ menurun (N : 4500 10000 sel/mm3)

Trombosit : Trombositopenia Hematokrit : terdapat kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20 % dari hematokrit awal Protein / albumin : terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma SGOT , SGPT : dapat meningkat Ureum meningkat 2. Urine : albuminurial ringan 3. Pemeriksaan serologi : dilakukan titer antibodi pasien dengan cara haemaglutination inhibition test ( HI test) atau dengan uji pengikatan komplemen ( CFT/ Complement Fixation Test) diambil darah vena 2- 5 ml 4. Foto thorak : untuk mengetahui adanya efusi pleura, terutama hemithorak kanan. Hal tersebut terjadi apabila ada perembesan plasma hebat. 5. USG : untuk mengetahui adanya Hepatomegali. Splenomegali, Asites 6. Uji test tourniqet (+) 2,3 8. Penatalaksanaan Ketentuan Umum Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dankegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (ratarata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.

Fase Demam Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam. Dosis Parasetamol Menurut Kelompok Umur Umur (tahun) Dosis (mg) <1 13 46 7 12 60 60 125 125 250 250 500 Parasetamol (tiap kali pemberian) Tablet (1 tab=500mg)
1 1 1 1

/8 /8 - 1/4 /4 1/2 /2 - 1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun

tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. Penggantian Volume Plasma Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%). Kebutuhan Cairan Pada Dehidrasi Sedang (Defisit Cairan 5 8%) Berat badan waktu masuk RS (kg) <7 7 11 12 18 >18 220 165 132 88 Jumlah cairan ml/kg BB/hari

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada

anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel berikut. Kebutuhan Cairan Rumatan Berat badan (kg) 10 10 20 >20 Jumlah cairan (ml) 100 per kg BB 1000+50x kg (diatas 10 kg) 1500+20x kg (diatas 20 kg)

Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20) =1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan dan terus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dannadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Jenis Cairan (rekomendasi WHO) Kristaloid. Larutan ringer laktat (RL) Larutan ringer asetat (RA) Larutan garam faali (GF) Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL) Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA) Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran). Koloid.

Dekstran 40 Plasma Albumin

Sindrom Syok Dengue Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB. 9. Diagnosis differensial 10. Komplikasi a. DHF mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan ginjal, otak, jantung, paru, limpa, dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan serta menyebabkan kematian. b. Ensefalopati c. Gangguan kesadaran disertai kejang d. Disorientasi 3 11. Prognosis Prognosis untuk pasien DBD tergantung dari cepat tidaknya penanganan yang dilakukan dan derajat dari penyakitnya. Bila penanganan cepat dilakukan maka prognosisnya dapat lebih baek. Biasanya pasien DBD dengan derajat yang tinggi prognosisnya lebih buruk namun bila penanganan cepat dan tepat maka masih diatasi. PERAN DOKTER KELUARGA DALAM PENCEGAHAN DAN EDUKASI KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Pencegahan : 1. 3M Menguras tempat-tempat penampungan air Menutup tempat penampungan air Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air

2. Abatesasi yang dilakukan oleh puskesmas 3. Pemeriksaan jumantik (jentik nyamuk)

4. Pemberantasan sarang nyamuk (fogging) Peran dokter keluarga: 1. Memberikan pelayanan primer kepada pasien. 2. Memberikan edukasi terhadap keluarga dan lingkungan sekitar. 3. Memberikan promosi/penyuluhan terhadap keluarga dan lingkungan sekitar 4. Memberikan rujukan dan bertanggung jawab terhadap pasien yang dirujuk. PERBEDAAN PETEKIE, PURPURA, EKIMOSIS, DAN HEMATOMA 1. Petekie Petekie adalah bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol akibat perdarahan intradermal atau submukosa. Petekie merupakan lesi perdarahan keunguan, mendatar 1 sampai 4 mm, bulat, tidak memucat, berdarah, dan dapat bergabung menjadi lesi yang lebih besar yang dinamakan purpura. Dapat ditemukan pada membran mukosa dan kulit, khususnya di daerah yang bebas atau daerah tertekan. Petekie umumnya menggambarkan kelainan trombosit.2 2. Purpura Purpura adalah kumpulan dari petekie. 3. Ekimosis Ekimosis adalah tanda memar atau tanda biru kehitaman, merupakan daerah makula besar akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan subkutan dan kulit. Biasanya berukuran 1 4 cm Perdarahan yang baru berwarna biru kehitaman dan berubah warna menjadi hijau kecoklatan dan menjadi kuning bila mengalami resolusi. Walaupun ekimosis sering ditemukan pada trauma, tetapi ekimosis yang luas dapat menggambarkan kelainan trombosit atau gangguan pembekuan.2 4. Hematoma Hematoma adalah pengumpulan darah yang terlokalisasi, umumnya menggumpal pada darah, rongga, atau jaringan, akibat pecahnya dinding pembuluh darah.

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21445/4/Chapter%20II.pdf
http://ismirayanti.blogspot.com/2010/10/gangguan-perdarahan.html http://www.scribd.com/doc/55370784/Uji-Tourniquet

Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan Penelitian Dan Pegembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta. 2004.

5. https://somelus.wordpress.com/2010/11/07/muntah-emesis/ 6.

You might also like