You are on page 1of 5

FORMASI PEMBAWA BATUBARA DI SUMATERA, KALIMANTAN DAN SULAWESI

A. SUMATERA Cekungan Sumatera Selatan adalah bagian dari cekungan besar Sumatera Tengah dan Selatan (De Coster, 1974; Harsa, 1975) yang dipisahkan dari Cekungan Sumatera Tengah oleh Tinggian Bukit Tigapuluh. Geologi daerah ini telah diketahui dengan baik dan telah dipublikasikan oleh PERTAMINA, geologis PT. CALTEX dan PT. STANVAC (Pulunggono, 1969; Mertoyoso dan Nayoan, 1975; Adiwidjaja dan De Coster, 1973; De Coster 1975; Harsa, 1978). Kerangka stratigrafi daerah cekungan Sumatera Selatan pada umumnya dikenal satu daur besar (megacycle) terdiri dari fase transgresi yang diikuti oleh fase regresi. Formasi Lahat yang terbentuk sebelum trangresi utama pada umumnya merupakan sedimen non marin. Formasi Yang terbentuk pada Farse Transgresi adalah : Formasi Talang Akar, Baturaja, dan Gumai, Sedangkan yang terbentuk pada fase regresi adalah Formasi Air Benakat, Muara Enim dan Kasai. Formasi Talang Akar merupakan transgresi yang sebenarnya dan dipisahkan dari Formasi Lahat oleh suatu ketidakselarasan yang mewakili pengangkatan regional dalam Oligosen Bawah dan Oligosen Tengah. Sebagian dari formasi ini adalah fluviatil sampai delta dan marin dangkal. Formasi Baturaja terdiri dari gamping yang sering merupakan terumbu yang tersebar disana sini. Formasi Gumai yang terletak diatasnya mempunyai penyebaran yang luas, pada umunya terdiri dari serpih marin dalam. Formasi Air Benakat merupakan permulaan endapan regresi dan terdiri dari lapisan pasir pantai. Formasi Muara enim merupakan endapan rawa sebagai fase ahir regresi, dan terjadi endapan batubara yang penting. Formasi Kasai diendapkan pada fase akhir regresi terdiri dari batulempung tufaan, batupasir tufaan, kadangkala konglomerat dan beberapa lapisan batubara yang tidak menerus. Kerangka tektonik Cekungan Sumatera Selatan terdiri dari Paparan Sunda di sebelah timur dan jalur tektonik bukit barisan di sebelah barat. Daerah Cekungan ini dibatasi dari cekungan Jawa Barat oleh Tinggian Lampung (Koesoemadinata 1980).

Di dalam daerah cekungan terdapat daerah peninggian batuan dasar para tersier dan berbagai depresi. Perbedaan relief dalam batuan dasar ini diperkirakan karena pematahan dasar dalam bongkah-bongkah. Hal ini sangat ditentukan oleh adanya Depresi Lematang di Cekungan Palembang, yang jelas dibatasi oleh jalur patahan dari Pendopo- Antiklinorium dan Patahan Lahat di sebelah barat laut dari Paparan Kikim. Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah merupakan satu cekungan besar yang dipisahkan oleh Pegunungan Tigapuluh. Cekungan ini terbentuk akibat adanya pergerakan ulang sesar bongkah pada batuan pra tersier serta diikuti oleh kegiatan vulkanik. Daerah cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi depresi Jambi di utara, Sub Cekungan Palembang Tengah dan Sub Cekungan Pelembang Selatan atau Depresi Lematang, masing-masing dipisahkan oleh tinggian batuan dasar (basement). Di daerah Sumatera Selatan terdapat 3 (tiga) antiklinurium utama, dari selatan ke utara: Antiklinorium Muara Enim, Antiklinorium Pendopo Benakat dan Antiklinorium Palembang. Pensesaaran batuan dasar mengontrol sedimen selama paleogen. Stratigrafi normal memperlihatkan bahwa pembentukan batubara hampir bersamaan dengan pembentukan sedimen tersier. Endapan batubara portensial sedemikian jauh hanya terdapai pada pertengahan siklus regresi mulaai dari akhir Formasi Benakat dan diakhiri oleh pengendaapan Formasi Kasai. Lapisan batubara terdapat pada horizon anggota Formasi Muara Enim dari bawah keatas. B. KALIMANTAN Daerah Long Lees, Marah Haloq, Long Nah dan sekitarnya tertera pada peta geologi Lembar Muaraancalong, Kalimantan, skala 1 : 250.000 (Atmawinata, dkk, 1995). Daerah ini merupakan bagian dari Cekungan Kutai yang tersusun oleh seri batuan sedimen Tersier mulai Eosen hingga Pliosen. Pengendapan Tersier dipisahkan oleh tiga fase tektonik yaitu Oligosen, Miosen dan Pliosen. Batuan Tersier pengisi cekungan dari tua ke muda adalah Formasi Marah, Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan. Endapan batubara ditemukan pada ketiga formasi terakhir.

Mengacu kepada konsep tektonik lempeng (Katili, 1978, dan Situmorang, 1982) Cekungan Kutai di Kalimantan merupakan cekungan busur belakang atau back arch di bagian barat yang terbentuk akibat tumbukan antara lempeng benua dan lempeng samudera. Peregangan di Selat Makassar sangat mempengaruhi pola pengendapan terutama pada bagian timur cekungan. Cekungan Kutai terisi oleh seri batuan sedimen pengisi cekungan diperkirakan mencapai tebal sekitar 7500 m yang diendapkan mulai dari lingkungan delta, laut dangkal hingga laut dalam. Sedimentasi yang terjadi mulai Eosen hingga Pliosen menghasilkan seri batuan sedimen yang antara lain terdiri atas Formasi Marah, Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan . Terjadi tiga proses tektonik pada Oligosen, Miosen dan Pliosen menyebabkan ketidakselarasan antara pengendapan Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan. Formasi Marah merupakan formasi tertua pengisi cekungan pada Lembar Muaraancalong. Formasi Marah tersusun oleh perselingan napal dan batulempung bersisipan batugamping. Formasi ini berumur Eosen Akhir dan diendapkan di lingkungan sublitoral dalam. Formasi Batuayau terletak selaras di atas Formasi Marah. Formasi ini umumnya tersusun oleh batupasir, batulumpur, batulanau dan sedikit batugamping. Setempat terdapat sisipan batubara, lempung karbonan dan gampingan. Formasi ini berumur Eosen Akhir dan diendapkan di lingkungan delta hingga laut dangkal terbuka. Formasi Wahau menindih tak selaras Formasi Batuayau. Formasi ini tersusun oleh perselingan batulempung, batupasir kuarsa, batupasir lempungan dan batulempung pasiran, setempat terdapat sisipan batubara. Pada bagian bawah dari formasi ini disisipi oleh batugamping. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Tengah dan diendapkan di lingkungan laut dangkal darat. Formasi Balikpapan diendapkan tak selaras di atas Formasi Wahau. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa, batulempung bersisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara. Formasi ini berumur Miosen Tengah dan diendapkan di lingkungan delta litoral hingga laut dangkal.

C. SULAWESI Daerah penyelidikan yang terletak di daerah Kalumpang dan sekitarnya termasuk kedalam Cekungan Gelumpang. Secara umum morfologi daerah penyelidikan terbagi menjadi tiga satuan morfologi, yaitu Satuan morfologi Pedataran; Satuan Morfologi Perbukitan Berelief sedang dan Satuan Morfologi berelief Kasar. Stratigrafi daerah penyelidikan terdiri dari Pra-Tersier, Batuan Tersier, Batuan Terobosan/Intrusi Batuan Beku dan Endapan Kuarter. Formasi Latimojong, merupakan batuan dasar yang tersingkap disebelah tenggara daerah penyelidikan, batuan penyusunnya terdiri dari batupasir kuarsa malihan, batulanau malihan, kuarsit, filit, dan setempat batulempung gampingan. Formasi ini diperkirakan berumur Kapur dan diendapkan dilingkungan laut dalam. Hubungan stratigrafi dengan Formasi yang menutupinya menunjukan ketidak selarasan. Formasi Toraja, sebarannya berarah timurlaut-baratdaya. Batuan penyusunnya terdiri dari perselingan batupasir kuarsa, serpih dan batulanau bersisipan konglomerat kuarsa, batugamping, napal, batupasir kehijauan, batulempung karbonan dan batubara. Diperkirakan mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah-Eosen Akhir. Formasi ini menutupi tidak selaras Formasi Latimojong dan diendapkan di lingkungan dangkal. Anggota Rantepao Formasi Toraja, terdiri dari batugamping numulit dan batugamping terhablur ulang, kedudukannya hanya lensa-lensa dalam Formasi Toraja, umurnya diperkirakan Eosen yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Formasi Sekala, menempati sebelah utara timurlaut daerah penyelidikan, dimana kedudukannya menjemari dengan Batuan Gunungapi Talaya. Batuan penyusunnya terdiri dari batupasir hijau, grewake, napal, batulempung, tufa, serpih dan batupasir gampingan dengan sisipan breksi, lava dan konglomerat. Diperkirakan berumur Miosen Tengah-Pliosen, menutupi tidak selaras batuan yang berada di bawahnya dan diendapkan di lingkungan laut dalam/laut dangkal-darat. Batuan Gunungapi Talaya, kedudukannya menjemari dengan Formasi Sekala dan mempunyai Anggota Tuf Beropa, litologinya terdiri dari breksi lava, breksi tuf, tuf, lapili bersisipan batupasir tuf, rijang, serpih, napal, setempat batupasir karbonan. laut

Umurnya Miosen Tengah-Pliosen dan diendapkan dilingkungan laut dalam/laut dangkal s/d darat. Anggota Tuf Beropa, litologinya terdiri dari perselingan antara tuf dan batupasir tufan bersisipan breksi gunungapi dan batupasir, diduga mempunyai kisaran umur Miosen Tengah Bagian Bawah yang diendapkan dilingkungan laut dalam. Formasi Budong-Budong, menempati sebelah baratlaut daerah penyelidikan, menutupi tidak selaras batuan yang ada di bawahnya, litologinya terdiri dari konglomerat dan batupasir bersisipan tipis batugamping koral dan batulempung. Formasi ini diduga berumur Plistosen-Holosen dan diendapkan di lingkungan laut dangkal-darat. Aluvium, terdiri atas endapan sungai dan pantai berupa bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur, setempat mengandumg sisa-sisa tumbuhan. Satuan ini menutupi tidak selaras batuan dibawahnya dan berumur Holosen. Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan berupa struktur lipatan dan sesar, gejala struktur tersebut mempengaruhi batuan Pra-Tersier dan Batuan Tersier. Sesar-sesar utama di daerah penyelidikan berupa sesar normal dan sesar mendatar yang berarah Timurlaut-Baratdaya, sedangkan struktur perlipatan berupa sinklin dan antiklin berkembang cukup baik berarah hampir utara-selatan dan timurlaut-baratdaya. Gejala struktur tersebut diduga akibat dari pengaruh suatu fase kegiatan tektonik Mio-Pliosen

You might also like