Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat. Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita pasca menopause.
Klasifikasi
1. Osteoporosis primer Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui. 2. Osteoporosis sekunder Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan : Cushing's disease Hyperthyroidism Hyperparathyroidism Hypogonadism Kelainan hepar Kegagalan ginjal kronis Kurang gerak Kebiasaan minum alkohol Pemakai obat-obatan/corticosteroid Kelebihan kafein Merokok
Osteoporosis primer dibagi menjadi tipe I atau osteoporosis pasca menopause dan tipe II atau osteoporosis senilis. osteoporosis tipe I (pasca menopause) disebabkan penurunan estrogen yang cepat, absorbsi kalsium yang rendah dan fungsi paratiroid yang menurun, menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekuler sehingga meningkatkan risiko fraktur vertebrae dan colles. Wanita lebih banyak dari pria dengan perbandingan 6-8 : 1 pada usia rata-rata 53 57 tahun. pada osteoporosis tipe II (senilis) perbandingan wanita dengan pria 2 : 1 dengan rata-rata terjadi pada usia 75 85 tahun, kejadiannya berhubungan dengan penurunan produksi 1,25 dihidroksi vitamin D dan malabsorbsi kalsium sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang menyebabkan penurunan densitas tulang pada tulang kortikal.
osteoporosis sekunder yaitu osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang , seperti glukokortikoid, alkoholisme, merokok, immobilisasi, kelainan gastrointes tinal, tirotoksikosis, arthritis rematoid, hiperkalsiuria, dan lainnya. Penting mencari apakah ada penyakit tersebut diatas yang mendasari terjadinya osteoporosis dan mengatasi dengan benar penyakit yang mendasarinya. Bila kelainan ini dapat disingkirkan berarti osteoporosis tersebut termasuk idiopatik. Osteoporosis idiopatik lebih banyak pada pria dibanding wanita, yaitu 10 berbanding 1. Frekwensinya 30-40% osteoporosis laki-laki usia 23 86 tahun dengan gangguan rendahnya proses formasi tulang dan gangguan fungsi osteoblast.
Usia merupakan faktor yang sangat penting yang menentukan densitas massa tulang dan berhubungan erat dengan risiko fraktur akibat osteoporosis. Sampai usia 30 tahun, densitas massa tulang akan meningkat, kemudian mulai menurun secara kontinyu. Selain itu pada wanita juga akan mengalami penurunan densitas massa tulang yang sangat cepat sejak 6 tahun setelah menopause. Defisiensi estrogen dan testosteron memegang peranan yang sangat penting sebagai penyebab osteoporosis pasca menopause dan pada laki-laki. Daur haid yang tidak teratur dan menopause yang awal juga berhubungan dengan densitas massa tulang yang rendah.
Beberapa obat yang berhubungan dengan osteoporosis antara lain kortikosteroid, hormon tiroid, heparin dan furosemid. Sebaliknya, tiazid bersifat mempertahankan densitas massa tulang. Peran makanan terhadap osteoporosis masih kontroversial, tetapi asupan kalsium yang rendah akan menyebabkan densitas massa tulang yang rendah. Imobilisasi yang lama juga akan menurunkan densitas massa tulang dengan cepat; juga perokok dan peminum alkohol akan memiliki densitas massa tulang yang rendah.
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Terapi untuk osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang dan kuratif yaitu meningkatkan massa tulang. Tujuan terapi pencegahan osteoporosis selain sifatnya primer yaitu agar osteopeni yang terjadi tidak melewati nilai ambang osteoporosis dan terjadi terlalu dini, juga bersifat sekunder yaitu memperlambat laju osteopeni yang terjadi.
Caranya yaitu dengan memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet beta matahari. Selain itu menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor risiko osteoporosis seperti alcohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid dan sebagainya. Pemberian terapi hormonal pada pencegahan sekunder terutama pada osteoporosis tipe I (pasca menopause) dan perhatian terhadap penyakit tertentu yang dapat menyebabkan osteoporosis seperti diabetes mellitus, kelainan kelenjar tiroid, dan sebagainya. Selain pencegahan tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah), kalsitriol, kalsitonin, bisfosfonat, raloxifen, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban. Bila telah terjadi fraktur maka perlu diperhatikan penyuluhan untuk kegiatan hidup sehari-hari, terapi rehabilitasi medik dan terapi bedah.
Obat yang digunakan adalah conjugated estrogens (premarin) 0,3 0,625 mg/hari, piperazine estrone sulfate (ogen) 0,625 1,25 mg/hari, estradiol (Estraderm) patches 25 100 ug dan medroksiprogesteron asetat (provera) 2,5 10 mg/hari.
Derivat androgen yang dapat diberikan pada penderita osteoporosis laki-laki adalah anabolik steroid, mempunyai efek sintesa protein yang kuat dan efek androgen ringan. Anabolik steroid yang digunakan adalah nandrolon decanoat dan stanozolol. Anabolik steroid mampu menurunkan kecepatan bone loss pada penderita osteoporosis dengan cara merangsang pembentukan tulang secara langsung oleh karena adanya reseptor androgen pada tulang. Manfaat pada penderita osteoporosis adalah menambah massa tulang, meningkatkan absorbsi kalsium di usus, menurunkan ekskresi kalsium dalam urine, menurunkan massa lemak dan menambah massa otot. Efek sampingnya adalah suara parau, hirsutisme, cenderung retensi air dan garam serta mengakibatkan perubahan profil lipid (atherogenik).
Raloxifene
Raloxifene tergolong dalam selektif estrogen reseptor modulator (SERM), adalah komponen non steroid yang berasal dari benzothiophene yang bersifat anti estrogen, mengadakan kompetitif inhibisi terhadap peran estrogen pada payudara dan khususnya uterus, selain juga bersofat agonis estrogen pda tulang dan metabolisme lemak. Obat lain yang tergolong dalam SERM ini adalah tamoxipen. Penggunaan raloxifene meningkatkan massa tulang 2 2,5% pada tulang panjang wanita post-menopause (Delmas et al., 1997), selain itu menurunkan risiko patah tulang belakang sebesar 50% pada dosis 120 mg/hari (Ettinger et al., 1999). Bila dibandingkan dengan estrogen maka efektivitas raloxifene menurunkan risiko fraktur lebih rendah, namun tidak menstimulasi payudara dan uterus dan tidak membuat perdarahan menstruasi. Efek sampingnya adalah retensi cairan dan nyeri kepala. Dosis yang biasa dipergunakan adalah 60 mg/hari.
Beberapa ahli meneliti dampak histologis pada massa tulang akibat pemberian kalsium bersama calcitriol mendapatkan hasil penurunan resorpsi tulang yang bermakna, peningkatan mineralisasi tulang dan peningkatan remodeling pada pemberian kalsitriol 0,5 ug bersama 1200 2000 mg kalsium selama 3 4 bulan pada wanita lanjut usia. Faktor yang mempengaruhi absorbsi kalsium adalah diet serat dan kafein, serta natrium dan protein yang mempengaruhi eksresi kalsium urine (Heaney, 1997).
Kalsitonin
Kalsitonin telah disetujui oleh FDA sebagai alternatif terapi untuk osteoporosis. Indikasinya adalah pada pasien yang tidak dapat menggunakan estrogen. Pemberiannya lewat semprotan intra nasal dengan dosis 200 u/hari sebagai dosis tunggal dan parenteral dengan dosis 50 100 IU secara intramuskuler atau subkutan diberikan 2-3 kali/minggu. Efek samping adalah pusing, mual, muka panas biasanya berlangsung 30 60 menit. Manfaat kalsitonin yang lain adalah menambah massa tulang dan mempunyai efek analgetik. Mekanisme kerjanya adalah mengurangi resorpsi dengan menekan aktivitas osteoklast atau menghambat cara kerja osteoklast dengan 2 cara yaitu menghambat transformasi monosit menjadi osteoklast dan mengadakan translokasi ion kalsium kedalam mitokhondria. Dampak yang nyata adalah penderita mengalami turn over dalam massa tulang yang tinggi (Christiansen & Riis, 1990). Kelemahan obat ini adalah harus digunakan terus menerus, sebab bila dihentikan maka akan didapat fenomena rebound bone turn over.
Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang relatif baru yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis, baik sebagai alternatif terapi pengganti hormon pada wanita maupun penderita osteoporosis laki-laki. Cara kerja bisfosfonat adalah mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklast dengan cara berikatan pada permukaan tulang dan dengan menghambat kerja osteoklast dengan cara mengurangi produksi proton dan enzym lisosomal dibawah osteoklast. Selain itu juga mempengaruhi aktifasi prekusor osteoklast, differensiasi prekusor osteoklast menjadi osteoklast yang matang, kemotaksis, perlekatan osteoklast pada permukaan tulang dan apoptosis osteoklast. Bisfosfonat juga memiliki efek tak langsung terhadap osteoklast dengan cara merangsang osteoblast menghasilkan substansi yang dapat menghambat osteoklast dan menurunkan kadar stimulator osteoklast. Beberapa penelitian juga mendapatkan bahwa bisfosfonat dapat meningkatkan jumlah dan diferensiasi osteoblast. Dengan mengurangi aktivitas osteoklast maka pemberian bisfosfonat akan memberikan keseimbangan yang positif pada unit remodelling tulang.