You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN I.

1 Latar Belakang Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan menghasilkan beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan energi melainkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predaptor. Beberapasenyawa seperti alkaloid, triterpen dan golongan phenol merupakan senyawa-senyawayang dihasilkan dari

metabolisme skunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanyacincin aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri dariribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat, antosianin, pigmenkuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan(Harbone, 1996). Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yng termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin.Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan taninterhidrolisiskan (hydrolysabletannins) (Hagerman et al., 1992; Harbone, 1996). Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat taninyang sangat kompleks mulai dai pengendap protein hingga

pengkhelat logam. Makadari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenissenyawa tanin mulai dilirik para peneliti sekarang (Hagerman, 2002). Dalam makalah ini akan dibahas berbagai hal tentang tanin yaitu klasifikasinya dan contoh senyawanya, sifat umumnya, cara identifikasi serta contoh pemurnian senyawa tanin (Shorgum Tanin). I.2 Rumusan Masalah dan Tujuan I.2.1 Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi dan rumus struktur dari senyawa tanin? 2. Bagaimana klasifikasi dari senyawa tanin? 3. Bagaimana biosintesis yang dihasilkan dari senyawa tanin? 4. Apa indikasi dari senyawa tanin? 5. Bagaimana gambar simplisia yang mengandung senyawa tanin? 6. Bagaimana cara mengidentifikasi dan mengekstraksi senyawa tanin? I.2.2 Tujuan 1. Untuk mendefinisikan senyawa tanin beserta rumus strukturnya 2. Untuk mengklasifikasikan senyawa tanin 3. Untuk mengetahui biosintesis yang dihasilkan dari senyawa tanin 4. Untuk mengetahui indikasi dari senyawa tanin 5. Untuk mengetahui gambar-gambar simplisia yang mengandung senyawa tanin 6. Untuk mengidentifikasi dan mengekstraksi senyawa tanin

BAB II ISI

II.1 Definisi Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah

suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino danalkaloid. Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman Hulu

Kuno tanna, yang berarti pohon ek atau pohon berangan) pada mulanya merujuk pada penggunaan bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Namun kini pengertian tanin meluas, mencakup aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak

gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain. Sifat-sifat Tanin : 1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat. 2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid. 3. Tidak dapat mengkristal. 4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen. 5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

Sifat kimia Tanin : 1. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal. 2. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi. 3. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna.

Identifikasi Tanin dapat dilakukan dengan cara : 1. Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / hitam kehijauan. 2. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak berwarna coklat. 3. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat berwarna coklat.

Kegunaan Tanin : 1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat matang taninnya hilang. 2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi. 3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman. 4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal dan pada kulit. 5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein. 6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit. 7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid.

8. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak larut. Hidrolisa Tanin : Tanin apabila dihidrolisa akan menghasilkan fenol

polihidroksi yang sederhana. Hidrolisa : 1. Asam Gallat terurai pirogalol 2. Asam Protokatekuat Katekol 3. Asam Ellag dan Tenol-fenol lain. (Asam Ellag dapat disamak kulit bentuk bunga) II.2 Klasifikasi Tanin Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa poli fenol yang artinya senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Klasifikasi tanin yaitu : 1. Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins) Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang bisa disebut Ellagitanins.Berat molekul galitanin 1000-1500,sedangkan Berat

molekul Ellaggitanin 1000-3000. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan dalam air. Asam elagat merupakan

hasil sekunder yang terbentuk pada hidrolisis beberapa tanin yang sesungguhnya merupakan ester asam heksaoksidifenat (Hagerman, 2002).

2. Tanin terkondensasi (condensed tannins) Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi meghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Oleh karena adanya gugus fenol, maka tannin akan dapat berkondensasi dengan formaldehida. Tanin terkondensasi sangat reaktif terhadap formaldehida dan mampu membentuk produk kondensasi Tanin terkondensasi merupakan senyawa tidak berwarna yang terdapat pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi telah banyak ditemukan dalam tumbuhan paku-pakuan. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungan dengan melalui C8dengan C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin (Hagerman, 2002).

II.3 Biosintesis Tanin Biosintesa dari Tanin secara umum : Biosintesa asam galat dengan precursor senyawa fenol propanoid contoh : - Asam gallat merupakan hasil hidrolisa tannin - Dari jalur asam siklimat melalui asam 5-D-hidroksisiklimat - Dengan precursor senyawa fenol propanoid. (Rhus thypina) - Katekin dibentuk dari 3 molekul as. Asetat , as. Sinamat & as. Katekin 1. Tannin-terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galotanin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2 sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuktaninterkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan

asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin. 2. Tannin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, disini pun berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini menghasilkan asam elagat. Tannin terhidolisiskan ini pada pemanasan dengan asam klorida atau asam sulfat menghasilkan gallic atau ellagic. Hydrolyzable tanin yang terhidrolisis oleh asam lemah atau basa lemah untuk menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat. Contoh gallotannins adalah ester asam gallic glukosa dalam asam tannic (C76H52O46), ditemukan dalam daun dan kulit berbagai jenis tumbuhan. Salah satu contoh tanaman yang mengandung senyawa tannin adalah jambu biji. II.4 Indikasi Tanin Tanin diindikasikan untuk mengobati inflamasi (peradangan) dan diare.

II.5

Gambar tanaman yang Mengandung Senyawa Tanin

1. Teh (Camellia sinensis) Teh mengandung tanin yang bersifat sebagai antibakteri dan astringen atau menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri. Oleh karena itu zaman dahulu sebelum ada oralit, bayi mencret diberi teh kental sebagai usaha mengatasi hal itu (Sukasman, 1997). Senyawa kimia dalam daun the secara umum dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu ; 1). Substansi fenol yang terdiri dari flavonol dan flavonol ; 2). Subsatansi bukan fenol diantaranya karbohidrat, pektin, alkoloid, protein, lemak, asam amino, klorofil, asam organik, vitamin dan mineral; 3). Substansi aromatik dan 4). Enzim (Bokuchava, 1969). Polifenol teh atau yang disebut dengan tanin merupakan zat yang unik karena berbeda dengan tanin yang berada dalam tanaman lain. Tanin dalam teh tidak bersifat menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan. Tanin dalam teh termasuk tanin terkondensasi yang secara biosintetis terbentuk dari kondensasi katekin tunggal yang membntuk senyawa dimet kemudian oligomer yang lebih tinggi. Pada daun the segar terdapat sekitar 30 % senyawa tanin, yang sebagian besar dari golongan katekin dan daun teh juga dilengkapi enzim polfenol oksidase yang siap bekerja merubah tanin menjadi senyawa turunan tanin yaitu, theaflavin dan thearubigin. Pada proses ini daun teh berubah menjadi coklat muda lalu coklat tua (Bokuchava, 1969).

2. Kaliandra Kaliandara adalah tanaman

leguminosa yang digolongkan kedalam subfamily Mmmosoidae yang ebrasal

dari Amerika Tengah dan masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1936. Kaliandara sebagai tanaman leguminosa mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 22% berdasarkan bahan kering. Namun kadar tanin cukup tinggi yaitu sekitar 10% menyebabkan kecernaannya menjadi rendah yaitu sekitar 35-42% (Jayadi, 1991). Kaliandra yang termasuk daun legum diketahui mengandung protein kasar yang cukup banyak jumlahnya (Tangenjaja et al., 1992), sehingga dapat digunakan sebagai suplemen bagi hijauan rendah protein (Mannetje dan Jones, 1992). Pemanfaatan daun ini, baik dalam bentuk segar maupun kering telah lama diketahui, terutama untuk ternak ruminansia. Sedangkan untunk unggas belum berkembang karena daun kaliandra ini mengandung serat kasar yang cukup tinggi (Tangenjaja dan Wina, 2000). Zat antinutrisi yang terdapat pada kaliandra adalah tanin (National Research Council, 1983).

II.6 Cara Ekstraksi dan Identifikasinya Cara Kerja dikutip dari jurnal : Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan diiris kecil-kecil kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37 C selama 5 jam dan diblender sampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian. Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak 50 gram kemudian direndam dengan 400 mL pelarut aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL asam askorbat 10 mM. Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vakum rotary evaporator dan pemanasan di atas waterbath pada suhu 4050C. Cairan hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL) menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan kloroform (bawah) dipisahkan dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk 2 lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah) dipekatkan dengan vacum rotary evaporator (Makkar, 1998). Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60 F254 yang sudah diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 _C selama 10 menit. Masing-masing plat dengan ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak tanin ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler kemudian dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3) (Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan

pendeteksi aluminium klorida 5% (Olivina, 2005), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5), metanol : etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1% (Lidyawati, 2006), etil asetat : kloroform : asam asetat 10% (15:5:2). Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan memperhatikan bentuk noda pada berbagai larutan pengembang ditentukan perbandingan larutan pengembang yang paling baik untuk keperluan preparatif. Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254 dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan aseton-air, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT analitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur nilai Rf nya. Noda-noda diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif, dilarutkan dengan aseton : air dan disentrifuge kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu. Masing-masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet dan diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm. Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M, AlCl3 5%, AlCl3 5%/HCl,

NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian diamati pergeseran puncak serapannya. Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah sebagai berikut: a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm, direkam dan dicatat spektrum yang dihasilkan. b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok hingga homogen dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5 menit dan diamati spectrum yang dihasilkan. c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam metanol kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya. Sampel ditambah dengan 3 tetes HCl kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya. d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250 mg. Campuran dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan diamati lagi spektrumnya. Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat kurang lebih 150 mg dikocok sampai homogen dan diamati spektrumnya. Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan dengan satu tetes isolat yang diduga senyawa tanin, dikeringkan kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk IR Buck M500 Scientific dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1. Identifikasinya Identifiaksi dengan spektrofotometri inframerah (FTIR) hasil pemisahan KLTP menunjukkan bahwa isolat 2 mengandung gugus fungsi

seperti rentangan asimetri O-H pada bilangan gelombang 3372,4 cm-1, sebagai akibat dari vibrasi ikatan hidrogen intramolekul. Bilangan gelombang 2071,8 cm-1 menunjukkan puncak serapan C-H deformasi keluar bidang. Pada spektrum ini tidak terlihat adanya pita serapan karbonil di daerah 1700 cm-1, tetapi terdapat pita serapan agak melebar di bilangan gelombang 1625,8 cm-1 dimungkinkan merupakan pita gabungan dari uluran C=O dan serapan ikatan rangkap C=C aromatik. Hal ini mungkin dikarenakan kuatnya efek resonansi gugus karbonil dengan cincin aromatik. Dugaan senyawa tanin diperkuat dengan adanya cincin aromatik yang tersubstitusi pada posisi orto yang ditunjukkan dengan puncak serapan pada bilangan gelombang 782,5. Puncak-puncak spesifik tersebut merupakan puncak spesifik dari senyawa tanin, sehingga memperkuat dugaan bahwa dalam isolat 2 hasil pemisahan senyawa tanin dengan KLTP mengandung senyawa tanin. Jenis senyawa tanin yang diperoleh dari hasil pemisahan ekstrak (isolat 2) daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis diduga adalah flavan-3,6,7,4',5'-pentaol atau flavan- 3,7,8,4',5'-pentaol.

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat molekul lbeih dari 1000yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan. Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin biasanya dalam tumbuhan berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predaptor, contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa asam dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat. Selain itu tanin juga dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan gelatin. Tanin juga dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil, sehingga jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makanan yang memiliki tanin maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang berbeda. Untuk tanin yang tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau tanin terkondensasi biasanya berbentuk polimer. III.2 Saran sebaiknya tanaman yang mengandung senyawa tanin perlu

dibudidayakan karena senyawa tanin banyak mengandung manfaat terutama dibidang kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan. 1997. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi IV. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Jakarta. Harborne, J.B.1996. Metode Fitokimia.Edisi ke-2. ITB : Bandung. Sa'adah, Lailis. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.). Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri : Malang.

You might also like