You are on page 1of 5

Prof DR Didin Hafidhuddin MSc

(Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional)

Mungkinkah Indonesia menjadi negara berdasarkan syariah Islam ? Mengapa tidak !


Piagam Jakarta yang berkaitan erat dengan Mukadimah UUD 1945 telah menyebutkan
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”. Dengan
demikian, jika umat Islam Indonesia ingin kembali ke Piagam Jakarta, maka
syaratnya hanya satu yakni partai partai Islam harus memenangkan pemilu legislatif
dan pilpres.

Tetapi kenyataannya menjelang pemilu legislatif yang tinggal menghitung hari ini,
beberapa lembaga survei melaporkan perolehan suara partai Islam termasuk partai
berbasis massa Islam seperti PMB, PKS, PBR, PPP, PKNU, PKB, PAN, PBB dan PPNUI)
diprediksi akan mengalami penurunan secara signifikan. Diprediksi pemilu kali ini
bagi sebagian partai Islam hanya tinggal kenangan sejarah karena tidak mampu lagi
mencapai 2,5 persen parliamentary treshhold (PT).

Padahal pemilu pertama 1955, suara partai Islam yang diwakili Masyumi dan NU
hampir sama dengan suara partai nasionalis (PNI) dan komunis (PKI). Sedangkan
pemilu 1999 turun menjadi 36 persen, sementara pemilu 2004 naik sedikit menjadi 38
persen.

Semerntara dari berbagai lembaga survei seperti LP3ES dan LSI melaporkan penurunan
suara partai Islam. Dari hasil survei LP3ES pada Maret ini menyebutkan, suara PKS
hanya 4,7 persen dan PPP hanya 4,15 persen. Sedangkan survei LSI menyebutkan,
suara PKB akan turun drastis dengan hanya mendapatkan 5 persen dari 12 persen pada
pemilu lalu. Sementara PAN akan kehilangan 2 persen suara dan tinggal 4,7 persen.
Jelas berbagai laporan lembaga survei itu cukup menghawatirka partai Islam dan
masa depannya di Indonesia.

Memang sebelumnya ada diskurus untuk membentuk Poros Islam yang berupa koalisi
besar partai Islam pasca pemilu legislatif, sebagaimana Poros Tengah pada pilpres
1999 lalu. Sebab dengan berkoalisinya 9 partai Islam, maka diharapkan perolehan
suaranya akan melebihi syarat pengajuan capres dan cawapres dengan melampaui
presidential threshold (PT). Sebab sesuai dengan Pasal 9 UU Pilpres, minimal
perolehan 25 persen suara atau 20 persen kursi parlemen, partai atau koalisi
partai dapat mengajukan capres dan cawapres sendiri.

Karena begitu ketatnya syarat pengajuan capres dan cawapres, maka diprediksi pada
pilpres nanti maksimal hanya 4 pasang capres-cawapres bahkan 3 pasang saja. Kalau
4 pasang capres, maka 3 dari partai nasionalis dan 1 koalisi partai Islam.
Demikian pula kalau 3 pasang capres maka 2 dari partai nasionalis dan 1 partai
Islam. Namun jika tidak, maka semua capres hanya dari partai nasionalis meski
cawapresnya bisa dari partai Islam kalau berkoalisi dengan partai nasionalis.

Namun rasanya sangatlah sulit terbentuk Poros Islam dalam menghadapi pilpres,
sebab baik partai Islam maupun nasionalis sama bermanufer politik demi kepentingan
diri sendiri. Terbukti PPP akan menjalin koalisi dengan Golkar dan PDIP dengan
membentuk koalisi golden triangle bagi kepentingan pilpres. Sementara PKS, PKB,
PAN dan Demokrat akan membentuk koalisi golden gate untuk menghadapi kekuatan
golden triangle. Hal itu mengingatkan kita akan adanya permainan politik pada
pilpres lalu dimana terbentuk koalisi kerakyatan dan koalisi kebangsaan.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah sebagai partai pendukung syariah, apakah
partai Islam masih memiliki prospek baik untuk didukung mayoritas rakyat Indonesia
yang beragama Islam ? Sebab sebagaimana hasil survei Ray Morgan Research, yang
dilakukan pada Juni 2008, 52 persen rakyat Indonesia menghendaki penerapan syariah
Islam.
Sebenarnya prospek perolehan suara partai Islam akan semakin menggembirakan bahkan
tidak mustahil akan memenangkan pilpres jika memiliki pasangan capres dan cawapres
sendiri, tetapi syaratnya harus terbentuk koalisi besar partai Islam. Hal itu
bisa terjadi karena kekuatan partai nasionalis dipastikan akan terpecah menjadi 2-
3 pasangan capres-cawapres.

Berikut ini wawancara dengan Guru Besar Universitas Ibnu Khaldun Bogor dan Ketua
Umum BAZNAS, Prof DR Didin Hafidhuddin MSc, seputar prospek partai Islam dalam
pemilu 2009 dan Indonesia menuju negara berdasarkan syariah Islam.

Bagaimana prospek partai Islam pada pemilu 2009 ?


Sebagai umat Islam tentu saja kita memiliki keinginan yang kuat agar partai Islam
mendapatkan suara mayoritas. Partai Islam adalah partai yang berasaskan Islam
seperti PKS dan PBB. Sedangkan partai yang berbasiskan konstituen umat Islam,
walaupun partai tersebut tidak mengasaskannya sebagai partai Islam, misalnya PAN
dan PKB tetapi pendukungnya umat Islam, bisa disebut sebagai partai Islam.

Tetapi kalau melihat dari realitas yang ada, kita harus jujur mengakui bahwa untuk
menjadikan partai Islam sebagai mayoritas di parlemen, kelihatannya agak sulit.
Pertama, pada internal partai Islam sendiri kelihatannya tidak solid dengan
memperlihatkan ukhuwah Islamiyah yang kuat. Kasus konflik internal PKB sebagai
contoh, terlihat betapa perpecahan internal itu sangat memprihatinkan. Mudah
mudahan tidak ada lagi perpecahan yang begitu berat. Karena itu secara realitas,
mungkin kita harus jujur, perjuangan partai Islam untuk mendapatkan suara di DPR,
adalah perjuangan yang sangat berat.

Mengapa dalam setiap pemilu partai nasionalis selalu unggul dari partai Islam
kecuali pemilu 1955 ?
Karena partai nasionalis merupakan partai yang platformnya seolah-olah menjaga
betul kesatuan RI. Padahal partai Islam platformnya juga sama, dimana tidak ada
partai Islam kecuali ingin menjaga keutuhan bangsa dan negara dari segala macam
rongrongan dari luar. Tetapi kemudian seolah-olah diopinikan kalau partai Islam
akan mendirikan negara Islam yang berbeda dengan NKRI, sedangkan partai nasionalis
seolah-olah sebagai pahlawannya. Padahal dalam praktek seandainya mendapatkan
kekuasaan, saya yakin negara ini akan lebih makmur dan sejahtera kalau dipimpin
partai Islam daripada partai nasionalis.

Menurut saya, nasionalisme juga akan terbangan dengan baik, karena nasionalisme
yang paling baik adalah nasionalisme yang berdasarkan keimanan kepada ketauhidan.
Karena bagi kita umat Islam, mempertahankan negara dari tangan penjajah adalah
bagian dari akidah dan keimanan. Oleh karena itu tidaklah benar NKRI akan hancur
jika partai Islam berkuasa atau akan runtuh ketika partai nasionalis berkuasa,
belum tentu. Tetapi opini sudah begitu dahsyat, seolah-olah partai Islam tidak
berpihak pada NKRI.

Apakah pemilu yang mengusung demokrasi, sudah sesuai dengan syariah Islam ?

Demokrasi yang murni dari Barat tentu saja banyak bertentangan dengan nilai-nilai
Islam. Karena dalam pandangan Islam, yang namanya kebenaran itulah yang menentukan
kemenangan, walaupun seorang diri tetapi kalau benar harus diikuti. Namun
sebaliknya, walaupun mayoritas orang misalnya tidak setuju dengan kebenaran itu,
tetapi tetap saja dalam pandangan Islam kebenaran harus ditegakkan.
Tetapi kita melihat, sesungguhnya demokrasi dapat diisi dengan nilai nilai Islam
ketika demokrasi itu dianggap sebagai sebuah syuro. Sebab syuro merupakan salah
satu praktek demokrasi dalam Islam. Tetapi syuro sesunggunya berkaitan dengan
masalah teknis operasional, bukan teknis mendasar. Adapun yang dikatakan syuro
dalam pandangan Islam sangat berbeda dengan demokrasi sekarang. Karena untuk
menjadikan syuro sebagai bagian dari kebutuhan berbangsa dan bernegara, memang
diperlukan waktu.

Oleh karena itu, menurut saya partai Islam harus betul-betul memberikan keyakinan
kepada masyarakat, bahwa ketika mereka mendapatkan suara yang baik atau
signifikan, menempatkan prinsip prinsip syuro dalam demokrasi. Jadi demokrasinya
hanya sebagai baju saja tetapi isinya adalah praktek syuro. Itulah yang sebenarnya
kita harapkan.

Hampir semua lembaga survei mengatakan, dalam pemlu 2009 partai Islam akan
mengalami penurunan secara signifikan jika dibandingkan dengan pemilu 1999 (38
persen) dan pemilu 2004 (34 persen). Bagaimana menurut anda ?

Saya kadangkala percaya kadangkala tidak dengan lembaga survei. Sebab mereka
selalu memojokkan partai Islam atau suara umat Islam. Menurut saya, hasil survei
harus dijadikan pelajaran oleh semua pihak terutama partai Islam, dimana harus ada
perjuangan yang kuat. Saya berharap kalau sekarang musim koalisi, maka partai
Islam seperti PKS, PMB, PAN , PBB, PPP, PKB, PKNU, PBR dan PPNUI harus melakukan
koalisi besar.

Kalau PPP berkoalisi dengan PDIP rasanya platformnya yang kata elitenya sama,
tetapi tetap berbeda di level grass-roots. PPP jangan bikin koalisi golden
triangle dengan PDIP dan Golkar, PPP harus keluar dari koalisi semacam itu. Jangan
hanya kekuasaan yang dilihat, tetapi harus dilihat, apa betul dengan kekuasaan
kita dapat melaksanakan syariat Islam. Kecuali kalau memang PPP sudah tidak ingin
lagi melaksanakan syariat Islam, hanya sekedar ingin mendapatkan kekuasaan.
Menurut saya, PPP cocoknya berkoalisi dengan partai Islam, bukan dengan PDIP atau
Golkar.

Apakah koalisi besar parpol Islam itu dalam rangka pilpres ? Sebab kalau untuk
pemilu legislatif rasanya sudah tidak mungkin lagi menginggat waktu sudah
mendesak.

Saya kira untuk dua hal. Pertama, untuk pilpres. Kedua, untuk membentuk
pemerintahan yang kuat. Syukur-syukur kalau pilpres dimenangkan oleh partai yang
didukung umat Islam. Tetapi juga pemerintah yang kuat, dimana para menteri anggota
kabinet betul betul dipilih dari mereka yang mempunyai wawasan, landasan,
berkekuatan untuk ber Islam. Jadi koalisi kedepan untuk pilpres dan koalisi untuk
membentuk pemerintahan yang kuat.

Para menteri harus orang-orang yang berpihak kepada syariah. Indonesia harus
dipimpin oleh orang-orang yang memiliki komitmen kuat kepada syariah. Presiden,
wakil presiden dan para menterinya harus memiliki komitmen kuat kepada syariah.
Sekarang kita harus jujur, bahwa sistim apapun tidak akan bisa kita bangun dengan
baik jika sistim itu bertentangan dengan nilai nilai Illahi dan Islam.

Apalagi dalam bidang ekonomi, jelas sekali sistim ekonomi kapitalisme dan
materialisme sekarang telah gagal dan harus diganti dengan sistim ekonomi Islam.
Hukum sekarang juga sangat tidak jelas, tidak sekedar pada prakteknya saja, tetapi
juga diktum hukum dalam KUHP pidana maupun perdata dan dalam undang-undang.
Memang harus diganti kepada hal yang bersemangat dengan Islam.

Jadi saya berharap, presiden yang terpilih nanti berpihak pada syariah dan para
menteri juga berpihak pada syariah. Kenapa ? karena harus diyakinkan betul bahwa
sistim syariah itu untuk kebaikan. Karena selama ini terus diimejkan bahwa syariah
itu potong tangan dan berbagai hal yang mengerikan. Padahal yang namanya syariah
itu berkaitan dengan kemakmuran, keadilan, persamaan, pemerintahan yang kuat,
transparansi dan sebagainya.

Kalau sampai terbentuk koalisi besar partai Islam, apakah harus memiliki pasangan
capres dan cawapres sendiri ?
Wajib dan harus dicoba ! Kalau memang suara partai Islam signifikan diatas 20
persen, maka mereka harus berkoalisi dan memilih presiden dan wakil presiden yang
tidak akan mengecewakan karena akhlaknya, pribadinya, perilakunya, keluarganya
baik, juga yang baik cara pandangnya.Adapun yang terpenting adalah tidak
tergantung sama AS. Karena kalau terlalu tergantung sama AS, nanti kurang takut
sama Allah SWT. Takut sama AS seperti takut sama apa begitu. Padahal AS sekarang
adalah negara yang morat marit dan porak poranda, sehingga sudah tidak bisa
diharapkan lagi, dimana hanya image saja negara adidaya dan adikuasa, padahal
sebenarnya sudah hancur, dimana pengangguran disana banyak dan hutangnya besar.
Maka setiap stimulus yang diberikan sekarang, tidak akan mampu mengembalikan
kekuatan AS.

Karena itu jika nanti ada yang terpilih menjadi presiden atau wakil presiden dari
partai Islam, harus memiliki kesungguhan komitmen kekuatan aqidah yang istiqomah
dan konsisten; jangan yang berbau syirik, klenik atau perdukunan. Itu semua
melemahkan keimanan dan tidak percaya diri. Kalau sudah takut sama dukun berarti
takut sama orang. Presiden yang akan datang harus presiden yang tidak berdukun.
Presiden yang betul betuk memiliki keyakinan kuat beribadah dan meminta
pertolongan hanya kepada Allah SWT.

Kalau ternyata nanti partai Islam berhasil memenangkan pemilu legislatif dan
pilpres, apakah syariat Islam harus diberlakukan di Indonesia ?
Saya kira harus, walaupun namanya bisa langsung syariah atau lainnya. Tetapi
prinsipnya harus diberlakukan syariah Islam. Misalnya, ekonomi tidak harus dengan
nama ekonomi Islam atau ekonomi syariah, tetapi bisa ekonomi kerakyatan, ekonomi
keadilan dan sebagainya. Tetapi prinsipnya, hatus berdasarkan pada asas Islam,
atau namanya syariat Islam secara langsung tetapi diperjuangkan melalui undang
undang secara elegan dan terbuka. Seperti adanya UU Zakat, Haji, Sukuk dan
Perbankan Syariah semuanya lewat DPR. Ketika syariah Islam diberlakukan dengan
cara-cara yang sesuai aturan, itu yang harus kita tempuh. Saya yakin kita sepakat
untuk semuanya itu.

Jika syariah Islam berlaku di Indonesia, apakah tidak bertentangan dengan UUD 1945
dan Pancasila ?

Tidak sama sekali ! karena UUD 1945 pembukaannya dengan jelas sekali mengatakan
“Atas berkat rahmat Allah”. Sedangkan Pancasila kan Ketuhanan Yang Maha Esa, saya
kira itu syariah Islam bagi orang Islam. Saya kira tidak perlu ragu ragu lagi, itu
sudah masa lalu. Kalau kita bersyariah Islam maka akan bertentangan dengan UUD
1945 dan Pancasila, itu sudah warisan zaman dulu yang harus kita tinggalkan.
Menurut saya itu hanya masa lalu saja, selama diperjuangkan dengan elegan sesuai
dengan undang undang, maka kita tidak perlu takut untuk menghadapinya. (Abdul
Halim/www.suara-islam.com)

You might also like