You are on page 1of 6

LAPORAN KASUS DEMAM TIFOID

KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan hidayah-Nya maka kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul "DEMAM TIFOID" ini tepat pada waktunya. Adapun referat ini disusun untuk memenuhi tugas penunjang pada kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak di RSU Pada kesempatan ini pula, penyusun menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada: Serta kepada pihak lainnya yang kami tidak dapat sebutkan namanya satu persatu. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penyusun untuk kesempurnaan makalah ini. . Penyusun

1. 2.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB II DEMAM TIFOID II.1. Batasan II. 2. Epidemiologi II.3. Etiologi II.4. Patofisiologi II.5. Manifestasi Klinik II.6. Diagnosa II.7. Diagnosa Banding II.8. Penatalaksanaan II.9. Komplikasi DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Demam tifoid atau dikenal dengan demam enterik adalah infeksi sistemik oleh Salmonella typhi atau oleh bakteri yang lebih lemah, Salmonella paratyphi. Sejak jaman dahulu kala, bakteri ini telah menghantui pada masa perang dan saat penurunan sanitasi lingkungan. Ahli arkelogi telah menemukan S typhi di kuburan massal di Athena yang digunakan ada era perang Peloponnesia, dan menduga bahwa bakteri inilah yang menyebabkan wabah besar di Athena. S yyphi sering terdapat di negara dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Walaupun wabah juga pernah terjadi di negara maju, namun pasien tersebut kebanyakan baru tiba dari negara-negara endemik.(1) Dari semua serotipe Sallmonella, hanya S typhi dan S paratyphi yang patogen secara khusus pada manusia. Demam tifoid adalah penyakit multisistemik berat yang karakteristiknya berupa demam yang berkepanjangan, bakterremia menetap tanpa keikutsertaan endotelial ataupun endokardial, dan invasi serta perkembangbiakan bakterinya terjadi di sel fagosit mononuklear pada hati, lien, linfonodi dan pacth payer. Demam tifoid dapat fatal bila tidak mendapatkan perawatan. (1) Orang-orang biasanya terinfeksi S typhi and S paratyphi melalui makan dan minuman yang terkontaminasi kotoran dari pembawa kronis penyakit ini. Jarang kali, si pembawa mengeluarkau bakteri ini lewat urinnya. Seseorang juga dapat terinfeksi dari minum air keran yang terkontaminasi atau dari makan makanan kaleng yang terkontaminasi.(1) Salmonella adalah genus dari famili Enterobacteriaceae yang memiliki lebih dari 2300 serotipe. Salmonellae adalah gram-negatif, berflagella, nonsporulating, facultatif anaerobik basil yang memfermentasi glukosa, mengubah nitrat menjadi nitrit, dan mensintesis flagella peritrichous saat motil. Semuanya, kecuali S typhi yang memproduksi gas saat fermentasi gula.(1) Salmonellae di kelompokan dalam antigen O somtik dan lebih lanjut dibagi menjadi serotipe-serotipe berdasarkan antigen flagellar H and surface virulence (Vi). Khususnya, S lyphi penyebab demara tifoid, memiliki antigen O dan H, antigen pembungkus (K), dan suatu komplek makromolekular lipopolisakarida yang disebut endotoksin yang membentuk bagian luar dinding selnya. S typhi, S paratyphi C, dan Salmonella Dublinare adalah satu-satunya serotipe Salmonella yang membawa antigen Vi. Berdasarkan studi DNA, semua salmonellae kini digolongkan dalam salah satu dari dua kelompok spesies:Salmonella enlerica (yang sebelumnya disebut Salmonella choleraesuis) andSalmonella bongori. S enlerica memiliki 6 subspesies (I, II, Ilia, Illb, IV, VI); S bongori memiliki satu subspesies (V). S typhi sedangkan S paratyphi adalah S enterica subspesies I, serotipe typhi and paratyphi.(1) BAB II DEMAM TIFOID II. 1. Batasan Demam Tifoid atau tifus abdominalis atau demam enterik atau enteric fever (1'2'3'4) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran.(2,3) Bagian/SMF Ilmu kesehatan Anak FK Unair(5) seperti halnya Curtis(4) dan Bursch mendeflnisikan demam tifoid secara lebih singkat lagi yaitu suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. II.2. Epidemiologi Infeksi oleh S typhi and S paratyphi paling sering terjadi pada negara yang berkembang dimana sanitasi air dan sistem limbahnya terbatas. (1,4) Berdasarkan sensus World Health Organization (WHO) tahun 2004, sekitar 21,6 juta kasus setiap tahunnya di seluruh dunia,(4)terutama di Asia, Afrika, dan Amerika latin, dengan 200,000 kematian. (1,4)Insidens global sekitar 0.5%, namun insidensnya sebesar 2% telah ditemukan di daerah "Hot Spot", seperti Indonesia dan Papua New Guinea, dimana demam tifoid masuk 5 besar dalam penyebab kematian terbesar.

Pada negara-negara ini, 91% of kasusu melibatkan anak-anak usia 3-19 years, dan 20,000 kematian terjadi tiap tahunnya.(4) Di Amerika dalam periode tahun 1900-1960, insedens demam tifoid semakin terus menurun dan tetap rendah hingga sekarang. Peningakatan fasilitas sanitasi dan penggunaan antibiotik yang tepatlah yang menyebabkan penurunan ini. Rata-rata 245 kasus telah dilaporkan setiap tahunnya, dengan insidens 0.2 per 100,000 populasi sejak 1985 dibandingkan dengan 35,994 kasusu yang dilaporkan pada tahun 1920. Lebih dari 70% kasusu terjadi dalam 30 hari setelah bepergian dari luar negeri, kususnya dari daerah subbenua India dan Amerika Latin. Wabah yang jarang yang transmisinya dalam wilayah Amerika Serikat umumnya disebabkan oleh makanan impor dan pengolah makanan yang bersal dari daerah endemis.(1) Tetapi antibiotika dini telah mengubah penyakit yang sebelumnya mematikan dan berminggu minggu dengan angka kematian 20% ini menjadi penyakit demam jangka pendek dengan angka kematian rendah. Case fatality rates 10-50% telah dilaporkan dari daerah yang endemis itupun pada pengobatan yang terlambat. (1) Di daerah endemis, anak-anak berusia 1-5 years adalah resiko tertinggi dalam infeksi, angka kesakitan dan angka kematian. Penelitian prospektif telah menunjukan bahwa, walaupun insidens demam tifoid tertinggi adalah pada pasien remaja dan dewasa muda, secara keseluruhan insidens penyakit yang memerlukan konfirmasi kultur darah umumnya tertinggi pada anak usia 3-9 tahun dan menurun jelas pada akhir masa remaja.(1) Indonesia merupakan daerah endemik demam tifoid. Penderita anak yang ditemukan biasanya berumur di atas satu tahun. Salah satu contohnya, sebagian besar dari penderita (80%) yang dirawat di Bagian llmu Kesehatan Anak FKU1 - RSCM Jakarta berumur di atas 5 tahun.(2) II.3. Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh Salamonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berpora. Mempunyai sekurangnya empat macam antigen, yaitu antigen O (somatik), H (flegela), Vi, dan protein membran Hialin.(2,3) II.4. Patofisiologi Penularan penyakit Demam Tifoid adalah secara "faeco - oral" dan banyak terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman salmonella typhi masuk tubuh melalui mulut bersama dengan makanan/minuman yang tercemar.(4,5,6) Sesudah melawati asam lambung, kuman menembus mukosa usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll), kuman berkembang biak dan masuk ke peredaran darah kembali (bakteriemi kedua). (2,3,5) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak Payeri. (1,2,3,4,5,6) Proses utama adalah di ileum terminalis. Bila berat, seluruh ileum dapat terkena dan mungkin terjadi perferasi atau perdarahan. (5,6) Kuman melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen endogen. (IKAU,3,5) Zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang biak di dalam makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap/bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya relaps atau pengidap (carrier).(5) II.5. Manifestasi Klinis Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat(2,3). Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan(2,6) yaitu: Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur - angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. Gangguan pada saluram pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecan-pecah (ragaden). Lidah ditutupi seiaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar di sertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.

Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis. Relaps yaitu keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan, seperti halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat.

Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya hasil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersama dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas. II. 6. Diagnosa Anamnesa dan pemeriksaan fisik Diagnosis pasti Demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan kuman dalam darah, sumsum tulang, ginjal, atau air kemih.(5) Dalam anamnesa perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan gejala klinis yang terjadi seperti onset demam, ada tidaknya gejala gangguan sistem gastrointestinal. Pemeriksaan penunjang Untuk memastikan diagnosis dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut: Pemeriksaan yang bcrguna untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan darah tepi Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis yang cepat. Pemeriksaan sumsum tulang Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofog. Sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang.

1. a.

b.

2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis Biakan empedu untuk menemukan Salmonella tyhosa dan pemeriksaan Widal ialah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. a. Biakan empedu Basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman. b. Pemeriksaan Widai Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan tau mentunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diognosis, karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan Widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita tifus abdominalis sebagai mana terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia. Sebaliknya titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut. (2) Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil Coli patogen dalam usus. Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat. Terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix) Akibat imunisasi secara alamiah karena masukannya basil peroral atau pada keadaan infeksi subklinis. II.7. Diagnosa Banding Demam tifoid harus dibedakan dengan semua penyakit yang disertai demam, seperti (5) : Campak Demam Berdarah Dengue Meningitis Tuberkulose paru Malaria II.8. Penatalaksanaan Adapun penatalaksanaan demam tifoid dapat dibagi menjadi pengobatan suportif, medikamentosa dan pencegahan yaitu seperti dibawah ini(5) : Perawatan dan Pengobatan Suportif Perawatan dengan isolasi Pemenuhan kebutuhan makanan dan cairan. Makanan sebaiknya tidak merangsang, tidak mengandung banyak serat dan bahan-bahan yang menimbulkan gas.

1. 2. 3. 4.

1. 2.

1. 2.

Medikamentosa Antibiotika Kloramfenikol : 50 - 100 mg / kg / hari, oral / IV, 3 kali sehari, selama 10-14 hari. Bila tidak dapat diberi Kloramfenikol maka alternatif yang lain adalah : Amoksisilin 100 mg / kg / hari oral, 2-3 kali sehari selama 10-14. Kortikosteroid Hanya diberikan pada penderita dengan Ensefalopati dan atau Syok septik. Pencegahan Pemecahan dapat dikerjakan dengan penyuluhan tentang kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan. Mengenai imunisasi, disarankan untuk menggunakan monovalen (dimatikan dengan aseton).

1. 2.

vaksin

II.9. Komplikasi Dapat terjadi pada(2,6) : Usus halus Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu : Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika di lakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau selain itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat disertai ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan.

Komplikasi di luar usus Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumora. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan perpirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.

BAB III PENUTUP III.I. Kesimpulan Demam Tifoid atau tifus abdominalis atau demam enterik atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dcngan 3 demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. Infeksi oleh S typhi and Sparatyphi paling sering terjadi pada negara yang berkembang dimana sanitasi air dan sistem limbahnya terbatas. Demam tifoid disebabkan oleh Salamonella typhii, basil Gram negatif, bagerak dengan rambut getar, tidak berpora. Mempunyai sekurangnya empat macam antigen, yaitu antigen O (somatik), H (flegela), Vi, dan protein membran hialin. Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Gejala klinis utama adalah demam, gangguan gastrointestinal dan gangguan ksadaran. Penatalaksanaan dilakukan dengan perawatan/pengobatan suportif, medikamentosa dan pencegahan. Komplikasi yang muncul dapat terjadi didalam usus maupun d luar usus. III.2. Saran Sosialisasi tentang demam tifoid terutama gejala khasnya, dan terapi pertamanya melalui pusat-pusat pelayanan kesehatan serta media massa perlu lebih digalakkan agar penatalaksanaan dapat dilakukan sedini mungkin sehingga komplikasi dapat ditekankan serendah mungkin. DAFTAR PUSTAKA 1. Brusch JL. Typhoid Fever. In: http://www.emedicine.com/JVlED/ pic2331.htm.Akses: Kamis, 7 Agustus 2008, jam 16.00 WIB 2. Hasan R. eds. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:Bagian Kesehatan Anak FK UI. 1985; 283-311 3. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta:Media Aesculapius FK UI. 2000; 432-3 4. Curtis T. Typhoid Fever. In: http://wwvv.emedicine.com/MED/ topic6S6.htm.Akses: Kamis, 7 Agustus 2008, jam 16.00 WIB 5. Kaspan MF, Soegijanto S. Demam Tifoid In:Pedoman Diagnosis Terapi. Surabaya:Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD Dr.Soetomo. 2004; 264-7 6. Wahab AS eds. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II Edisi 15. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996; 977-980

Ilmu

dan

You might also like