You are on page 1of 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang biasanya melibatkan

ketakutan, ketegangan dan kekhawatiran serta umumnya dihubungkan dengan

antisipasi adanya suatu ancaman (Moira, 1996:19).

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak

menyenangkan yang dialami oleh setiap mahluk hidup dalam kehidupan sehari-

hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat

diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek

yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk

mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara

keseimbangan hidup. Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap

harga diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan

dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan

sehari hari, menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk

memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri (Suliswati, 2005:108).

Tekanan mental atau kecemasan yang diakibatkan oleh kepedulian yang

berlebihan akan masalah yang sedang dihadapi (nyata) ataupun yang dibayangkan

mungkin terjadi. Terlebih karena stroke merupakan masalah serius karena dapat

menyebabkan kematian, kecacatan, dan biaya yang dikeluarkan sangat besar.

1
Karena itu, perlu usaha pencegahan untuk terjadinya stroke primer maupun stroke

sekunder (stroke ulang). Salah satu faktor risiko yang penting untuk terjadinya

stroke adalah hipertensi. Oleh karena itu, dengan mengendalikan tekanan darah,

angka kejadian stroke primer maupun stroke sekunder dapat diturunkan

(Sarkamo, 2008: 2).

Stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit

jantung dan kanker. Stroke masih merupakan penyebab utama dari kecacatan.

Data menunjukkan, setiap tahunnya stroke menyerang sekitar 15 juta orang di

seluruh dunia. Di Amerika Serikat, lebih kurang lima juta orang pernah

mengalami stroke. Sementara di Inggris, terdapat 250 ribu orang hidup dengan

kecacatan karena stroke. Di Asia, khususnya di Indonesia, setiap tahun

diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan stroke. Dari jumlah itu, sekitar

2,5 persen di antaranya meninggal dunia. Sementara sisanya mengalami cacat

ringan maupun berat. Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan

tajam. Bahkan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita

stroke terbesar di Asia, karena berbagai sebab selain pemyakit degeneratif,

terbanyak karena stres ini sangat memprihatinkan mengingat Insan Pasca Stroke

(IPS) biasanya merasa rendah diri dan emosinya tidak terkontrol dan selalu ingin

diperhatikan (Sarkamo, 2008: 2).

Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan stroke dan kehilangan mata

pencaharian sangat tinggi. Di Amerika Serikat, pada 1981 pernah dihitung biaya

yang dikeluarkan untuk perawatan pasien stroke, yaitu sebanyak 7 milyar dolar

2
dan pada 1996 meningkat menjadi 40 milyar dolar. Biaya tersebut terdiri dari

direct costs (biaya rumah sakit, dokter, dan rehabilitasi) sebanyak 27 milyar dolar

dan indirect costs (kehilangan produktivitas) sebanyak 13 milyar dolar. American

Heart Association memperkirakan total biaya menjadi 51 milyar dolar pada 1999.

Dapat disimpulkan bahwa kecemasan yang timbul pada keluarga pasien stroke

terjadi karena ketidaktahuan terhadap apa yang akan terjadi terhadap anggota

keluarga mereka (Sarkamo, 2008: 3).

Data yang didapatkan dari RSUD Undata Palu pada bulan Januari sampai

April tahun 2008 tentang jumlah keseluruhan pasien yang dirawat inap adalah

4957 0rang dan pasien stroke yaitu 176 0rang (3,55%) dari jumlah keseluruhan

paien rawat inap dengan jumlah rata-rata perbulannya adalah 44 0rang (25%).

Dengan demikian dapat dilihat bahwa jumlah pasien stroke masih cukup banyak

dan mungkin akan meningkat dalam setiap bulannya dimana penyakit stroke

sendiri dapat menimbulkan hal-hal yang dapat mempengaruhi psikologi maupun

fisik baik pasien sendiri maupun keluarga termasuk dalam hal pembiayaan serta

penyakit stroke sendiri membutuhkan perawatan yang lama oleh karena itu

mempengaruhi kecemasan keluarga.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Gambaran Tingkat kecemasan Keluarga Pasien Stroke Yang Dirawat Di

Ruang Mawar RSUD Undata Palu Tahun 2008”.

3
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

Bagaimana gambaran tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang dirawat di

ruang Mawar RSUD Undata Palu?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang

dirawat di ruang Mawar RSUD Undata Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang dirawat di

ruang Mawar RSUD Undata Palu ditinjau dari umur.

b. Diketahuinya tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang dirawat di

ruang Mawar RSUD Undata Palu ditinjau dari pendidikan.

c. Diketahuinya tingkat kecemasan keluarga pasien stroke yang dirawat di

ruang Mawar RSUD Undata Palu ditinjau dari pekerjaan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Institusi RSUD Undata Palu

Sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan program pelayanan

kesehatan bukan saja kepada pasien stroke, akan tetapi juga pelayanan kepada

keluarga pasien terlebih yang mengalami kecemasan.

4
2. Manfaat bagi Perawat

Sebagai masukan agar perawat lebih meningkatkan mutu pelayanan, secara

menyeluruh pada keluarga pasien.

3. Manfaat bagi Peneliti

Untuk memperoleh pengalaman yang nyata dalam melakukan penelitian.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di ruang Mawar RSUD Undata Palu pada bulan Juli

2008.

5
B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan

1. Pengertian kecemasan

a. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang

ditandai dengan ketakutan dan kekhawatiran yang

mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami

gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masah

utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas

normal (Hawari, 2001: 18).

b. Kecemasan adalah reaksi normal terhadap situasi

yang menimbulkan stress (Hamly, 1995:4).

2. Tingkat Kecemasan

Stuart dan Sundeen (1998:175) mengidentifikasi tingkat kecemasan menjadi 4

tingkat yaitu:

a. Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan

dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan

seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya.

b. Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada hal yang penting dan

6
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat

melakukan sesuatu yang lebih tinggi.

c. Kecemasan berat, sangat mengurangi lahan persepsi

seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan

pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat

berfikir tentang hal-hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi kekurangan. Orang

tersebut banyak memerlukan pengarahan untuk dapat

memusatkan pada suatu area lain.

d. Kecemasan tingkat panik berhubungan dengan

terperangah, kekuatan dan teror, rincian terpecah dari

profesinya karena mengalami kehilangan kendali.

Orang yang mengalami panik tidak mampu

melakukan walaupun dengan pengarahan.

3. Penyebab Kecemasan

Beberapa teori penyebab kecemasan pada individu antara lain (Stuart dan

Sundeen, 1998:177):

a. Teori Psikoanalitik

Menurut Freud dalam Stuart dan Sudeen (1998:177) adalah konflik

emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian Id dan Super ego-Id

mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang sedangkan

7
super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikembangkan oleh

norma-norma budaya seseorang.

b. Teori Interpersonal

Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan

takut terhadap adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.

Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan dan kecemasan yang

berat.

c. Teori Prilaku

Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

d. Teori Biologi

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzoadiazepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.

e. Kajian Keluarga

Menunjukkan bahwa ansietas merupakan hal yang biasa ditemui

dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas

gangguan depresi.

4. Pencetus Cemas

Pencetus cemas mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal,

dapat dikelompokkan dalam dua kategori (Stuart dan Sundeen, 1998:181)

yaitu:

8
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi

ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau

mempunyai kapasitas untuk melakukan aktivitas

hidup sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat

membahayakan identitas harga diri dan fungsi sosial

seseorang.

5. Rentang Respon Ansietas

Ansietas tidak dapat dielakan dalam kehidupan manusia.

Secara umum ada dua ancaman besar yang dapat menimbulkan ansietas yaitu:

a. Ancaman integritas diri yang meliputi ketidakmampuan fisiologis.

b. Ancaman sistem diri meliputi identitas diri, harga diri, hubungan

interpersonal, kehilangan serta perubahan status/peran.

Gambar 2.1
Rentang Respon Ansietas

Sumber: Suliswati, 2005 :109.

6. Respon Fisiologis Ansietas Terhadap Sistem Tubuh

(Stuart & Sundeen, 1998:177)

9
a. Kardiovaskuler

Respon:

1) Jantung berdebar

2) Tekanan darah meninggi

3) Rasa mau pingsan

4) Tekanan darah menurun

5) Denyut nadi menurun

b. Pernafasan

Respon:

1) Nafas cepat

2) Nafas pendek

3) Tekanan pada dada

4) Nafas dangkal

5) Pembengkakan pada tenggorokan

6) Sensasi tercekik

7) Terengah-engah

c. Neuromuskular

Respon:

1) Refleks meningkat

2) Reaksi kejutan

3) Mata berkedip-kedip

4) Gelisah

10
5) Wajah tegang

6) Kelemahan umum

7) Kaki goyang

8) Tremor

d. Gastrointestinal

Respon:

1) Kehilangan nafsu makan

2) Menolak makan

3) Rasa tidak nyaman pada abdomen

4) Mual

5) Diare

e. Traktus Urinarius

Respon:

1) Tidak dapat menahan kencing

2) Sering berkemih

f. Kulit

Respon:

1) Wajah kemerahan

2) Berkeringat setempat (telapak tangan)

3) Gatal

4) Rasa panas dan dingin pada kulit

5) Wajah pucat

11
6) Berkeringat seluruh tubuh

7. Manifestasi psikomotor berupa respon kognitif. Afektif juga

diobservasi dalam efek kecemasan (Stuart dan Sudeen, 1998:80)

sebagai berikut:

a. Perilaku

Respon:

1) Gelisah

2) Ketegangan fisik

3) Tremor

4) Gugup

5) Bicara cepat

6) Kurang koordinasi

7) Cenderung mendapatkan cidera

8) Menarik diri dari lingkungan interpersonal

9) Menghalangi

10) Melarikan diri dari masalah

11) Menghindar.

b. Kognitif

Respon:

1) Perhatian terganggu

2) Konsentrasi buruk

3) Pelupa

12
4) Salah dalam memberikan penilaian

5) Hambatan berpikir

6) Bidang persepsi menurun

7) Kreaifitas menurun

8) Bingung

9) Sangat waspada

10) Kesadaran diri meningkat

11) Kehilangan obyektifitas

12) Takut kehilangan kontrol

13) Takut pada gambaran visual

14) Takut cidera atau kematian

Hal-hal diatas menjelaskan bahwa kecemasan yang tinggi

mempengaruhi gerakan involunter dan kelemahan yang dapat mengganggu

hubungan interpersonal. Dalam hubungan interpersonal, kecemasan dapat

memberikan peningkatan untuk mencari diri, rasa tidak nyaman atau

intelektual. Selain respon perilaku dan afektif, kecemasan juga mempengaruhi

respon kognitif pada personal maupun interpersonal dan kehidupan yang

dialami individu.

8. Sumber koping

Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber

koping tersebut sebagai modal ekonomik. Kemampuan penyelesaian masalah,

dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang

13
menginterpretasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi

strategi koping yang berhasil (Stuart dan Sundeen, 1998:182).

9. Mekanisme koping

Menurut (Stuart dan Sundeen, 1998:182), ansietas tingkat ringan

sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius. Tingkat ansietas sedang dan

berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping.

a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang

disadari dan berorientasi pada tindakan untuk

memenuhi secara realistik tuntutan situasi stress.

b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi

ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung

pada tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri

dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat

merupakan respon maladaptif terhadap stress.

10. Karakteristik cemas

Menurut (Hawari, 2001:79), untuk mengetahui sejauh mana derajat

kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau panik, maka

digunakan alat ukur yang dikenal dengan Hamilton Ansiety Rating Scale

(HARS).

Adapun cara penilaian tingkat kecemasan menggunakan skala HARS

yang terdiri dari 14 kelompok gejala, masing-masing kelompok diberi bobot

skor 0 – 4, yaitu:

14
Jumlah yang timbul tiap kelompok
x 100%
Jumlah gejala pada kelompok gejala

0 = 0% Gejala yang timbul pada tiap kelompok gejala

1 = 1% – 25% Gejala yang timbul pada tiap kelompok gejala

2 = 26% – 50% Gejala yang timbul pada tiap kelompok gejala

3 = 51% – 75% Gejala yang timbul pada tiap kelompok gejala

4 = 76% – 100% Gejala yang timbul pada tiap kelompok gejala

Selanjutnya masing-masing nilai angka kelompok gejala tersebut

dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

kecemasan seseorang dengan menggunakan pengukuran tingkat kecemasan

HARS, yaitu:

0 = 14 Tidak ada kecemasan

1 = 15 – 20 Kecemasan ringan

2 = 21 – 27 Kecemasan sedang

3 = 28 – 41 Kecemasan berat

4 = 42 – 56 Kecemasan berat sekali (panik)

Adapun hal-hal yang dinilai dengan alat ukur skala HARS ini adalah

gejala yang meliputi (Hawari, 2001:67):

a. Perasaan cemas

Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri.

b. Ketegangan

Merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat, mudah terkejut, mudah menangis,

15
gemetar dan gelisah.

c. Ketakutan

Pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar,

kerumunan orang banyak, pada keramaian lalu lintas.

d. Gangguan tidur

Sukar tertidur, terbangun dimalam hari, tidur tidak nyeyak, bangun dengan

lesu, mimpi buruk, mimpi menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan

Sukar konsentrasi, daya ingat buruk, daya ingat menurun.

f. Perasaan depresi atau murung

Hilangnya minat, berkurang kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini

hari, perasaan berubah-rubah sepanjang hari.

g. Gejala somatik atau otot sakit dan nyeri otot, gigi

gemerutuk, suara tidak stabil.

h. Gejala sensorik

Tinitus atau telinga berdengung, penglihatan kabur, merasa lemas

i. Gejala kardivaskuler

Takikardi, jantung berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa

lesu dan lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang atau

berhenti sekejab.

j. Gejala pernafasan

Rasa sesak, rasa tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek.

16
k. Gejala gastrointestinal

Sulit menelan, perut melilit, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan

terbakar diperut, kembung, mual, muntah, sukar buang air besar.

l. Gejala urogenital dan kelamin

Sering buang air kecil, tidak dapat menahan buang air kecil, tidak datang

bulan atau haid, darah haid berlebihan, masa haid berkepanjangan,

ejakulasi dini, ereksi melemah, impotensi.

m. Gejala autonom

Mulut kering, muka merah, muka berkeringat, kepala pusing, kepala terasa

berat, kepala terasa sakit, bulu-bulu berdiri.

n. Tingkah laku pada saat wawancara

Gelisah, tidak tenang, jari gemetar, muka tegang, kerut pada kening, nafas

pendek, muka pucat, otot tegang atau mengeras.

B. Tinjauan Tentang Keluarga

1. Peran Serta Keluarga

a. Pengertian Keluarga (Sudiharto, 2007 :21).

1) Keluarga   adalah   sekumpulan   orang   yang 

dihubungkan melalui ikatan perkawinan, adopsi atau 

kelahiran   yang   bertujuan   untuk   menciptakan   dan 

mempertahankan   budaya,   meningkatkan 

perkembangan   fisik,   mental   dan   sosial   serta 

17
emosional dan tiap anggota keluarga (Duval, 1976).

2) Keluarga   adalah   unit   terkecil   dari   masyrakat   yang 

terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang 

berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu 

atap   dalam   keadaan   saling   ketergantungan 

(Sudiharto, 2007 :22).

3) Keluarga   merupakan   suatu   sistem   tempat   individu 

anggota   keluarga   berinteraksi   di   dalam   keluarga 

(teori sistem). 

b. Tipe/Bentuk Keluarga (Sudiharto, 2007 :23)

1) Keluarga Inti (Nuclear Family)

Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

2) Keluarga Besar (Extended Family)

Adalah keluarga inti ditambah dengan nenek, kakek, dan saudara-

saudara.

3) Keluarga Berantai (Serial Family)

Adalah perempuan dan laki-laki yang menikah lebih dari satu kali dan

merupakan keluarga inti.

4) Keluarga Duda/Janda (Single Family)

Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

5) Keluarga Berkomposisi (Composition Family)

18
Adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup bersama.

6) Keluarga Kabitas (Cahabitation)

Adalah dua orang yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi

membentuk satu keluarga.

c. Fungsi Keluarga (Effendy, 1998: 33)

Fungsi keluarga dibedakan menjadi:

1) Fungsi Biologis

a) Meneruskan keturunan

b) Memelihara dan membesarkan anak

c) Memenuhi kebutuhan gizi anak

d) Memelihara dan merawat anggota keluarga

2) Fungsi Psikologis

a) Memberi kasih sayang dan rasa aman

b) Memberi perhatian pada anggota keluarga

c) Membina pendewasaan keluarga

d) Membentuk kepribadian anggota keluarga

e) Memberikan identitas keluarga

3) Fungsi Sosialisasi

a) Membina sosialisasi pada anak

b) Membentuk norma tingkah laku

19
c) Meneruskan nilai budaya keluarga

4) Fungsi Ekonomi

a) Mencari sumber penghasilan

b) Pengaturan penggunaan penghasilan

c) Menabung untuk masa depan dan hari tua

d. Peranan Keluarga (Effendy, 1998: 34)

1) Ayah : berperan sebagai suami dan ayah

pencari nafkah, pelindung, pemberi rasa aman, kepala

keluarga, anggota masyarakat, dan kelompok sosial.

2) Ibu : berperan sebagai istri dan ibu

pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung, anggota

masyarakat, dan kelompok sosial.

3) Anak : menjalankan peranan psikososial sesuai tingkat

perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual.

e. Tugas-tugas Keluarga (Effendy, 1998: 34)

Terdiri dari 8 tugas pokok, yaitu:

1) Memelihara fisik keluarga dan anggotanya.

2) Memelihara sumber daya dalam keluarga.

3) Pembagian tugas anggota sesuai kedudukan masing-masing.

4) Sosialisasi antar anggota keluarga.

20
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.

6) Pemeliharaan anggota keluarga.

7) Penempatan anggota keluarga, dalam masyarakat ygb lebih

luas.

8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota

keluarga.

f. Peran serta keluarga dalam perawatan klien dengan stroke

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi

perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umumnya

keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup

lagi merawatnya. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada

keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien tetapi bertujuan untuk

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam

mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Effendy, 1998: 35).

C. Tinjauan Tentang Stroke

1. Pengertian

a. Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika

pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba

terganggu (Sarkamo, 2008: 3)

b. Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat

21
timbul sekunder dari suatu proses patologi pada

pembuluh darah (Price dan Wilson) dalam (Sarkamo,

2008: 3)

c. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan berhentinya suplai darah kebagian otak

(Bruner dan Suddarth, 2000 : 2123).

d. Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran

darah keotak dan mengakibatkan deficit neurologik

(lewis, 2000 : 1645).

e. Stroke non hemorogik adalah bila gangguan

peredaran darah otak ini berlangsung sementara,

beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 -

20 menit) tapi kurang dari 24 jam (Mansjoer, 2000 :

17).

f. Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan

dan penyakit pembuluh darah otak, yang mendasari

terjadinya stoke misalnya ateriosclerosis otak,

aneurisma, angioma pembuluh darah otak. (Harsono,

1996 : 25).

g. Stroke non hemorogik adalah penyakit yang

mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa

tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian

22
aterosklerosis (trombosis) dan penyakit jantung

(emboli) yang dicetus oleh adanya faktor predisposisi

hipertensi (Satyanegara, 1998 : 179)

2. Jenis Stroke (Sarkamo, 2008: 3)

Jenis stroke terbagi dalam dua golongan besar, yakni stroke penyumbatan dan

stroke pendarahan.

a. Stroke penyumbatan terjadi karena sumbatan atau

penyempitan di dalam pembuluh darah ke otak

terganggu. Gangguan peredaran darah di otak

membuat otak kekurangan oksigen dan nutrisi. Bila

ini terjadi dalam waktu lama menyebabkan otak

mengalami kerusakan.

b. Sedangkan stroke pendarahan sangat berbahaya.

Stroke ini terjadi karena ada pembuluh darah yang

pecah. Stroke pendarahan biasanya karena adanya

kelainan bawaan dimana pembuluh darah di otak

tidak sempurna. Namun stroke jenis ini jarang terjadi.

3. Faktor resiko (Sarkamo, 2008: 4)

Belakangan, stroke tidak hanya menyerang orang yang sering atau

sedang sakit, tapi bisa juga dialami oleh mereka yang secara fisik tampak

sehat. Bahkan, orang yang rajin berolahraga pun bisa mengalaminya. Itu,

antara lain, akibat mutu stres yang makin tinggi dan dampak sarana hidup

23
yang kian modern.

Mengenai faktor risiko, ada beberapa faktor risiko stroke yang tidak

dapat dikontrol. Misalnya, riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung,

faktor usia, dan jenis kelamin. Dibandingkan laki-laki, perempuan lebih

rentan terserang stroke. Orang yang berusia di atas 55 tahun juga lebih

berisiko mengalami stroke dibanding mereka yang berusia lebih muda.

Selain faktor risiko, stroke juga memiliki sejumlah gejala, antara lain:

mengalami gangguan gerak sehingga tak mampu untuk mengambil gelas,

menggosok gigi, atau memasang kacing dengan sempurna. Dalam tingkat

yang lebih parah, terjadi lumpuh total yang bisa menimpa tiap organ gerak,

termasuk bibir, wajah, dan mata.

4. Penyebab Stroke (Sarkamo, 2008: 5)

Banyak sebab mengapa masih muda sudah terkena stroke, seperti

contohnya:

a. Stres tinggi yang sering dialami para pekerja di kota

besar. Tuntutan pekerjaan yang membuat seseorang

menjadi stres. Stres tinggi yang bertubi-tubi bila tidak

segera diatasi bisa menyebabkan gangguan jantung

dan stroke.

b. Pola makan yang salah juga bisa memicu terjadinya

stroke usia muda. karena seringnya mengonsumsi

makanan junk food, yang tidak baik sebab kandungan

24
kolesterol tinggi. Kolesterol tidak baik bagi

kesehatan, terutama pembuluh darah bila terjadi

penyumbatan pada pembuluh darah, dan mengenai

pembuluh darah otak bisa membuat seseorang stroke.

c. Pemicu stroke lainnya adalah karena kurang olahraga,

kesibukan membuat banyak orang tak ada waktu

khusus untuk olahraga. Kurang olahraga membuat

stamina menurun dan akibat kurang gerak juga bisa

terjadi penyumbatan pada pembuluh otak yang

berakibat stroke.

5. Gejala Stroke (Sarkamo, 2008: 5-6)

Gejala stroke juga bisa tampak dari gangguan rasa, seperti pada

sebelah anggota badan, dari yang ringan (kesemutan) sampai yang berat

(baal). Gangguan kesadaran juga bisa terjadi, misalnya mudah mengantuk

sampai tampak seperti koma. Demikian juga dengan gangguan verbal, baik

karena organ bicara yang rusak maupun daya ingat yang turun, misalnya

dalam bentuk tidak bisa mengeluarkan kata dan menangkap arti.

Setelah serangan yang pertama, stroke terkadang bisa terjadi lagi

dengan kondisi yang lebih parah. Ini umumnya terjadi pada penderita yang

kurang kontrol diri, atau bisa jadi sudah merasa puas setelah mengalami

penyembuhan (pasca stroke yang pertama) sehingga tidak lagi memeriksakan

diri. Padahal, jika stroke sampai berulang, artinya terjadi perdarahan yang

25
lebih luas di otak sehingga kondisinya bisa lebih parah dari serangan pertama.

Riset menunjukkan, di antara orang-orang yang pernah mengalami stroke,

sekitar 40 persen di antaranya akan mengalami stroke berulang dalam waktu

lima tahun (Hariyono, 2008: 4).

6. Pemeriksaan Diagnostik (Hariyono, 2008: 4 -5).

a. Angiografi Serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti

perdarahan atau adanya obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture.

b. CT Scan

Memperlihatkan adanya edema, hematoma, skemia dan adanya infark.

c. Fungsi Lumbal

Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli

serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah

menunjukkan adanya hemorogik subaraknoid atau perdarahan intracranial.

Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan

adanya proses inflamasi.

d. MRI

Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemorogik, Malformasi

Arteriovena (MAV)

e. Ultrasonografi Doppler

Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis

(cairan darah/muncul plak) ateriosclerosis).

26
f. EEG

Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

g. Sinar X Tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal yang berlawanan dari

masa yang luas. Klasifikasi internal terdapat pada trombosis selebral.

7. Penatalaksanaan (Hariyono, 2008: 6).

Penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan

kecacatan yang ditimbulkan. Karenanya, keberadaan unit stroke di rumah

sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan. Terlebih bila

melihat angka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di

Indonesia

a. Non farmakologik

1) Tirah baring

2) Posisi head up ( stroke hemoragic)

3) Posisi supinhe (stroke infark)

4) Nutrisi : oral, enteral, perenteral

5) Personal hygiena

6) Pemeliharaan kepatenan jalan napas :

suctioning dan pemasangan mayo tube

27
b. Farmakologik

1) Aspirin

2) Glucose

3) Manitol

4) Obat seperti serenace ativan

8. Masalah yang timbul paska stroke

Stroke adalah penyakit pada otak yang paling destruktif dengan

konsekuensi berat, termasuk beban psikologis, fisik, dan keuangan yang besar

pada pasien. Pada kenyataannya, banyak orang yang lebih takut akan menjadi

cacat oleh stroke dibandingkan dengan kematian itu sendiri. Jika tidak ada

perbaikan dalam metode-metode pencegahan yang ada sekarang, jumlah

penderita stroke akan tumbuh pesat dalam beberapa decade mendatang.

Penanganan fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak

bagi pasien untuk dapat meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya.

Berbagai metode intervensi fisioterapi seperti pemanfaatan electrotherapy,

hidrotherapy, exercise therapay (Bobath method, Proprioceptive

Neuromuscular Facilitation, Neuro Developmental Treatment, Sensory Motor

Integration) telah terbukti memberikan manfaat yang besar dalam

mengembalikan gerak dan fungsi pada pasien pasca stroke. Akan tetapi peran

serta keluarga yang merawat dan mendampingi pasien juga sangat

menentukan keberhasilan program terapi yang diberikan.

Penanganan fisioterapi pasca stroke pada prinsipnya adalah proses

28
pembelajaran sensomotorik pada pasien dengan metode-metode tersebut

diatas. Akan tetapi interaksi antara pasien dan fisioterapis amat sangat

terbatas, lain halnya dengan keluarga pasien yang memiliki waktu relatif lebih

banyak.

Untuk itu dengan program “edukasi bagi keluarga pasien stroke”

mengenai tata cara penanganan pasien stroke di rumah (home programe) akan

sangat bermanfaat dalam mengembalikan kemampuan gerak dan fungsi pada

pasien pasca stroke. Penanganan yang tepat sebagai wujud cinta kasih dalam

keluarga.

D. Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien

Stroke

1. Umur

Menurut Elisabeth, B.H, (1995) dalam Nursalam, 2001:134 yaitu umur adalah

usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.

Pendapat lain mengemukakan bahwa semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja dari segi kepercayaan masyarakat. Seseorang yang lebih dewasa akan

lebih percaya diri dari orang yang belum cukup kedewasaannya (Huclock,

1998).

Menurut Long (1996), dalam Nursalam, 2001:134 yaitu semakin tua

umur seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap

masalah yang dihadapi. Semakin muda umur seseorang dalam menghadapi

29
masalah maka akan sangat mempengaruhi konsep dirinya. Umur dipandang

sebagai suatu keadaan yang menjadi dasar kematangan dan perkembangan

seseorang.

Kematangan individu dapat dilihat langsung secara objektif dengan

periode umur, sehingga berbagai proses pengalaman, pengetahuan,

keterampilan, kemandirian terkait sejalan dengan bertambahnya umur

individu (Muchsin, 1996). Setionegoro (1979) mengatakan bahwa umur <20

tahun adalah umur belum dewasa, 21–29 tahun dewasa muda, sedangkan

umur 30 – >40 tahun adalah dewasa penuh.

2. Pendidikan

Pendidikan kesehatan merupakan usaha kegiatan untuk membantu

individu, kelompok dan mayarakat dalam meningkatkan kemampuan baik

pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mencapai hidup secara optimal.

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi,

sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Jadi dapat

diasumsikan bahwa faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkat

kecemasan seseorang tentang hal baru yang belum pernah dirasakan atau

sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang terhadap kesehatannya

(Kuncoroningrat 1999: 152).

Kita tahu bahwa ada banyak definisi tentang pendidikan. Ini jelas

menunjukkan bahwa pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting,

sehingga banyak pihak yang merasa perlu untuk memberikan definisi atau

30
pengertian atau memaknainya.

Beberapa definisi tentang pendidikan adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu : ilmu

menuntun anak.

b. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan

dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu

dilahirkan di dunia (Soedijarto, 2000: 89).

c. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan

educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan

kekuatan/potensi anak (Soedijarto, 2000: 89).

d. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan)

mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan

dan watak, mengubah kepribadian sang anak (Soedijarto, 2000: 89).

e. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar

didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran,

pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan

pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tingka

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik

(Soedijarto, 2000: 89).

f. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk

memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat

31
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak

yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Soedijarto, 2000: 90).

g. Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat

pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia

sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam

interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya. Pendidikan

merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses

pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia

(yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah "subyek" dari pendidikan.

Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu

tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika

memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan

meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu

diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia

sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk "ada" sebagai dirinya yaitu

manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab. Hasil pendidikan yang

jelas ada perubahan pada subyek-subyek pendidikan itu sendiri.

Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada perubahan dari

tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi

perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja

tidak sesempit itu. Perubahan-perubahan itu menyangkut aspek

perkembangan jasmani dan rohani juga. Melalui pendidikan manusia

32
menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak

terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti,

pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar

diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbaharui

diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercabut

dari akar tradisinya (Suryadi, 1999 : 154).

h. Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia.

Menurut Dictionary of Education, pendidikan dapat diartikan suatu proses

dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah

laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada umumnya semakin

tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya

(Notoatmodjo, 1993:127).

i. Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 2001:11) memandang bahwa

pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan

pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan

mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.

Orang dewasa itu adalah orang tua si anak. Atau orang yang atas dasar

tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya

guru sekolah, pendeta atau kiyai dalam lingkungan keagamaan, kepala-

kepala asrama dan sebagainnya. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia

merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat.

Tanpa pendidikan mustahil suatu bangsa dapat hidup berkembang sejalan

33
dengan aspirasi atau cita-cita untuk maju, sejahtera bahagia menurut

pandangan hidupnya. Pendidikan selalu terkait dengan kebudayaan

karena hakikat dari proses pendidikan adalah proses perubahan manusia

dan tingkah lakunya, cara dan kemampuan berpikir, sikap dan

kemampuan kerja.

j. Harold G. Shane ada empat potensi dari signifikansi pendidikan terhadap

masa depan:

1) Pendidikan adalah suatu cara yang mapan untuk

memperkenalkan peserta didik pada keputusan sosial

yang timbul

2) Pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi

masalah sosial itu

3) Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang

meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan

alternatif-alternatif baru

4) Pendidikan merupakan cara terbaik yang dapat

ditempuh masyarakat membimbing perkembang

manusia sehingga pengamanan dari dalam berkembang

pada setiap anak dan karena itu terdorong untuk

memberikan konstribusi pada kehidupan hari esok.

k. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan

nonformal. Pendidikan formal mepunyai sumbangan yang sangat

34
berharga bagi perubahan dalam masyarakat, dapat memajukan

masyarakat dan pembangunan. Sedangkan pendidikan nonformal dapat

diperoleh anggota keluarga dan masyarakat sepanjang hayat baik di

lingkungan keluarga maupun dilingkungan masyarakat sekitar. Kaitan

proses pendidikan dengan pembangunan khususnya pembangunan

manusia, dijelaskan bahwa pendidikan dapat diperoleh melalui jenjang

pendidikan yaitu pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi. lebih lanjut, jenjang (tingkat) pendidikan

terdiri atas pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi (Soedijarto, 2000:91-93).

l. Tingkat pendidikan adalah lamanya pendidikan seseorang yang

didasarkan atas kemampuan dan kesempatan seseorang mengikuti satuan

pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Satuan

pendidikan merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan

berkesinambungan. Jenjang pendidikan adalah tingkatan pendidikan

persekolahan yang berkesinambungan antara satu jenjang dengan jenjang

yang lainnya. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah

terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi (Suryadi, 1999 : 153). untuk itu secara rinci dapat diuraikan sebagai

berikut :

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan

35
sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan

keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dimasyarakat serta

mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk

mengikuti pendidikan menengah.

2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan

meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan

hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam

sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam

dunia kerja atau pendidikan tinggi.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah

yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau

menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah

sumber kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan (Nursalam 2001:133).

Pekerjaan adalah merupakan kegiatan utama atau penghasil utama

36
Umur
Pendidikan
at Kecemasan Keluarga Pasien Stroke
Pekerjaan

dalam kehidupan manusia (Narbuko, 2002). Anderson (1974) dalam

Notoatmodjo (1990) memasukkan kesibukan pekerjaan ke dalam kelompok

predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat, tingkat

pendidikan dan tingkat sosial ekonomi.

B A B III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

E. Kerangka Konsep

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, variabel yang akan diteliti

yaitu kecemasan keluarga pasien stroke ditinjau dari umur, tingkat pendidikan,

dan pekerjaan. Secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

F. Definisi Operasional

1. Kecemasan

Definisi : Kecemasan adalah suatu keadaan dimana responden

37
mengalami perasaan sulit (ketakutan) karena keluarga

mereka ada sakit termasuk beban psikologis, fisik, dan

keuangan yang besar dan banyak orang yang lebih takut

karena keluarga mereka akan menjadi cacat.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 0 = Cemas sedang (≤27)

1 = Cemas berat (>27)

Skala Ukur : Ordinal

2. Umur

Definisi : Usia responden yang dihitung berdasarkan tanggal, bulan

dan tahun kelahiran.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 0 = < 29 Tahun

1 = ≥ 29 Tahun

Skala Ukur : Ordinal

3. Pendidikan

Definisi : Pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh responden

berdasarkan kepemilikan ijasah terakhir.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

38
Hasil ukur : Dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:

0 = Rendah (< SMA)

1 = Tinggi (≥ SMA)

Skala Ukur : Ordinal

4. Pekerjaan

Definisi : Merupakan kegiatan utama/sumber penghasilan utama

dalam satu tahun terakhir.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : 0 = Tidak bekerja (Mahasiswa. URT, Pelajar)

1 = Bekerja (PNS, Pegawai swasta, dagang, petani,

Nelayan, Buruh).

Skala Ukur : Ordinal

39
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif,

dengan maksud untuk memberikan gambaran tingkat kecemasan keluarga pasien

stroke yang dirawat di ruang Mawar RSUD Undata Palu ditinjau dari umur,

pendidikan dan pekerjaan tanpa membuat perbandingan atau hubungan antara

variabel yang diteliti.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti

(Riduwan, 2006: 8). Pada penelitian ini populasinya adalah semua keluarga

pasien stroke yang dirawat di ruang Mawar RSUD Undata Palu.

40
2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan

mewakili seluruh populasi (Alimul, 2002:35). Pada penelitian ini, sampel

diambil dari total populasi yaitu salah satu keluarga pasien stroke yang

dirawat di ruang Mawar RSUD Undata Palu dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi, yaitu meliputi:

1) Keluarga pasien bersedia jadi responden

2) Keluarga pasien stroke yang dapat membaca dan menulis

3) Orang terdekat dengan klien/pengambil keputusan dalam keluarga

b. Besar Sampel

Besar sampel diambil sesuai dengan jumlah pasien stroke yang dirawat

inap di ruang Mawar RSUD Undata Palu tanggal 25 Juni sampai 7 Juli

tahun 2008.

C. Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah :

1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner kepada keluarga pasien stroke yang dirawat di ruang

Mawar RSUD Undata Palu.

2. Data sekunder, yaitu data yang didapat dari Rekam Medik RSUD Undata Palu

tentang jumlah pasien stroke yang pernah dirawat di ruang Mawar RSUD

Undata Palu

D. Pengolahan Data

41
Pada penelitian ini penulis menggunakan tahap-tahap pengolahan data

sebagai berikut :

1. Editing : Memeriksa kembali data dan

menyelesaikannya dengan rencana semula seperti yang

diinginkan, apakah tidak ada yang salah.

2. Coding : Pemberian nomor kode atau bobot pada

jawaban yang bersifat kategori

3. Tabulating : Penyusunan data berdasarkan variabel

yang diteliti

4. Cleaning : Membersihkan data dengan melihat

variabel yang digunakan apakah datanya sudah benar atau

belum.

5. Describing : Menggambarkan atau menerangkan data

E. Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu memberikan

gambaran tentang kondisi objek tanpa membuat suatu perbandingan. Analisa yang

digunakan adalah analisa univariat dengan menghitung distribusi frekuensi tiap

variabel yang diteliti.

F. Etika Penelitian

1. Informed Consent

Sebelum melakukan penelitian maka akan diedarkan lembar

persetujuan untuk menjadi responden, dengan tujuan agar subyek mengerti

42
maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Jika subyek

bersedia, maka responden harus menanda tangani lembar persetujuan dan jika

responden bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Anomity (tanpa nama)

Menjelaskan bentuk alat ukur dengan tidak perlu mencantumkan nama

pada lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset.

G. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian (Aziz

Alimul, 2003:41). Dalam penelitian ini keterbatasan yang dihadapi peneliti

adalah:

1. Cara pengumpulan data.

Tergantung dari kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan dalam

kuesioner.

2. Penelitian dilakukan pada keluarga pasien yang mengalami kecemasan.

43
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berikut ini akan disajikan hasil penelitian tentang tingkat kecemasan

keluarga pasien stroke dari 30 responden yang dilakukan di RSUD Undata Palu

pada tanggal 25 Juni sampai tanggal 7 Juli 2008.

Adapun hasil penelitian ini dianalisa secara univariat dan disajikan dalam

bentuk gambar sebagai berikut:

1. Variabel Umur

Berdasarkan hasil ukur yang ditetapkan yaitu umur < 29 tahun dan ≥

29 tahun. Adapun distribusi responden menurut umur dapat dilihat pada

44
100
Rendah (<SMA)
< 29 Tahun ? Tinggi ? SMA
29 Tahun.
26,7%
80
90 73,3%
70 80 60%
60 70
50 60 40%
40 50
30 40
20 30
20
10
10
0
0
gambar berikut:

Gambar 5.1
Distribusi Responden Menurut Umur Keluarga Pasien
Di RSUD Undata Palu Juli Tahun 2008

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa dari 30 responden, yang

berumur < 29 tahun adalah 12 responden (40%), sedangkan yang berumur

≥ 29 tahun adalah 18 responden (60%).

2. Variabel Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil ukur menurut tingkat pendidikan dibagi menjadi

dua yaitu tingkat pendidikan rendah (< SMA) dan tingkat pendidikan tinggi (≥

SMA)

Adapun distribusi responden menurut tingkat pendidikan dapat

dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.2
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Keluarga Pasien
Di RSUD Undata Palu Juli Tahun 2008

45
Tidak Kerja Kerja

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan gambar di atas bahwa dari 30 responden, yang

memilIki tingkat pendidikan rendah (< SMA) berjumlah 8 orang (26,7%).

Sedangkan tingkat pendidikan tinggi (≥ SMA) berjumlah 22 orang

(73,3%).

3. Variabel Pekerjaan

Pada penelitian ini status pekerjaan responden dibagi dua yaitu

bekerja dan tidak bekerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar

berikut:

Gambar 5.3
Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Keluarga Pasien
Di RSUD Undata Palu Juli Tahun 2008

80
70
60 53,3%
46,7%
50
40
30
20
10
0

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa dari 30 responden,

yang tidak bekerja adalah sebanyak 16 orang (53,3%) sedangkan

responden yang bekerja adalah 14 orang (46,7%).

46
63,3% Cemas Sedang
36,7%
100 Cemas Berat
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
4. Variabel Kecemasan

Pada penelitian ini ditetapkan tingkat kecemasan yaitu cemas sampai

sedang < 27 dan cemas berat ≥ 27. Adapun distribusi responden menurut

tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat dengan stroke dapat dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 5.4
Distribusi Responden Menurut Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien
Di RSUD Undata Palu Juli Tahun 2008

Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat hasil penelitian dari 30

responden yaitu yang mengalami cemas berat ≥ 27 adalah sebanyak 19

responden (63,3%) sedangkan yang mengalami cemas ringan sampai sedang <

27 sebanyak 11 responden (36,7%).

5. Analisa tabel silang

a. Keterkaitan umur dengan tingkat kecemasan keluarga pasien stroke

47
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dengan Tingkat Kecemasan
Keluarga Pasien Stroke Di RSUD Undata Palu Juli Tahun 2008

Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien


Umur Total
Stroke
B. Cemas Berat Cemas Sedang C.
D. n % n % E.
< 29 Tahun 10 83,3 2 16,7 12
≥ 29 Tahun 9 50 9 50 18
Total 19 63,3 11 36,7 30
Sumber: data primer yang diolah

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 30 responden pada umur

< 29 tahun lebih banyak mengalami kecemasan berat yaitu 83,3%,

sedangkan pada umur ≥ 29 tahun yang mengalami kecemasan berat

yaitu 50%.

b. Keterkaitan tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan keluarga pasien


stroke

Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Dengan Tingkat Kecemasan
Keluarga Pasien Stroke Di RSUD Undata Palu Juli Tahun 2008

Tingkat Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien


Total
Pendidikan Stroke
F. Cemas Berat Cemas Sedang G.
H. n % n % I.
Rendah < SMA 5 62,5 3 37,5 8
Tinggi ≥ SMA 14 63,6 8 36,4 22
Total 19 63,3 11 36,7 30
Sumber: data primer yang diolah

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tingkat pendidikan

tinggi (≥ SMA) lebih banyak mengalami kecemasan berat yaitu 63,6%,

sedangkan pada tingkat pendidikan rendah (< SMA) yang mengalami

48
kecemasan berat yaitu 62,5%.

c. Keterkaitan pekerjaan dengan tingkat kecemasan keluarga pasien stroke

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Dengan Tingkat Kecemasan
Keluarga Pasien Stroke Di RSUD Undata Palu Juli Tahun 2008

Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien


Pekerjaan Total
Stroke
J. Cemas Berat Cemas Sedang K.
L. n % n % M.
Tidak Kerja 13 81,3 3 18,7 16
Kerja 6 42,9 8 57,1 14
Total 19 63,3 11 36,7 30
Sumber: data primer yang diolah

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada responden yang tidak

bekerja lebih banyak mengalami kecemasan berat yaitu 81,3%, sedangkan

pada responden yang bekerja yang mengalami kecemasan berat yaitu

42,9%.

N. Pembahasan

1. Variabel Umur

Distribusi frekwensi berdasarkan umur keluarga pasien yang dirawat

di ruang mawar RSUD Undata Palu yaitu umur ≥ 29 tahun lebih besar dari

49
pada umur < 29 tahun. Ini artinya keluarga pasien stroke banyak pada rentang

usia yang cukup matang karena dengan usia yang matang seseorang akan

lebih mampu menghadapi masalah yang dialaminya. Jika dikaitkan umur

dengan kecemasan maka umur < 29 tahun lebih banyak mengalami

kecemasan berat yaitu 83,3% hal ini terjadi karena pada usia tersebut

seseorang belum matang dalam berfikir dan menghadapi masalah. Sejalan

dengan apa yang dikatakan oleh Long (1996) dalam Nursalam 2001, yang

mengatakan bahwa semakin muda umur seseorang dalam menghadapi

masalah maka akan sangat mempengaruhi konsep dirinya. Umur dipandang

sebagai suatu keadaan yang menjadi dasar kematangan dan perkembangan

seseorang serta Muchsin (1996) dalam Nursalam 2001 yang mengatakan

bahwa kematangan individu dapat dilihat langsung secara objektif dengan

periode umur, sehingga berbagai proses pengalaman, pengetahuan,

keterampilan, kemandirian terkait sejalan dengan bertambahnya umur

individu.

2. Variabel Pendidikan

Distribusi frekwensi berdasarkan tingkat pendidikan keluarga pasien

yang dirawat di ruang mawar RSUD Undata Palu yaitu tingkat pendidikan

tinggi lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah .

Hal ini cukup baik karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi seseorang

akan lebih mudah menerima informasi yang diberikan terutama tentang

keadaan pasien yang sedang dirawat. Karena seseorang dengan pendidikan

50
tinggi akan memiliki pengetahuan yang baik pula.

Jika dikaitkan tingkat pendidikan dengan kecemasan maka pendidikan

tinggi (≥ SMA) lebih banyak mengalami kecemasan berat yaitu 63,6%. Hal

ini terjadi karena seorang yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki

pengetahuan yang baik sehingga mengerti betul apa yang akan terjadi dengan

keluarga mereka yang dirawat terlebih lagi penyakit stroke adalah penyakit

yang dapat mengakibatkan kelumpuhan bahkan kematian dan hal ini dapat

menimbulkan/meningkatkan kecemsan keluarga. Sejalan dengan pendapat

Kuncoroningrat (1999) yang mengatakan pendidikan kesehatan merupakan

usaha kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan mayarakat dalam

meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk

mencapai hidup secara optimal. Makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang

dimiliki. Jadi dapat diasumsikan bahwa faktor pendidikan sangat berpengaruh

terhadap tingkat kecemasan seseorang tentang hal baru yang belum pernah

dirasakan atau sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang terhadap

kesehatannya.

3. Variabel Pekerjaan

Distribusi frekwensi berdasarkan tingkat pekerjaan keluarga pasien

yang dirawat di ruang mawar RSUD Undata Palu yaitu yang tidak bekerja

lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan yang berkerja. yang tidak bekerja

lebih banyak mengalami kecemasan berat yaitu 81,3%. Hal ini terjadi karena

51
yang tidak bekerja lebih banyak waktu menjaga keluarga yang sakit dan

pikiran terpusat dengan keluarga yang sakit. Selain itu penderita stroke

membutuhkan perawatan yang cukup lama sehingga memerlukan biaya yang

besar pula, keadaan ini dapat mempengaruhi kecemasan keluarga karena

keluarga tidak memiliki penghasilan. Hal ini sejalan dengan pendapat dari

Narbuko (2002) yang mengatakan bahwa pekerjaan adalah merupakan

kegiatan utama atau penghasil utama dalam kehidupan manusia.

52
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Responden yang berumur < 29 tahun lebih banyak mengalami kecemasan

berat yaitu 83,3%

2. Responden yang tingkat pendidikan tinggi (≥ SMA) lebih banyak mengalami

kecemasan berat yaitu 63,6%.

3. Responden yang tidak bekerja lebih besar lebih banyak mengalami kecemasan

berat yaitu 81,3%.

B. Saran

Sesuai dengan hasil kesimpulan yang ada maka peneliti mengajukan beberapa

saran sebagai berikut:

1. Institusi RSU Undata Palu

Meningkatkan program pelayanan kesehatan bukan saja kepada pasien, akan

tetapi juga pelayanan kepada keluarga pasien.

2. Bagi Perawat

53
Lebih meningkatkan mutu pelayanan khususnya dalam menangani pasien dan

keluarga dengan memberikan penyuluhan kesehatan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Melaksanakan dan membuat penelitian analitik.

DAFTAR PUSTAKA

Azis Alimul, 2002. Riset Keperawatan dan Tehnik penulisan Ilmiah. Salemba
Medika. Jakarta.

Hawari, D., 2001. Manajemen Stress,Cemas dan Depresi, EGC, Jakarta.

Hamly, 1995. Mengatasi Ketegangan, Arcan, Jakarta.

lewis,etc,2000. www://diekwieinluv.blogspot.com/2007/12/ asuhan keperawatan


pada klien dengan stroke

Mansjoer Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 3, Jilid 2, Jakarta.

Moira, 1996. Belajar Merawat di Bangsal Bedah, cetakan ke-2, EGC, Jakarta.

Effendy Nasrul, 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyrakat. Edisi Ke 2


Jakarta.

Kuncoroningrat, 1999.

Notoatmodjo, S., 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku


Kesehatan, edisi I, Andi Offset, Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar.


Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, 2001. Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam Bentuk Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Riduwan,2006. Dasar-Dasar Statistika. Cetakan ke V, Bandung

54
Sarkamo, 2008. Mencegah Stroke Berulang.

Stuart, G.W dan Sundeen, S.J., 1998. Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta.

Syah, 2001. www://diekwieinluv.blogspot.com/2007/12/ asuhan keperawatan pada


klien dengan stroke

Soedijarto, 2000. Tentang Keluarga.

Sylvia, Price dan Wilson. Patofisiologi.

Satyanegara, 1998. dr.Harsono, 1996.

Doenges, Marylin. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

http://diekwieinluv.blogspot.com/2007/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan.html

(www//id.wikipedia.org/wiki/Stroke).

Kuncoroningrat, 1999.

55
Tingkat Kecemasan

Berdasarkan hasil penelitian keluarga pasien menurut tingkat

kecemasan yaitu dari 30 responden, yang mengalami tingkat kecemasan berat

lebih banyak dibandingkan dengan yang mengalami kecemasan ringan sampai

sedang. Hal ini terjadi karena pada umumnya pasien yang masuk ruang

dengan stroke akan membutuhkan biaya yang besar dan pada umumnya stroke

akan mengakibatkan kelumpuhan sehingga sangat mempengaruhi kecemasan

keluarga. Sejalan dengan pendapat dari Moira, 1996 yang mengatakan bahwa

kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang biasanya melibatkan

ketakutan, ketegangan dan kehawatiran serta umumnya dihubungkan

dengan antisipasi adanya suatu ancaman.

56
57

You might also like