You are on page 1of 42

BAB I

KONSEP DASAR

A. Definisi

Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer Arif, 1999,

hal : 492)

Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan

mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999, hal : 181).

Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa

lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal : 138).

Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Gastritis akut

Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah

gastritis akut erosif.

Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut

dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang

terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis.

2. Gastritis kronis

Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa

lambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal : 101).

Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa

lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung

jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan

1
2

Suddart, 2000, hal : 188).

Dari ketiga definisi, penulis dapat menyimpulkan gastritis adalah

inflamasi atau peradangan pada dinding lambung terutama pada mukosa

lambung dapat bersifat akut dan kronik.

B. Etiologi

Penyebab gastritis adalah obat analgetik anti inflamasi terutama aspirin;

bahan kimia, misalnya lisol; merokok; alkohol; stres fisis yang disebabkan

oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal,

kerusakan susunan saraf pusat; refluk usus lambung (Inayah, 2004, hal : 58).

Gastritis juga dapat disebabkan oleh obat-obatan terutama aspirin dan

obat anti inflamasi non steroid (AINS), juga dapat disebabkan oleh gangguan

mikrosirkulasi mukosa lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsis

(Mansjoer, Arif, 1999, hal : 492).

C. Gambaran Klinis

Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan

muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga

perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul

dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan

anamnesa lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan

kimia tertentu.

Pasien dengan gastritis juga disertai dengan pusing, kelemahan dan rasa tidak
3

nyaman pada abdomen (Mansjoer, Arif, 1999, hal : 492-493).

D. Patofisiologi

1. Gastritis Akut

Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia

misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun

asam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf

simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam

klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam

lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.

Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan

sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus,

mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk

memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa

lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya

vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang

memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.

Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl

meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini

ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon

mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi

(pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi

pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya
4

perdarahan.

Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun

dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi

menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.

2. Gastritis Kronis

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini

menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel

dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar

dan metaplasia.

Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap

iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel

desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka

elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung

melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis

maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri.

Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan

lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan

mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.

(Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine, 1999 : 162)

(www.google, penyakit gastritis.com)


5

E. Pathway

0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0200000000050000000c02bf07f60b040000002e011800

1c000000fb021000070000000000bc02000000000102022253797374656d0007f60b00002e950000ac5d110004ee8339f0b3a7040c020

000040000002d01000004000000020101001c000000fb02c4ff0000000000009001000000000440001254696d6573204e657720526f6

d616e0000000000000000000000000000000000040000002d010100050000000902000000020d000000320a36004900010004004900

00003d0cbc0720af2a00040000002d010000030000000000

(Price, Sylvia dan Wilson, Lorrane, 1999 : 162)


6

F. Penatalaksanaan

Pengobatan gastritis meliputi :

1. Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.

2. Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.

3. Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang

lain.

(Soeparman, 1999, hal : 96)

Pada gastritis, penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan :

a. Gastritis akut

- Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol.

- Bila pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung

gizi dianjurkan.

- Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara

parenteral.

- Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk

hemoragi saluran gastromfestinal

- Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.

- Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka

encer.

- Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat

gangren atau perforasi.

- Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi

pilorus.
7

b. Gastritis kronis

- Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan

lunak diberikan sedikit tapi lebih sering.

- Mengurangi stress

- H. Pylori diatasi dengan antiobiotik (seperti tetraciklin ¼,

amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol).

(www.google : penanganan penyakit gastritis.com)

G. Komplikasi

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas.

2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi

vitamin.

(Mansjoer, Arif, 1999, hal : 493)

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk

perdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan /

derajat ulkus jaringan / cedera.

2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk

membedakan diganosa penyebab / sisi lesi.

3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,

mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan

asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus


8

duodenal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster,

dipersekresi berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger-

Ellison.

4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak

dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan

sirkulasi kolatera dan kemungkinan isi perdarahan.

5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah

diduga gastritis.

(Doengoes, 1999, hal : 456)

I. Fokus Pengkajian

1. Aktivitas / Istirahat

Gejala : kelemahan, kelelahan

Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)

2. Sirkulasi

Gejala : - hipotensi (termasuk postural)

- takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)

- kelemahan / nadi perifer lemah

- pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi)

- warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah

kehilangan darah)

- kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat

(menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)

3. Integritas ego
9

Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja),

perasaan tak berdaya.

Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian

menyempit, gemetar, suara gemetar.


10

4. Eliminasi

Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena

perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah yang

berhubungan dengan GI, misal : luka peptik / gaster, gastritis,

bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi /

karakteristik feses.

Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi

Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif

setelah perdarahan. Karakteristik feses : diare, darah warna

gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa,

bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet,

penggunaan antasida).

Haluaran urine : menurun, pekat

5. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga

obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka

duodenal).

Masalah menelan : cegukan

Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual / muntah

Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa

bekuan darah.

Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor

kulit buruk (perdarahan kronis).


11

6. Neurosensi

Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.

Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari

agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan

dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi)

7. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,

perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa

ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak

dan hilang dengan makan (gastritis akut).

Nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke

punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan

antasida (ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau

menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah

makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau

antasida (ulkus duodenal).

Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).

Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-

obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen),

stresor psikologis.

Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,

berkeringat, perhatian menyempit.


12

8. Keamanan

Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA

Tanda : peningkatan suhu

Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis /

hipertensi portal)

9. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung

ASA, alkohol, steroid.

NSAID menyebabkan perdarahan GI.

Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau

diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu

usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama

misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan.

(Doengoes, 1999, hal : 455)

J. Fokus Intervensi

Menurut Doengoes (1999 : 458-466) pada pasien gastritis ditemukan

diagnosa keperawatan :

1. Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan

perdarahan, mual, muntah dan anoreksia.

Intervensi :

a. Catat karakteristik muntah dan / atau drainase

Rasional : membantu dalam membedakan penyebab distres gaster.


13

Kandungan empedu kuning kehijauan menunjukkan bahwa

pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi

usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau

perdarahan arterial akut.

b. Awasi tanda vital

Rasional : perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan

perkiraan kasar kehilangan darah (misal : TD < 90 mmHg,

dan nadi > 110 diduga 25% penurunan volume atau kurang

lebih 1000 ml).

c. Awasi masukan dan haluaran dihubungkan dengan

perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah / cairan

melalui muntah, penghisapan gaster / lavase, dan

defekasi.

Rasional : memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

d. Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan

tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas

untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan.

Rasional : aktivitas / muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal

dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut.

e. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian

antasida

Rasional : mencegah refleks gaster pada aspirasi antasida dimana

dapat menyebabkan komplikasi paru serius.


14

f. Kolaborasi

1) Berikan cairan / darah sesuai indikasi

Rasional : penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia

dan lamanya perdarahan (akut atau kronis)

2) Berikan obat sesuai indikasi

Ranitidin (zantac), nizatidin (acid).

Rasional : penghambat histamin H2 menurunkan produksi asam

gaster.

Antasida (misal : Amphojel, Maalox, Mylanta, Riopan)

Rasional : dapat dighunakan untuk mempertahankan pH gaster

pada tingkat 4,5 atau lebih tinggi untuk menurunkan

risiko perdarahan ulang.

Antiemetik (misal : metoklopramid / reglan, proklorperazine /

campazine)

Rasional : menghilangkan mual dan mencegah muntah.

2. Risiko tinggi kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan

hipovolemia

Intervensi :

a. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing /

sakit kepala

Rasional : perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi

serebral sebagai akibat tekanan darah arteria.

b. Selidiki keluhan nyeri dada


15

Rasional : dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan

penurunan perfusi.

c. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat,

pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah.

Rasional : vasokonstriksi adalah respons simpatis terhadap penurunan

volume sirkulasi dan / atau dapat terjadi sebagai efek

samping pemberian vasopresin.

d. Catat haluaran dan berat jenis urine

Rasional : penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia /

gagal ginjal dimanifestasikan dengan penurunan keluaran

urine.

e. Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba,

nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu

Rasional : nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah

perdarahan akut karena efek bufer darah. Nyeri berat

berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia

sehubungan dengan terapi vasokinstriksi.

f. Observasi kulit untuk pucat, kemerahan, pijat dengan

minyak. Ubah posisi dengan sering

Rasional : gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko

kerusakan kulit.

g. Kolaborasi

1) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi


16

Rasional : mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama

perdarahan akut.

2) Berikan cairan IV sesuai indikasi

Rasional : mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi

3. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status

kesehatan, ancaman kematian, nyeri.

Intervensi :

a. Awasi respons fisiologi misal : takipnea, palpitasi,

pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan.

Rasional : dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien

tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik / status

syok.

b. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan

balik.

Rasional : membuat hubungan terapeutik.

c. Berikan informasi akurat

Rasional : melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan

ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.

d. Berikan lingkungan tenang untuk istirahat

Rasional : memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan

relaksasi, dapat meningkatkan ketrampilan koping.

e. Dorong orang terekat tinggal dengan pasien


17

Rasional : membantu menurunkan takut melalui pengalaman

menakutkan menjadi seorang diri.


18

f. Tunjukkan teknik relaksasi

Rasional : belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takut

dan ansietas.

4. Nyeri (akut / kronis) berhubungan dengan luka bakar kimia pada

mukosa gaster, rongga oral, iritasi lambung.

Intervensi :

Respons fisik misalnya : refleks spasme otot pada dinding perut.

Intervensi :

a. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi,

lamanya, intensitas (skala 0-10)

Rasional : nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan

dengan gejala nyeri pasien sebelumnya, dimana dapat

membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya

komplikasi.

b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan

atau menurunkan nyeri

Rasional : membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

c. Berikan makanan sedikit tapi sering

sesuai indikasi untuk pasien

Rasional : makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga

menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah

distensi dan haluaran gastrin.

d. Bantu latihan rentang gerak aktif /


19

pasif

Rasional : menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri /

ketidaknyamanan.

e. Berikan perawatan oral sering dan

tindakan kenyamanan, misal : pijatan

punggung, perubahan posisi

Rasional : nafas bau karena tertahannya sekret mulut menimbulkan tak

nafsu makan dan dapat meningkatkan mual.

f. Kolaborasi

1) Berikan obat sesuai indikasi, misal :

Antasida

Rasional : menurunkan keasaman gaster dengan absorbsi atau

dengan menetralisir kimia.

Antikolinergik (misal : belladonna, atropin)

Rasional : diberikan pada waktu tidur untuk menurunkan motilitas

gaster, menekan produksi asam, memperlambat

pengosongan gaster, dan menghilangkan nyeri nokturnal

sehubungan

Menurut Carpenito (1999 : 204, 259) pada pasien gastritis ditemukan

diagnosa keperawatan :

1. Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan
20

mual, muntah dan

anoreksia sekunder akibat

peningkatan produksi HCl

(asam lambung).

Intervensi :

a. Timbang berat

badan sesuai

indikasi

Rasional : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah

pemberian nutrisi.

b. Aukultasi

bising usus

Rasional : membantu dalam menentukan respon untuk makan atau

berkembangnya komplikasi.

c. Berikan

makanan

dalam jumlah

kecil dan

dalam waktu

yang sering

dan teratur

Rasional : meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien

terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan


21

kerjasama pasien saat makan.

d. Tentukan

makanan yang

tidak

membentuk

gas

Rasional : dapat mempengaruhi nafsu makan / pencernaan dan

membatasi masukan nutrisi.

2. Resti infeksi berhubungan

dengan daya tahan

penjamu sekunder akibat

anemia.

Intervensi :

a. Pantau suhu

tubuh secara

teratur

Rasional : mengidentifikasi perkembangan sepsis yang selanjutnya

memerlukan evaluasi / tindakan segera.

b. Observasi

daerah kulit

Rasional : deteksi dini perkembangan infeksi.

c. Berikan
22

perawatan

aseptik dan

antiseptik,

pertahankan

teknik cuci

tangan

Rasional : menghindari infeksi nosokomial

d. Batasi

pengunjung

yang dapat

menularkan

infeksi

Rasional : menurunkan pemejanan terhadap pembawa kuman

penyebab infeksi.

e. Beri antibiotik

sesuai indikasi

Rasional : mencegah infeksi luka dengan ulkus gaster.


BAB II

RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 Januari 2008 jam

09.00 di Ruang Ar-Rizal RSI Sultan Agung Semarang. Dengan identitas klien

nama Tn. S, umur 35 tahun, pendidikan tamat SMA, agama Islam, alamat :

Genuksari Semarang, pekerjaan sebagai karyawan, suku bangsa Indonesia,

tanggal masuk 07 Januari 2008, No. RM : 101.8680 dengan Dx medis

Gastritis. Penanggung jawab Jamsostek, alamat Kaligawe.

1. Riwayat Keperawatan

Meliputi keluhan utama dengan data subjektif klien mengeluh

pusing dan perut (ulu hati) terasa perih dan panas. P : klien terlihat

meringis saat epigastrium ditekan, Q : nyeri seperti diremas-remas, R : di

ulu hati / epigastrium, S : skala 7 (skala nyeri 0 – 10), T : nyeri hilang

timbul saat epigastrium ditekan.

Status kesehatan saat ini : pada tanggal 7 Januari 2008 klien dibawa

ke IGD RSI Sultan Agung Semarang dengan keluhan I minggu yang lalu

perutnya terasa perih, panas dan muntah, TD : 110/80 mmHg, N : 120

x/menit, S : 36oC, RR : 22 x/menit, dengan kesadaran composmentis.

Klien mendapat pertolongan pertama dengan infus RL 20 tpm kemudian

klien mendapat perawatan di ruang Ar-Rizal.

Riwayat kesehatan lalu : klien mengatakan bahwa pernah dirawat

di RSI Sultan Agung Semarang dengan penyakit yang sama (gastritis),


24

klien tidak mempunyai penyakit keturunan (DM, Hipertensi), maupun

penyakit menular.

Riwayat kesehatan keluarga : klien mengatakan tidak ada anggota

keluarga yang mempunyai penyakit seperti yang diderita klien dan tidak

ada yang mempunyai penyakit menular atau keturunan (DM, Hipertensi).

2. Data Pola Kebutuhan Biologis

Kebutuhan nutrisi : sebelum sakit : klien mengatakan makan 3X

sehari dengan komposisi nasi, lauk dan sayur. Makan selalu habis dalam 1

porsi. Klien mengatakan tidak mempunyai pantangan terhadap makanan,

klien minum 6-7 gelas jenis air putih setiap hari.

Selama sakit : klien mengatakan pagi ini klien makan bubur habis 1

porsi (makanan dari rumah sakit : nasi tim, sayur dan lauk pauk tidak

dimakan). Klien minum air putih habis 5-6 gelas / hari.

Kebutuhan eliminasi : sebelum sakit : klien mengatakan BAB 1 X

sehari pada waktu pagi dengan konsistensi lembek, warna kuning, bau

khas dan tidak ada keluhan dalam BAB. Klien BAK ± 2-6 X sehari dengan

warna kuning, bau khas, dan klien tidak ada kesulitan dalam BAK. Selama

sakit : klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien BAB dengan

frekuensi 1 X sehari, konsistensi keras (berbentuk bulat-bulat kecil), warna

hitam, bau khas dan klien mengeluh sulit untuk BAB. Untuk eliminasi

BAK nya, klien mengatakan BAK dengan frekuensi 5-6 X sehari warna

kekuningan, bau khas dan tidak ada keluhan dalam BAK.

Kebutuhan istirahat dan tidur : sebelum sakit : klien mengatakan


tidur malam mulai pukul 22.00 dan bangun pukul 05.00 WIB. Klien jarang

tidur siang. Selama sakit : klien mengatakan tidur malam mulai pukul

21.00, kalau malam sering terbangun karena suasana yang panas, klien

bangun pukul 06.00 WIB.

Kebutuhan aktivitas dan latihan : sebelum sakit : klien dapat

melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain maupun alat

bantu. Selama sakit : klien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari-

hari sesuai kemampuan, klien ke kamar mandi dibantu oleh keluarga, klien

tidak mengalami kesulitan dalam melakukan personal hygiene, klien

mengatakan lebih banyak berbaring di tempat tidur karena perut terasa

sakit saat bergerak.

Persepsi klien terhadap penyakitnya, hal yang dipikirkan klien

terhadap penyakitnya adalah penyakit jantung karena di ulu hati terasa

perih, panas dan kemeng-kemeng, klien terlihat bingung terhadap penyakit

yang dideritanya sekarang. Dan yang dipikirkan klien saat ini adalah

kesembuhan klien.

3. Pengkajian Fisik dan Pola Fungsi

KU : lemah, kesadaran composmentis. Kepala : bentuk mesocepal,

bersih tidak ada lesi. Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, fungsi

penglihatan baik. Hidung : bentuk simetris tidak ada polip, tidak ada

keluhan dan kelainan pada hidung. Telinga : bentuk simetris, tidak

menggunakan alat bantu pendengaran. Leher : tidak terdapat pembesaran

tiroid. Mulut : bibir tampak kering dengan gigi bersih, tidak ada

perdarahan dan pembengkakan gusi. Abdomen : 1 : simetris, datar, Au


26

: peristaltik ± 4 x/mnt, Pa : adanya nyeri tekan pada abdomen (ulu hati), Pe

: tympani. Paru : 1 : simetris Pa : teraba gerakan takstil premitus sama, Pe :

sonor, Au : vesikuler. Jantung : 1 : ictus cordis tidak tampak, Pa : ictus

cordis teraba, ICS 5 Pe : pekak, Au : terdengar suara murni 1, 2.

Muskuloskeletal : ekstremitas atas, klien terpasang infus RL 20 tpm pada

tangan kiri, tidak terdapat oedem, ekstremitas bawah : tidak terdapat

oedem.

4. Data Penunjang

Data laboratorium tanggal 10 Januari 2008, WBC : 9,51 . 103 µ/l

(4,00 – 10,00), RBC : 5,39 . 106 µ/l (3,50 – 5,50), HGB : 14,3 g/dl (11,0 –

16,0), HCT : 42,8% (37,0 – 50,0), MCV : 79,4 fl (80,0 – 50,0), MCH :

26,5 pg (27,0 – 100,0), MCHC : 33,0 g/dm (32,0 – 31,0), RDW : 12,9%

(1,5 – 36,0), PLT : 207 . 103µ/l (150 – 450), MPV : 7,0 fl (7,0 – 11,0),

PDW : 16,1 (15,0 – 17,0). Therapy yang diberikan tanggal 13 Januari

2008, infus RL 20 tpm, injeksi cefo 1 gr, obat oral : Ranitidine 2 x 1 mg,

antasid 3 x 500 mg.

B. Analisa Data

Pada pengkajian analisa data yang dilakukan pada tanggal 10 Januari

2008 jam 09.00 wib pada Tn. S umur 35 tahun di ruang Ar-Rizal dengan No.

RM : 101 8680 ditemukan data-data fokus sebagai berikut : untuk data yang

pertama adalah data subjektif : klien mengatakan pusing (nggliyeng) dan perut

terasa perih dan panas. Klien mengatakan perut terasa sakit saat bergerak, dan
untuk data objektif : Ku : lemah, kesadaran composmentis, TD : 110/80

mmHg, N : 120 x/menit, S : 36oC, RR : 22 x/mnt. Klien terlihat meringis saat

epigastrium ditekan, P : klien terlihat meringis saat epigastrium ditekan, Q :

nyeri seperti diremas-remas, R : di ulu hati / epigastrium, S : skala nyeri 7

(skala nyeri 0 – 10), T : nyeri hilang timbul dan saat ditekan pada epigastrium,

problem : nyeri, etiologi : inflamasi sekunder akibat adanya luka bakar kimia

pada mukosa gaster.

Data yang kedua data subjektif : klien mengatakan selama dirawat di

rumah sakit BAB dengan frekuensi 1 X sehari, konsistensi keras, klien

mengatakan lebih banyak berbaring di tempat tidur karena perut terasa sakit

saat bergerak, untuk data objektif : pemeriksaan abdomen 1 : simetris Pa :

teraba keras di perut sebelah kiri bawah, Pe : tympani, Au : peristaltik ± 4

x/mnt, problem : konstipasi , Etiologi : kurangnya aktivitas.

Data yang ketiga data subjektif : klien mengatakan ia sakit jantung karena di

ulu hati terasa perih, panas dan kemeng-kemeng dan untuk data objektif klien

terlihat bingung terhadap penyakit yang dideritanya sekarang, problem :

kurang pengetahuan, etiologi : kurang informasi.

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul :

Diagnosa yang pertama : nyeri b.d inflamasi sekunder adanya luka

bakar kimia pada mukosa gaster, diagnosa yang kedua : konstipasi b.d

kurangnya aktivitas, diagnosa yang ketiga : kurang pengetahuan b.d kurang

informasi.
28

D. Intervensi Keperawatan

Pada rencana keperawatan yang dilakukan tanggal 10 Januari 2008

jam 09.00 wib pada Tn. S umur 35 tahun di ruang Ar-Rizal No. RM : 101

8680, untuk diagnosa yang pertama dengan tujuan dan kriteria hasil : Setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien mengatakan nyeri

berkurang dengan kriteria hasil : skala nyeri dari 7 menjadi 5, klien tidak

mengeluh nyeri atau mengatakan nyeri berkurang. Untuk intervensi atau

rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah : kaji skala nyeri, ukur TTV,

ajarkan teknik relaksasi dengan nafas dalam, ajarkan teknik distraksi dengan

mengajak berbincang-bincang, kolaborasi dalam pemberian obat (ulsikur).

Untuk diagnosa yang kedua dengan tujuan dan kriteria hasil : setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien mengatakan tidak

konstipasi dengan kriteria hasil : melaporkan eliminasi yang membaik dengan

konsistensi lunak, klien tidak mengeluh sulit BAB, untuk intervensi atau

rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah : ajarkan alih baring setiap 2

jam sekali, anjurkan pada klien untuk minum banyak (10-12 gelas),

menganjurkan pada klien untuk makan tinggi serat (pepaya), kolaborasi

pemberian obat laksatif.

Untuk diagnosa yang ketiga dengan tujuan dan kriteria hasil : setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien mengatakan tahu

tentang penyakitnya dengan kriteria hasil klien tahu tentang penyakitnya,

untuk intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah : kaji

tingkat pengetahuan tentang penyakitnya. Berikan pendidikan kesehatan


tentang penyakitnya, motivasi klien untuk melakukan anjuran dalam

pendidikan kesehatan, beri kesempatan untuk klien bertanya tentang

penyakitnya.

E. Implementasi

Pada implementasi dilakukan pada tanggal 10 Januari 2008 jam 09.00

wib pada Tn. S umur 35 tahun di ruang Ar-Rizal dengan No. RM : 101 8680,

implementasi yang dilakukan sebagai berikut : untuk diagnosa yang pertama

mengkaji skala nyeri dengan respon klien meliputi : subjektif : klien

mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3 (skala nyeri 0-10). Objektif

: klien terlihat rileks. Mengukur TTV dengan respon klien meliputi : subjektif

: tidak ada. Respon objektif : terukur TD : 120/90 /90 mmHg, N : 88 x/mnt, S :

36oC, RR : 22x/mnt, mengajarkan teknik relaksasi dengan nafas dalam dengan

respon klien meliputi : subjektif : klien mengatakan mau diajari teknik

relaksasi. Objektif : klien terlihat mendemonstrasikan teknik yang diajarkan.

Pada diagnosa kedua mengajarkan alih baring (untuk dilakukan klien

setiap 2 jam sekali) dengan respon klien meliputi subjektif : klien mengatakan

mau untuk melakukan alih baring, objektif : terlihat klien mendemonstrasikan

yang telah diajarkan, menganjurkan klien untuk minum yang banyak (10-12

gelas / hari) dengan respon klien meliputi subjektif : klien mengatakan mau

untuk memperbanyak minum, obyektif : klien terlihat minum air putih,

menganjurkan pada klien untuk makan tinggi serat (pepaya) dengan respon

klien meliputi subjektif : klien mengatakan mau makan makanan berserat,

objektif : klien terlihat makan buah (pepaya), kolaborasi pemberian obat


30

(laksatif) dengan respon klien meliputi subjektif : klien mengatakan mau

dimasukkan obat lewat anus, objektif : terlihat obat laksatif dimasukkan.

Pada diagnosa ketiga mengkaji tingkat pengetahuan tentang penyakit

yang diderita klien dengan respon klien meliputi subjektif : klien mengatakan

penyakit yang dideritanya adalah penyakit jantung, objektif : klien terlihat

bingung / tidak tahu.

Pada tanggal 11 Januari 2008 jam 10.30 wib untuk diagnosa pertama

memonitor TTV dengan respon klien meliputi subjektif : tidak ada respon dari

klien, objektif : terukur TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/mnt, S : 36,5oC, RR : 20

x /mnt. Ajarkan teknik distraksi dengan berbincang-bincang dengan respon

klien meliputi subjektif : klien mengatakan mau melakukan teknik yang telah

diajarkan. Objektif : klien terlihat mendemonstrasikan teknik yang telah

diajarkan. Kolaborasi dalam pemberian obat (ulsifur) dengan respon klien

meliputi subjektif : klien mengatakan mau disuntik di bokong, objektif :

terlihat obat ulsifur masuk melalui suntik IM.

Pada diagnosa kedua dilakukan pada tanggal 10 Januari 2008.

Pada diagnosa ketiga memeberikan pendidikan kesehatan tentang

penyakit gastritis dengan respon klien meliputi subjektif : klien mengatakan

mau diberi pendidikan kesehatan tentang penyakit gastritis, objektif : klien

mendengarkan dan memperhatikan pendidikan kesehatan, memberikan

kesempatan kepada klien untuk bertanya dengan respon klien meliputi :

subjektif : klien bertanya tentang penatalaksanaan gastritis, objektif : terlihat

ekspesi ingin tahu. Memotivasi klien untuk melakukan anjuran dalam

pendidikan kesehatan dengan respon klien meliputi : subjektif : klien


mengatakan mau melakukan anjuran yang telah diberikan dalam pendidikan

kesehatan.

F. Evaluasi

Pada evaluasi asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 10 Januari

2008 jam 12.00 wib pada Tn. S umur : 35 tahun di ruang Ar-Rizal dengan

No.RM 101 8680 ditemukan data sebagai berikut : dengan diagnosa yang

pertama dengan catatan perkembangan klien meliputi : subjektif : klien

mengatakan nyeri pada ulu hati berkurang setelah diberikan obat ulsifur

melalui IM, objektif : klien terlihat lemah. Analisa data : masalah teratasi

sebagian, planning : lanjutkan intervensi (mengkaji skala nyeri). Evaluasi jam

16.30 wib meliputi data subjektif : klien mengatakan nyeri pada ulu hati masih

terasa, objektif : klien terlihat lemah. Analisa data : masalah teratasi sebagian,

planning : lanjutkan intervensi (mengkaji skala nyeri).

Pada diagnosa yang kedua meliputi subjektif : klien mengatakan mau

melakukan anjuran yang diberikan agar dapat BAB dengan normal, objektif :

klien terlihat mendemonstrasikan yang telah diajarkan. Analisa data : masalah

belum teratasi, planning : ulangi intervensi (menganjurkan pada klien untuk

makan tinggi serat).

Pada diagnosa yang ketiga meliputi subjektif : klien mengatakan

belum tahu penyakit yang diderita sekarang, objektif : klien terlihat bingung /

cemas. Analisa data : masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi

(berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit gastritis, berikan kesempatan

klien untuk bertanya, motivasi klien untuk bertanya).


32

Pada evaluasi asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 11 Januari

2008 jam 09.00 pada diagnosa pertama meliputi subjektif : klien mengatakan

nyeri berkurang dari skala 7 menjadi 3 (skala nyeri 0-10), objektif : klien

terlihat rileks dan segar. Analisa data : masalah teratasi planning : pertahankan

intervensi.

Pada diagnosa yang kedua meliputi : subjektif : klien mengatakan pagi

ini belum BAB, objektif : teraba keras pada perut sebelah kiri bagian bawah.

Analisa data : masalah belum teratasi, planning : ulangi intervensi

(menganjurkan pada klien untuk makan tingi serat). Untuk evaluasi jam 13.00

wib, meliputi subjektif : klien mengatakan sudah bisa BAB dengan konsistensi

lunak, tapi jumlahnya masih sedikit dan klien mengeluh perut terasa penuh,

objektif : klien terlihat rileks. Analisa data : masalah teratasi, planning :

pertahankan intervensi.

Pada diagnosa yang ketiga meliputi : subjektif : klien mengatakan

memahami pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien. Objektif : klien

terlihat tenang. Analisa data : masalah teratasi. Planning : pertahankan

intervensi.
BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan klien dengan

gastritis pada Tn. S di ruang Ar-Rizal Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang,

selama tiga hari. Dalam melakukan asuhan keperawatan ini, penulis sangat

memperhatikan tahapan proses keperawatan, yang meliputi : pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. Selama memberikan asuhan

keperawatan tersebut masalah yang timbul adalah :

1. Nyeri Berhubungan dengan Adanya Luka Bakar pada Mukosa Gaster

Nyeri akut adalah keadaan dimana individu mengalami dan

melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak

menyenangkan selama enam bulan atau kurang. Dengan batasan karakteristik

mayor : komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang

dideskripsikan dan minornya adalah mengatupkan rahang atau pergelangan

tangan, perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya,

agitasi, ansietas, peka terhadap rangsang, menggosok bagian yang nyeri,

mengorok, postur tidak biasanya (lutut ke abdomen), ketidakaktifan atau

imobilitas, masalah dengan konsentrasi, perubahan pada pola tidur, rasa takut

mengalami cedera ulang, menarik bila disentuh, mata terbuka lebar atau

sangat tajam, gambaran kurus, mual dan muntah. (Carpenito, L.J., 2000, hal :

45)
34

Pada Tn. S telah ditemukan data-data yaitu Tn.S mengatakan nyeri

pada ulu hati (epigastrium), nyeri seperti diremas-remas, dengan skala nyeri 7

(skala nyeri 0 – 10), nyeri hilang timbul dan saat ditekan pada epigastrium,

data tersebut adalah sebagai batasan karakteristik subjektif serta ditemukan

data klien terlihat meringis saat epigastrium ditekan, tekanan darah : 110/80

mmHg, nadi : 120 x/menit, suhu : 36oC, pernafasan : 22 x /menit.

Penulis menegakkan diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan

inflamasi sekunder akibat adanya luka bakar kimia pada mukosa gaster,

penulis rasa kurang tepat karena berdasarkan Carpenito diagnosa yang tepat

adalah nyeri berhubungan dengan mual, muntah akibat peningkatan produksi

HCl.

Etiologi dari problem pada Tn. S dengan gastritis, nyeri berhubungan

dengan mual, muntah akibat peningkatan produksi HCl dimana nyeri pada Tn.

S disebabkan adanya tanda-tanda inflamasi pada mukosa gaster seperti :

pusing, nyeri epigastrium, rasa tidak nyaman pada abdomen (perut terasa

perih, panas dan muntah-muntah). Menurut Mansjoer Arief (1999), tanda dan

gejala gastritis adalah nyeri epigastrium, mual, muntah, kembung, pusing,

kelemahan, jadi etiologi di atas penulis angkat karena mengarah pada teori

tersebut.

Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri berhubungan dengan mual,

muntah akibat peningkatan produksi HCl sebagai prioritas utama karena

menurut triage konsep nyeri merupakan ancaman dan pada hiererki Maslow

nyeri adalah kebutuhan fisiologi yang harus dipenuhi.


Untuk mengatasi nyeri berhubungan dengan mual, muntah akibat

peningkatan produksi HCl, penulis menyusun rencana asuhan keperawatan

yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri sehingga klien

bisa mengatasi nyerinya sendiri, yaitu : kaji skala nyeri, dengan mengkaji

skala nyeri penulis dapat mengetahui klien berada dalam rentang respon yang

mana dan dapat menentukan kualitas dari nyeri, baik nyeri ringan, sedang dan

tidak tertahankan. Sehingga penulis mempunyai pedoman dalam

melaksanakan tindakan menangani nyeri klien. Apabila skala nyeri tidak

dilakukan maka penulis tidak akan mengetahui kualitas nyerinya. Pengukuran

skala nyeri (0-10) yaitu dengan batasan 0 : tidak nyeri, 1 – 2 : agak nyeri, 3 – 4

: nyeri ringan, 5 – 6 : nyeri sedang, 7 – 9 : nyeri, 10 : nyeri tidak dapat ditahan.

Ukur atau monitor tanda-tanda vital, dengan mengukur atau memonitor tanda-

tanda vital diharapkan untuk mengetahui kondisi atau keadaan umum klien,

untuk mendapatkan data yang valid dan pada keadaan nyeri biasanya

didapatkan tanda-tanda vital yang meningkat. Ajarkan teknik relaksasi dengan

nafas dalam. Dengan pengambilan nafas dalam akan terjadi peregangan otot

pernafasan yang memperlancar sirkulasi darah dan oksigen ke seluruh tubuh

serta menekan pusat nyeri di hipotalamus. Ajarkan teknik relaksasi dengan

mengajak berbincang-bincang atau mengobrol dengan pasien lain dalam satu

kamar, dengan mengobrol dapat mengalihkan perhatian terhadap nyeri

kepada aktivitas lain yang sedang dilakukan. Kolaborasi pemberian obat anti

nyeri atau analgetik, obat-obatan analgetik dapat membantu menekan atau

mengurangi nyeri di pusat hipotalamus dan perlu dilakukan kolaborasi karena


36

yang berhak memberikan resp obat adalah dokter.

(Doengeoes, 1999)

Penulis dapat melakukan semua rencana yang telah disusun karena

adanya kerjasama antara penulis dan klien. Dalam pelaksanaan rencana

asuhan keperawatan penulis tidak mengalami hambatan karena klien yang

kooperatif dan perawat ruangan yang mau bekerja sama.

Setelah dilakukannya beberapa rencana asuhan keperawatan dapat

dievaluasi diagnosa nyeri berhubungan dengan inflamamsi sekunder akibat

adanya luka bakar kimia pada mukosa gaster telah teratasi dengan alasan

bahwa klien mengatakan nyerinya berkurang dari skala nyeri 7 menjadi 3,

klien terlihat lebih segar dan rileks.

2. Konstipasi Berhubungan dengan Kurangnya Aktivitas

Konstipasi adalah keadaan dimana individu mengalami statis usus

besar yang mengakibatkan eliminasi jarang dan / atau keras, feses kering.

Batasan karakteristik mayornya yaitu feses keras dan berbentuk, efekasi

kurang dari tiga kali dalam seminggu. Sedangkan batasan karakteristik minor :

penurunan bising usus, mengeluh perasaan rektal tekanan pada rektum,

mengejan dan nyeri ada saat defekasi. (Carpenito, L.J., 2001, hal : 72).

Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. S ditemukan data-data klien

mengeluh sulit BAB, 1 X sehari dengan konsistensi keras (berbentuk bulat-

bulat) dan klien mengatakan lebih banyak berbaring di tempat tidur karena

perut terasa sakit saat bergerak, data tersebut merupakan data subjektif dan
data objektifnya adalah saat dilakukan pemeriksaan abdomen dengan palpasi

teraba keras di perut sebelah kiri bagian bawah dan terlihat klien berbaring di

tempat tidur. Serta penulis menemukan data peristaltik klien 4 x/menit.

Dalam pembahasan masalah konstipasi berhubungan dengan

kurangnya aktivitas, ditemukan data dalam pengkajian yang belum penulis

dokumentasikan dalam analisa data yaitu data objektif : penampilan umum

klien lemah.

Diagnosa konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas, penulis

rasa kurang tepat, karena berdasarkan carpenito, rumusan diagnosa yang tepat

yaitu konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder akibat

kurang latihan.

Etiologi masalah keperawatan konstipasi adalah penurunan peristaltik

akibat dari kurangnya latihan. Etiologi ini penulis ambil karena adanya data

penampilan umum klien lemah, klien lebih banyak berbaring di tempat tidur,

dan perut terasa sakit saat bergerak.

Penulis memprioritaskan diagnosa konstipasi berhubungan dengan

penurunan peristaltik sekunder akibat kurangnya latihan sebagai prioritas

kedua, karena masalah konstipasi dapat mengakibatkan klien merasa tidak

nyaman jika tidak segera diatasi. Jadi masalah konstipasi merupakan prioritas

kedua setelah masalah nyeri. Karena setelah masalah nyeri teratasi pada Tn. S,

Tn.S tidak merasa sakit pada perut saat bergerak dan dengan sendirinya

aktivitas klien akan meningkat serta peristaltik klien juga meningkat.

Untuk mengatasi konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik


38

sekunder akibat kurang latihan, penulis menyusun rencana asuhan

keperawatan yang bertujuan agar BAB klien normal yaitu : ajarkan alih baring

setiap 2 jam sekali, untuk meningkatkan aktivitas klien diharapkan dalam 2

jam klien merasa cukup untuk istirahat. Anjurkan pada klien untuk minum

yang banyak (10-12 gelas), karena cairan dapat bertindak sebagai stimulus

usus dan sebanyak 10-12 gelas dengan ukuran gelas belimbing, sedangkan

untuk kesehatan sebaiknya orang minum 2000 – 2500 ml / hari. Kolaborasi

pemberian obat laksatif, laksatif digunakan sebagai pembersih makanan atau

kalori tubuh oleh klien.

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada diagnosa konstipasi

berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder akibat kurang latihan,

penulis mengalami hambatan karena dari tiga intervensi, dua intervensi yang

penulis lakukan. Intervensi kolaborasi pemberian obat laksatif dari dokter dan

dari rasional penggunaan laksatif adalah sebagai pembersih makanan atau

kalori tubuh oleh klien. Penggunaan laksatif penulis hindari karena

penggunaannya akan berakibat buruk, pada klien gastritis terjadi peradangan

atau pengikisan mukosa gaster dan gangguan pada kebutuhan nutrisi.

Sedangkan obat laksatif akan bekerja sebagai pembersih makanan / kalori

tubuh oleh klien sehingga akan memperberat keadaan mukosa lambung

(gaster).

Evaluasi dari rencana keperawatan yang telah penulis lakukan untuk

mengatasi diagnosa konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik

sekunder akibat kurang latihan telah diatasi sebagian karena klien terlihat
sedikit mengeluh perut terasa penuh. Untuk masalah konstipasi ini penulis

telah mendelegasikan intervensi yang telah disusun kepada perawat ruangan.

3. Kurang Pengetahuan tentang Gastritis Berhubungan dengan Kurangnya

Informasi

Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang indivisu

atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan-

ketrampilan psikomotorik berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan,

dengan batasan karakteristik mayor : mengungkapkan kurang pengetahuan

atau ketrampilan-ketrampilan permintaan informasi, mengekspresikan suatu

ketidakakuratan persepsi status kesehatan, melakukan dengan tidak tepat

perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan. Sedangkan batasan

karakteristik minornya yaitu kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke

dalam aktivitas sehari-hari, memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan

psikologis (misal : ansietas, depresi) mengakibatkan kesalahan informasi atau

kurang informasi (Carpenito, L.J., 2001).

Pada Tn. S ditemukan data-data : klien mengatakan belum tahu tentang

penyakit gastritis dan ditemukan juga data objektif : klien terlihat bingung

terhadap penyakit yang dideritanya sekarang. Didapatkan juga data dari

pengkajian yaitu diagnosa medis gastritis.

Diagnosis kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi, penulis rasa kurang tepat, karena melihat teori yang ada di

Carpenito yaitu kurang pengetahuan tidak menunjukkan respons, perubahan


40

atau disfungsi manusia tetapi lebuh sebagai etiologi atau faktor penunjang.

Yang tepat adalah resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan

pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan (carpenito,

2000).

Etiologi masalah keperawatan resiko tinggi terhadap kerusakan

penatalaksanaan pemeliharaan di rumah adalah kurangnya pengetahuan.

Etiologi ini penulis ambil karena adanya data klien mengatakan klien sedang

sakit jantung karena di ulu hati (epigastrium) terasa perih, panas dan kemeng-

kemeng serta klien terlihat bingung sedangkan penulis mendapatkan data dari

CM klien, tertulis diagnosa medis gastritis.

Penulis memprioritaskan diagnosa resiko tinggi terhadap kerusakan

penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang

pengetahuan resiko, tetapi apabila masalah resiko tinggi terhadap kerusakan

penatalaksanaan pemeliharaan di rumah tidak segera ditangani akan menjadi

masalah yang aktual.

Untuk mengatasi resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan

pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan penulis

tentang penyakitnya yaitu kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya,

dengan mengkaji tingkat pengetahuan klien dapat diketahui sejauhmana klien

mengenal masalah penyakitnya. Pendidikan kesehatan tentang penyakitnya,

untuk menambah dan memperjelas informasi yang sudah klien dapatkan.

Motivasi klien untuk melakukan anjuran dalam penkes, dengan mematuhi

anjuran dalam penkes akan mempercepat kesembuhan klien. Beri kesempatan


kepada klien untuk bertanya tentang penyakitnya, dengan memberi

kesempatan bertanya dapat memberi pengetahuan dasar dimana klien dapat

membuat pilihan informasi atau keputusan tentang masa depan dan kontrol

masalah kesehatan.

Dalam melaksanakan rencana yang telah penulis susun, penulis tidak

menemui adanya hambatan yang mempersulit. Semua intervensi dapat penulis

laksanakan karena klien dan keluarga yang kooperatif dan bisa bekerjasama.

Setelah dilakukannya beberapa rencana asuhan keperawatan dapat dievaluasi

diagnosa resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di

rumah berhubungan dengan klien mengatakan memahami pendidikan

kesehatan yang telah diberikan dan klien sudah tenang karena sudah tahu

tentang penyakit yang dideritanya.


42

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jilid I, FKUI, Jakarta.

Hadi, Soejono, 1999, Gastroenterologi, penerbit Alumni, Bandung.

Reevest, Charlene. J., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, edisi 1, Salemba


Medika, Jakarta.

Soeparman, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI, Jakarta.

Brunner dan Suddart, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Inayah, Iin, 2004, Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan, edisi I, Salemba Medika, Jakarta.

www. Google.Penanganan Penyakit gastritis.com

Doengoes, Marylin E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall., 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 8, Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

You might also like