You are on page 1of 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA Hiperemesis Gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur

kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat dimana segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala penyakit apendisitis, pielititis, dan sebagainya (Sarwono, 2010). Hiperemesis Gravidarum dapat pula didefinisikan sebagai muntah yang cukup berat sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan, dehidrasi, kehilangan asam klorida yang menyebabkan terjadinya alkalosis dan hipokalemia.Asidosis dapat terjadi akibat kelaparan. Pada beberapa wanita, dapat terjadi transient hepatic dysfunction. (Cunningham, 2010) Mual dan muntah mempengaruhi hingga >50% kehamilan. Kebanyakan perempuan mampu mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi dengan diet, dan simptom akan teratasi hingga akhir trisemester pertama. Penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan erat hubungannya dengan endokrin, biokimiawi dan psikologis. (Sarwono, 2010)

Klasifikasi (Sarwono, 2010) Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu : 1. Tingkat I Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali permenit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin sedikit tetapi masih normal. 2. Tingkat II Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin dan berat badan cepat menurun. 3. Tingkat III Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam urin Patofisiologi (Ogunyemi, 2013) Dasar terjadinya hiperemesis gravidarum masih kontroversial hingga saat ini. Namun, kemungkinan terjadinya disebabkan oleh interaksi kompleks faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya. Beberapa teori yang diusulkan saat ini adalah sebagai berikut : 1. Perubahan hormonal Wanita dengan hiperemesis gravidarum sering memiliki kadar hCG yang tinggi sehingga dapat menyebabkan transient hyperthyroidism. Secara fisiologis, hCG merangsang reseptor thyroid-stimulating hormone (TSH) dan umumnya meningkat pada trisemester pertama sehingga pada beberapa wanita dengan hiperemesis gravidarum dapat memiliki gambaran klinis hipertiroid. Telah ditemukan suatu korelasi positif antara peningkatan serum hCG dan T4 bebas, dan mual yang terjadi dapat terkait dengan tingkat stimulasi tiroid. hCG tidak secara langsung terlibat dalam

2.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

terjadinya hiperemesis gravidarum namun melalui kemampuannya merangsang tiroid menstimulasi terjadinya mual. Beberapa penelitian menghubungkan tingginya kadar estradiol dengan tingkat keparahan mual dan muntah pada pasien yang sedang hamil, ketika didapatkan tidak adanya korelasi antara level estrogen dengan tingkat keparahan mual dan muntah pada wanita hamil. Kadar progesteron juga meningkat pada trisemester pertama sehingga menyebabkan penurunan aktivitas otot polos, namun beberapa penelitian gagal menunjukkan hubungan progesteron dengan gejala mual dan muntah pada wanita hamil. Menurut penelitian Lagiou berdasarkan penelitian prospektif pada 209 wanita hamil dengan keluhan mual dan muntah didapatkan tidak ada korelasi gejala klinis tersebut dengan estriol, progesteron atau sex-hormone binding globulin. (13) Disfungsi gastrointestinal Disritmia lambung dapat disebabkan oleh kadar estrogen atau progesteron yang tinggi, penyakit tiroid, kelainan irama vagus dan simpatis, sekresi vasopressin. Umumnya hal ini terjadi pada awal kehamilan. Disfungsi hati Perubahan jumlah lemak Infeksi Vestibular dan Olfaktorius Genetik Penelitian biokimia Psikologis

Diagnosis (Sarwono, 2010) 1. Amenore yang disertai dengan muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu 2. Fungsi vital : nadi meningkat 100x per menit, tekanan darah menurun pada keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma) 3. Fisik : dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi lunak, pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru (livide) 4. Pemeriksaan USG : untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan juga untuk mengetahui kemungkinan adanya kehamilan kembar ataupun kehamilan molahidatidosa. 5. Laboratorium : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, shift to the left, benda keton dan proteinuria 6. Pada keluhan hiperemesis yang berat dan berulang perlu dipikirkan untuk konsultasi psikologi Gejala klinik (Sarwono, 2010) Mulai terjadi pada trisemester pertama. Gejala klinik yang sering dijumpai adalah nausea, muntah, penurunan berat badan, ptialism (salivasi yang berlebihan), tanda-tanda dehidrasi termasuk hipotensi postural dan takikardi. Pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai hiponatremi, hipokalemia, dan peningkatan hematokrit. Hipertiroid dan LFT yang abnormal juga dapat dijumpai. Risiko (Sarwono, 2010) 1. Maternal

Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi nervus ke6, nistagmus, ataksia, kejang. Jika hal ini tidak segera ditangani akan terjadi psikosis Korsakoff (amnesia, menurunannya kemampuan untuk beraktivitas), ataupun kematian. Oleh karena itu, hiperemesis tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan. 2. Fetal Penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR) Manajemen (Sarwono, 2010) 1. Untuk keluhan hiperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit dan membatasi pengunjung 2. Stop makanan peroral 24-48 jam 3. Infus glukosa 10% atau 5% : RL = 2 : 1, 40 tetes per menit 4. Obat a. Vitamin B1,B2, dan B6 masing-masing 50-100 mg/hari/infus b. Vitamin B12 200 ug/hari/infus, vitamin C 200 mg/hari/infus c. Fenobarbital 30 mg I.M 2-3x oer hari atau klorpromazin 25-50 mg/hari d. Antiemetik : prometazin (avopreg) 2 -3 kali 25 mg/hari peroral atau proklorperazin (stemetil) 3 kali 3 mg per hari per oral atau medimer B6 3x 1 hari per oral e. Antasida : asidrin 3x1 tablet per hari per oral atau milanta 3x1 tablet perhari peroral atau magnam 3x1 tablet per hari per oral 5. Diet sebaiknya meminta advis ahli gizi a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini mengandung zat gizi, kecuali vitamin C sehingga hanya diberikan selama beberapa hari b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D c. Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi, kecuali kalsium 6. Rehidrasi dan suplemen vitamin Pilihan cairan adalah normal salin (NaCl 0,9%). Cairan dekstrose tidak boleh diberikan karena tidak mengandung sodium yang cukup untuk mengkoreksi hiponatremia. Suplemen pottasium boleh diberikan secara intravena sebagai tambahan. Suplemen tiamin diberikan secara oral 50 atau 150 mg atau 100 mg dilarutkan ke dalam 100 cc NaCl. Urin output juga harus dimonitor dan perlu dilakukan pemeriksaan dipstik untuk mengetahui terjadinya ketonuria 7. Antiemesis Tidak dijumpai adanya teratogenitas dengan menggunakan dopamin antagonis (metoklopramid, domperidon). Fenotiazin (klorpromazin, proklorperazin), antikolinergik (disiklomin) atau anti histamin H1-reseptor antagonis (prometazin, siklizin). Namun, bila masih tetap tidak memberikan respon, dapat juga digunakan kombinasi kortikosteroid dengan reseptor antagonis 5-Hidrokstriptamin (5-HT3) (ondansetron, sisaprid).

You might also like