You are on page 1of 9

BAB 1 LATAR BELAKANG

Sejarah perkembangan batik kita tidak lepas dari pengaruh masyarakat dahulu, sebagaimana diteliti, batik Indonesia berhubungan erat dengan kerajaan Majapahit. Batik Indonesia mulai berkembang pada abad ke-18 dan 19, yang mula-mulanya berkembang di pulau Jawa. Mulanya batik itu hanya berkembang di lingkungan keraton saja, yang dikerjakan dan digunakan oleh warga di lingkungan keraton saja. Lama-kelaman batik meluas sampai keluar dari lingkungan keraton, yang menjadi pekerjaan wanita rumah tangga untuk mengisi waktu senggang mereka.akhirnya batik yang dulunya hanya digunakan oleh masyarakat keraton, setelah itu meluas dan digunakan oleh seluruh masyarakat. Tahap perkembangan batik di indonesia pun melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama pada zaman majapahi, zaman penyebaran islam, munculnya pembatikan di Indonesia, pembuatan batik diluar jawa, dan sampai batik dikenal oleh dunia internasional. Perwakilan RI di negara anggota Tim Juri (Subsidiary Body), yaitu di Persatuan Emirat Arab, Turki, Estonia, Mexico, Kenya dan Korea Selatan serta UNESCO-Paris, memegang peranan penting dalam memperkenalkan batik secara lebih luas kepada para anggota Subsidiary Body, sehingga mereka lebih seksama mempelajari dokumen nominasi Batik Indonesia. UNESCO mencatat Batik Indonesia dan satu usulan lainnya dari Spanyol merupakan dokumen nominasi terbaik dan dapat dijadikan contoh dalam proses nominasi mata budaya tak-benda di masadatang. UNESCO mengakui bahwa Batik Indonesia mempunyai teknik dan simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal, bayi digendong dengan kain batik bercorak simbol yang membawa keberuntungan, dan yang meninggal ditutup dengan kainbatik. . UNESCO memasukkan Batik Indonesia ke dalam Representative List karena telah memenuhi kriteria, antara lain kaya dengan simbol-simbol dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia.

BAB 2 PEMBAHASAN MASALAH 1. Rumusan Masalah

Untuk lebih memahami tentang pengaruh perubahan sosial akibat budaya batik yang meluas , ada baiknya untuk kita mengkaji lebih dalam lagi tentang asal usul batik itu sendiri. 1.1 Apa itu yang disebut dengan budaya batik Disini kami akan membahas apa yang dimaksud dengan budaya batik itu sendiri. Termasuk pengertian batik, dan jenis jenis batik. 1.2 Bagaimana historis batik itu sendiri Disini kami membahas bagaimana sejarah perkemabangan batik dari zaman ke zaman hingga meluas ke dunia internasional. 1.3 Apa pengaruh batik yang mulai memasuki pasar? Disini kami akan membahas bagaimana pengaruh batik bagi ekonomi indonesia 1.4 bagaimana pengaruh Batik yang memasuki Pasar dan Sumbangsihnya terhadap Perekonomian Nasional 2. Tujuan penulisan

Didalam pembuatan makalah ini, terdapat unsur-unsur tertemtu yang dianggap sangat penting. Selain memberikan gambaran tentang nilai batik, kita juga mengetahui konsep-konsep perubahan sosial masyarakat. Ada pun tujuan penulisan meliputi: 2.1 Makalah ini kami buat sebagai bahan referensi bagi kami selaku mahasiswa 2.2 Mengetahui sejauh manakah peran batik bagi kehidupan sosial masyarakat, sebagai bahan pembelajaran. Serta mengetahui bagaimana batik itu memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia. 2.3 Melalui makalah ini diharapkan agar kita semua mengetahui bahwa batik itu adalah budaya kita yang harus dijaga serta diaplikasikan didalam kehidupan sehari-hari. Selain itu batik juga merupakan ciri khas negara Indonesia. 2.4 mengatahui cara mendayagunakan batik sebagai warisan budaya yang bisa didayagunakan dalam ekonomi indonesia

Bab 3 LANDASAN TEORI Menurut Benedetto Croce (1951) sejarah merupakan rekaman kreasi jiwa manusia di semua bidang baik teioritikal maupun pratikal. Kreasi spiritual ini senantiasa lahir dalam hati dan pikiran manusia yang mengutamakan tindakan dan pembaru agama. Kebudayaan bagi Edward B. Taylor yakni keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercyaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan kemampuan lain yang di dapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Hirschman perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan serta akibat beberapa factor diantaranya yaitu, komunikasi, cara dan pola pikir masyarakat. Faktor internal seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi, dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Max Weber mengatakan akibat daripada sistem gagasan, sistem pengetahuan, sistem kepercayaan yang justru terjadinya perubahan. Dari perubahan tersebut akan timbulnya tatanan masyarakat dari yang semula tradisional agraris menuju ke masyarakat yang lebih modern. Pengaruh perubahan sosial terjadi adanya penerimaan masyarakat pada perubahan sikap masyarakat yang bersangkutan.

BAB 4 Pembahasan 1.1 Apa itu yang disebut dengan budaya batik Kata batik cukup populer dikalangan masyarakat Indonesia khususnya Jawa. Ikhwal orang yang memperkenalkan kata batik dalam dunia International tidak diketahui dengan jelas. Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1705 seorang Belanda bernama Chastelain telah menggunakan istilah batex (batik) dalam laporannya kepada Gubernur Belanda Rijcklof Van Goens (Veldhuisen, 1999: 22). Menurut Hamzuri dalam bukunya yang berjudul Batik Klasik menyatakan bahwa : Batik adalah cara untuk memberi hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan perintang. Zat perintang yang sering digunakan ialah lilin atau malam.kain yang sudah digambar dengan menggunakan malam kemudian diberi warna dengan cara pencelupan.setelah itu malam dihilangkan dengan cara merebus kain. Akhirnya dihasilkan sehelai kain yang disebut batik berupa beragam motif yang mempunyai sifat-sifat khusus (1981: VI). Berdasarkan pengertian batik diatas, dapat dikatakan jika suatu kain mengunakan lilin dan malam dalam pengerjaannya walaupun tidak mempunyai corak batik, sudah dapat dikatakan sebagai kain batik. Sebaliknya, walaupun kain itu bermotif batik, tapi dalam pengerjaannya tidak menggunakan lilin dan malam tidak disebut dengan batik. Mengenai penulisan kata batik menurut Kalinggo Hanggopuro (2002, 1-2) di dalam buku Bathik merupakan Busana Tatanan dan Tuntunan. Ia menuliskan bahwa, para penulis terdahulu menggunakan istilah batik yang sebenarnya ditulis dengan kata batik akan tetapi seharusnya bathik. Hal ini mengacu pada huruf Jawa tha bukan ta dan pemakaian bathik sebagai rangkaian dari titik adalah kurang tepat atau dikatakan salah. 4.2 Sejarah Batik Sejarah perkembangan batik kita tidak lepas dari pengaruh masyarakat dahulu, sebagaimana diteliti, batik Indonesia berhubungan erat dengan kerajaan Majapahit. Batik Indonesia mulai berkembang pada abad ke-18 dan 19, yang mula-mulanya berkembang di pulau Jawa. Mulanya batik itu hanya berkembang di linkungan keraton saja, yang dikerjakan dan digunakan oleh warga di lingkungan keraton saja. Lama-kelaman batik meluas sampai keluar dari lingkungan keraton, yang menjadi pekerjaan wanita rumah tangga untuk mengisi waktu senggang mereka.akhirnya batik yang dulunya hanya digunakan oleh masyarakat keraton, setaelah itu meluas dan digunakan oleh seluruh masyarakat. Berikut ini beberapa tahap perkembangan batik indonesia, yaitu: 1. Zaman Majapahit Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulunggung. Ciri khas batik ini hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Saat berkecamuknya clash antara tentara kolonial Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran Diponegoro, sebagian dari pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur (sekarang bernama Majan). Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan ini desa Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang kiyai yang statusnya tirun-temurun. Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri (peninggalan) dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu. 1. Zaman Penyebaran Islam Perkembangan batik Indonesia selanjutnya berkembang pada masa perkembangan islam ayaitu di daerah Ponorogo. Yang membawa islam kedaerah Ponorogo ini yaitu Raden Kotong (adik Raden

Patah). Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan keraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiringpengiringnya. Di samping itu banyak pula keluarga keraton Solo belajar di pesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni batik keluar dari keraton menuju ke Ponorogo. Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia I yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo 1. Pembatikan di Jakarta Sejak zaman sebelum Perang Dunia I (PD I), Jakarta telah menjadi pusat perdagangan antar daerah di Indonesia. Setelah PD I (saat proses pembatikan cap mulai dikenal), produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pemasaran untuk tekstil dan batik di Jakarta yang terkenal ialah: Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota. Batik-batik produksi daerah Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di Pasar Tanah Abang. Dari sini baru dikirim ke daerahdaerah di luar Jawa. Oleh karena pusat pemasaran batik sebagian besar di Jakarta, khususnya Tanah Abang, dan juga bahan-bahan baku batik diperdagangkan di tempat yang sama, maka timbul pemikiran dari pedagang-pedagang batik itu untuk membuka perusahaan batik di Jakarta. Tempat yang dipilih berdekatan dengan Tanah Abang. Pengusaha-pengusaha batik yang muncul sesudah PD I, terdiri dari bangsa Cina, dan buruh-buruh batiknya didatangkan dari daerah-daerah pembatikan Pekalongan, Yogya, dan Solo. 1. Pembatikan di Luar Jawa Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum PD I, terutama batik-batik produksi Pekalongan, Solo, dan Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal tenun Silungkang dan tenun Plekat. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang. Sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, persediaan batik yang ada pada pedagang batik sudah habis. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia, hubungan antara kedua pulau bertambah sulit. Semua ini akibat blokade-blokade Belanda. Maka pedagang-pedagang batik yang biasa berhubungan dengan pulau Jawa mencari jalan untuk membuat batik sendiri. Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari batik-batik yang dibuat di Jawa, ditirulah pembuatan pola-polanya dan diterapkan pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat batik yang dipakai juga hasil buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, gambir, dammar, dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain; Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim (asal Pekalongan) dan Sutan Razab. 1. Batik Indonesia dikenal oleh dunia internasional Perwakilan RI di negara anggota Tim Juri (Subsidiary Body), yaitu di Persatuan Emirat Arab, Turki, Estonia, Mexico, Kenya dan Korea Selatan serta UNESCO-Paris, memegang peranan penting dalam memperkenalkan batik secara lebih luas kepada para anggota Subsidiary Body, sehingga mereka lebih seksama mempelajari dokumen nominasi Batik Indonesia. UNESCO mencatat Batik Indonesia dan satu usulan lainnya dari Spanyol merupakan dokumen nominasi terbaik dan dapat dijadikan contoh dalam proses nominasi mata budaya tak-benda di masadatang. UNESCO mengakui bahwa Batik Indonesia mempunyai teknik dan simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal, bayi digendong dengan kain batik bercorak simbol yang membawa keberuntungan, dan yang meninggal ditutup dengan kainbatik. UNESCO memasukkan Batik Indonesia ke dalam Representative List karena telah memenuhi

kriteria, antara lain kaya dengan simbol-simbol dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia. Jenis- jenis batik Indonesia meliputi : 1. Batik klasik Batik klasik merupakan suatu karya seni yang bersifat kuno atau tradisi yang memiliki kadar keindahan tinggi. Berkembang pesat dan mencapai puncaknya serta tidak luntur sepanjang masa, karena bermakna filosofis, yaitu mengandung unsur-unsur ajaran hidup yang banyak digunakan khususnya Keindahan batik klasik terletak pada susunan motif, warna, pola dan teknik pembuatannya yang sangat sempurna, motifnya banyak yang menerapkan motif gubahan (slitiran) baik bentuk binatang, batu-batuan, awan, air, tumbuhan, gunung api dan sebagainya (Hamzuri,1981:36). Batik di Indonesia telah mengalami perkembangan desain sebagai akibat dari perpaduan dengan berbagai budaya yang pernah masuk ke Nusantara. Keindahan batik klasik ada 2 macam, yaitu: 1) Keindahan visual, yaitu rasa indah yang diperoleh karena perpaduan yang harmoni dari susunan bentuk dan warna melalui penglihatan panca indera. 2) Keindahan jiwa atau filosofi, yaitu rasa indah yang diperoleh karena susunan arti atau lambang yang membuat gambar sesuai dengan paham yang dimengerti (Susanto, 1980: 179) Batik klasik dibuat untuk mewujudkan nilai-nilai budaya Jawa merupakan batik yang dipengaruhi oleh nilai tradisi Jawa dan didukung oleh kalanga bangsawan karaton Yogyakarta dan Surakarta (Hasanudin, 2001: 21). Dalam budya Jawa, khususnya di lingkungan Karaton, terdapat ketentuan yang menyangkut keluarga raja dan pejabat karaton dalam bertindak, berbicara, dan berpakaian agar sesuai dengan aturan karaton. Karaton memandang perlu untik membuat aturan supaya kedudukan raja tetap kuat dan mutlak. Kehalusan bukan saja dalam bahasa tetapi juga diwujudkan dalambahasa rupa. Memilih kain, menetapkan corak, menggambarkan ragam hias, dan memilih warna terkait dengam tujuan pencapaian tingkatan yang lebih halus, khususnya bagi lingkungan karaton. Ketetapan raja yang menyangkut busana karaton dapat diartikan sebagai perintah untuk meningkatka ketrampilan, kerajinan, dan kehalusandalam tata busana karaton, khususnya kain batik. Salah satu aturan yang melarang pemakaian corak batik tertentu dikeluarkan pada tahun 1769 di Surakarta oleh Paku Buwana III (1749-1788): Menurut Pangageng Sasana Pustaka Karaton Kasunanan Surakarta Gusti Pangeran Haryo Puger antara batik dan upacara adat keduanya salingmelengkapi, karena masyarakat menganganggap batik sudah menjadi satu kesatuan yang yang tidak dapat dipisahkan.turun-temurun dan sudah menjadi kebiasaan yang dianut leh masyarakat, diadopsi dari adat karaton. 1. Batik modern Pada zaman modern ini, pakaian batik sudah banyak mengalami revolusi. Ada banyak sekali design baju batik yang telah mengalami perubahan ke design model baju batik modern untuk dapat mengimbangi fashion. Design lebih indah dan modis mulai dibentuk. Perkembangan batik ini telah mendapat tempat yang baik di masyarakat. Sekarang, orang-orang pergi ke pesta mewah sekalipun telah menggunakan batik sebagai pakaian maupun gaunnya. Bahkan para pejabat Negara, pegawai negeri, siswa sekolahpun di wajibkan untuk memakai seragam batik pada hari-hari tertentu. Supaya budaya batik ini dapat bertahan, maka banyak design model baju batik modern dengan corak baru muncul untuk semakin memperkaya pilihan kepada para konsumen. Dengan menggabungkan konsep tradisional dan modern, batik mampu membuat gebrakan mode di tanah air Indonesia. Dan semoga hal ini terus berlanjut. Bahkan sekarang batik dibuat juga dalam bentuk jaket, sandal, tas, dan masih banyak lagi.

4.3 Batik yang memasuki Pasar dan Sumbangsihnya terhadap Perekonomian Nasional Sejak awal diciptakannya batik telah banyak mengalami perubahan. Pergeseran fungsi dan penggunaan batik turut mendorong ekonomisasi batik. Pada zaman dahulu, untuk menemukan motif batik saja orang harus melakukan semedi. Berbeda dengan sekarang, menemukan motif baru yaitu dengan melihat pasar. Motif seperti apa yang disenangi pasar, maka motif itulah yang akan dibuat. Selain itu, ide, dan nilai-nilai budaya dari batik itu sendiri cenderung pudar. Batik saat ini berlombalomba untuk lebih fashionable. Nilai-nilai artistik dan estetik diutamakan. Nilai-nilai religi, klenik, mulai ditinggalkan. Misalnya saja, motif batik yang digunakan hanya untuk seorang sultan saat ini bisa saja digunakan oleh orang biasa. Motif-motif yang sakral digunakan pada sofa. Tentu saja sudah bergeser dari fungsi sebelumnya. Sekarang, setiap orang bebas menggunakan motif batik mana yang ia sukai tanpa memandang lagi nilai-nilai budaya. Meskipun demikian, melalui moderenisasi batik, batik kini memiliki kekuatan ekonomi yang luar biasa. Perekonomian masyarakat di daerah-daerah sentra produksi batik naik secara signikan.Industri batik mendorong perekonomian nasinal. Berdasarkan data Kementrian Perindustrian, selama tahun 2010 saja konsumen batik telah mencapai angka 72,86 juta jiwa di seluruh Indonesia. Tentu saja belum termasuk konsumen luar negeri. Dari jumlah itu, diketahui bahwa minat masyarakat terhadap batik semakin meningkat. Peningkatan itu terjadi setelah UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009. Meningkatnya minat masyarakat dengan batik seiring dengan kesadaran pelestarian budaya. Masyarakat mulai menyadari betapa pentingnya karya-karya budaya seperti batik setelah insiden pengakuan batik oleh Malaysia beberapa tahun silam. Klaim Malaysia atas batik secara tidak langsung menyadarkan arti penting batik dalam dunia budaya. Sebelum munculnya klaim Malaysia atas batik, masyarakat semakin meninggalkan batik. Batik menjadi sepi peminat, para pengrajin gulung tikar. Batik terkesan formal, norak, sehingga banyak orang merasa tidak percaya diri untuk menggunakannya. Batik memang menjadi kekuatan ekonomi kerakyatan yang baru. Berbagai industri batik dari skala kecil hingga besar bermunculan. Kekuatan ekonomi batik sendiri sudah teruji. Salah satu contoh pengusaha batik yang mengembangkan batiknya dari dulu hingga kini adalah Danarsih Santoso, pengusaha pemiliki usaha batik berlabel Danarhadi. Usaha yang ia dirikan saat ini telah memiliki 10.000 pegawai dengan 20 gerai yang tersebar diseluruh kota-kota besar di Indonesia. Semenjak berhembusnya angin segar dengan adanya pengakuan UNESCO batik berkembang tidak hanya secara hilir. Dari hulu, industri canting juga meningkat tajam. Canting merupakan alat untuk menempelkan malam pada mori. Canting dibuat dari tembaga yang dibuat secara tradisional. Di Pekalongan misalnya, saat ini pengrajin canting sudah mencapai lebih dari 70 pengusaha. Kordinasi antar pengusaha serta minimnya pekerja membuat hambatan tersendiri para pengrajin. Seolah jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober 2009 lalu, UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Sejatinya, inilah tantangan bagi kita untuk mengangkat batik sebagai salah satu pilar ekonomi rakyat. Deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit berbatik ria di masyarakat Indonesia. Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis. Inilah euforia batik. Dengan bahasa lebih bening, euforia batik bakal lebih mendatangkan aura positif bagi pertumbuhan dan pengembangan perekonomian nasional. Bagaimana kinerja ekspor batik nasional? Mari kita lihat realisasi ekspor batik Indonesia selama lima tahun terakhir. Tabel 1: Nilai Ekspor Batik Nasional 2004-2009 Tahun Nilai Ekspor Batik Nasional

2004 US$ 34,41 juta 2005 US$ 12,46 juta 2006 US$ 14,27 juta 2007 US$ 20,89 juta 2008 USS 32,28 juta Triwulan I 2009 US$ 10,86 juta Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009. Realisasi ekspor hingga semester 1 tahun 2009 baru mencapai US$ 10,86 juta. Artinya, baru mencapai 33,64% dibandingkan dengan kinerja ekspor pada 2008. Banyak yang berharap, euforia batik bakal mampu mengerek kinerja ekspor batik nasional. Sehingga pada gilirannya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah menargetkan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) termasuk di dalamnya batik mencapai sekitar US$11,8 miliar pada 2009. Itu sedikit meningkat dibanding proyeksi ekspor tahun 2008 sebesar US$11 miliar. Industri TPT masih menjadi salah satu industri prioritas yang akan dikembangkan karena mampu memberi kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Industri TPT 2006 lalu menyerap 1,2 juta tenaga kerja, tidak termasuk industri kecil dan rumah tangga. Selain itu menyumbang devisa sebesar US$9,45 miliar pada 2006 dan US$10,03 miliar pada 2007. Secara konsisten industri TPT memberi surplus (net ekspor) di atas US$5 miliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan 2009 ekspor TPT mencapai US$11,8 miliar dengan penyerapan 1,62 juta tenaga kerja. Tantangan yang dihadapi industri batik itu antara lain mengenai Sumber Daya Manusia (SDM). Misalnya, generasi pembatik umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga perlu upaya khusus untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik. Masalah lain yang harus diatasi adalah masalah pendanaan, ketenagakerjaan, dan penanganan penyelundupan. Saat ini industri TPT diakui juga menghadapi masalah daya saing terkait usia mesin industri tersebut yang sebagian besar (sekitar 75%) berusia sekitar 20 tahun sehingga membutuhkan peremajaan mesin baru untuk bersaing di pasar internasional dan domestik yang semakin ketat. Dari sisi teknologi, para pengusaha industri batik umumnya belum melakukan perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain batik. Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat hasil stabil satu sama lain. Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku sutera, jumlahnya masih kurang dari permintaan pasar. Selain itu, serat dan benang sutera umumnya masih impor. Dari sisi pemasaran, adalah tantangan dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain dari Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Afrika Selatan dan Polandia. Segi pemasaran batik Indonesia juga belum fokus untuk mengangkat batik Indonesia sebagai high fashion dunia. Terkait masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-motif batik tradisional, belakangan ini banyak ditiru oleh para perajin dari negara-negara lain. Kondisi tersebut terjadi karena usaha perlindungan HKI di negara ini belum maksimal. Dalam kaitan tersebut, sesungguhnya kegiatan dokumentasi motif batik sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, bahkan Departemen Perindustrian telah mendokumentasi sebanyak 2.788 motif batik dan tenun tradisional dalam bentuk CD (Compact Disc).

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Batik merupakan produk budaya Indonesia yang sangat unik dan merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan dan dibudidayakan. Batik juga merupakan salah satu solusi potensial untuk mendongkrak devisa negara melalui revitalisasi industri kecil dan menengah. Hingga kini busana batik digunakan sebagai pakaian yang sangat eksotisatik. Batik telah ada sejak zaman kerajaan Majapahit dan kemudian memperluas tepat di masa kerajaan Mataran, Solo, dan Yogyakarta. Kain batik merupakan kain universal yang terdapat di berbagai negara, walaupun begitu, dunia mengakui bahwa batik berkembang pesat di Indonesia. Batik Indonesia diakui oleh dunia sebagai batik yang betul-betul sempurna keindahannya, baik mengenai desain maupun proses pembuatannya. Namun sepertinya baju Batik yang merupakan produk peradaban dan kebudayaan Nusantara kita sedang hampir mengalami kecolongan. Seni Batik kurang terperhatikan untuk diberdayakan sebagai sumber devisa yang sangat potensial. Jika kondisi ini kita relakan berjalan dengan apa adanya, maka bisa diprediksikan negara kita akan mengalami kerugian yang sangat memprihatinkan. Kerugian tersebut tidak hanya dari segi materi yang mana bisa kita daya gunakan untuk mendongkrak devisa negara melalui sektor pariwisata maupun ekspor-impor. melainkan juga kerugian dari segi keotentikannya sebagai produk peradaban bangsa Indonesia akan terancam semakin samar di mata dunia internasioanal dan lama kelamaan akan luntur ditelan zaman. 5.2 saran Cinta dan penggunaan terhadap produk batik dalam negeri memiliki banyak sisi positif sehingga patut dilakukan. Disarankan pula agar tidak membeli dan menggunakan produk dalam negeri begitu saja, akan lebih baik bila disertai pula dengan rasa cinta tanah air sehingga dapat menjadi sikap nasionalisme yang baik. Dengan demikian semoga kedepannya kita lebih mengenal dan mencintai budaya nasional warisan leluhur kita khususnya batik dalam semua kekreatifan kita dalam semua aktifitas yang kita lakukan agar dapat menjaganya dan berharap supaya masyarakat bisa memahaminya dan terus mempertahankan kesenian ini. Agar kita selalu memilki kesenian yang telah dimilki Indonesia sejak dulu.

You might also like