You are on page 1of 10

1. Indikasi cuci darah Indikasi untuk dialisis pada pasien dengan cedera ginjal akut adalah: 1.

Asidosis metabolik dalam situasi di mana koreksi dengan bikarbonat natrium tidak praktis atau dapat mengakibatkan overload cairan. 2. Kelainan elektrolit, seperti hiperkalemia berat, terutama bila dikombinasikan dengan AKI. 3. Keracunan, yaitu keracunan akut dengan obat dialysable, seperti lithium, atau aspirin. 4. Overload cairan tidak diharapkan untuk merespon pengobatan dengan diuretik. 5. Komplikasi uremia, seperti perikarditis, ensefalopati, atau perdarahan gastrointestinal. 6. Kronis indikasi untuk dialisis: 1. Gejala gagal ginjal 2. Filtrasi glomerulus rendah rate (GFR) (RRT sering dianjurkan untuk dimulai pada GFR kurang dari 10-15 mls/min/1.73m 2). Pada penderita diabetes dialisis dimulai sebelumnya. 3. Kesulitan dalam medis mengendalikan overload cairan, kalium serum, dan / atau fosfor serum saat GFR yang sangat rendah

2. KATETER

Tujuan Kateterisasi Tindakan kateterisasi ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis maupun untuk tujuan terapi. Tindakan diagnosis antara lain adalah: 1. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urine guna pemeriksaan kultur urine. Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya kontaminasi sample urine oleh bakteri komensal yang terdapat di sekitar kulit vulva atau vagina 2. Mengukur residu (sisa) urine yang dikerjakan sesaat setelah pasien miksi 3. Memasukan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi antara lain: sistografi atau pemeriksaan adanya refluks vesiko ureter melalui pemeriksaan voiding cysto urethrography (VCUG) 4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intra vesika 5. Untuk menilai produksi urine pada saat dan setelah operasi besar Tindakan kateterisasi untuk tujuan terapi antara lain:

1. Mengeluarkan urine dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal baik yang disebabkan oleh hyperplasia prostat maupun benda asing (bekuan darah) yang menyumbat uretra. 2. Mengeluarkan urine pada disfungsi buli-buli 3. Diversi urine setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada prostatektomi, vesikolitotomi 4. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra 5. Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau clean intermmitent catheterization 6. Memasukan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik untuk buli-buli. Kateter yang dipasang untuk tujuan diagnostik secepatnya dilepas setelah tujuan selesai, tetapi yang ditujukan untuk terapi tetap dipertahankan hingga tujuan itu terpenuhi. Macam-macam Kateter Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat pemakaian, sisem retaining (pengunci) dan jumlah percabangan. Ukuran Kateter Ukuran kateter dinyatakan dalam skala Cheriares (french). Ukuran ini merupakan ukuran diameter luar kateter 1 Chereiere (Ch) atau 1 French (Fr)=0.33 milimeter, atau1 mm=3 Fr Jadi kateter yang berukuran 18 Fr artinya diameter luar kateter itu adalah 6 mm Kateter yang mempunyai ukuran sama belum tentu mempunyai diameter lumen yang sama karena perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter itu Bahan Kateter Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainles), karet (lateks), lateks dengan lapisan silikon (siliconized) dan silikon. Perbedaan bahan kateter menentukan biokompatibilitas kateter di dalam buli-buli, sehingga akan mempengaruhi pula daya tahan kateter yang terpasang di bulibuli. Bentuk Kateter Straight catheter merupakan kateter yang terbuat dari karet (lateks), bentuknya lurus dan tanpa percabangan. Contoh kateter jenis ini adalah kateter Robinson dan kateter Nelaton

Coude catheter yaitu kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Kateter ini dipakai jika usaha kateterisasi dengan memakai kateter yang berujung lurus mengalami hambatan yaitu pada saat kateter masuk ke uretra pars bulbosa yang berbentuk huruf S, adanya hyperplasia prostat yang sangat besar, atau hambatan akibat sklerosis leher buli-buli. Dengan bentuk ujung yang lengkung dan ramping kateter ini dapat menerobos masuk ke dalam hambatan tadi. Contoh jenis kateter ini adalah kateter Tiemann. Self retaining catheter yaitu kateter yang dapat dipasang menetap dan ditinggalkan di dalam saluran kemih dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dimungkinkan karena ujungnya melebar jika ditinggalkan dalam buli-buli. Kateter jenis ini antara lain adalah kateter Malecot, kateter Pezzer dan kateter Foley Catheter Foley adalah kateter yang dapat ditinggalkan menetap untuk jangka waktu tertentu karena didekat ujungnya terdapat balon yang dikembangkan dengan mengisinya dengan air sehingga mencegah kateter terlepas keluar dari buli-buli. Sekarang jenis kateter ini paling sering digunakan sebagai kateter indweling (menetap). Sesuai dengan percabanganya kateter ini dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu (1) kateter cabang 2 (two way catheter) yang mempunyaidua buah jalan antara lain untuk mengeluarkan urine dan memasukan air guna mengembangkan balon, selain lumen untuk mengeluarkan urine juga terdapat lumen untuk memasukan air untuk mengisi balon dan (2) kateter cabang 3 (thre way catheer) yang mempunyai satu percabangan lumen lagi yang berfungsi untuk mengalirkan air pembilas (irigan) yang dimasukan melalui selang infus. Kateter ini biasanya dipakai setelah operasi prostat untuk mencegah timbulnya bekuan darah. Perbedaan kedua jenis kateter ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini Persiapan Kateterisasi Tindakan kateterisasi merupakan tindakan invasif dan dapat menimbulkan rasa nyeri, sehingga jika dikerjakan dengan cara yang keliru akan menimbulkan kerusakan saluran uretra yang permanen. Oleh karena itu sebelum menjalani tindakan ini pasien harus diberi penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat persetujuan tindakan medik (informed consent) Setiap melakukan pemasangan kateter harus diperhatikan prinsip-prinsip yang tidak boleh ditinggalkan yaitu: 1. Pemasangan kateter dilakukan secara aseptic dengan melakukan desinfeksi secukupnya memakai bahan yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit genetalia dan jika perlu diberi profilaksis antibiotika sebelumnya. 2. Diusahakan tidak menimbulkan rasa sakit pada pasien 3. Dipakai kateter dengan ukuran terkecil yang masih cukup efektif untuk melakukan drainase urine yaitu untuk orang dewasa ukuran 16F-18F. Dalam hal ini tidak diperkenankan mempergunakan kateter logam pada tindakan kateterisasi pada pria karena akan menimbulkan kerusakan uretra.

4. Jika dibutuhkan pemakian kateter menetap, diusahakan memakai sistem tertutup yaitu dengan menghubungkan kateter pada saluran penampung urine (urinbag) 5. Kateter menetap dipertahankan sesingkat mungkin sampai dilakukan tindakan definitif terhadap penyebab retensi urine. Perlu diingat bahwa makin lama kateter dipasang makin besar kemungkinan terjadi penyulit berupa infeksi atau cedera uretra Tekhnik kateterisasi Pada Wanita Tidak seperti pada pria, tekhnik pemasangan kateter pada wanita jarang menjumpai kesulitan karena uretra wanita lebih pendek. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat mencari muara eretra karena terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya muara eretra oleh tumor uretra/tumor vagina/seviks. Untuk itu mungkin perlu dilakukan dilatasi dengan busi a boule terlebih dahulu. Pada Pria Urutan tekhnik kateterisasi pada pria adalah sebagai berikut: 1. Setelah dilakukan desinfeksi pada penis dan daerah di sekitarnya, daerah genetalia dipersempit dengan kain steril 2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukan kedalam orifisium uretra eksterna 3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbomembranasea (yaitu daerah sfingter uretra eksterna) akan terasa adanya tahanan; dalam hal ini pasien diperintahkan untuk mengamabil nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaxs. Kateter terus didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter. 4. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke buli-buli lagi hingga percabangan kateter menyentuh meatus uretra eksterna. 5. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril 6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung (urine bag) 7. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal. Fiksasi kateter yang tidak betul (yaitu yang mengarah caudal) akan menyebabkan terjadinya penekanan pada uretra bagian penoskrotal sehingga terjadi nekrosis. Selanjutnya di tempat ini akan timbul striktura uretra atau fistel uretra. Kesulitan dalam memasukan kateter

Kesulitan memasukan kateter pada pasien pria dapat disebabkan oleh karena kateter tertahan di uretra pars bulbosa yang bentuknya seperti huruf S, ketegangan sfingter uretra ekserna karena pasien merasa kesakitan dan ketakutan, atau terdapat sumbatan organik di uretra yang disebabkan oleh batu uretra, strktura uretra, kontraktur leher buli-buli atau tumor uretra. Ketegangan sfingter uretra eksterna dapat diatasi dengan cara: 1. Menekan tempat itu selama beberapa menit dengan ujung kateter sampai terjadi relaksasi sfingter dan diharapkan kateter dapat masuk dengan lancar ke buli-buli. 2. Pemberian anastesi topikal berupa campuran lidokain hidroklorida 2% dengan jelly 10-20ml yang dimasukan per-uretram, sebelum dilakukan kateterisasi 3. Pemeriksaan sedativa per enteral sebelum kateterisasi Pemakaian kateter menetap akan mengundang timbulnya beberapa penyulit jika pasien tidak merawatnya dengan benar. Karena itu beberapa hal yang perlu dijelaskan pada pasien adalah: 1. Pasien harus banyak minum untuk menghindari terjadinya enkrustasi pada kateter dan tertimbunnya debris atau kotoran dalam buli-buli. 2. Selalu membersihkan nanah, darah dan getah/sekret kelenjar periuretra yang menempel pada meatus uretra/kateter dengan kapas basah. 3. Jangan mengangkat/meletakan kantong penampung urine lebih tinggi daripada buli-buli karena dapat terjadi aliran balik urine ke buli-buli. 4. Jangan sering membuka saluran penampung yang dihubungkan dengan kateter karena akan mempermudah masuknya kuman. 5. Mengganti kateter setiap 2 minggu sekali dengan yang baru. Penyulit yang bisa terjadi pada tindakan kateterisasi diantaranya: 1. Kateterisasi yang kurang hati-hati (kurang kesabaran) dapat menimbulkan lesi dan perdarahan pada uretra apalagi jika mempergunakan kateter logam. Tidak jarang pula kerusakan uretra terjadi karena balon kateter sudah dikembangkan sebelum ujung kateter masuk ke dalam bulibuli. 2. Tindakan kateterisasi dapat mengundang timbulnya infeksi 3. Fiksasi kateter yang keliru akan menimbulkan nekrosis uretra di bagian penoskortal dan dapat menimbulkan fistula, abses maupun striktura uretra 4. Kateter yang terpasang dapat bertindak sebagai inti dari timbulnya batu saluran kemih

5. Pemakaian kateter dalam jangka waktu lama akan menginduksi timbulnya keganasan pada buli-buli. KATETERISASI SUPRAPUBIK (SISTOSTOMI) Kateterisasi suprapubik adalah memasukan kateter dengan membuat lubang pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan untuk mengeluarkan urine. Kateterisasi ini biasanya diberikan pada: 1. Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra 2. Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transutera misalkan pada ruptur uretra atau dugaan adanya ruptur uretra 3. Jika ditakutkan akan terjadi kerusakan uretra pada pemakaian kateter uretra yang terlalu lama 4. Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri 5. Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR Prostat. Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka atau dengan perkuatan (trokar) sistotomi Sistotomi Trokar Sistotomi trokar tidak boleh dikerjakan pada: tumor buli-buli, hematuria yang belum jelas sebabnya, riwayat pernah menjalani operasi daerah abdomen atau pelvis, buli-buli yang ukurannya kecil (contracted bladder), atau pasien yang mempergunakan alat prostesis pada abdomen sebelah bawah. Tindakan ini dikerjakan dengan anastesi lokal dan mempergunakan alat trokar: Alat-alat dan bahan yang digunakan: 1. Kain kassa steril 2. Alat dan obat untuk desinfeksi (yodium povidon) 3. Kain steril untuk mempersempit lapangan operasi 4. Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah diisi denga aquadest steril untuk fiksasi balon kateter 5. Obat anastesi lokal

6. Alat pembedahan minor antara lain pisau, jarum jahit kulit,benang sutra (zeyde) dan pemegang jarum 7. Alat trokar dari Champbel atau trokar konvensional 8. Kateter Folley (yang ukurannya tergantung pada alat trokar yang digunakan). Jika mempergunakan alat tokar konvensional harus disediakan kateter naso gastrik (NG tube) 9. Kantong penampung urine (urobag) Tekhnik Pelaksanaan Sebelum menjalani indakan, pasien dan keluarganya harus sudah mendapatkan penjelasan tentang semua aspek mengenai tindakan yang akan dijalaninya dan kemudian menulis dalam surat persetujuan untuk dilakukan tindakan medik (informed consent) Langkah-langkah sistostomi trokar 1. Disinfeksi lapangan operasi 2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril 3. Injeksi (infiltrasi) anastesi lokal dengan lidokain 2% mulai kulit, subkutis hingga fasia 4. Insisi kulit suprapubik dan garis tengah pada tempat yang paling cembung kurang lebih 1 cm, kemudian diperdalam sampai ke fasia. 5. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10cc untuk memastikan tempat kedudukan buli-buli 6. Alat trokar ditusukan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya tahanan dari fasia dan otototot detrusor 7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan keluar urine mamancar melalui sheath trokar 8. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) san sheath dikeluarkan dari buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah lingkaran tetap ditinggalkan Kateter Foley dimasukan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran, kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10cc. Setelah diyakinkan balon berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantong penampung atau urobag 9. Kateter difiksasi pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup dengan kain kassa steril Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell dapat pula dipakai alat trokar konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat ini tidak dilengkapi dengan slot kateter setengah

lingkaran maka kateter yang dipakai adalah kateter lambung (NG-tube) nomer 12F. Kateter ini setelah dimasukkan ke dalam buli-buli pangkalnya harus dipotong untuk mengeluarkan alat trokar dari buli-buli. Di klinik-klinik yang menyediakan alat sistifiks (cystocath), alat trokar sebagai penusuknya sudah menempel dengan kantong penampung. Alat ini dipakai sekali (disposible) Setelah yakin trokar masuk dibuli-buli, obturator dilepas dan hanya slot kateter setengah lingkaran ditinggalkan Kateter difiksasai pada kulit abdomen Penyulit Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan maupun setelah pemasangan kateter sistostomi adalah: 1. Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat 2. Mencederai rongga/organ peritoneum 3. Menimbulkan perdarahan 4. Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang baik akan menimbulkan infeksi, enkrustasi kateter, timbul batu saluran kemih, degenerasi maligna mukosa buli-buli dan terjadi refluks vesiko-ureter. Sistostomi Terbuka Sistotomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontraindikasi pada tindakan sistostomi trokar atau tidak tersedia alat trokar Dianjurkan melakukan sistostomi terbuka jika terdapat jaringan sikatriks/bekas operasi di suprasimpisis, sehabis mengalami trauma di daerah panggul yang mencederai uretra atau bulibuli dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang tidak mungkin dilakukan tindakan peruretram. Tindakan ini sebaiknya dikerjakan dengan memakai anestesi umum. Tekhnik 1. Desinfeksi lapangan operasi 2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril 3. Injeksi anastesi lokal, jika tidak mempergunakan anatesi umum

4. Insisi vertikal pada garis tengah kurang lebih 3-5cm diantara pertengahan simfisis dan umbilikus 5. Insisi diperdalam sampai lemak subkutan hingga terlihat linea alba yang merupakan pertemuan fasia yang membungkus muskulus rektus kiri dan kanan. Muskulus rektus kiri dan kanan dipisahkan sehingga terlihat jaringan lemak, buli-buli dan peritonium. Buli-buli dapat dikenali karena warnanya putih dan banyak terdapat pembuluh darah. 6. Jaringan lemak dan peritonim disisihkan ke kranial untuk memudahkan memegang buli-buli. 7. Dilakukan fiksasi pada buli-buli dengan benang pada 2 tempat 8. Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara 2 tempat yang telah difiksasi 9. Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan pisau tajam hingga keluar urine, yang kemudian (kalau perlu) diperlebar dengan klem. Urine yang keluar dihisap dengan mesin penghisap. 10. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya tumor, batu, adanya perdarahan muara ureter atau penyempitan leher buli-buli. 11. Pasang kateter Folley ukuran 20F-24F pada lokasi yang berbeda dengan luka operasi 12. Buli-buli dijahit 2 lapis yaitu muskularis-mukosa dan sero-muskularis 13. Ditinggalkan drain redon kemudian luka operasi dijahit lapis demi lapis. Balon kateter dikembangkan dengan aquadesh 10 cc dan difiksasikan ke kulit dengan benang sutra. Setiap selesai melakukan kateterisasi uretra maupun pemasangan kateter suprapubik harus diikuti dengan pemeriksaan colok dubur.

3. URIN Pengukuran volume urin berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atausemi kuantitati f suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbanganc a i r a n b a d a n ( W i r a w a n e t a l . , 2 0 1 0 ) . P e n g u k u r a n v o l u m e u r i n ya n g d i k e r j a k a n b e r s a m a dengan berat jenis urin bermanfaat untuk menentukan gangguan faal ginjal. Banyak sekalifaktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanandan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Ratarata didaerahtropic volume urin dalam 24 jam antara 800-1300 ml untuk orang dewasa. Volume tersebutdipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alkohol, dan kopi), jumlahair minum, hormon ADH, dan emosi. Interpretasi warna urin dapat menggambarkan kondisikesehatan organ dalam seseorang (Ganong 2003).

Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu poliuri dapat puladisebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus, diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urin selama 24 jam 300-750 ml maka keadaanini dikatakan oliguri. Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah, demanedema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urinsiang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urin malam 12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat pada diabetes mellitus.

You might also like