You are on page 1of 24

BAB I PENDAHULUAN

Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Manifestasi klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan/atau sistem yang terkena. Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia. Penyakit semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi kognitif atau sebagai demensia. Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja, bergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian demensia sering terjadi pada lansia. Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis demensia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya. Dari aspek medik, demensia merupakan masalah yang tak kalah rumitnya dengan masalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya (stroke, diabetes mellitus, hipertensi, keganasan). Ilmu kedokteran dan kesehatan mengemban misi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan kualitas hidup. Keberadaannya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat menjadi beban bagi lingkungannya, tidak dapat mandiri lagi. Keberhasilan pembangunan kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian umum dan bayi, sangatlah membantu peningkatan umur harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 umur harapan hidup antara 65-70 tahun meningkat menjadi 9,37 persen dari tahun sebelumnya. Dalam istilah demografi, penduduk Indonesia sedang bergerak kearah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Peningkatan umur harapan hidup akan menambah jumlah lansia yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif atau neoplasma. Peningkatan ini juga akan menambah populasi penderita demensia.
1

Menurut WHO, penduduk lansia dibagi atas; usia pertengahan (middle age) : 45-69 tahun, usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun, tua (old) : 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) : lebih dari 90 tahun. Diantara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira lima persen menderita demensia berat dan 15 persen menderita demensia ringan. Diantara yang berusia 80 tahun, kira-kira 20 persen menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen menderita demensia Alzheimer, yang merupakan tipe demensia paling sering. Kira-kira lima persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia Alzheimer, dibandingkan dengan 15 sampai 25 persen dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut, dan mempunyai riwayat cedera kepala. Tipe demensia yang paling sering selain Alzheimer adalah demensia vaskular, yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Demensia vaskular berjumlah 15-30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskular paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Pada tahun 1970 Tomlinson dkk, melalui penelitian klinis-patologik, mendapatkan bahwa bila demensia disebabkan oleh penyakit vaskular, hal ini biasanya terjadi karena adanya infark di otak, dan hal ini melahirkan konsep demensia multi-infark. Untuk menegakkan diagnosis demensia juga dibutuhkan adanya gangguan memori sebagai suatu sarat. Hal ini dapat dibenarkan pada penyakit Alzheimer, karena gangguan memori merupakan gejala dini. Namun pada demensia vaskular sarat ini kurang tepat.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO SINDROMA GERIATRIK

Seorang Bapak usia 76 tahun dibawa anaknya berobat ke praktek dokter. Menurut keluarganya, setahun terakhir ini pembawaan bapak ini selalu marah dan sering lupa setelah mengerjakan sesuatu yang baru saja dilakukannya. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik.

2.2 LEARNING OBEJCTIVE Adapun learning objective yang kami dapatkan dari skenario adalah: mampu mengetaui, memhami dan menjelaskan tentang: SINDROMA GERIATRI

2.3 DEMENSIA Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987). Pengertian lain dari definisi demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori yang didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia merujuk pada sindrom klinis yang mempunyai bermacam penyebab. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memoriselain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis,dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.

Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena adanyakelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multipelseperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku dan motivasi Walaupun sebagian kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih (irreversible), namun bila merujuk pada definisi diatas maka demeensia dapat pula terjadi mendadak (misalnya: pasca stroke dan cedera kepala), dan beberapa penyebab demensiadapat sepenuhnya pulih (misalnya: Hematoma subdural,toksisitas obat,depresi) bila dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada usia berapapun meskipun umumnya muncul setelah usia 65 tahun. Penting pula membedakan demensia dengan delirium. Delirium merupakan keadaan confusion (kebingungan), biasanya timbul mendadak, ditandai dengan gangguan memori danorientasi (sering dengan konfabulasi) dan biasanya disertai gerakan abnormal, halusinasi, ilusi,dan perubahan afek. Untuk membedakan dari demensia, pada delirium terdapat penurunantingkat kesadaran selain dapat pula hyperalert. Delirium biasanya berfluktuasi intensitasnya dandapat menjadi demensia bila kelaianan yang mendasari tidak teratasi. Penyebab paling sering delirium meliputi ensefalopati akibat penyakit infeksi, toksik dan faktor nutrisi, atau penyakitsistemik. Pasien demensia sendiri secara khusus cenderung untuk timbul delirium. Membedakan Delirium Dengan Demensia

ETIOLOGI Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya dementia, penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi disusunan syaraf pusat. Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor yang masih wajar,disebut sebagai sifat pelupa benigna akibat penuaan (benign senescent forgetfulness). Keadaan ini tidak menyebabkan gangguan pada aktivitas hidup sehari-hari. Harus diingat pula bahwa beberapa penderita demensia sering mengalami depresi dan konfusio, sehingga gambaran kliniknya seringkali membingungkan.Secara garis besar demensia pada usia lanjut dapat dikategorikan dalam 4 golongan,yaitu: 1. Demensia degeneratif primer 2. Demensia multi-infark 3. Demensia yang reversible/sebagian reversible 4. Gangguan lain (terutama neurologic) 50-60% 10-20% 20-30% 5-10%

Akhir-akhir ini dikatakan bahwa demensia badan levy dan demensia fronto-temporal merupakan demensia terbanyak ke-3 dan ke-4. Penyebab demensia yang reversibel sangat penting untuk diketahui, karena dengan pengobatan yang baik penderita dapat kembali menjalankan hidup sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu jembatan Keledai sebagai berikut:
5

D E M E N T I A

- drugs (obat-obatan) - emotional (gangguan emosi, misalnya: depresi dll) - metabolic atau endokrin - eye and ear (disfungsi mata dan telinga) - nutritional - tumor dan trauma - Infeksi - Arteriosclerotic (komplikasi penyakit aterosklerosis, misalnya infark miokard, gagal jantung, dll) dan Alkohol

PATOFISIOLOGI Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan hirano bodies. Plak neuritik mengandung beta amyloid ekstraselular yang dikelilingi neuritis distrofik,sementara plak difus (atau nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak b-amyloid dan studi mengenai ikatan high-avidity antara Apo E dengan b-amyloid menunjukkan bukti hubungan antara amyloidogenesis dan Apo E. plak neuritik juga mengandung protein komplemen,mikroglia, yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen inflamasi juga diduga terlibat pada pathogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode the amyloid precursor protein (APP) terletak pada kromosom 21, menunjukkan hubungan hubungan potensial patologi penyakit Alzheimer dengan sindrom down (trisomi21), yang diderita oleh semua pasien penyakit Alzheimer yang muncul pada usia 40 tahun. Pada gambar 1 dapat dilihat bagaimana pembentukan amyloid merupakan pencetus berbagai proses sekunder yang terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer (hipotesis kaskade amyloid). Berbagai mekanisme yang terlibat pada patogenesis tersebut bila dapat dimodifikasi dengan obat yang tepat diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit Alzheimer.

Adanya dan jumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama yang penting untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan plak ini juga muncul dijaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia. Juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia mempunyai deposisi amyloid yangcukup di korteks serebri untuk memenuhi criteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini mencerminkan fase preklinik dan penyakit masih belum diketahui. Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau yang terhiperfosforilasi pada pasangan filament helix. Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles dibeberapa lapisan hipokampus dan korteks entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia. Neurofibrillary tangles ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga timbul pada penyakit lain, seperti subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), demensia pugilistika (boxers demensia), dan the parkinsonian dementia complex of guam.

Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah adanya infark multipel danabnormalitas substansia alba (White matter). Infark jaringan otak yang terjadi pasca stroke dapat menyebabkan demensia bergantung pada volum total korteks yang rusak dan bagian (hemisfer) mana yang terkena. Umumnya demensia muncul pada stroke yang mengenai beberapa bagian otak (multi-infarct dementia) atau hemisfer kiri otak. Sementara abnormalitas substansia alba (diffuse white matter disease) atau leukoraiosis atau penyakit Binswanger) biasanya terjadi berhubungan dengan infark lakunar. Abnormalitas substansia
7

Alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaan MRI pada daerah subkorteks bilateral, berupa gambaran hiperdens abnormal yangumumnya tampak dibeberapa tempat. Abnormalitas substansia Alba ini juga dapat timbul pada suatu kelaianan genetic yang dikenal sebagai cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy ( CADASIL), yang secara klinis terjadi demensiayang progresif yang muncul pada decade kelima sampai ketujuh kehidupan pada beberapa anggota keluarga yang mempunyai riwayat migren dan stroke berulang tanpa hipertensi. Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia (FTD) adalah terjadinya atrofi yang jelas pada lobus temporal dan/atau frontal, yang dapat dilihat pada pemeriksaan pencitraan saraf (neuroimaging) seperti MRI dan CT. Atrofi yang terjadi terkadang sangat tidak simetris. Secara mikroskopis selalu didapatkan gliosis dan hilangnya neuron, serta pada beberapa kasus terjadi pembengkakan dan pengelembungan neuron yang berisi cytoplasmic inclusion. Sementara pada demensia dengan Lewy Body, sesuai dengan namanya, gambaran neuropatologinya adalah adanya Lewy nigra. Lewy body adalah cytoplasmic inclusion intraneuron yang terwarnai dengan periodic acid-schiff (PAS) dan ubiquitin, yang terdiri dari neurofilamen lurus sepanjang 7 sampai20 nm yang dikelilingi material amorfik. Lewy body dikenali melalui antigen terhadap protein neurofilamen yang terfosforilasi maupun yang tidak terfosforilasi, ubiquitin dan protein presinaps yang disebut -synuclein. Jika pada seorang demensia tidak ditemukan gambaran patologik selain adanya Lewy body maka kondisi ini disebut diffuse lewy body disease,sementara bila ditemukan juga plak amyloid dan neurofibrillary tangles maka disebut varianlewy body dari penyakit Alzheimer (The lewy body variant of AD). Defisit neurotransmitter utama pada penyakit Alzheimer, juga pada demensia tipe lainadalah system kolinergik. Walaupun system noradrenergik dan serotonin, somatostatinlikereactivity, dan corticocotropin-releasing faktor juga berpengaruh pada penyakit Alzheimer,deficit asetilkolin tetap menjadi target sebagian besar terapi yang tersedia saat ini untuk penyakit Alzheimer.

JENIS-JENIS DEMENTIA 1. Dementia degenerative primer

Dikenal juga dengan nama dementia tipe Alzheimer, adalah suatu keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur, dan fungsi neuron di daerah tertentu dari korteks otak. Terjadi suatu kekusutan neuro-fibriler (neuro-fibrillary tangles) dan plak-plak neurit dan perubahan aktivitas kholinergik didaerah-daerah tertentu di otak. Gejala klinik dementia Alzheimer biasanya berupa awitannya yang gradual yang berlanjut secara lambat, biasanya dapat di bedakan dalam 3 fase (Whalley, 1997) Fase I. Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan gangguan visuo-spatial. Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing, sukar menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Penderita mungkin mengeluhkan agnosia kanan-kiri. Bahkan pada fase dini ini rasa tilikan (insight) sering sudah terganggu. Fase II. Terjadi tanda yang mengarah ke kerusakan fokal-kortikal, walaupun tidak terlihat pola defisit yang khas. Simptoms yang disebabkan oleh disfungsi lobus parietalis (misal

agnosia,dispraksia dan aklkulia) sering terdapat gejala neurologik mungkin termasuk antara lain tanggapan ekstensor plantaris dan beberapa kelemahan fasial. Delusi dan halusinasi mungkin terdapat,walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal. Fase III. Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang penderita tampak terus menerus apatik. Banyak penderita tidak mengenali diri sendiri atau orang yang dikenalnya. Dengan berlanjutnya penyakit, penderita hanya sering berbaring ditempat tidur, inkontinen baik urin maupun alvi. Sering disertai serangan kejang epileptic grandmal. Gejala

neurologicmenunjukkan gangguan berat dari arah gerak langkah (gait), tonus otot dan gambaran yangmengarah pada sindrom kluver-bucy (apatiS, gangguan pengenalan, gerak mulut tak terkontrol,hiperseksualitas, amnesia dan bulimia).Penyakit degenerative primer adalah suatu diagnosis klinik, dimana diagnosis dibuat dengan menyingkirkan diagnosis lain. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat dengan otopsi atau biopsi otak. Harus diingat bahwa dapatan atrofi otak pada scan tomografi computer atau MRI tidak diagnostik atau spesifik untuk demensia, karena dapatan tersebut bias terjadi pada proses menua normal. 2. Dementia multi-infark
9

Dementia ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit Alzheimer. Bisa didapatkan secara tersendiri atau bersama dengan dementia jenis lain. Didapatkan sebagai akibat/gejala sisa dari sroke kortikal atau subkortikal yang berulang. Oleh karena lesi di otak seringkali tidak terlalu besar, gejala strokenya (berupa defisit neurologik) tidak jelas terlihat. Dapatan yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan keadaan kognitifnya. Hal iniberbeda dengan dapatan pada penyakit Alzheimer, dimana gejala dan tanda akan berlangsun gprogesif. Pemeriksaan dengan scan tomografi terkomputer (scan TK) sering tidak menunjukkan lesi. Dengan MRI, lesi sering bias terdeteksi. Pemeriksaan dengan skor Hachinsky dapat membantu penegakkan diagnosis dementia jenis ini. Satu jenis dementia tipe vascular lain, yaitu demensia senilis tipe Binswanger sulit dibedakan dengan dementia multi-infark. Pada banyak penderita sering dijumpai gejala dan tanda dari dementia tipe campuran (multi-infark dan Alzheimer). 3. Dementia dengan badan Lewy Saat ini penyakit yang ditandai dengan adanya badan Lewy dikatakan meliputi suatu spektrum yang luas, mulai dari keadaan preklinik dengan gejala ringan akibat adanya badan Lewy di subkorteks serebri, penyakit Parkinson samapai dengan terjadinya dementia dengan badan Lewy oyang ada di batang otak dan neokorteks. Hal ini terakhir sering disebut sebagaipenyakit dengan badan Lewy diffuse dan dementia senilis tipe badan Lewy (dementia Lewy Bodies/DLB). Pada dementia jenis ini patologinya seringkali juga mempunyai gambaran campuran dengan dementia Alzheimer dan sangat jarang (<1%) gambaran patologis yang hanya menunjukkan neuropatologi dementia badan Lewy. Gambaran klinik bervariasi, tetapi selalu terdapat gambaran 2 dari 3 keadaan yaitu: fluktuasi kognisi, halusinasi visual dan parkinsonisme. Dapatan yang mendukung diantaranya adalah: jatuh,sinkope,hilang kesadaran sepintas,sensivitas neuroleptik,delusi dan halusinasi. Adanya stroke harus disingkirkan, juga penyakit lain yang mempunyai gambaran yang mirip. Gambaran klinik khas dementia (penurunan menyeluruh fungsi kognitif yang menggangu fungsi sosial dan okupasional) haruslah juga didapati. Dibandingkan dengan AD, maka gangguan memori pada DBL didapatkan lebih ringan, sedang dengan demensia vascular, profil neuropsikologiknya hampir serupa, akan tetapi untuk memori yang baru pada DLB lebih ringan ketimbang dementia vascular.

10

4. Dementia Fronto Temporal Sindroma demensia bias diakibatkan oleh suatu proses degeneratif diregio korteks anterior otak, yang secara neuropatologis berbeda dengan dementia Alzheimer, dementia karena penyakit pick dan dementia akibat penyakit motorneuron. Pencitraan neurologik fungsional menunjukkan penurunan metabolism otak didaerah lobus temporal anterior dan frontal. Gambaran klinis menggambarkan distribusi topografik daerah korteks temporal yang terkena,bisa uni- maupun bilateral. Secara klinis menunjukkan gambaran gangguan prilaku yang luas dengan awitan yang menyelinap dan biasanya terjadi antara usia 40-70 tahun (ratarata lebih muda disbanding dengan usia AD).Sindroma ini merupakan suatu keadaan yang sangat heterogen, yang namanya lebih menunjukkan lokasi lesi ketimbang kelainan patologinya. Kelaianan patologi bias berbeda-bedabias berupa: penyakit PICK, AD, penyakit motor neuron atau perubahan non spesifik yang disertai spongiosis. 5. Dementia pada penyakit neurologik Berbagai penyakit neurologik sering disertai dengan gejala dementia. Diantaranya yang tersering adalah penyakit Parkinson, Khorea Huntington dan Hidrosefalus bertekanan normal.Hidrosefalus bertekanan normal jarang sekali dijumpai. Kecurigaan akan keadaan ini perlu diwaspadai, bila pada Scan TK atau MRI didapatkan pelebaran Ventrikel melebihi proporsi disbanding atrofi kortikal otak. Gejala mirip dementia subkortikal, yaitu selain didapatkandementia juga gejala postur dan langkah (gait) serta depresi. 6. Sindroma Amnestik dan Pelupa benigna akibat penuaan Pada dua keadaan diatas, gejala utama adalah gangguan memori (daya ingat), sedangkanpada dementia terdapat gangguan pada fungsi intelektual yang lain. Pada sindrom amnestik terdapat gangguan pada daya ingat hal yang baru terjadi. Biasanya penyebabnya adalah: defisiensi Tiamin (sering akibat pemakaian Alkohol berlebihan) Lesi pada struktur otak bagian temporal tengah (akibat trauma atau anoksia) Iskemia global Transien (sepintas) akibat insufisiensi serebrovaskuler.

11

Pelupa benigna akibat penuaan, biasanya terlihat sebagai gangguan ringan daya ingat yang tidak progresif dan tidak mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. Biasanya dikenali oleh keluarga atau teman, karena sering mengulang pertanyaan yang sama atau lupa pada kejadian yang baruterjadi. Perlu observasi beberapa bulan untuk membedakan dengan demensia yang sebenarnya. Bila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai dengan gangguan intelek yang lain, maka kemungkinan besar diagnosis dementia dapat ditegakkan (Brocklehurst and Allen, 1987; Kane etal, 1994)

DIAGNOSIS Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan

memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala sertaadanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke.Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap,maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang.Sel yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang merupakan pemerisaan scanning otak khusus. Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat secara difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal dapat membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut merupakan petanda keadaan regresi atau kemunduran kualitas fungsi.

a. Refleks memegang ( grasp reflex ).

12

Jari telunjuk dan tengah si pemeriksadiletakkan pada telapak tangan si penderita. Refleks memegang adalah positif apabila jari si pemeriksa dipegang oleh tangan penderita. b. Refleks glabela. Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kaliglabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali pada glabela hanya timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan memejamlagi c. Refleks palmomental. Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot mentalis ipsilateral pada penderita dengan demensia d. Refleks korneomandibular. Goresan kornea pada pasien dengan demensiamembangkitkan pemejaman mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan mandibulake sisi kontralateral e. Snout reflex Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau bawah diketuk m. orbikularis oris berkontraksi

f. Refleks menetek (suck reflex ). Refleks menetek adalah positif apabila bibir penderita dicucurkan secara reflektorik seolah-olah mau menetek jika bibirnyatersentuh oleh sesuatu misalnya sebatang pensil.

g. Refleks kaki tonik. Pada demensia, penggoresan pada telapak kakimembangkitkan kontraksi tonik dari kaki berikut jari-jarinya.

13

DIAGNOSIS BANDING Gejala awal dementia terutama penyakit Alzheimer sering menyelinap, antara lain menjadi pelupa, cenderung salah menempatkan barang-barang dan pengulangan kata-kata atau perbuatan. Kemampuan bicara atau sosialisasi sementara masih baik. Bila dementia berlanjut,gangguan diatas makin memberat, penderita mungkin tidak mampu bekerja, tidak mampu menangani keuangannya dan sering tersesat. Gejala psikologik mungkin mulai terlihat, antara lain depresi, kecemasan, tidak bias diam, apatis dan paranoid. Seringkali gejala ini dikeluhkan oleh keluarganya. Beberapa gejala tersebut bisa memperberat dementia dan bias sering dikendalikan dengan obat. Oleh karena itu penggunaan penapisan gangguan kognitif sederhana(misalnya dengan tes PPSM=MMSE, terlampir) harus selalu dikerjakan pada setiap penderita geriatrik. Adanya gangguan kognitif berat harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lebih lanjut. Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status mentalmini atau MiniMental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan bahasadan berhitung. Defisit lokal ditemukan pada demensia vaskular sedangkan defisit global pada penyakit Alzheimer. MMSE Folstein (lihat lampiran):

14

Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30. Umumnya skor yang kurang dari 24dianggap normal. Namun nilai batas tergantung pada tingkat edukasi seseorang pasien.Oleh karena hasil untuk pemeriksaan ini dapat berubah mengikut waktu, dan untuk beberapa inidividu dapat berubah pada siang hari, rekamlah tanggal dan waktu pemeriksaan ini dilakukan. Berbagai dapatan fisik perlu dicari untuk membedakan jenis dementia

Hipertensi,gangguan kognitif, gangguan neurologic fokal mungkin mengarahkan pada dementia multiinfark. Berbagai reflex patologik misalnya tanda glabellar, menghisap dan palmomental tidak mempunyai arti spesifik, karena bisa terdapat pada berbagai jenis dementia dan bahkan pada populasi lansia normal. Pada Alzheimer lebih sering didapati tanda pelepasan lobus frontalis (Frontal lobe release sign), stereognosis yang terganggu, grafestesia dan abnormalitas uji serebelar. Ada pula skor iskemik Hatchinski yang digunakan untuk membedakan demensia Alzheimer dengan demensia vaskular.

Bila skor 7: demensia vaskular. Skor 4: penyakit Alzheimer

PENATALAKSANAAN Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk dementia biasanya tidak mungkin,dengan penatalaksanaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita (dan juga dari keluarga dan/atau yang merawat). Selama ini pengobatan Dementia

15

terutama jenis Alzheimer atau SDAT hanya ditujukan pada berbagai perubahan prilaku. Pengobatan Saat ini, tidak ada obat yang secara klinis terbukti pencegahan atau penyembuhan dari demensia. Meskipun beberapa obat yang disetujui untuk digunakan dalam pengobatan demensia, ini mengobati gejala perilaku dan kognitif demensia, tetapi tidak berpengaruh pada patofisiologi yang mendasarinya. [ Acetylcholinesterase inhibitor : Tacrine (Cognex), Donepezil (Aricept), galantamine (Razadyne), dan rivastigmine (Exelon) disetujui oleh Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Mereka mungkin berguna untuk penyakit serupa lainnya yang menyebabkan demensia seperti Parkinson atau demensia vaskular. inhibitor acetylcholinesterase bertujuan untuk meningkatkan jumlah neurotransmiter asetilkolin , yang kekurangan pada orang dengan demensia. Hal ini dilakukan dengan tindakan menghambat dari enzim acetylcholinesterase , yang asetilkolin breaksdown sebagai bagian dari fungsi otak normal. Meskipun obat ini sering diresepkan, pada minoritas pasien obat ini dapat menyebabkan samping termasuk efek bradikardi dan sinkop . N-metil-D-aspartat reseptor (NMDA) blocker: memantine dipasarkan di bawah beberapa nama oleh perusahaan farmasi yang berbeda, termasuk:. Abixa, Akatinol, Axura, Ebixa, Memox dan Namenda . Pada demensia, reseptor NMDA lebihdirangsang oleh glutamat , yang menciptakan masalah bagi neurotransmisi (dan dengan demikian kognisi ) dan juga menyebabkan kerusakan neuron melalui excitotoxicity . Memantine diperkirakan untuk bekerja dengan meningkatkan "sinyalto-noise" rasio dan mencegah kerusakan eksitotoksik. Oleh karena itu, karena mekanisme yang berbeda tentang memantine tindakan dan inhibitor

acetylcholinesterase dapat digunakan dalam kombinasi dengan satu sama lain. Obat penyerta lainnya : Obat Antidepresan : Depresi sering dikaitkan dengan demensia dan umumnya memburuk tingkat kognitif dan perilaku . gangguan Antidepresan efektif mengobati gejala kognitif dan perilaku depresi pada pasien dengan penyakit Alzheimer, namun bukti untuk mereka gunakan dalam bentuk lain dari demensia adalah yang lemah. Obat Anxiolytic: Banyak pasien dengan demensia mengalami kecemasan gejala. Meskipun benzodiazepin seperti diazepam (Valium) telah digunakan untuk mengobati kecemasan dalam situasi lain, mereka sering dihindari karena mereka dapat
16

meningkatkan agitasi pada orang dengan demensia dan cenderung memperburuk masalah kognitif atau terlalu menenangkan. Buspirone (BuSpar) sering awalnya mencoba untuk ringan-sampai sedang kecemasan. [ kutipan diperlukan ] Ada sedikit bukti untuk efektivitas benzodiazepin dalam demensia, sedangkan ada bukti untuk effectivess antipsikotik (pada dosis rendah). Selegiline , obat yang digunakan terutama dalam pengobatan penyakit Parkinson, muncul untuk memperlambat perkembangan demensia. Selegiline yang berpikir untuk bertindak sebagai antioksidan , mencegah radikal bebas merusak. Namun, juga bertindak sebagai stimulan, sehingga sulit untuk menentukan apakah keterlambatan dalam timbulnya gejala demensia adalah karena perlindungan dari radikal bebas atau ke elevasi umum aktivitas otak dari efek stimulan. Obat antipsikotik : Baik antipsikotik khas (seperti haloperidol ) dan antipsikotik atipikal seperti ( risperidone ) meningkatkan risiko kematian pada demensia terkait psikosis. Ini berarti bahwa setiap penggunaan obat antipsikotik untuk demensia terkait psikosis adalah off-label dan hanya harus dipertimbangkan setelah mendiskusikan risiko dan manfaat dari pengobatan dengan obat ini, dan setelah modalitas pengobatan lain gagal. Di Inggris sekitar 144.000 penderita demensia yang tidak perlu resep obat antipsikotik, sekitar 2000 pasien meninggal sebagai akibat dari minum obat setiap tahunnya. Walaupun demikian mengingat harganya yang mahal dan harus diberikan seumur hidup menyebabkan pertimbangan penggunaannya menjadi tidak mudah.

PENCEGAHAN DAN PERAWATAN a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari, mengisi TTS c. Melakukan kegiatan yang dapat membuatmental sehat dan aktif d. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.

17

e.Tetap berinteraksi dengan lingkungan,berkumpul dengan teman yang memilikipersamaan minat atau hobi (sesama lansia) f. Mengurangi stress dalam pekerjaan danberusaha untuk tetap rileks dalam kehidupan seehari-hari

PROGNOSIS Prognosis demensia vaskular lebih bervariasi dari penyakit Alzheimer Beberapa pasien dapat mengalami beberapa siri stroke dan kemudian bebas stroke selama beberapa tahun jika diterapi untuk modifikasi faktor resiko dari stroke. Berdasarkan beberapa penelitian, demensia vaskular dapat memperpendek jangka hayat sebanyak 50% pada lelaki, individu dengan tingkat edukasi yang rendah dan pada individu dengan hasil uji neurologi yang memburuk Penyebab kematian adalah komplikasi dari demensia, penyakit kardiovaskular dan berbagai lagi faktor seperti keganasan

2.4 SINDROM GERIATRI Manifestasi klinis pada kedelapan jenis kasus geriatri, yaitu dengan pendekatan faktor risiko dan penangannya. Kelompok gangguan ini berlaku bagi lansia pada umumnya.

Delirium Salah satu karakteristik pasien geriatri adalah gejala dan tanda penyakit tidak khas sesuai organ/sistem tubuh yang sakit. Sering kali suatu penyakit sistemik muncul berupa gangguan kesadaran walaupun sistem saraf pusat tidak terganggu. Meskipun demikian, penyakit susunan saraf pusat pun dapat muncul dalam bentuk tersebut. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kewaspadaan untuk mendeteksi sedini mungkin kelainan-kelainan sistemik yang dapat mendasari delirium agar penyakit tidak bertambah berat.

18

Faktor penyebabnya antara lain adalah: stroke, tumor otak, pneumonia, infeksi saluran kemih, dehidrasi, diare, diare, hiperglikemia, hipoksia, dan putus obat. Gejala-gejala yang tampak berupa kurang perhatian, gelisah, gangguan pola tidur, murung, perubahan kesadaram, disorientasi, halusinasi, sulit konsentrasi, sangat mudah lupa, hipoaktif, dan hiperaktif.

Jatuh Jatuh akan menyebabkan cedera jaringan lunak, bahkan fraktur pangkal paha atau pergelangan tangan. Keadaan tersebut menyebabkan nyeri dan imobilisasi dengan segala akibatnya.

Faktor risikonya da[at dibedakan menjadi dua, sebagai berikut: 1. Faktor risiko internal gangguan penglihatan gangguan adaptasi gelap infeksi telinga obat golongan aminoglikosida vertigo pengapuran vertebra servikal gangguan aliran darah otak neuropati perifer lemah otot tungkai hipotensi postural pneumonia penyakit sistemik

2. Faktor risiko eksternal turun tangga benda-benda yang harus dilangkahi lantai licin alas kaki kurang pas kain/celana terlalu panjang
19

tali sepatu tempat tidur terlalu tinggi/terlalu rendah penerangan kurang

Inkontinensia Urine Mengompol tidak hanya menimbulkan problem higiene seperti penyakit kulit, dekubitus, dan bau tak sedap, namun lebih dari itu dapat pula menyebabkan perasaan rendah diri dan isolasi. Inkontinensia dapat diobati, hingga diperlukan pendekatan yang rasional serta sistematis. Faktor risiko dibedakan atas faktor risiko akut dan yang bersifat persisten. Faktor risiko akut delirium retensi gangguan mobilitas infeksi inflamasi fecolith poliuri

Faktor risiko yang bersifat persisten: kelemahan otot dasar panggul kelemahan otot sfingter uretra instabilitas sensorik/motorik otot detrusor

Imobilisasi Lansia yang terus-menerus berada ditempat tidur (disebut berada pada keadaan bed ridden). Selanjutnya berakibat atrofil otot, dekubitus dan malnutrisi, serta pneumonia.

20

Faktor risikonya dapat berupa osteoartritis, gangguan penglihatan, fraktur, hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri, demensia, lemah otot, vertigo, keterbatasan ruang lingkup, PPOK, gerak sendi, hipotiroid, dan sesak napas.

Gizi Kurang/Buruk Kekekbalan tubuh sangat ditentukan oleh keadaan gizi. Demikian pula dengan mobilitas, kemampuan beraktivitas sehari-hari, dan penyembuhan penyakit. Gejala kurang gizi biasanya tersembunyi, maka bila tidak dengan sengaja dicari akan terlewatkan sampai keadaan menjadi sangat nyata terjadi gizi buruk. Faktor risiko yang merupakan penyebab terjadinya gizi buruk adalah depresi berkabung, imobilisasi, penyakit kronis, demensia dan demam.

Osteoporosis Osteoporosis dan jatuh menyebabkan tingginya angka kematian, distabilitas, serta tingkat ketergantungan. Lansia dengan tingkat ketergantungan tinggi akan jadi beban lingkungannya. Faktor risiko pada osteoporosis adalah terlalu kurusm kurang aktivitas, merokok, tidak pernah melahirkan, menopause dini, menarche terlambat, intoleransi susu, vegetarian, dan tirotoksikosis.

Dekubitus Dekubitus bisa dicegah, namun bila terlanjur terjadi akan memerlukan perawatan khusus. Dekubitus mengakibatkan anemia perdarahan, hipoalbuminemia, sepsis, dan kematian. Faktor risiko pada dekubitus adalah imobilisasi, inkontinensia, malnutrisis, hipoalbuminemia, gangguan kesadaran, kulit sangat kering, dan demam. Penatalaksanaan Medis
21

Pada klien dengan delirium dilakukan penatalaksanaan medis berupa mengkaji dengan cermat keluhan sakit kepala serta penglihatan. menatasi batuk pilek secepatnya. Demikian pula gejala penting lain seperti keluhan perkemihan, anoreksia, gastroeneteritis, mual dan berkeringat dingin, serta sinkop semuanya dikaji dan diberi tindak lanjut secara tepat, bila perlu rujuk pasien. Terhadap jatuh, tindakannya berupa: mengidentifikasi faktor risiko; memerhatikan kelainan cara berjalan/duduk, melakukan Romberg Tesr, menguji ekseimbangan sederhana, memerhatikan berkurangnya lebar langkah; serta memodifikasi faktor risiko eksternal. Terhadap gizi kurang atau buuk, tindakan yang dilakukan berupa mengidentifkasi faktor risiko, menentukan konsidi gigi, menentukan IMT secara berkala, menanyakan riwayat makan dan minum, memperhatikan variasi makana termasuk sayur dan buah, memerhatikan kemampuan aktivitas sehari-hari, serta memeberikan suplemen, vitamin, dan mineral dosis mederat. Oleh karena kejadian gizi kurang/buruk terjadi secara insidios, maka diperlukan sikap kewaspadaan. Pada osteoporosis, tindakan yang dilakukan berupa mengidentifikasi faktor risiko, menganjurkan untuk tidak terus berbaring, mencukupkan sinar matahari, memberi asupan kalsium 800-1000 mg per hari serta berhenti merokok. Terhadap inkontinensia urine, tindakan yang diberikan berupa: mengedukasi pasien dan keluarganya agar tidak malu/ segan untuk melapor bila terdapat kejadian mengompol, mencatat jumlah, frekuensi dan waktu minum juga berkemih, dengan sksama menjaga higiene serta menemukan dan mengatasi faktor risiko secepatnya. Terhadap imobilisasi, tindakan yang diberikan berupa memulihkan status fungsional (ADL) ke arah kemandirian sesuai taraf kemampuan pasien, mengikutsertakan peran keluarga dan memperkenalkan faktor risiko secepatnya. Terhadapd ekubitus, tindakan yang dilakukan beupa mengupayakan untuk pencegahan, mengatasi faktor risiko, melakukan pengamatan setiap hari terhadap timbulnya kemerahan kulit di daerah-daerah yang tertekan.

22

BAB III KESIMPULAN Dengan meningkatnya populasi usia lanjut di Indonesia, berbagai masalah kesehatan danpenyakit yang khas terdapat pada usia lanjut akan meningkat. Salah satu masalah kesehatan yangakan banyak dihadapi adalah gangguan kognitif yang bermanifestasi secara akut berupa konfusio (gagal otak akut) dan kronis berupa dementia (gagal otak kronis). Peranan assessment geriatrik dalam diagnosis kedua masalah tersebut sangat besar, karena meningkatkan ketepatan diagnosis pada konfusio dan menyingkirkan diagnosis jenis dementia yang reversibel. Penatalaksanaan konfusio tergantung dari diagnosis yang didapatkan. Pada jenis dementia primer, terutama penyakit Alzheimer atau dementia senilis tipe Alzheimer, walaupun pengobatan untuk penyakit primer saat ini belum dimungkinkan, penatalaksanaan berbagai aspek perilaku baik dengan atautanpa obat-obatan masih dimugkinkan. Berbagai obat yang bersifat penghambat anti-kholinesterase, yang bertujuan untuk meningkatkan kadar asetilkholin sesuai denganpathogenesis penyakit Alzheimer, antara lain inhibitor kholin esterase dan inhibitor N-metil D-aspartat, saat ini sdah ada pemasaran, walaupun terhambat oleh harga dan faktor penggunaannya harus seumur hidup. Penelitian-penelitian masih intensif dilakukan dalam hal upaya pecegahandemensia. Suatu panel ahli geriatrik dan psikogeriatris Austraia rekomendasi berbagai strategi.Suatu panel ahli geriatris dan psikogeriatris Australia membuat rekomendasi berbagi sumber suatu panel ahli geriatris dan psikogeriatris. Suatu panel ahli geriatris dan psikogeriatris Australiamembuat koordinasi berbagai strategy perubahan gaya hidup untuk pencegahan demensia.Berbagai macam terapi antara lain terapi antara lain, terapi gen, vaksinasi untuk therapy.Vaksinasi untuk terapi dan pencegahan demensia saat ini masih berjalan.

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Mardjono, M., Sidharta, P. (2006). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat. Jakarta. Hal211-214 2. Brust, J.C.M. (2008). Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGrawHillCompanies, Inc. Singapore. 3. Dewanto, G. dkk (2009). Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184

24

You might also like