You are on page 1of 40

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan perencanaan menu sampai pada saat pendistribusian makanan kepada pasien dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat, sehingga diperlukan program pengawasan pangan yang khusus dirancang untuk menjamin keamanan makanan yang diproduk Mutu pangan dinilai atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman. Makanan yang berkualitas baik, selain penampilan yang menarik, bernilai gizi tinggi, juga harus bersih, aman serta tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Kebersihan dan penyehatan merupakan standart utama yang harus dilaksanakan dalam penyediaan makanan bermutu dan aman bagi masyarakat. Makanan yang diinginkan baik pada tahap pembuatan dan layak untuk dimakan harus bebas dari pencemaran benda-benda hidup yang sangat kecil yang dapat menimbulkan penyakit atau benda-benda mati yang mengotori pada setiap tahap pembuatannya, selain itu juga bebas dari unsur kimia yang merusak atau mengakibatkan perubahan yang dihasilkan oleh kegiatan enzim dan kerusakan yang disebabkan oleh tekanan, pembekuan, pemanasan, serta pengeringan. Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau memasak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,

penyimpanan, pendistribusian, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada pasien atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. makanan/) (http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/27/higiene-dan-sanitasi-

Untuk memperoleh makanan yang bermutu maka harus diterapkan langkah pengendalian mutu secara mandiri. Pelaksanaan pengendalian mutu salah satunya yaitu dengan menerapkan Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis, atau Hazart Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP adalah suatu pendekatan untuk mengenal dan mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan resiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan menitik beratkan pada pencegahan dan pengendalian proses pengolahan makanan. (Depkes RI, 2001). Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point/HACCP) yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan pada saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan, menilai risiko risiko yang terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian akan berdaya guna. Sehingga, prosedur pengendalian lebih diarahkan pada kegiatan tertentu yang penting dalam menjamin keamanan makanan. Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, salah satunya dalam produksi Lauk Nabati Makan Siang Menu Non Diet berupa Rempah Tempe. Produk tersebut memerlukan tindakan pengawasan atau HACCP, karena melihat bahan baku berupa tempe yang rentan terhadap bahaya. Pada dasarnya tempe rentan terhadap bahaya, biologi, fisika, maupun kimia. Bahaya biologi yaitu dapat ditumbuhi ulat, sedangkan bahaya fisik dapat berupa benda asing seperti kerikil, dan bahaya kimia seperti formalin. Selain berasal dari bahan baku, bahaya juga dapat timbul pada saat penerimaan, penyimpanan, persiapan, pendistribusian dan penyajian. Bahaya dapat timbul bila kualitas tempe tidak sesuai spesifikasi, adanya kontaminasi dengan bahan lain saat pengangkutan dan kebersihan baik alat maupun tempat penerimaan. Untuk mengetahui bahaya yang mungkin dapat terjadi dari menu Rempah Tempe yang disajikan pada siang hari sebagai lauk nabati Makan Siang Menu Makanan Non Diet, kami mencoba melakukan pengamatan pada hidangan tersebut sebagai penerapan HACCP di Instalasi gizi RSUP Hasan Sadikin Bandung. B. Rumusan Masalah Apakah dalam produksi lauk nabati makan siang menu makanan non diet berupa rempah tempe di Instalasi gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin sudah menerapkan pengawasan mutu pangan?

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui penerapan pengawasan mutu pangan produk rempah tempe di Instalasi gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan produk lauk nabati makan siang menu makanan non diet berupa rempah tempe. b. Mendeskripsikan identifikasi bahaya dan cara penanggulangannya. c. Mendeskripsikan penerapan CCP d. Mendeskripsikan penetapan batas kritis e. Mendeskripsikan pemantauan CCP f. Mendeskripsikan tindakan koreksi terhadap penyimpangan CCP

D. Manfaat 1. Dapat digunakan sebagai jaminan produk makanan bagi pasien dan pegawai di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2. Dapat memperbaiki cara pengolahan makanan dengan perhatian khusus pada proses yang dianggap kritis. 3. Meningkatkan kepercayan konsumen dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang timbul karena masalah mutu dan keamanan produk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hazard Anaysis Critical Control Point (HACCP) 1. Pengertian HACCP Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan. Sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu : (1) keamanan pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; (2) kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah yang kurang dalam kemasan Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan. Hubeis (1997) berpendapat bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen.

2. Prinsip HACCP Tujuh Prinsip HACCP yaitu : 1) Analisis bahaya mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan

dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya. 2) Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP). Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut. CCP berarti setiap tahapan didalam produksi pangan dan/atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya. 3) Menetapkan batas kritis setiap CCP. Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali. 4) Menetapkan sistem monitoring setiap CCP. Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan. 5) Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi. menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali. 6) Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif. 7) Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi, mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya

3. Bahaya Pada Bahan Pangan


Jika tidak dipilih secara hati-hati atau tidak diolah dengan cara-cara yang benar, pangan dapat membahayakan kesehatan, karena bisa tercemar oleh bahan-bahan berbahaya. Bahanbahan berbahaya itu masuk bersama-sama dengan pangan ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit atau keracunan. Ada beberapa jenis bahaya dalam pangan, yang dapat dikelompokkan ke dalalam tiga jenis, yaitu: bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik. a. Bahaya Biologis Bahaya biologis adalah bahaya berupa cemaran mikroba penyebab penyakit (patogen), virus, dan parasit yang dapat menyebabkan keracunan atau penyakit jika termakan oleh

6 manusia. Cemaran mikroba ini dapat berasal dari udara, tanah, air dan tempat-tempat lainnya yang kotor. Demikaian juga virus hepatitis A dan parasit misalnya cacing dapat berasal dari lingkungan yang kotor. Umumnya cemaran mikroba dibawa oleh hama yaitu serangga seperti lalat, kecoa dan binatang pengerat seperti tikus, dan binatang pembawa penyakit lainnya. Ada 2 jenis mikroba yaitu yang merugikan dan yang tidak. Yang Merugikan yaitu : 1. Mikroba pembusuk adalah mikroba yang dapat menguraikan bahan sehingga menjadi busuk, misalnya busuknya bahan pangan. Mikroba patogen adalah mikroba yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia seperti bakteri tbc, tifus, disentri, kolera dan sebagainya. Bakteri-bakteri tertentu dapat juga menghasilkan racun yang jika termakan akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia. 2. Di samping bakteri, kapang juga dapat menghasilkan racun seerti Aspergillus flavus yang menghasilkan racun aflatoksin. Kapang ini sering tumbuh pada biji-bijian seperti jagung, dan kacang-kacangan seperti kacang tanah, jika kondisi penyimpanannya buruk, yaitu hangat dan lembab. 3. Mikroba tumbuh dengan baik pada bahan yang lingkungan lembab dan hangat, mengandung zat gizi baik seperti pada bahan pangan, pada lingkungan yang kotor. Oleh karena itu, bahan pangan mudah sekali diserang mikroba jika berada pada lingkungan yang kotor. 4. Cemaran mikroba patogen dan mikroba penghasil racun ini merupakan bahaya biologis dalam pangan. b. Bahaya Kimia Bahaya Kimia adalah bahaya berupa cemaran bahan-bahan kimia beracun yang dapat menyebabkan keracunan atau penyakit jika termakan oleh manusia, seperti residu pestisida, logam berbahaya, racun yang secara alami terdapat dalam bahan pangan, dan cemaran bahan kimia lainnya. Bahan kimia dapat timbul dalam pangan diantaranya yaitu :

7 1. Bahan pangan seperti sayuran dan buah-buah dapat tercemar pestisida di kebun karena penggunaan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau karena penyemprotan pestisida masih dilakukan walaupun sayuran atau buah-buahan hendak dipanen. 2. Sayuran dapat tercemar logam berbahaya karena selalu disiram dengan air sungai yang tercemar oleh logam berbahaya dari buangan industri kimia. 3. Beberapa jenis ikan laut mengandung racun alami yang dapat membahayakan manusia jika termakan. 4. Kacang tanah telah berjamur mungkin ditumbuhi kapang Aspergillus flavus yang menghasilkan sejenis racun yang disebut aflatoksin. 5. Tempe bongkrek dapat tercemari racun bongkrek sebagai akibat dari proses pembuatan yang salah. c. Bahaya Fisik Bahaya fisik adalah bahaya karena adanya cemaran-cemaran fisik seperti benda-benda asing yang dapat membahayakan manusia jika termakan, seperti pecahan gelas, pecahan lampu, pecahan logam, paku, potongan kawat, kerikil, stapler dan benda asing lainnya.

4. Bahan Pangan dan Resiko Bahaya


Resiko bahaya dari bahan pangan atau makanan sangat beragam tergantung antara lain pada jenis dan tempat diperolehnya, dan pada peka tidaknya bahan pangan atau makanan itu terhadap kerusakan, khususnya kerusakan karena mikroba. Bahan pangan dapat mengalami kerusakan dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada jenisnya, seperti digolongkan sebagai berikut: - Bahan pangan yang mudah rusak, misalnya bahan pangan yang berasal dari hewan seperti daging, susu, telur dan ikan. - Bahan pangan yang agak mudah rusak,misalnya sayuran dan buah-buahan, dan - Bahan pangan yang tidak mudah rusak, misalnya biji-bijian dan kacang-kacangan yang kering seperti gabah kering, jagung pipil kering dan kacang kedelai kering.

8 Umumnya bahan pangan yang mudah rusak beresiko mengandung bahaya biologis karena tercemar mikroba. Bahan pangan yang bersifat mudah rusak umumnya mengandung air dalam kadar yang tinggi sehingga mudah ditumbuhi bakteri. Dengan demikian, bahan pangan atau makan di bawah ini beresiko mengandung bahaya biologis : - Daging dan hasil olahnya - Susu dan hasil olahnya - Telur dan hasil olahnya - Ikan dan hasil olahnya - Sayur dan hasil olahnya - Buah-buahan yang rasanya tidak asam - Santan Bahan Pangan Atau Makanan Beresiko Bahan Kimia : - Bahan pangan atau makanan yang secara alami mengandung racun (singkong, racun, ikan laut yang beracun, tempe bongkrek, dsb.) - Bahan pangan atau makanan yang tercemar pestisida, pupuk kimia, antibiotika, logam berbahaya, dan cemaran kimia lainnya. - Bahan tambahan yang terlarang atau bahan tambahan pangan yang melebihi takaran maksimum yang diizinkan dalam penggunaannya. - Bahan pangan atau makanan yang tercemar racun kapang, misalnya biji-bijian atau kacangkacangan yang disimpan pada kondisi penyimpanan salah. Penyimpanan yang salah adalah penyimpanan pada ruangan yang terlalu lembab dan hangat. Bahan Pangan atau Makan Beresiko Bahaya Fisik : - Bahan pangan atau makanan yang kotor karena tercemar benda-benda asing seperti pecahan gelas, potongan tulang, potongan kayu, kerikil, rambut, kuku, sisik dan sebagainya. Makanan yang dibungkus plastik atau daun dengan menggunakan stapler beresiko bahaya fisik, karena stapler yang terlepas dapat masuk ke dalam makanan tanpa diketahui.

Adapun karakteristik resiko dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 1. KARAKTERISTIK RESIKO BAHAYA Keterangan Bahaya Bahaya A Bahaya B Bahaya C Karakteristik Kel. Khusus dari produk tidak steril untu konsumen beresiko tinggi ( bayi, orang tua, atau orang sakit ) Produk yang mengandung ingridient yang sensitif terhadap bahaya mikrobiologis, kimia, fisik Di dalam proses tidak terdapat tahap yang dapat membunuh MO berbahaya, memusnahkan, mencegah, menghilangkan bahaya kimia Produk yang kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan Kemungkinan terjadi kontaminasi ulang selama distribusi Tidak ada cara mencegah/ menghilangkan bahaya oleh konsumen Tabel 2. KATEGORI RESIKO Karakteristik Bahaya 0 + ++ +++ ++++ +++++ A + (kategori khusus) Tanpa atau dengan B s/d F Kategori Resiko 0 I II III IV V VI Keterangan Tidak mengandung bahaya A s/d F Satu bahaya B s/d F Dua bahaya B s/d F Tiga Bahaya B s/d F Empat Bahaya B s/d F Lima bahaya B s/d F Kategori resiko paling tinggi ( semua produk yang mempunyai bahaya A

Bahaya D Bahaya E Bahaya F

Ket : ( + ) mempunyai karakteristik bahaya ( 0 ) tidak mempunyai karakteristik bahaya

5. Penetapan Titik Kendali Kritis (TKK) Suatu langkah dimana pengendalian dapat dilakukan dan mutlak diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya kemanan pangan atau menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima. Ada dua tipe titik kritis, yaitu :

10

1) Titik kendali (TK) : setiap titik dalam system pangan spesifik, dimana hilangnya kendali dapt menimbulkan cacat ekonomis atau mutu, atau peluang terjadinya resiko kesehatan rendah. 2) Titik Kendali Kritis (TKK) : setiap titik dalam sistem pangan spesifik, dimana hilangnya kendali dapat menimbulkan peluang resiko kesehatan yang besar. TKK dibagi menjadi dua yaitu ; 1) Menghilangkan/mencegah bahaya (TKK 1) 2) Mengurangi bahaya (TKK 2)

6. Penetapan Batas Kritis Suatu kriteria yang memisahkan antara kondisi yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.

7. Menetapkan Sistem Pemantauan Pengendalian TTK Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari TKK yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya secara ideal memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakn penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK. Penyesuaian seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang untruk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. apabila pemantauan tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin agar TKK terkendali.

8. Menetapkan Tindakan Perbaikan Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dari produk yang

11

terpengaruh.

Penyimpangan

dan

prosedur

disposisi

produk

harus

didokumentasikan dalam catatan HACCP. Berikut klasifikasi tingkatan produk beresiko dan tindakan koreksinya: Tabel 3. Resiko dan tindakan koreksi/perbaikan Tingkatan resiko Produk beresiko tinggi Tindakan koreksi/perbaikan Produk tidak boleh diproses atau diproduksi sebelum penyimpanan dikoreksi/diperbaiki. Produk ditahan/tidak dipasarkan, dan diuji keamanannya. Jika keamanan produk tidak memenuhi syarat, perlu dilakukan tindakan koreksi yang tepat. Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan tetap dikoreksi dalam waktu singkat (dalam beberapa hari/minggu). Pemantauan khusus diperlukan sampai semua penyimpangan dikoreksi. Produk dapat diproses Penyimpangan harus dikoreksi/diperbaiki jika waktu memungkinkan. Pengawasan rutin harus dilakukan untuk menjamin status resiko berubah menjadi resiko sedang atau tinggi.

Produk beresiko sedang

Produk beresiko rendah

9. Menetapkan Prosedur Verifikasi Penetapan prosedur verifikasi. Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Kegiatan verifikasi ; 1) Penetapan jadwal HACCP 2) Pemerikasaan kembali rencana HACCP 3) Pemeriksaan catatan HACCP 4) Pemeriksaan penyimpangan TKK dan prosedur perbaikan 5) Pengamatan visual selama produksi untuk mengendalikan HACCP

12

6) Pengambilan contoh dan analisis secara random Membuat kesesuaian rencana HACCP

10. Menetapkan Dokumentasi Pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi. Tujuan penerapan system dokumentasi dan pencatatan adalah ; a. Bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang ada b. Jaminan pemenuhan peraturan c. Kemudahan pelacakan dan peninjauan catatan d. Dokumentasi data pengukuran menuju catatan permanent mengenai keamanan produk e. Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan apabila ada audit HACCP f. Catatan HACCP memusatkan pada isu keamanan pangan untuk dapat cepat mengidentifikasi masalah g. Membantu mengidentifikasi lot ingredient, bahan pengemas dan produk akhir apabila masalah keamanan yang timbul memerlukan penarikan dari pasar. Beberapa keterangan yang harus dicatat dalam pendokumentasian antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Judul dan tanggal pencatatan Keterangan produk Bahan dan alat yang digunakan Proses yang dilakukan TKK Batas kritis yang ditetapkan Penyimpangan dan batas kritis Tindakan koreksi terhadap penyimpangan TKK Identifikasi operator

13

Penerapan Tahap HACCP


1. Pembentukan tim HACCP

2. Deskripsi propduk

3. Identifikasi penggunaan/konsumennya 4.Penyusunan bagan alir proses 11.Penetapan prosedur verifikasi

5.Pemeriksaan bagan alir di lapangan 6.Identifikasi bahaya potensial

7.Penetapan titik kendali kritis (TKK) 8.Penentuan batas kritis setiap TKK 9.Pemantauan batas kritis setiap TKK 12.Dokumentasi dan Pencatatan 10.Penetapan tindakan koreksi

Kondisi terkontrol

Gambar 1. Penerapan Tahap HACCP

14 A. Bahan Pembuatan Tempe Bacem

1.

Tempe Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan

lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Adapun khasiat tempe diantaranya yaitu : - Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. - Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. - Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen

15 terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya. - Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. - Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut). - Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe. - Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. (file:///D:/Fii/Semester%20V/RIRI/Tempe%20-%20Wikipedia%20bahasa %20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm) Meski kaya gizi, kualitas tempe juga dipengaruhi cara pembuatan dan penyimpanannya. Kualitas tempe adalah baik buruknya keadaan suatu tempe tersebut. Tempe yang berkualitas baik dan tahan agak lama adalah tempe yang dalam pembuatannya memperhatikan sanitasi dan kemurnian inokulumnya. Tempe disini digolongkan ke dalam bahan makanan yang sangat mudah rusak atau busuk dan daya tahannya tidak melebihi daging dan ikan. Untuk tempe, penyimpanan dalam refrigerator hanya bertahan 2-3 hari. Kemudian tempe akan mengalami perubahan cita rasa meski belum membusuk. Penyimpanan tempe dalam freezer bisa bertahan lebih dari sebulan karena suhu dingin dapat mengawetkannya. Dengan kemudahan mendapatkan tempe dari warung, pasar, dan tukang sayur, sebaiknya tempe dikonsumsi segar tanpa mengalami proses penyimpanan (Tempe Kedelai.pdf).

16 Tempe yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut : Tempe harus berwarna putih Kedelai pada tempe masih terlihat kuning Kedelai pada tempe harus masih segar Tidak ada campuran bahan-bahan lain kecuali bahan utama kedelai Sebagian besar kedelai telah dihubungkan oleh jamur-jamur tempe, dll

Ciri-ciri tempe yang berkualitas tidak baik adalah : Jamur berubah warna, khususnya berwarna hitam Pada tempe terasa sedikit lengket Bau kurang sedap pada tempe Kedelai telah kering Sebagian kedelai belum dihubungkan oleh jamur tempe, dll.

(http://pemahaman-tempe.blogspot.com/) 2. Ketumbar Ketumbar (Coriandrum sativum) adalah tumbuhan rempah-rempah yang populer. Buahnya yang kecil dikeringkan dan diperdagangkan, baik digerus maupun tidak. Bentuk yang tidak digerus mirip dengan lada, seperti biji kecil-kecil berdiameter 1-2 mm. Tumbuhan ini berasal dari Eropa Selatan dan sekitar Laut Kaspia. Dengan diberi tambahan bumbu ketumbar ini, aroma masakan akan lebih nyata. Ketumbar biasanya digunakan pelancar pencernaan, peluruh kentut (carminative), peluruh ASI (lactago), dan penambah nafsu makan (stomachica). (http://id.wikipedia.org/wiki/Ketumbar) 3. Garam Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal putih, seringkali dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl). Dipasaran tersedia garam dalam berbagai bentuk yaitu garam bata, garam berbutir

17 sangat besar, garam bubuk dan garam meja yang berbutir sangat halus member rasa asin atau gurih pada masakkan karena dapat digunakan sebagai pengawet. Konsenetrasi garam 10-12 % akan dapat menghambat mikroorganisme pathogen, termasuk Clostridium botulinum dengan pengecualian Streptococcus aureus. Walaupun demikian beberapa mikroorganisme (Leuconostoc dan Lactobacilus) dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk menghambat mikroorganisme yang tidak dikehendaki. Garam yang mempengaruhi Aktifitas Air (AW) dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Menurut SNI No. 01-3556-1999 (garam dapur). Standart mutu yang harus dipenuhi oleh produsen garam adalah kandungan NaCl untuk garam konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97% untuk garam kelas satu, dan tidak kurang dari 94% untuk garam kelas dua. Tingkat kelembapan disyaratkan berkisar 0,5% dari senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0%. Kadar Iodium berkisar 30-80 ppm. Tempat penyimpanan garam beriodium yang benar adalah dalam wadah kering dan tertutup rapat serta terhindar dari sinar matahari langsung maupun panas api. Tempat penyimpanan dapat mempengaruhi kadar Iodat dalam garam beriodium. Tempat yang paling stabil yaitu toples plastik tertutup, kemudian toples plastik terbuka dalam kulkas, yang diikuti kemasan plastik terbuka dalam kulkas, toples plastik terbuka dan kemasan plastik terbuka (Siyema, L. 2008). Dalam proses pengolahan makanan penggunaan makanan sebaiknya dimasukkan setelah masakkan matang dan diangkat dari sumber panas. Hal ini dimaksudkan agar kandungan iodium dalam garam tidak hilang.

4.

Minyak Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang

dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola. Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap yang

18 terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak jenuh. Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Setelah penggorengan berkali-kali, asam lemak yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Dengan demikian minyak tersebut dapat dikatakan telah rusak atau dapat disebut minyak jelantah. Penggunaan minyak berkali-kali akan membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik, minyak yang seperti ini dikatakan telah rusak dan berbahaya bagi kesehatan. Suhu yang semakin tinggi dan semakin lama pemanasan, kadar asam lemak jenuh akan semakin naik. Minyak nabati dengan kadar asam lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi kesehatan. Selain karena penggorengan berkali-kali, minyak dapat menjadi rusak karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu sehingga ikatan trigliserida pecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi kerusakan minyak adalah : - Oksigen dan ikatan rangkap Semakin banyak ikatan rangkap dan oksigen yang terkandung maka minyak akan semakin cepat teroksidasi. - Suhu Suhu yang semakin tinggi juga akan mempercepat proses oksidasi. - Cahaya dan ion logam berperan sebagai katalis yang mempercepat proses oksidasi. - Antioksidan membuat minyak lebih tahan terhadap oksidasi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng) 5. Air

Air adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Ciri-ciri air yang baik adalah air yang bersih, jernih, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme. Syarat-syarat air bersih adalah : a) Syarat mikrobiologi b) Syarat fisik : tidak mengandung bakteri E. Coli : tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau

19

c) Syarat kimia (Wikipedia, 2009)

: tidak mengandung logam berat seperti timbal, Zn, dll

20

BAB III METODE PENGAMATAN A. Tempat dan Waktu Penelitian HACCP ini dilakukan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. B. Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan adalah : 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan secara langung yang meliputi: a. Data penerimaan tempe, kelapa muda parut, bumbu balado, daging cincang sapi, telur, garam, kencur, ketumbar, daun jeruk, minyak. b. Data penyimpanan penerimaan tempe, kelapa muda parut, bumbu balado, daging cincang sapi, telur, garam, kencur, ketumbar, daun jeruk, minyak. c. Data persiapan penerimaan tempe, kelapa muda parut, bumbu balado, daging cincang sapi, telur, garam, kencur, ketumbar, daun jeruk, minyak. d. Data pengolahan penerimaan tempe, kelapa muda parut, bumbu balado, daging cincang sapi, telur, garam, kencur, ketumbar, daun jeruk, minyak. e. Data penyajian dan pendistribusian lauk nabati makan siang menu makanan non diet. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data penunjang yang diperoleh dari : a. Standar resep lauk nabati makan siang menu makanan non diet rempah tempe. b. Standar pengolahan lauk nabati makan siang menu makanan non diet rempah tempe.

C. Cara Pengumpulan Data Metode pengumpulan data untuk penelitian HACCP ini dengan menggunakan metode wawancara dengan petugas penerimaan, persiapan, pengolahan dan petugas distribusi makanan serta observasi langsung terhadap pengolahan lauk nabati makan siang menu makanan non diet.

21

BAB IV HASIL A. Analisa Masalah Faktor penghambat timbulnya masalah pada proses pembuatan lauk nabati makan siang menu makanan non diet adalah penggunaan dan proses pengolahannya. Sedangkan faktor yang mendukung timbulnya masalah pada produk makanan cair DM adalah penggunaan air yang mungkin tercemar oleh bakteri E. Coli, sikap pemasak yang kurang memperhatikan higiene dan sanitasi makanan, lingkungan (dapur) serta faktor selama distribusi yang rentan terhadap pencemaran. B. Penerapan HACCP pada Rempah Tempe 1. Pembentukan tim pelaksana HACCP Kepala Instalasi Gizi

Petugas penerimaan bahan makanan

Petugas persiapan bahan makanan

Petugas pengolahan bahan makanan

Petugas pendistribusian /penyaji

Gambar 2. Bagan tim pelaksana HACCP

a. Analisis deskripsi produk Tabel 4. Analisis deskripsi produk Deskripsi Makanan cair DM merupakan percampuran antara susu full cream (55 gr), susu skim (105 gr), gula pasir 62 gr), minyak goreng (71 gr), di mix menggunakan alat pengaduk yang hasilnya dalam 1 sachet seberat 39 gr untuk 1 pasien. Pada proses pengolahannya diseduh dengan air panas. Rempah tempe Tempe, kelapa muda parut, bumbu balado, daging

Nama Produk Komposisi

22

cincang sapi, telur, garam, kencur, ketumbar, daun jeruk, minyak. Metode pengolahan 1. 2. 3. Kukus Tumis Goreng

Metode Penyajian/Distribusi Cara penyimpanan Standar Pasien

Rantang Disimpan pada suhu ruang. Produk disajikan dalam kondisi bersih dan layak untuk dikonsumsi. Dipasok dari pedagang.

Asal bahan baku

23

b. Bagan Alir Proses Makanan Cair DM


Penerimaan BM (tempe, kelapa muda parut, daging cincang sapi, telur, garam, kencur, ketumbar, daun jeruk, minyak)

Gambar 2. Bagan alir produksi Pemeriksaan Diagram Alir di Lokasi Produksi Pada tanggal 29 Februari 2012 jam 09.00 WIB telah dilakukan pemeriksaan tahapan proses diagram alir yang ditulis pada diagram ailir proses di lokasi produksi dan telah diteliti tidak ada penyimpangan. Untuk pembuatan tepung susu DM tidak

24

dilakukan pengolahan karena pada hari yang sama tidak ada pembuatan tepung susu DM. c. Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya, serta analisis resiko a. Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya, serta anlisis resiko pada bahan makanan Tabel 5. Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya pada bahan makanan Bahan mentah/ ingredient/ bahan tambahan
Tempe

No

Bahaya (B(M)/ K/ F)
B, F, K

Jenis bahaya

Cara pencegahan

1.

2.

Kelapa muda parut

F,M,K

B: F: K: F : Perubahan warna, aroma, rasa, kerikil, pasir. M : E. Coli K : Mengandung logam F : menggumpal

Filtrasi atau penyaringan Direbus pada suhu 100 C Filtrasi atau penyaringan Disimpan pada suhu ruang 25 - 27C dan dalam wadah yang tertutup rapat. Diseduh dengan air panas. Disimpan pada suhu yang tertutup rapat Sortasi disimpan pada suhu ruang 25 - 27C dan tertutup rapat. Disimpan pada suhu ruang 25 - 27C dan tertutup rapat Penggunaan minyak tidak lebih dari 2x,sortasi Penggunaan minyak tidak lebih dari 2x

3.

Bumbu balado

F,M,B

M : E. coli B : serannga (semut) 4. Daging cincang sapi, F,M F : mencair

M : Bakteri halofilik 5. Telur F,K F : Hitam,tengik K : Peroksida 6. 7. 8. 9. Garam Kencur Ketumbar Daun jeruk

10.

Minyak

25

b.

Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya pada peralatan

Tabel 6. Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya pada peralatan Bahaya Alat No 1. Baskom (B(M)/ K/ F) B,K,F Jenis bahaya K : kontaminasi logam B : Bakteri Cara pencegahan

Pemilihan jenis baskom saat membeli baskom. Pencucian secara bersih dan sterilisasi. Dicuci bersih. Dibersihkan setiap selesai digunakan Sterilisasi Dibersihkan setiap selesai digunakan Sterilisasi Pemilihan alat seperti sendok dari stainless steel Dicuci bersih. Sterilisasi

F : debu 2. Timbangan manual F,B F : debu

B : bakteri 3. Timbangan digital F,B F : debu

B : bakteri 4. Sendok K K : karat

5. 6.

Sendok plastik Plastik pembungkus Penggiling

F F

F : debu F : debu, benda asing K : karat

7.

K,F,B

Pemilihan alat penggiling menggunakan stainless steel. Dibersihkan setelah pemakaian Sterilisasi Sterilisasi Pemilihan alat seperti pisau dari stainless steel

F : debu

B : bakteri 8. 9. Gelas plastik Blender F K F : debu K: Karat

26

c. Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya pada proses Tabel 7. Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya pada proses Bahaya Proses No 1. Penerimaan (B(M)/ K/ F) F Jenis bahaya F : kemasan rusak Cara pencegahan Penerimaan sesuai dengan spesifikasi bahan makanan. Menggunakan sarung plastik dan menggunakan alat yang sudah dibersihkan

2.

Persiapan (penimbangan)

F : Kotoran dari penjamah dan debu

3.

Pengadukan

F, K

F : debu, kotoran

Menggunakan sarung tangan Alat dibersihkan sebelum digunakan Menggunakan sarung plastik dan menggunakan alat yang sudah dibersihkan

K : kontaminasi dengan alat/logam 4 Penimbangan dan pengemasan F, K F : Kotoran dari penjamah dan debu

K : karat logam

Pemilihan alat menggunakan stainless steel. Menggunakan sarung plastik dan menggunakan alat yang sudah dibersihkan

Pencampuran

F, K

F : Kotoran dari penjamah dan debu

K : karat logam

Pemilihan alat menggunakan stainless steel. Menggunakan sarung plastik dan menggunakan

Pemorsian

F, K

F : Kotoran dari

27

penjamah dan debu

alat yang sudah dibersihkan

K : karat logam

Pemilihan alat menggunakan stainless steel.

Penyajian

F, K

F : kontaminasi dari Menggunakan sarung alat, penjamah dan tangan plastik dan alat udara dibersihkan sebelum digunakan K : karat logam Pemilihan alat menggunakan stainless steel. Makanan ditutup dan dimasukkan dalam troli dengan keadaan bersih dan tertutup

8.

Pendistribusian

M : kontaminasi mikroorganisme dari udara dan alat distribusi

d. Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya pada lingkungan Tabel 8. Identifikasi bahaya dan cara pencegahannya pada lingkungan Bahaya No Lingkungan (B(M)/ K/ F) F,M Jenis bahaya Cara pencegahan

1.

Peralatan

F : kondisi alat yang tidak utuh M : jamur

Diganti yang utuh, pemilihan alat Pencucian yang bersih dan disiram air panas Menggunakan celemek, tutup kepala, memakai sarung tangan dan cuci tangan sebelumnya

2.

Penjamah

F : kotoran pada penjamah

Keterangan : M : Bahaya mikrobiologi

28

F K B

: Bahaya fisik : Bahaya kimia : Bahaya biologi

29

Tabel 9. Analisis resiko bahaya Nama bahan Susu full cream Susu skim Kelompok bahaya A + B + C D + E + F + Kategori resiko V

Ket Aman dikonsumsi jika bahan sesuai spesifikasi Aman dikonsumsi jika bahan sesuai spesifikasi Aman dikonsumsi jika dimasak dengan suhu 100oC Aman dikonsumsi jika bahan sesuai spesifikasi Aman dikonsumsi jika bahan sesuai spesifikasi

Air

Gula pasir

Minyak goreng

+ : Ya - : Tidak Keterangan : A : Produk untuk konsumen berisiko tinggi (bayi, orang tua atau orang sakit). B : Mengandung bahan yang sensitive terhadap bahaya biologis/kimia/fisik. C : Tidak ada tahap untuk mencegah atau menghilangkan bahaya MO. D : Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah proses pengolahan sebelum pengemasan. E : Kemungkinan penanganan yang salah selama penyajian, distribusi, penjualan dan konsumsi. F : Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen 0 I II III IV V VI : Tidak mengandung bahaya A sampai F : Mengandung satu bahaya A sampai F : Mengandung dua bahaya A sampai F : Mengandung tiga bahaya A sampai F : Mengandung empat bahaya A sampai F : Mengandung lima bahaya A sampai F : Mengandung enam bahaya A sampai F Gambar 3. Penetapan titik kendali kritis (CCP) Pertanyaan yang diajukan untuk setiap bahaya dan bahan baku P1. Apakah mungkin bahan baku mengandung bahaya pada tingkat yang berbahaya ?

30

ya

P2. Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen) dapat mengurangi/menghilangkan bahaya sampai tingkat yang aman?

ya

Bukan CCP

Bahan mentah/ingredient/langkah proses Susu full cream Susu skim Gula pasir Air Minyak goreng P1 Ya Ya Ya Ya Ya

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P2 Ya Ya Ya Ya Ya P3 P4 P5 P6 Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP

Pertanyaan yang diajukan untuk setiap bahaya dan setiap formulasi P3. Apakah formulasi atau komposisis produk antara awal/akhir penting untuk mencegah meningkatnya bahaya?

ya

31

Formulasi atau komposisi adalah CCP

Pertanyaan yang diajukan untuk setiap bahaya dan setiap proses i. Penerimaan P4. Apakah kontaminasi ulang dapat muncul? Apakah bahaya yang mungkin ada akan bertambah?

ya

P5. Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang aman?
tidak

CCP

Bahan mentah/ingredient/langkah proses Penerimaan P1

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P2 P3 P4 Ya P5 Tidak P6 CCP

ii. Penyimpanan P4. Apakah kontaminasi ulang dapat muncul? Apakah bahaya yang mungkin ada akan bertambah?

32

ya

P5. Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang aman?
tidak

CCP

Bahan mentah/ingredient/langkah proses Penyimpanan P1

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P2 P3 P4 Ya P5 Tidak P6 CCP

iii. Persiapan (penimbangan) P4. Apakah kontaminasi ulang dapat muncul? = Apakah bahaya yang mungkin ada akan bertambah?
ya

P6. Apakah tahap pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang aman?
ya

CCP

Bahan mentah/ingredient/langkah proses Persiapan (penimbangan) P1

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P2 P3 P4 Ya P5 P6 Ya CCP

33

iv. Pengadukan BM P4. Apakah kontaminasi ulang dapat muncul? Apakah bahaya yangmungkin ada akan bertambah?
ya

P5. Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen) dapat bahaya dapat terjadi atau meningkat batas ? menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai sampai melebihi tingkat yang aman?

tidak

CCP

Bahan mentah/ingredient/langkah proses Pengadukan BM P1

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P2 P3 P4 Ya P5 Tidak P6 CCP

v. Penimbangan dan pengemasan P4. Apakah kontaminasi ulang Dapat muncul? Apakah bahaya yang mungkin ada akan bertambah?
ya

P6. Apakah tahap pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang aman?

ya

CCP

34

Bahan mentah/ingredient/langkah proses Penimbangan dan pengemasan P1

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P2 P3 P4 Ya P5 P6 Ya CCP

6) Pengolahan P4. Apakah kontaminasi ulang dapat muncul? Apakah bahaya yangmungkin ada akan bertambah?
ya

P6. Apakah tahap pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan atau bahaya dapat terjadi atau tingkat meningkat sampai melebihi batas ? mengurangi bahaya sampai yang aman?

ya

Bahan CCP mentah/ingredient/iangkah proses Pengolahan

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P1 P2 P3 P4 Ya P5 P6 Ya CCP

7) Penyajian P4. Apakah kontaminasi ulang dapat muncul? Apakah bahaya yangmungkin ada akan bertambah?
ya

P5. Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen)dapat bahaya dapat terjadi atau meningkat sampai melebihi batas ? menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang aman?
tidak

CCP

35

Bahan mentah/ingredient/iangkah proses Penyajian

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P1 P2 P3 P4 Ya P5 Tidak P6 CCP

vi. Distribusi P4. Apakah kontaminasi ulang Dapat muncul? Apakah bahaya yangmungkin ada akan bertambah?

ya

bahaya dapat terjadi atau meningkat sampai melebihi batas ?

P5. Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang aman?

tidak

CCP

Bahan mentah/ingredient/langkah proses Distribusi P1

Pertanyaan diagram pohon Keputusan P2 P3 P4 Ya P5 Tidak P6 CCP

1. Penetapan batas kritis dan toleransi pada setiap titik kritis Tabel 10. Penetapan batas kritis dan toleransi pada setiap titik kritis

Proses

Bahaya

CCP

Batas kritis

Toleransi

36

Penerimaan

E. coli, kemasan rusak, menggumpal, serangga, expired Jamur, menggumpal, kemasan rusak Kotoran (debu) dari alat yang dipakai maupun dari penjamah Kotoran (debu), kontaminasi dari alat (logam) Kotoran (debu), kontaminasi dari alat (logam) E. colli, kotoran (debu), kontaminasi dari alat (logam) Kontaminasi alat dan udara

CCP 1

Kemasan baik, tidak menggumpal, bersih, masih aman untuk dikonsumsi Kemasan baik, tidak berjamur dan tidak menggumpal Alat bersih dan penjamah dalam keadaan bersih Tidak ada kotoran (debu) pada alat Tidak ada kotoran (debu) pada alat Menggunakan air yang dimasak dengan suhu 100C, tidak ada kotoran (debu) pada alat Menggunakan alat distribusi yang steril, ditutup dan waktu yang tepat Menggunakan alat distribusi yang steril, ditutup dan waktu yang tepat

Penerimaan sesuai spesifikasi

Penyimpanan

CCP 1

Penyimpanan dalam wadah yang tertutup dan kering (tidak lembab) Produk bersih tidak terkontaminasi oleh alat dan penjamah Makanan bersih tidak terkontaminasi oleh alat dan penjamah. Makanan bersih tidak terkontaminasi oleh alat dan penjamah. Bakteri E. colli mati, makanan bersih tidak terkontaminasi oleh alat dan penjamah. Makanan tidak bau, tidak rusak, tidak ada kotoran dan tidak berlendir. Makanan tidak bau, tidak rusak, tidak ada kotoran dan tidak berlendir.

Persiapan (penimbangan)

CCP 1

Pengadukan BM Pengemasan dan penimbangan Pengolahan

CCP 1

CCP 1

CCP 1

Penyajian

CCP 2

Pendistribusian

Kontaminasi alat dan udara

CCP 2

2. Penetapan sistem/tindakan pemantauan pada setiap Titik Kendali Kritis (TKK) Batas kritis yang sudah ditentukan suatu TKK haruslah dimonitor keberadaannya. Hal ini untuk memastikan apakah prosedur pengolahan atau penanganan pada TKK di bawah kendali. Komponen yang terlibat dalam sistem monitoring berdasarkan kaidah 4 W 1 H, yaitu : a) What : Apa yang akan dimonitor, pengukuran dan observasi ?

37

Yang akan dimonitor adalah pemasok bahan baku : penerimaan bahan baku (spesifikasi), penyimpanan, persiapan bahan baku, pengadukan bahan makanan, pengemasan dan penimbangan, pengolahan, penyajian, pendistribusian. b) Where : Dimana (titik, tahap, prosedur) akan dilakukan monitoring ? Monitoring dilakukan pada setiap tahap dan seluruh TKK. c) Who : Siapa yang melakukan monitoring ? Yang akan melakukan monitoring adalah ahli gizi RSU Dr. Saiful Anwar Malang d) How : Bagaimana cara memonitornya, pengecekan dan pengukuran ? Metode monitoring yang digunakan adalah dengan pengujian fisik dan sensori yaitu dengan pengamatan. e) Kapan akan dilakukan monitoring/frekuensi pemantauan ? Monitoring dapat dilakukan terus menerus dengan frekuensi pemantauan didasarkan pada besarnya variasi data selama proses pemantauan. Jika variasi data semakin besar, maka frekuensi akan sering dilakukan. Atau jika data yang diperoleh semakin mendekati batas kritis maka monitoring akan sering dilakukan. 3. Penetapan tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan Tabel 11. Tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan Produk beresiko rendah Produk dapat diproses Penyimpangan harus dikoreksi/diperbaiki jika waktu memungkinkan. Pengawasan rutin harus dilakukan untuk

menjamin status resiko berubah menjadi resiko sedang atau tinggi.

4. Penetapan verifikasi Kegiatan pada tahap verifikasi adalah : a. Penetapan jadwal verifikasi yang tepat b. Pemeriksaan kembali rencana HACCP

38

c. Pemeriksaan / penyesuaian catatan HACCP d. Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi e. Pengamatan visual selama produksi untuk mengendalikan CCP f. Pengambilan contoh dan analisis secara random g. Catatan tertulis mengenai kesesuaian dengan rencana HACCP 5. Penetapan system dokumentasi Dokumentasi sistem HACCP : a. Nama produk b. Tanggal pencatatan : Pengolahan susu bagi penderita DM : 29 Februari 2012

c. Bahan yang digunakan: Susu full cream, susu skim, minyak goreng, air, gula pasir d. Alat yang digunakan : Timbangan digital, timbangan rumah tangga, sendok, alat pengaduk, blender, gelas plastik, baskom, sendok plastik, plastik pembungkus. e. Proses yang dilakukan : Penyortiran bahan baku, penimbangan, pengolahan, penyajian

39

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan CCP adalah penetapan titik kendali kritis yang dibutuhkan untuk mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi. Terdapat 2 macam CCP yaitu CCP 1 untuk

mencegah/menghilangkan bahaya dan CCP 2 untuk mengurangi bahaya. Pada saat pembuatan susu bagi penderita DM ini yang termasuk CCP adalah : 1. Penimbangan bahan baku belum sesuai dengan prosedur karena masih ditemukannya peralatan yang kotor (debu) dan sendok yang terkontaminasi oleh logam (berkarat). 2. Proses pengadukan bahan sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan juga bersih setiap akan digunakan, proses ini merupakan CCP 1, karena dapat mencegah atau menghilangkan pertumbuhan bakteri. 3. Pada pengolahan sudah sesuai dengan prosedur yaitu mengolah makanan dengan menggunakan air yang mendidih, proses ini merupakan CCP 1, dapat menghilangkan atau mencegah pertumbuhan bakteri 4. Proses distribusi sudah sesuai dengan prosedur, proses ini termasuk CCP 2 karena waktu distribusi 3 jam. Hal ini menghambat pertumbuhan bakteri 5. Pada proses penerimaan sampai proses distribusi penjamah makanan kurang menerapkan hygiene sanitasi dengan tidak menggunakan APD lengkap seperti masker dan sarung tangan, berbicara saat pengolahan makanan serta masih banyak yang menggunakan perhiasan pada saat proses tersebut berlangsung.

B. Saran Sanitasi serta kelayakan alat harus tetap diperhatikan, seperti mencuci alat yang akan digunakan setiap sebelum ataupun sesudah melakukan proses pengolahan agar hygienitas alat tetap terjaga dan meminimalisir pencemaran mikroorganisme terutama pada pasien. Penjamah atau petugas pemasak memperhatikan kesesuaian alat dengan fungsinya masing-masing seperti spatula yang digunakanuntuk mengaduk makanan bukan digunakan sebagai alat untuk menggeser tuas untuk mematikan kompor Penjamah atau petugas pemasak sebaiknya menggunakan alat pelindung diri seperti masker, penutup kepala, serta sarung tangan

40

Penempatan tempat sampah sebaiknya diletakkan jauh dari tempat meja persiapan sehingga tidak tercemar oleh aroma dan mikroorganisme yang akan terbawa oleh udara. Pada proses persiapan distribusi, petugas penyaji sebaiknya menggunakan atribut lengkap seperti sarung tangan, masker, serta penutup kepala sehingga makanan yang akan didistribusikan menjadi tinggi tingkat keamanannya dan tidak tercemar mikroorganisme melalui udara, dan juga menggurangi tingkat kebisingan agar udara antara makanan dan sekitar tidak tercampur yang menimbulkan bahaya.

You might also like