You are on page 1of 33

BAB I DATA KASUS I.

1 IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Agama Alamat Status Perkawinan Suku Tanggal Periksa : An. N : 2 tahun : Perempuan ::: Islam : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang : Belum menikah : Jawa : Januari 2012

1.2 IDENTITAS KELUARGA AYAH Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Agama Alamat Status Perkawinan Suku IBU Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan : Ny. S : 28 tahun : Perempuan : Ibu rumah tangga : SI : Tn. N : 32 tahun : Laki-laki : Pegawai Negeri Swasta : SI : Islam : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang : Menikah : Jawa

Agama Alamat Status Perkawinan Suku I.3 ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Demam

: Islam : Perum. Sengkaling Regency E-19, Dau-Malang : Menikah : Jawa

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Demam sejak 3 hari yang lalu. Demam tinggi, naik teratur menjelang malam hari. Demam sukar turun walau minum obat. Nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Muntah 3x sejak 2 hari yang lalu, sehingga nafsu makan berkurang. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Serupa Riwayat Mondok Riwayat Sakit Gula Riwayat Penyakit Jantung Riwayat Hipertensi Riwayat Sakit Kejang Riwayat Alergi Obat Riwayat Alergi Makanan : : Tidak ada : : Tidak ada : Tidak pernah MRS/ opname : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Keluarga dengan Penyakit Serupa Riwayat Hipertensi Riwayat Sakit Gula Riwayat Jantung Riwayat Sakit Kejang : : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan Riwayat Merokok

: Tidak merokok

Riwayat Minum Alkohol Riwayat Olahraga

: Tidak pernah : Jarang olahraga

Riwayat Pengisian Waktu Luang : Lihat TV : Ny. S memiliki satu anak. An. N adalah anak pertama. Pada saat

6. Riwayat Kehamilan Ibu

hamil, Ny. S rutin ANC ke dokter. Pernah sakit ringan seperti batuk dan pilek. Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat, kecuali dari dokter, yaitu vitamin saja. 7. Riwayat Kelahiran : An.N lahir dengan normal. Pada saat kelahiran, An. N langsung menangis spontan dengan keras. Berat badan lahir 2900 gr dengan panjang 56 cm. 8. Riwayat Tumbuh Kembang : Umur 1 tahun, An. N sudah bisa berjalan, mengucapkan 3-4 kata dan mencoret-coret. An. N sekarang sudah bisa berlari, mengucapkan 5-6 kata, naik tangga dan memakai sendok. 9. Riwayat Imunisasi BCG Hepatitis B DPT Polio Campak : : 1 bulan setelah lahir : 1 bulan setelah lahir : Usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 18 bulan : Usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 18 bulan : Usia 9 bulan : Tidak ada :

10. Riwayat Alergi 11. Riwayat Sosial Ekonomi

An. N adalah anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear family bersama ayah dan ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh ayah. Hubungan An. N dan keluarganya saling mendukung, perhatian dan pengertian. 7. Riwayat Gizi : An. N biasanya makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk pauk berupa tahu, tempe dan kadang-kadang telur. Kesan gizi cukup.

I.4 ANAMNESIS SISTEM 1. Kulit 2. Kepala benjolan (-) 3. Mata 4. Hidung 5. Telinga 6. Mulut 7. Tenggorokan 8. Pernafasan 9. Kardiovaskuler 10. Gastrointestinal : : : : : : : : Pandangan mata normal, penglihatan kabur (-) Tersumbat (-), mimisan (-) Pendengaran baik, berdengung (-), cairan (-) Sariawan (-), kering (-), lidah terasa pahit (-) Sakit menelan (-), serak (-) Batuk (-), sesak nafas (-), mengi (-) Nyeri dada (-), berdebar-debar (-) Mual (-), muntah (+) 3x sejak 2 hari yang lalu , diare (-), nafsu makan menurun, nyeri perut (+), BAB 1x/hari 11. Genitourinaria normal 12. Neurologik 13. Psikiatri 14. Muskuloskeletal : : : Kejang (-), lumpuh (-), rasa tebal pada kaki maupun kesemutan (-) Emosi stabil (+), mudah marah (-) : BAK 3x/hari, kencing malam hari 1x/hari, warna dan jumlah dalam batas : : Berwarna sawo matang, pucat (-), gatal (-), kering atau mengelupas (-) Pusing dan sakit kepala (-), rambut kepala rontok (-), luka maupun

Kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-) 15. Ekstremitas Atas kanan Atas kiri Bawah kanan Bawah kiri : : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-) : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-) : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-) : Teraba hangat, bengkak maupun luka (-)

I.5 PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum 2. Kesadaran 3. Tanda Vital BB TB BMI Tensi Nadi RR Suhu : Tampak sakit sedang : Compos mentis, GCS: 4,5,6 : : 12,5 kg :::: 110 x/menit : 24 x/menit : 38 0C :

4. Kulit

Berwarna sawo matang, pucat (-), kering (-), petechie (-), teraba hangat (+), ikterik (-), sianosis (-), spider nevi (-) 5. Kepala 6. Mata 7. Hidung : : : Bentuk kepala normal, rambut kepala rontok (-), luka maupun benjolan (-) Conjunctiva anemi -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya +/+ Nafas cuping hidung (-), sekret (-), deformitas (-), atrofi konka (-), mukosa intake, obstruksi (-), hiperpigmentasi (-) 8. Mulut :

Pucat (-), kering (-), bau mulut (-), stomatitis (-), papil lidah atrofi (-), gigi normal, gusi berdarah (-), kelainan lidah (-), lidah berselaput (+) 9. Telinga : Sekret (-), serumen (-), benda asing (-), membran timpani intake, pendengaran normal, cuping telinga dalam batas normal 10. Tenggorokan 11. Leher 12. Thoraks Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi : : : : : Simetris, pernafasan thorakoabdominal, retraksi (-) : Krepitasi (-), simetris : Sonor Simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), tonsil membesar (-) Kaku (-), JVP normal, pembesaran KGB (-)

Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-) : : Iktus Cordis ICS 5 (palpable) : Iktus Cordis ICS 5 (palpable) : Batas jantung kiri : MCL, kanan : Sternum, atas : ICS 2, bawah : ICS 5 Auskultasi : S1-S2 : normal, tidak ada S3, murmur (-) : : Distensi (-), massa maupun jaringan parut (-), simetris

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi

13. Abdomen Inspeksi

Auskultasi : Bising usus normal Perkusi Palpasi : Timpani : Shuffle, asites (-), defen muskuler (-), pembesaran hepar maupun lien (-), nyeri tekan (-), tidak ada pulsasi abnormal

14. Sistem Collumna Vertebralis : Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), luka maupun benjolan (-) 15. Ekstremitas :

Akral dingin (-), oedem (-) 16. Pemeriksaan Neurologik Fungsi Vegetatif : Normal Fungsi Sensorik Fungsi Motorik : Normal : Normal :

17. Pemeriksaan Psikiatrik Penampilan Afek Psikomotor Proses berfikir o Bentuk o Isi o Arus Insight

: Normal : Normal/sesuai : Normal : : Realistik : Halusinasi (-), waham (-) : Koheren : Baik

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Lengkap Hb Lekosit Trombosit Hematokrit Eritrosit Hitung Jenis : : 12 g/dL : 8.700 ribu/mm3 : 265.000 /mm3 : 36,1 % : 4,86 juta/mm3 (n: 12-16 g/dl) (n: 4-10 ribu/mm3) (n: 150-400 ribu/mm3) (n: 37-48 %) (n: 4-5,5 juta/mm3)

: eos/bas/st/seg/lim/mon(n:1-3/0-1/2-6/50-70/20-40/2-8) - / - / - /80 /17 / 3 : : + 1/160 : + 1/160 : + 1/80 : + 1/80 (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Widal Typhus O Typhus H Paratyph A Paratyph B

I.8 RESUME Demam sejak 3 hari yang lalu. Demam tinggi, naik teratur menjelang malam hari. Demam sukar turun walau minum obat. Nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Muntah 3x sejak 2 hari yang lalu, sehingga nafsu makan berkurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, compos mentis, status gizi kesan cukup, kulit teraba hangat dan lidah berselaput. Tanda vital dengan nadi 110 x/menit, pernafasan 24 x/menit dan suhu 38 0C. Pemeriksaan penunjang, pada Widal didapatkan Typhus O: + 1/160, Typhus H: + 1/160, Paratyph A: + 1/80 dan Paratyph B: + 1/80. 1.9 WORKING DIAGNOSA 1. Typhoid 1.10 DIAGNOSTIK HOLISTIK An. N dengan usia 2 tahun adalah penderita typhoid. An. N merupakan anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear family bersama ayah dan ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh ayah. Hubungan An. N dan keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian. An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah. 1. Diagnosis dari segi biologis: o Typhoid 2. Diagnosis dari segi psikologis: Hubungan An. N dan keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian 3. Diagnosis dari segi sosial: An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah. 1.11 PENATALAKSANAAN 1. Non medikamentosa a. Edukasi Edukasi terhadap keluarga, mengenai: Penyakit typhoid

Intervensi farmakologik dan non farmakologik Penderita sebaiknya tidur cukup 6-8 jam setiap harinya dan tidak

b. Cukup istirahat dan tidur memaksakan diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. c. Diet tinggi kalori tinggi protein, seperti ayam, telur dan ikan 2. Medikamentosa a. IUFD KAEN 3B b. Proris c. Biothicol syp d. Injeksi Glocef 1.12 FOLLOW UP S O Tanggal 16 Januari 2012 Demam, KU tampak sakit sedang, nyeri perut, muntah, nafsu makan menurun compos mentis, gizi kesan cukup Tanda Vital: N: 110 x/menit RR: 24 x/menit S: 38 0C Status Generalis: Muntah (+) 3x sejak 2 hari yang lalu Nafsu makan menurun Nyeri perut (+) Status Lokalis: Lidah berselaput (+) Status Neurologis: dBN Status Mentalis: dBN Tanggal 17 Januari 2012 Demam, KU tampak sakit sedang, nafsu compos mentis, gizi kesan cukup A Typhoid P IUFD KAEN 3B 24 tetes/menit Injeksi Glocef 2x300 mg Proris 3x 1/2 cth Biothicol syp 3x1 cth Diet tinggi kalori tinggi protein, seperti ayam, telur dan ikan Dilakukan pemeriksaan penunjang (darah lengkap dan widal) 24 tetes/menit 3x 1/2 cth 3x1 cth 2x300 mg

Typhoid

IUFD KAEN 3B 24 tetes/menit

makan menurun

Tanda Vital: N: 112 x/menit RR: 25 x/menit S: 38,5 0C Status Generalis: dBN Status Lokalis: Lidah berselaput (+) Status Neurologis: dBN Status Mentalis: dBN Pemeriksaan Penunjang: Widal: Typhus O: + 1/160 Typhus H: + 1/160 Paratyph A: + 1/80

Injeksi Glocef 2x300 mg Biothicol syp 3x1 cth Diet tinggi kalori tinggi protein, seperti ayam, telur dan ikan

Paratyph B: + 1/80 Tanggal 18 Januari 2012 Demam, KU tampak sakit sedang, badan lemah, hidung buntu compos mentis, gizi kesan cukup Tanda Vital: N: 111 x/menit RR: 24 x/menit S: 36,5 0C Status Generalis: dBN Status Lokalis: dBN Status Neurologis: dBN Status Mentalis: dBN Tanggal 19 Januari 2012 Demam, KU cukup, compos mentis, gizi hidung buntu kesan cukup Tanda Vital: N: 110 x/menit RR: 24 x/menit

Typhoid

IUFD KAEN 3B 24 tetes/menit Injeksi Glocef 2x300 mg Paracetamol syr 4x1 cth Iliadin drop (tetes hidung) 3x0,11 cc Biothicol syp 3x1 cth

Typhoid

IUFD KAEN 3B 24 tetes/menit Injeksi Glocef 2x300 mg Paracetamol syr 4x1

10

S: 37 0C Status Generalis: dBN Status Lokalis: dBN Status Neurologis: dBN Status Mentalis: dBN 1.13 KESIMPULAN o Keadaan An. N membaik 1.14 IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA A. FUNGSI HOLISTIK 1. Fungsi Biologis

cth Iliadin drop (tetes hidung) 3x0,11 cc Biothicol syp 3x1 cth

Keluarga ini terdiri dari pasien (An. N, 2 tahun), ayah dan ibu. An. N baru pertama kali menderita penyakit seperti ini. 2. Fungsi Psikologis Hubungan An. N dengan keluarganya baik dan harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian. 3. Fungsi Sosial An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah. B. FUNGSI FISISOLOGIS DENGAN ALAT APGAR SCORE Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi: 1. Adaptasi Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang lain. 2. Partnership Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.

11

3. Growth Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan anggota keluarga tersebut. 4. Affection Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga. 5. Resolve Menggambarkan yang lain. Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata 5 kurang, 6-7 cukup dan 8-10 adalah baik. Dimana score untuk masing-masing kategori adalah: 2 : Sering/selalu 1 : Kadang-kadang 0 : Jarang/tidak sama sekali APGAR score An. N (pasien) APGAR score An. N = tidak dapat ditentukan, karena tidak kooperatif APGAR score Tn. N (ayah pasien) APGAR Tn. N Terhadap Keluarga A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya Sering /selalu Kadang -kadang Jarang/ Tidak kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga

12

dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersamasama Untuk Tn. N APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut : Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Tn. N sering memecahkannya bersama anaknya. Score : 2 Partnership : Tn. N tidak selalu meminta pendapat anggota keluarga yang lain jika menghadapi sebuah masalah karena merasa dapat menyelesaikannya sendiri. Score : 1 Growth : Tn. N sering mendukungnya. Score : 2 Affection : Antar anggota keluarga saling mendukung, memperhatikan, dan menunjukkan kasih sayang antara satu dengan lainnya. Score : 2 Resolve : Tn. N sering menghabiskan waktunya dengan keluarga di rumah. Score : 2 Total APGAR score Tn. N = 9 (fungsi keluarga dalam keadaan baik). APGAR score Ny. S (ibu pasien) APGAR Ny. S Terhadap Keluarga A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah Sering /selalu Kadang -kadang Jarang/ Tidak berdiskusi bersama ibunya untuk menentukan keputusan. Keluarga sering menyetujui dan

13

dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersamasama

Untuk Ny. S APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut : Adaptation : Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. S sering memecahkannya bersama anaknya. Score : 2 Partnership : Ny. S tidak selalu meminta pendapat anggota keluarga yang lain jika menghadapi sebuah masalah karena merasa dapat menyelesaikannya sendiri. Score : 1 Growth : Ny. S sering berdiskusi bersama ibunya untuk menentukan keputusan. Keluarga sering menyetujui dan mendukungnya. Score : 2 Affection : Antar anggota keluarga kadang saling mendukung, memperhatikan, dan menunjukkan kasih sayang antara satu dengan lainnya. Score : 1 Resolve : Ny. S sering menghabiskan waktunya dengan keluarga di rumah. Score : 2 Total APGAR score Ny. S = 8 (fungsi keluarga dalam keadaan baik). APGAR SCORE keluarga An. N adalah: (8+9) : 2 = 8,8

14

Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga An. N = BAIK C. FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREAM Fungsi patologis dari keluarga An. N dinilai dengan menggunakan alat S.C.R.E.E.M sebagai berikut : Social Culture Religious Sumber Anak yang aktif dan jarang keluar rumah Menggunakan adat-istiadat Jawa dalam kehidupan sehari-hari Anggota keluarga menjalankan sholat 5 waktu di rumah dan sering mengikuti Economic Educationa l Medical kegiatan keagamaan di lingkungannya Tn. N (ayah pasien) pegawai negeri, Ny. S (ibu pasien) ibu rumah tangga Tn. N (ayah pasien) lulusan SI, Ny. S (ibu pasien) lulusan SI An. N jarang ke dokter/Rumah Sakit untuk berobat, pasien dan keluarga kurang memahami penyakit penderita + Patologis -

Kesimpulan: Dalam keluarga pasien (An. N) ditemukan hanya satu fungsi patologis yaitu medical. D. GENOGRAM KELUARGA
Tn. N Ny. S An. N

Keterangan diagram: : Perempuan : Laki-laki : Penderita

15

E. INFORMASI PADA POLA INTERAKSI KELUARGA


Tn. N Ny. S

An. R

Keterangan: : Hubungan baik : Hubungan tidak baik Kesimpulan: Hubungan antar keluarga baik dan cukup harmonis 1.15 IDENTIFIKASI KESEHATAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU KELUARGA Pemahaman : Pasien dan keluarga kurang memahami penyakit penderita Sikap : Keluarga cukup peduli dengan penyakit penderita. Keseharian An. N selalu berkumpul dengan keluarga, jika sakit diantar ke dokter Tindakan : Keluarga mengantarkan penderita berobat Lingkungan : Kondisi rumah sudah memenuhi kriteria sehat FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

An. N: Usia 2 tahun Typhoid

Keturunan : Keluarga tidak pernah mengalami penyakit yang sama

Pelayanan Kesehatan: Jika sakit An. N jarang berobat ke RS/praktek dokter

16

Keterangan :

Faktor Perilaku

Faktor Non perilaku

B. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH Lingkungan Luar Rumah (Fungsi Outdoor) o Tinggal di perumahan o Rumah ukuran 6x10m o Memiliki pagar dan pekarangan o Jarak dengan tetangga tidak berdempetan o Sumber air dari pompa Lingkungan Dalam Rumah (Fungsi Indoor): o Terdapat 7 ruangan : 3 kamar tidur 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga 1 dapur 1 kamar mandi :

o Ventilasi dan pencahayaan cukup o Lantai keramik o Dinding dari tembok, atap dari genting DENAH RUMAH

U
Kamar Mandi

10 m

Dapur Ruang Keluarga

Pekarangan

6m

Kamar Tidur III

Kamar Tidur II

Kamar Tidur I

Ruang Tamu

17

C. DAFTAR MASALAH 1. MASALAH MEDIS : o Typhoid 2. MASALAH NON MEDIS : o Jarang berobat ke dokter/RS o Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang D. DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN : Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang An. N : Typhoid

Jarang berobat ke dokter/RS

E. MATRIKULASI MASALAH Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul, 1996).
No 1. Daftar Masalah P 5 I S SB 5 4 T 3 Mn 3 R Mo 3 Ma 2 Jumlah IxTxR 5.400

2.

Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang Jarang berobat ke dokter/RS

6.750

Keterangan : I P S T R : Importancy (pentingnya masalah) : Prevalence (besarnya masalah) : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah) : Technology (teknologi yang tersedia) : Resources (sumber daya yang tersedia)

SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)

18

Mn : Man (tenaga yang tersedia) Mo : Money (sarana yang tersedia) Ma : Material (pentingnya masalah) Kriteria penilaian : 1 : tidak penting 2 : agak penting 3 : cukup penting 4 : penting 5 : sangat penting Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga An. N adalah sebagai berikut : 1. Jarang berobat ke dokter/RS 2. Pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit pasien kurang Kesimpulan : Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai konsep sehat dan kondisi pasien menyebabkan pasien sering jatuh dalam kondisi yang parah ketika berobat.

19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI DEMAM TIFOID Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai dengan panas berkepanjangan, ditambah dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokordial dan endokardial dan infeksi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear dari hati, limfa, kelenjar limfe usus, dan Payers patch (Soedarmo et all., 2002). Bakteri Salmonella dapat ditularkan dari hewan yang menderita salmonellosis atau karier ke manusia, melalui bahan pangan telur, daging, susu, atau air minum dan bahan-bahan lainnya yang tercemar oleh ekskresi hewan/ penderita atau sebaliknya (animal and human carrier). Ekskresi ini terutama adalah keluaran dari saluran pencernaan berupa feses. Makanan yang mengandung bahan dari telur tercemar Salmonella misalnya kue-kue, es krim dan lainnya, yang kurang sempurna dimasak atau setengah matang, telur mentah yang dicampur pada hidangan penutup juga dapat sebagai sumber penularan Salmonella (Dharmojono, 2001). 2.2 PATOGENESIS Patogenesis salmonellosis diawali oleh ingesti bakteri Salmonella melalui makanan atau minuman terkontaminasi dan bakteri tersebut mengadakan penetrasi ke dalam sel epitelium intestinal sebelum menginduksi penyakit. Invasi ke dalam sel intestinal hospes menghasilkan perubahan morfologi pada sel yang berhubungan dengan eksploitasi dari sitoskeleton hospes. Setelah kontak dengan epithelium, Salmonella akan menginduksi degenerasi mikrovili enterosit. Struktur mikrovilar akan berkurang diikuti oleh mengkerutnya membran bagian dalam di tempat kontak antara sel bakteri dan sel hospes.

20

Mengkerutnya membran disertai dengan makropinositosis profus, sebagai jalan masuknya bakteri ke dalam sel hospes. Ketika proses masuknya bakteri sempurna, Salmonella terletak dan bermultiplikasi di dalam endosom (Goosney et all., 1999). Selanjutnya sitokeleton akan kembali pada distribusi yang normal. Seluruh proses terjadi hanya dalam beberapa menit. Prostaglandin yang disekresikan pada proses inflamasi menyebabkan dilepaskannya elektrolit dan menarik air ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare (adanya enterotoksin non inflamatori dalam usus besar). Dinding sel bakteri akan menghasilkan endotoksin yang tersusun dari lipopolisakarida (LPS). Diduga LPS ini merupakan penyebab timbulnya gejala demam pada penderita (Seberbeniuk, 2002).

21

Gambar 2.1 Patofisiologi Typhoid 2.3 MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui makanan, sedang lewat minuman yang terlama 30 hari, pada masa inkubasi mungkin ditemukan gejala seperti perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan menurun, gejala yang biasa ditemukan adalah: 1. Demam Kasus khas demam berlangsung 3 minggu dan suhu tidak terlalu tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasa menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari, minggu kedua penderita terus dalam keadaan demam, pada minggu ketiga berangsur turun dan suhu kembali normal pada akhir minggu ketiga (Ngastiyah, 1997). 2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah, lidah tertutup selaput putih, ujung dan tepinya kemerahan. Abdomen dapat ditemui perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal (Ngastiyah, 1997). 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun. Jarang terjadi koma dan gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kulit, dapat pula bradikardi dan epistaksis (Ngastiyah, 1997). 2.4 PENEGAKAN DIAGNOSIS Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti dengan ditemukannya kuman Salmonella typhi pada salah satu

22

biakan darah, feses, urine, sumsum tulang maupun cairan duodenum. Waktu pengambilan contoh sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan bakteriologis tersebut. Sampai saat ini tes Widal merupakan reaksi serologis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibody aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi (Rampengan dan Laurenz, 1995). Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji TUBEX, Typhidot-M dan dipstik mungkin dapat mulai dirintis penggunaannya di Indonesia. Tes Thypidot dan Thypidot-M memang lebih unggul dibandingkan tes Widal, akan tetapi biayanya mencapai 4 kali biaya tes Widal. Di samping itu, tes Thypidot dan Thypidot-M tidak bisa menggantikan kultur dalam biakan empedu (gall culture) sebagai standar baku mendiagnosis demam tifoid. Meskipun demikian, jika secara klinis pasien diduga tifoid sementara hasil kultur negatif atau tidak bisa melakukan kultur darah, Thypidot-M ini bisa digunakan (Anonim, 2008). Pemeriksaan penunjang pada demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara molekuler. Selain ini juga masih ada metode baru yang digunakan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid seperti IDL Tubex test, Typhidot test, IgM dipstik test (Anonim, 2003). Akan tetapi penggunaan metode baru ini masih jarang digunakan di Indonesia dan baru mulai dirintis penggunaanya. 1. Pemeriksaan jumlah leukosit Pemeriksaan jumlah leukosit pada penyakit demam tifoid digunakan sebagai diagnosa pembanding karena gejala yang terjadi pada kasus demam tifoid hamper sama dengan kasus penyakit infeksi lain. Kadar normal jumlah leukosit pada orang sehat adalah 5000-10.000 sel/mm3. Pada pemeriksaan darah perifer sering ditemukan leukositosis (leukosit kurang dari normal), dan dapat pula terjadi leukosit lebih dari normal (leukopenia). Pada Leukositosis dapat terjadi walaupun tidak disertai

23

infeksi sekunder. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit tidak mempunyai nilai sensitifitas, spesifitas dan dugaan yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan leukositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid (Prawito et all., 2002). 2. Widal test Uji Widal sampai sekarang masih digunakan secara luas terutama di Negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Interpretasi uji Widal harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitifitas, spesifitas, stadium penyakit, faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi, gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non endemis), faktor antigen, teknik serta reagen yang digunakan (Wardhani et all., 2005). Kenaikan titer aglutinin 4 kali terutama aglutinin O atau aglutinin H dalam jangka waktu 5-7 hari bernilai diagnostik amat penting untuk demam tifoid. Sebaliknya peningkatan titer aglutinin yang tinggi pada satu kali pemeriksaan widal terutama aglutinin H tidak memiliki arti diagnostik yang penting untuk diagnostik (Wardhani et all., 2005). Walaupun test widal mempunyai banyak kelemahan seperti sensitifitas dan spesifitas rendah, serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi pengunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan penderita demam tifoid atau penanda infeksi (Prawito et all., 2002). 3. Test fungsi hati Hati merupakan organ metabolisme yang besar dan terpenting dalam tubuh. Salah satu tes fungsi hati adalah dengan serum transaminase yaitu penghitungan AST (serum aspartate aminotransferase) yang sebelumya disebut SGOT (Serum glutamic-Oxaloacetic Transaminase) dan ALT ( serum Alanin aminotransferase) yang sebelumya disebut SGPT ( Serum Glutamic-Pyruvic Transaminase), Rentang normal SGOT dan SGPT adalah 0-35 unit/liter (Aslam et all., 2003). 4. Tes fungsi ginjal

24

Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan penting dalam hal eksresi bahan-bahan yang tidak diperlukan bagi tubuh, seperti produk buangan dari metabolisme karbohidrat seperti air dan asam, juga produk buangan dari metabolism protein seperti urea, asam urat dan kreatinin. Salah satu pemeriksaan terhadap fungsi ginjal adalah pemeriksaan kliren kreatinin. Rentang nilai serum kreatinin dapat berbeda secara bermakna karena perbedaan metode dan standarisasi pengujian. Rumah sakit umumnya juga mempunyai rentang nilai uji tersendiri berdasarkan golongan populasi khusus yang mereka layani, sehingga bisa terdapat suatu perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain. Sebagai akibatnya, nilai hasil uji yang digunakan pada satu rumah sakit dapat berbeda dibandingkan dengan nilai yang dipakai di rumah sakit lain. Nilai normal SrCr adalah 0,6 1,2 mg/dl (Aslam et all.,2003). 2.5 PENGOBATAN DEMAM TIFOID 1. Managemen umum Terapi supportif sangat penting untuk mendukung penatalaksanaan pengobatan demam tifoid, seperti pemberian cairan rehidrasi secara oral atau intravena, pemberian antipiretik, nutrisi yang sesuai dan tranfusi darah jika diperlukan. 2. Terapi antimikroba Antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan manusia. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam penggunaan antibiotik adalah khasiyat, ketersediaan dan harga obat. Fluoroquinolon adalah antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan demam tifoid untuk orang dewasa, karena relatif murah, lebih toleran dan lebih cepat menyembuhkan daripada antibiotic lini pertama seperti kloramfenikol, ampisilin, amoxicillin dan trimethoprimsulfamethoxazole. Golongan Flouroquinolon seperti (ofloxacin, ciprofloxacin, fleroxacin, perfloxacin) efektif untuk pengobatan demam tifoid, tetapi tidak pada nofloxacin karena bioaviabilitas oral rendah sehingga tidak cocok untuk demam tifoid. Fluroquinolon secara umum digunakan, dibeberapa negara terjadi kontraindikasi bila Fluroquinolon diberikan pada

25

anak-anak karena dapat menganggu pertumbuhan tulang rawan anak. Pengobatan demam tifoid tanpa komplikasi dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Tabel 1. Pengobatan Demam Tifoid tanpa Komplikasi

Ciprofloxacin, ofloxacin, perfloxacin dan feroxacin secara umum terbukti efektif untuk pengobatan demam tifoid. Walaupun telah banyak informasi ciprofloxacin kurang efektif dan sering terjadi kegagalan terapi. Untuk asam nalidixid untuk Salmonella typhi yang masih sensitif pemberian dosis selama 7 hari efektif untuk pengobatan demam tifoid. Untuk Salmonella typhi yang sudah resisten pemberian minimal 7 hari atau maksimal 10-14 hari. Jika penggunaan kurang dari 7 hari hasilnya tidak efektif. Pengobatan dengan kloramfenikol sering terjadi kekambuhan 5-7 %, untuk terapi jangka panjang 14 hari dan sering terjadi carrier pada orang dewasa. Dosis yang direkomendasikan 50-75 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi 4 dosis perhari, atau 5-7 hari setelah deferensiasi. Untuk dosis dewasa 4 x 500 mg perhari. Untuk menurunkan demam, efektifitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibanding kloramfenikol. Indikasi mutlak untuk pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dengan ampisilin dan amoksisilin demam dapat turun 7-9 hari (Juwono, 2004). Ampisillin dan amoksisilin diberikan 50-

26

100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari baik secara oral, intramuskular, intravena. Trimethoprim-sulfamethoxazol (TMP-SMZ) dapat diberikan secara oral, intravena, intramuskular dengan dosis 160 mg trimethoprim dan 800 mg sulfamethoxazol 2 kali perhari dan untuk anak 14 mg trimethoprim/kgBB dan 20 mg sulfamethoxazol/kgBB selama 14 hari. Sefalosporin generasi ketiga aktifitas terhadap kuman Gram negatif lebih kuat dan lebih luas, untuk cefixim dosis dewasa yang dianjurkan adalah 15-20 mg/kgBB secara oral, 100-200 mg 2 kali perhari. Azitromisin dengan dosis 500 mg (10 mg/kg) diberikan setiap hari selama 7 hari terbukti efektif untuk mengobati demam tifoid untuk pasien dewasa dan anak-anak, efektifitas azitromisin mirip dengan kloramfenikol. Pemberian antibiotik intravena yang dianjurkan, sefalosporin dapat diberikan dengan dosis, untuk ceftriaxone 50-75 mg/kgBB/hari (dosis dewasa 2-4 g/hari) dibagi dalam 2-3 dosis, cefotaxime 40-80 mg/KgBB/hari (dosis dewasa 2-4 g/hari) dibagi dalam 2-3 dosis, cefoperazone 50-100 mg/kgBB/hari (dosis dewasa 2-4 g/hari) dibagi dalam 2-3 dosis.

Gambar 2.2 Algoritma Tatalaksana demam tifoid

27

BAB III PEMBAHASAN 3.1 PERMASALAHAN MEDIS Typhoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebakan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella partatyphi. Gejala klinis meliputi demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam pada sore atau malam hari, sakit kepala, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya febris, lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah), nyeri abdomen, hepatomegali dan splenomegali. Pada pemeriksaan penunjang, darah ditemukan adanya lekositosis, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal 4 kali lipat setelah 1 minggu memastikan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O: + 1/320 atau H: + 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis. Pada pasien ini mengeluh adanya demam naik menjelang malam, muntah, nafsu makan berkurang dan nyeri perut. Berdasarkan hasil laboratorium, pada hasil Widal didatpatkan Typhus O: + 1/160, Typhus H: + 1/160, Paratyph A: + 1/80 dan Paratyph B: + 1/80. Sehingga pasien ini didiagnosa Typhoid. Pada pasien ini diberikan: 1. IUFD KAEN 3B Rumus : 10 x 100 = 1000 10 x 2,5 = 50 Total kebutuhan cairan = 1050 cc (1050 cc x 15 tetes) / 1440 menit = 11 tetes/menit 2. Proris 3x 1/2 cth Termasuk golongan antireumatik, analgesik dan antiinflamasi Indikasi: Meredakan demam, mengurangi rasa nyeri pada sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri pasca op setelah cabut gigi dan penyakit reumatik 24 tetes/menit Merupakan cairan isotonis

28

Kontraindikasi: Tukak peptik. Penderita dengan penyakit asma, rhinitis atau urtikaria karena menggunakan aspirin atau obat AINS lain Dosis: 5 mg/kgBB 3. Biothicol syr 3x1 cth Termasuk antibiotik golongan kloramfenikol Indikasi: Infeksi yang disebabkan Salmonella, H. influenza, terutama infeksi meningeal, riketsia, bakteri Gr - penyebab bakterimea, meningitis Kontraindikasi: Disfungsi ginjal dan hati berat. hipersensitif Dosis: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis 4. Injeksi Glocef 2x300 mg Termasuk antibiotik golongan sefalosporin Indikasi: Infeksi saluran nafas bawah, kulit, struktur kulit dan jaringan lunak, tulang dan sendi, intraabdominal, saluran kemih dan ginekologi, meningitis, septicemia, bakterimea. Profilaksis infeksi pasca op Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap sefalosporin Dosis: 50-180 mg/kgBB secara IM/IV 3.2 PERMASALAHAN NON MEDIS Dari data mengenai identifikasi fungsi keluarga dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan keluarga, didapatkan permasalahan sebagai berikut : Pemahaman keluarga tentang penyakit pasien kurang Jarang berobat ke dokter/RS Penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perbaikan secara holistik dan komprehensif. Pemahaman keluarga tentang penyakit pasien kurang Kurangnya pemahaman keluarga terhadap penyakit pasien (An. N) sangat mempengaruhi sikap maupun tindakan keluarga terhadap kondisi penderita, sehingga edukasi dan informasi yang baik mengenai penyakit pasien diharapkan mampu merubah sikap keluarga yang nantinya konsep sehat akan dapat tercapai. Jarang berobat ke dokter/RS

29

Pemberian penyuluhan, promosi kesehatan maupun konseling diharapkan akan mampu merubah stigma keluarga An. N mengenai konsep sakit dan sehat sehingga akan mampu meningkatkan kualitas kesehatan keluarga termasuk dengan pemberian informasi mengenai manfaat penggunaan asuransi yang mereka miliki.

30

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN HOLISTIK An. N dengan usia 2 tahun adalah penderita typhoid. An. N merupakan anak pertama. Saat ini An. N tinggal dalam nuclear family bersama ayah dan ibu. Kebutuhan sehari-harinya ditanggung oleh ayah. Hubungan An. N dan keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian. An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah. 1. Diagnosis dari segi biologis: Typhoid

2. Diagnosis dari segi psikologis: Hubungan An. N dan keluarganya harmonis, saling mendukung, perhatian dan pengertian 3. Diagnosis dari segi sosial: An. N adalah anak yang aktif dan jarang keluar rumah. 4.2 SARAN KOMPREHENSIF An. N dan keluarga eprlu diberikan edukasi mengenai typhoid serta intervensi farmakologik dan non farmakologik. Selain itu, penderita meneruskan terapi biothicol syrup (3x1 cth), iliadin (3x0,11 cc) dan paracetamol (4x1 cth). Panderita harus cukup istirahat dan tidur. 1. Promotif Edukasi terhadap pasien dan keluarga, mengenai: Penyakit Typhoid Intervensi farmakologik dan non farmakologik

2. Preventif Penderita sebaiknya cukup istirahat dan tidur (6-8 jam setiap harinya) dan tidak memaksakan diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 3. Kuratif Biothicol syrup 3x1 cth

Termasuk antibiotik golongan kloramfenikol

31

Indikasi: Infeksi yang disebabkan Salmonella, H. influenza, terutama infeksi meningeal, riketsia, bakteri Gr - penyebab bakterimea, meningitis Kontraindikasi: Disfungsi ginjal dan hati berat. Hipersensitif Dosis: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 dosis Iliadin 3x0,11 cc

Indikasi: Meringankan hidung tersumbat karena rhinitis akut, sinusitis akut dan kronik, rhinitis alergika, faringitis, laringitis Kontraindikasi: Hipersensitif, PJK, hipertensi, hipertiroid, kelainan kelenjar prostat atau DM, inflamasi mukosa dan kulit hidung dengan krusta (rhinitis sika) Dosis: 2-3 tetes 2 x/hari Paracetamol 4x1 cth

Indikasi: Demam pasca imunisasi, sakit kepala, mialgia, nyeri sendi, sakit gigi, dismenore, nyeri telinga Kontraindikasi: hipersensitif terhadap komponen ini Dosis: 1 sdm-sdt 3-4 x/hari 4. Rehabilitatif Penyelesaian dan pendekatan secara holistik dan komprehensif diharapkan mampun memperbaiki permasalahan kesehatan keluarga yang ada sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas kesehatan keluarga An. N.

32

DAFTAR PUSTAKA 1. Konsil Kedokteran Indonesia (2006). Standar Kompetensi Dokter, KKI, Jakarta 2. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ (2007). Rang And Dales Pharmacology, Churchill Livingstone, USA 3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (2003) Robins Basic Pathology, 7th edition, WB Saunders Co, Philadelphia, USA. 4. Ganong WF (2003) Review of Medical Physiology, 21th edition, Mc Graw Hill, USA. 5. Guyton AC, Hall JE (2000) Textbook of Medical Physiology, 10th Edition, WB Saunders, Philadelphia, USA. 6. McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, Lange JD (1997) Pathophysiology of Disease, an Introduction to Clinical Medicine, 2nd Edition, Appleton & Lange, USA.

33

You might also like