You are on page 1of 18

6

Pembuatan Keramik Alumina dengan Metode Metalurgi Serbuk


I. TUJUAN
1. Mengetahui proses pembuatan bahan keramik dengan metode metalurgi serbuk.
2. Mengetahui pengaruh komposisi bahan terhadap sifat bahan keramik.
II. DASAR TEORI
Keramik
Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari
tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Untuk ahli teknik, keramik mencakup
berbagai jenis bahan seperti gelas, bata, batuan, beton, bahan amplas, enamel porselin,
isolator dielektrik, bahan magnetik bukan logam, batu tahan api suhu tinggi, dan lainnya.
Karakteristik dari bahan keramik yaitu mempunyai senyawa antara logam dan bukan logam.
Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan/atau ikatan kovalen. Jadi, sifatnya berbeda dengan
logam (Vlack, V., 1985). Keramik juga memiliki karakteristik lainnya seperti konduktivitas
panas dan listriknya rendah, tahan korosi, sifat listriknya dapat insulator, semikonduktor,
konduktor bahkan superkonduktor, sifatnya dapat magnetik dan non-magnetik, keras dan
kuat, namun rapuh (Ismunandar, 2004).
Dua jenis ikatan dapat terjadi dalam keramik, yakni ikatan ionik dan kovalen. Sifat
keseluruhan material bergantung pada ikatan yang dominan. Klasifikasi bahan keramik
dapat dibedakan menjadi dua kelas : kristal dan amorf (non crystalline). Dalam bahan kristal
terdapat keteraturan unsur-unsurnya untuk jarak dekat maupun jarak jauh, sedang dalam
bahan amorf dimungkinkan keteraturan unsur dan ukuran butirnya tidak ada. Jenis ikatan
yang dominan (ionik atau kovalen) dan struktur internal (kristal atau amorf) mempengaruhi
sifat-sifat bahan keramik. (http://www.kimianet.lipi.go.id)
Sifat Mekanik
Keramik merupakan material yang kuat, keras dan tahan korosi. Sifat-sifat ini ditambah
dengan kerapatan yang rendah dan titik leleh yang tinggi, menjadikan keramik sebagai
bahan struktur yang menarik. Sifat-sifat suatu keramik sangat dipengaruhi oleh proses
pembuatannya, sehingga terdapat istilah bahan keramik maju.
Bahan keramik maju diterapkan pada komponen mesin mobil dan struktur pesawat.
Misalnya bahan titanium karbida (TiC) mempunyai kekerasan 4 kali lebih besar dari baja.
Jadi, kawat baja dalam struktur pesawat dapat diganti dengan kawat TiC yang mampu
menahan beban yang sama dengan diameter separuhnya, demikian juga beratnya. Semen
dan tanah liat adalah contoh yang lain, keduanya dapat dibentuk ketika basah namun ketika
kering akan menghasilkan objek yang lebih keras dan lebih kuat. Material yang sangat kuat


7
seperti alumina (Al
2
O
3
) dan silikon karbida (SiC) merupakan bahan yang tahan abrasi
sehingga digunakan sebagai alat grinding dan polishing.
Kelemahan utama keramik adalah kerapuhannya, yakni kecenderungan untuk patah dengan
tiba-tiba saat terjadi deformasi plastik. Ini merupakan masalah khusus bila bahan ini
digunakan untuk aplikasi struktural. Dalam logam, elektron-elektron yang terdelokalisasi
memungkinkan atom-atomnya berubah-ubah tanpa semua ikatan dalam strukturnya putus.
Hal inilah yang memungkinkan logam terdeformasi di bawah pengaruh tekanan. Tapi, dalam
keramik, karena kombinasi ikatan ion dan kovalen, partikel-partikelnya tidak mudah
bergeser. Keramiknya dengan mudah putus bila gaya yang terlalu besar diterapkan.
Dalam padatan kristal, keretakan tumbuh melalui butiran (trans granular) dan sepanjang
bidang keretakan (cleavage) dalam kristalnya. Keretakan yang dihasilkan pada permukaan
mungkin memiliki tekstur yang penuh butiran atau kasar. Material yang amorf tidak
memiliki butiran dan bidang kristal yang teratur, sehingga keretakan yang dihasilkan tidak
terlalu terlihat.
Kekuatan tekan penting untuk keramik yang digunakan untuk struktur seperti bangunan.
Kekuatan tekan keramik biasanya lebih besar dari kekuatan tariknya. Untuk memperbaiki
sifat ini biasanya keramik dibuat dalam keadaan tertekan.
Aplikasi Keramik dan Proses Pembuatannya
Salah satu penggunaan bahan keramik diantaranya adalah sebagai penyangga zeolit.
Membran zeolit yang berupa film biasanya dibuat di atas suatu penyangga berpori secara in
situ. Penyangga bisa dibuat dari alumina atau materi berpori lainnya. Sebagai contoh,
Pierotti (2002) mengatakan bahwa penyangga membran zeolit dapat dibuat dari alumina,
kaolin, tanah liat, metilselulosa, dan sodium stearat. Semua bahan tersebut dicampur dan
dicetak dengan cara konvensional kemudian dipanaskan pada suhu 1000-1600C.
Pembuatan bahan alumina dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu proses sol-gel dan
metalurgi serbuk. Proses metalurgi serbuk lebih sering digunakan, karena proses ini
termasuk proses yang relatif murah dan mudah dilakukan. Pada proses sol-gel biasanya
diperoleh densitas yang lebih tinggi tetapi prosesnya panjang dan biayanya jauh lebih
mahal. Bahan alumina mempunyai sifat fisik dan mekanik yang baik yaitu kekerasannya
tinggi, tahan terhadap korosi, titik lelehnya tinggi, konduktivitas termalnya rendah dan
tahan terhadap suhu lingkungan yang tinggi (Anonim, 1995)
1
.
Permasalahannya adalah pada penggunaan suhu kerja di atas 1100
o
C kekerasan dan
kekuatan alumina dapat menurun sebagai akibat pertumbuhan butir yang tak terkendali
pada suhu tinggi (Zeng, et el, 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, banyak dilakukan
penelitian dalam upaya membuat suatu bahan keramik -alumina (Al
2
O
3
) dengan
penambahan zat aditif. A. Sitompul dkk (1999) telah melakukan penelitian dengan
menggunakan TiO
2
sebagai bahan aditifnya. Hasil penelitian adalah kekerasan keramik
alumina yang meningkat dan suhu prosesnya lebih rendah. Hal ini dikarenakan TiO
2


8
mempunyai titik leleh yang lebih rendah daripada alumina, sehingga dapat menurunkan
suhu maksimum sinternya. Proses ini dapat terjadi karena terbentuknya fase cair dari TiO
2

yang dapat memperluas bidang kontak antar bulir (granular) sehingga dapat mempercepat
proses difusi antar bulirnya. Selama proses sintering terjadi proses densifikasi dan
kristalisasi.
Proses ini digunakan pada metalurgi serbuk yaitu bahan alumina (polikristal) sudah
melewati tahapan-tahapan pencampuran dan kompaksi, dan pemanasan pada suhu tinggi.
Pada proses metalurgi serbuk, proses sintering merupakan proses untuk mendapatkan
bahan yang padat dan kompak (Anonim, 1995)
2
. Untuk mendapatkan densitas maksimum
diperlukan suhu sintering yang mendekati titik leleh bahan (Kirk, et al, 1995). Mekanisme
sintering dimulai dengan adanya kontak antar bulir yang dilanjutkan dengan pelebaran titik
kontak akibat proses difusi atom-atom. Difusi yang berlebihan menyebabkan penyusutan
volume pori yang terjadi selama proses sintering berlangsung. Densitas alumina meningkat
dengan peningkatan suhu sintering. Pada suhu tinggi fasa alumina adalah corundum (-
alumina) seperti pada Gambar 2.2. yang merupakan fasa paling stabil dari fasa-fasa lainnya
(fasa gamma, delta, theta). Proses pembentukan/ perubahan struktur kristal dari alumina
alam (-alumina) menjadi -alumina dapat dlihat pada Gambar 2.3.


Gambar 2.2. Sel Satuan dari Corundum (-alumina)


9

Gambar 2.3. Pengaruh Suhu terhadap Perubahan Bentuk Struktur Kristal Alumina.(Wefers, 1987)
Perubahan struktur dan morfologi yang mengikuti transformasi fasa ini telah banyak
diidentifikasi dengan menggunakan beberapa metode seperti SEM, XRD, dan kondensasi-
adsorbsi gas. Beberapa hasil identifikasi menggunakan SEM dan XRD menunjukkan bahwa
gel tersusun atas 50-100 nm fibrillar atau jarum seperti kristal ketika gel berperan sebagai
plat tipis (Brinker, C.J., et al, 1990)
Pada percobaan ini pembuatan penyangga dilakukan menggunakan proses metalurgi
serbuk dengan metode semi dry pressing, yaitu dengan mencampurkan bahan alumina dan
body porcelain dengan perbandingan komposisi tertentu dan dengan penambahan sejumlah
air. Dengan ini diharapkan diperoleh perbandingan komposisi yang optimal antara alumina
dan body porcelain sehingga diperoleh hasil penyangga yang baik.
Material berpori dapat dipahami sebagai komposit dengan komponen pertama adalah
bagian padat dan komponen kedua adalah fasa udara di dalam pori. Keramik yang
digunakan sebagai penyangga membran zeolit memiliki pori dengan rentang ukuran antara
1 um hingga mendekati 1mm. Rentang ukuran tersebut termasuk dalam kategori liquid
phase pore atau spatial pore (atau disebut juga macropore). Berbagai teknik telah dilakukan
untuk membuat keramik dengan pori ukuran mikro tersebut. Beberapa di antaranya adalah
dengan mempertahankan interstices antara partikel melalui pengeringan bersuhu rendah.
Selain itu dapat juga dilakukan dengan pembakaran untuk menghilangkan bahan organik
dan meninggalkan pori. Sementara cara pencetakan (molding method) dapat dilakukan baik
dengan slip casting atau dry pressing.(Gitandra, dkk, 2007)
Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk adalah pengetahuan dan seni tentang pembuatan dan pemakaian serbuk
logam atau paduannya. Prosesnya melibatkan tiga langkah dasar yaitu pembentukan
serbuk, pengompakan serbuk, dan penyinteran serbuk. Teknik metalurgi serbuk meliputi


10
pembuatan benda yang tidak dapat atau tidak mudah dihasilkan dengan peleburan,
misalnya pada pembuatan logam-logam refraktori dan benda berpori. benda yang dibuat
dengan cara metalurgi serbuk lebih ekonomis dari pada dibuat dengan cara penuangan.
Barang-barang hasil metalurgi serbuk mempunyai sifat yang lebih unggul daripada benda
yang dibuat dengan proses peleburan. (Suryana, 1986)
Jadi dalam beberapa hal, serbuk logam dapat diganti dengan serbuk bukan logam seperti
oksida logam atau campuran serbuk logam dengan serbuk bukan logam. Metode dan alat
yang digunakan dalam metalurgi serbuk, juga dipakai dalam industri plastik dan industri
keramik, dan dalam beberapa hal teknik metalurgi serbuk serupa dengan teknik yang
digunakan dalam pembuatan barang keramik dan gabungan keramik dengan logam.
Metode Pembuatan Keramik
Secara garis besar, langkah-langkah dalam pembuatan keramik adalah :
1. Pemilihan bahan dasar (raw material selection)
2. Pembuatan powder (powder preparation)
3. Pencetakan (molding)
4. Pengeringan (drying)
5. Pembakaran (sintering)
1. Pemilihan Bahan Dasar (Raw Material Selection)
Pada tahap ini, bahan dasar dipilih berdasarkan kebutuhan. Beberapa hal yang
dipertimbangkan adalah karakteristik material yang ingin dihasilkan, biaya dan kemudahan
dalam memperoleh bahan tersebut. Bahan dasar kemudian diolah lebih lanjut hingga siap
untuk diproses menjadi serbuk.
2. Pembuatan Serbuk (Powder Preparation)
Umumnya, bahan dasar pembuatan keramik selalu dalam bentuk serbuk. Beberapa
keuntungan dengan dibuatnya serbuk, di antaranya dapat memperkecil ukuran partikel dan
memodifikasi distribusi ukurannya. Serbuk harus dibuat dengan ukuran sekecil mungkin
karena kekuatan mekanik dari keramik berbanding terbalik dengan ukuran serbuk.
Pembuatan serbuk dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan penggerus manual
seperti mortar atau dapat juga menggunakan ball mill.
3. Pencetakan (Molding)
Secara umum ada 3 metode pencetakan keramik, yaitu pressing, casting, dan plastic
molding. Sebagaimana disebutkan pada sub bab di bawah ini, dry pressing dan slip casting
merupakan teknik pencetakan yang dapat digunakan untuk membuat keramik berpori.


11
4. Semi Dry Pressing
Metode dry atau semi dry pressing dapat digunakan untuk mencetak keramik dengan
bentuk-bentuk sederhana, termasuk bentuk silinder yang akan dibuat pada penelitian tugas
akhir ini. Untuk proses semi dry pressing ini, bahan umpannya dapat berupa serbuk atau
free flowing granules.
Granules merupakan hasil penambahan serbuk dengan bahan aditif dan air. Granules ini
dapat dihasilkan dengan penambahan 10 hingga 15 persen air. Serbuk yang telah dicampur
dengan pelarut dan bahan aditif, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan dipadatkan
dengan bantuan tekanan (Gitandra, dkk, 2007).

Gambar 2.4. Contoh Semi Dry Pressing
5. Aditif Dalam Pencetakan Keramik
Dalam proses pencetakan keramik biasa digunakan aditif untuk mempermudah pencetakan
dan untuk membantu mengontrol struktur mikro dari material yang akan dihasilkan. Dalam
proses pencetakan, aditif memiliki berbagai fungsi, antara lain sebagai bahan pengikat
(binder), plasticizer, dispersants dan lubricants (Askeland, 1987). Fungsi penting dari binder
adalah untuk meningkatkan kekuatan dari keramik hasil pencetakan, sebelum mengalami
perlakuan panas, atau biasa disebut green body.
Khusus dalam metode semi dry pressing, terdapat kelemahan yaitu terjadinya gesekan
antara serbuk granules dengan dinding cetakan. Konsekuensinya distribusi tekanan yang
diterima bahan tidak merata, sehingga mengakibatkan gradien densitas pada green body.
Untuk mengatasinya diperlukan pelumas (lubricant). Salah satunya, dapat digunakan PVA)
(http://www.iza-structure.org/databases/). PVA merupakan polimer yang tidak berbau dan
tidak beracun dan dapat terdekomposisi pada suhu di atas 200C (Sunendar, 2005).
6. Slip Casting

Hal 12

12
Slip casting adalah proses yang sudah lama digunakan dalam pembuatan porselin dengan
bahan baku serbuk yang disiapkan dalam bentuk suspensi berbahan dasar air. Proses slip
casting juga digunakan untuk pembuatan komponen keramik teknologi maju, seperti ruang
pembakaran (combustor) untuk mesin turbin (Wu, 1993).
Proses slip casting sama dengan proses filtrasi yaitu suspensi serbuk keramik dalam air
dituang ke dalam cetakan berpori terbuat dari gipsum. Saat bahan keramik dituang dalam
cetakan, pada pori gipsum terbentuk gaya kapiler yang menyerap air dari suspensi dan
menarik partikel serbuk pada seluruh permukaan dinding cetakan sampai didapatkan
ketebalan yang diinginkan. (Wiyono, 2007)
Setelah kering, produk diambil dari cetakan dan dilanjutkan dengan proses sinter. Faktor-
faktor penting dalam proses pembuatan slip adalah perbandingan air sebagai suspensi
dengan serbuk alumina, jenis, dan distribusi partikel serbuk alumina, viskositas dan pH slip.
Faktor-faktor tersebut akan memberikan dampak secara langsung terhadap kestabilan
suspensi. Kontrol viskositas dan pH penting untuk mengindari penggumpalan dalam slip.
7. Pengeringan (Drying)
Pada tahap ini, green body hasil dari proses semi dry pressing atau slip casting dikeringkan
agar kadar air yang terdapat di dalamnya berkurang. Pengeringan dapat dilakukan secara
alami dengan didiamkan di udara terbuka maupun dengan bantuan alat pemanas.
8. Pembakaran (Sintering)
Setelah pengeringan, green body dipanaskan lebih lanjut untuk menghilangkan binder yang
terdapat di dalamnya. Aditif lain seperti plasticizer, lubricant dan dispersant juga dihilangkan
pada tahap ini. Suhu pemanasan harus memperhatikan suhu dekomposisi dari aditif yang
digunakan dan titik leleh bahan yang dicampurkan.
Sintering adalah pengikatan zat yang berbentuk bubuk dengan reaksi keadaan padat oleh
pemanasan pada suhu solid solution yang tingkatnya lebih rendah dari suhu leleh. Proses
sintering dipengaruhi oleh faktor-faktor ukuran partikel, suhu, waktu, energi permukaan dan
lain-lain. Jadi, proses sintering dapat diartikan sebagai proses densifikasi partikel pada suhu
tinggi di bawah suhu lelehnya, untuk meningkatkan rapat massa dan kekuatan dari material.
Pada proses sintering, terjadi perubahan struktur mikro.

Hal 13

13

Gambar 2.5. Kelakuan Pemadatan Serbuk Alumina dengan Aditif Magnesium (Reed, 1995).
Contoh proses sintering adalah sintering pada pembentukan kristal fasa tunggal seperti o-
alumina dan sintering fasa tunggal yang mengandung dopant refraktori seperti Al
2
O
3
:5%
MgO, ZrO
2
: 3% Y
2
O
3
, SiC : 2% B
4
C, dan lain-lain. Pada Gambar 2.4 disajikan contoh kelakuan
pemadatan pada serbuk alumina dengan aditif magnesium selama laju pemanasan konstan.
Gambar 2.4 menunjukkan semakin tinggi suhu sintering, maka densitas dari alumina akan
semakin meningkat dan perlakuan pada alumina yang berbeda akan berpengaruh terhadap
suhu sintering.
Perubahan atau karakteristik struktur mikro yang teramati dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap
awal, tahap pertengahan, dan tahap akhir. Tanda-tanda adanya tahap-tahap ini disajikan
dalam Tabel 2.4 (Reed, 1995).

Tabel 2.4. Perubahan Struktur Mikro Bahan Pada Proses Sintering
No. Tahap Pengamatan
1 Awal Permukaan partikel licin, batas grain terbentuk, leher muncul, poros
terbuka, rentetan antarkoneksi, penyebaran dopant yang terpisah dan
aktif, penurunan poros < 12%.
2 Pertengahan Penurunan poros terbuka yang memotong batas grain, poros rata-rata
berkurang signifikan, pertumbuhan grain lambat.
D
e
n
s
i
t
a
s

(
%
)

A
wal
Taha
p akhir
w
aktu

Hal 14

14
3 Akhir (1) Terbentuk poros tertutup, densitas 92%, poros tertutup memotong
batas grain, poros berkurang hingga batas tertentu, poros > grain
berkurang secara perlahan-lahan.
4 Akhir (2) Grain dengan ukuran jauh lebih besar lebih cepat muncul, poros dalam
grain yang lebih besar berkurang pelan-pelan.

Secara umum, perubahan yang terjadi saat proses sintering berlangsung dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yang ditandai dengan peningkatan suhu sintering dan densifikasi
material : (http://en.wikipedia.org/wiki)
1. Tahap awal, pada tahap ini terjadi pertumbuhan leher. Porositas pada tahap ini tidak
banyak berkurang, begitu pula penyusutan tidak banyak terjadi.
2. Tahap pertengahan, densifikasi paling banyak terjadi pada tahap ini, akibatnya material
yang menjalani tahap ini akan mengalami penyusutan yang cukup signifikan. Pada tahap
ini masih terdapat banyak pori meskipun bentuknya telah berubah.
3. Tahap akhir, tahap ini tidak diinginkan dalam pembuatan material berpori disebabkan
tahapan ini merupakan tahap eliminasi pori. Pori yang tersisa hanya sebagian kecil yang
terisolasi di sudut antara grain.

Gambar 2.6. Tahapan Sintering

Saat karbonisasi berlangsung, perlakuan panas pada proses sintering harus dilakukan dalam
suasana bebas oksigen untuk menghindari terbakarnya karbon. Hal ini disebabkan sifat

Hal 15

15
karbon yang mudah terbakar jika dipanaskan dalam suasana banyak oksigen (Vasilyeva,
2002). Begitu pula penyangga keramik yang telah melewati proses molding melalui dry
pressing menjadi green body. Green body juga akan terbakar jika sintering dilakukan dengan
cara konvensional dalam suasana banyak oksigen.
Untuk mengatasi masalah ini, maka sintering dilakukan dalam furnace lingkungan yang
dilingkupi uap air sehingga karbon tidak akan terbakar. Keuntungan lainnya, uap air di dalam
furnace juga dapat mengaktifasi lebih lanjut partikel penyangga keramik sehingga memiliki
jumlah pori berukuran mikro yang lebih banyak.
Panas di dalam furnace berasal dari uap air yang dipanaskan di atas titik didihnya. Hal ini
dimungkinkan karena air di dalam furnace dipanaskan dalam keadaan tertutup rapat. Pada
saat suhu mendekati 80C penguapan berlangsung cepat. Uap air hasil penguapan tersebut
menghasilkan tekanan di dalam oven. Ketika tekanan telah bersesuaian dengan suhu di
dalam oven, maka penguapan berhenti (Anonim, 2006)
3
.
Sifat Materi Berpori
Sifat-sifat yang diamati dari penyangga berpori pada penelitian ini antara lain massa
jenis, porositas, uji tekan, massa jenis.
1. Massa Jenis
Massa jenis didefinisikan sebagai ukuran dari massa tiap satuan volume. Massa jenis
merupakan ciri khas suatu produk bahan serbuk. Tekanan yang lebih besar menghasilkan
benda dengan massa jenis yang lebih tinggi (Lieman, 2006). Pada penelitian ini tidak
dibahas lebih lanjut mengenai pengaruh tekanan terhadap massa jenis penyangga yang
dihasilkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya massa jenis adalah ukuran
butir/serbuk. Ukuran serbuk yang lebih halus/ lebih kecil dapat meningkatkan massa jenis.
Semakin besar massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa tiap satuan
volumenya. Massa jenis dapat ditentukan dengan Persamaan 2.1.
v
m
= (2.1)
dengan
= massa jenis objek
m = massa total objek
v = volume total objek
2. Porositas
Porositas adalah persentase perbandingan antara volume pori total dengan volume total
sampel. Porositas merupakan volume pori-pori yang terbuka, dimana cairan dan gas dapat
menembus ke dalamnya, sebagai persentase volum total benda. Sifat ini penting ketika
refraktori melakukan kontak dengan terak dan isian yang leleh. Porositas yang nampak

Hal 16

16
rendah mencegah bahan leleh menembus refraktori. Sejumlah besar pori-pori kecil lebih
disukai daripada sejumlah kecil pori-pori yang besar. Hal ini mengacu pada aplikasi
penyangga o-alumina yang nantinya digunakan sebagai penyangga membran zeolit yang
mempunyai ukuran pori sangat kecil.
Volume pori dapat diketahui dengan metode penjenuhan air. Pada metode ini, sampel
ditimbang terlebih dahulu sebagai berat kering (Wd). Sampel kemudian direndam di dalam
air hingga seluruh pori dalam sampel terisi air. Sampel kemudian ditimbang kembali. Berat
sampel pada saat basah ini disebut berat basah (Ww). Porositas dapat dihitung
menggunakan Persamaan 2.2
% 100

=
sampel
d w
V
W W
porositas (2.2)
3. Uji Tekan
Kekuatan bahan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan
penyangga karena penyangga menentukan kesinambungan membran zeolit yang akan
digunakan. Semakin keras penyangga memungkinkan penggunaan membran zeolit secara
terus menerus (kontinyu) dalam waktu yang lama.
Karakterisasi Sampel
1. X-Ray Diffraction (XRD)
Prinsip dari X-Ray Diffractometer (XRD) adalah difraksi gelombang sinar-X yang mengalami
scattering setelah bertumbukan dengan atom kristal. Pola difraksi yang dihasilkan
merepresentasikan struktur kristal. Dari analisa pola difraksi dapat ditentukan parameter
kisi, ukuran kristal, identifikasi fasa kristalin. Jenis material dapat ditentukan dengan
membandingakn hasil XRD dengan katalog hasil difaksi berbagai macam material.


Gambar 2.7. Skema Alat Difraksi Sinar-X
Sa
mpel

Hal 17

17
Metode yang biasa dipakai adalah memplot intensitas difraksi XRD terhadap sudut difraksi
2u. Intensitas akan meninggi pada nilai 2u yang terjadi difraksi. Intensitas yang tinggi
tersebut dalam grafik terlihat membentuk puncak-puncak pada nilai 2u tertentu.
Pelebaran puncak bisa diartikan material yang benar-benar amorf, butiran yang sangat kecil
dan bagus, atau material yang memiliki ukuran kristal sangat kecil melekat dengan struktur
matrix yang amorf. Dari lebar puncak pada grafik XRD, ukuran kristal yang terbentuk dapat
dihitung menggunakan Persamaan Scherrer (2.3)
u

cos
0
B
k
L
ave
= (2.3)
L
ave
merupakan ukuran kristal, k merupakan konstanta, B
0
merupakan lebar puncak pada
setengah maksimum (Full Width Half Maximum, FWHM) dan 2u merupakan sudut difraksi.
Persamaan Scherrer diperoleh dengan asumsi puncak kristal memiliki profil Gauss dan
merupakan kristal kubus yang ukuranya kecil. Pelebaran yang terjadi pada XRD disebakan
tiga hal, yaitu efek dari instrumen, ukuran kristal yang kecil dan regangan kisi (latttice
strain). Untuk mengetahui pelebaran puncak karena efek instrumen, biasanya pada saat
karakterisasi dicampurkan serbuk standar yang proses annealing-nya dilakukan dengan baik
sehingga ukuran butirnya sangat besar. Dengan demikian pelebaran puncak pada bubuk
standar ini dipastikan terjadi akibat efek dari instrumen. Contohnya adalah serbuk silikon
dengan ukuran sekitar 10 m.
2. Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM merupakan pencitraan material dengan mengunakan prinsip mikroskopi. Mirip dengan
mikroskop optik, namun alih-alih menggunakan cahaya, SEM menggunakan elektron sebagai
sumber pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai lensanya.


Hal 18

18










Gambar 2.8. Diagram Scanning Electron Microscope (SEM)
Elektron diemisikan dari katoda (elektron gun) melalui efek foto listrik dan dipercepat
menuju anoda. Filamen yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum
hexaboride (LaB
6
). Scanning coil, akan mendefleksikan berkas elektron menjadi sekumpulan
array (berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam dan lensa obyektif (magnetik) akan
memfokuskannya pada permukaan sampel.

Gambar 2.9. Berkas Elektron yang Dideteksi SEM.
Elektron kehilangan energi pada saat tumbukan dengan atom material, akibat scattering
dan absorpsi pada daerah interaksi dengan kedalaman 100 nm sampai 2 m. Ini membuat
material akan meradiasikan emisi meliputi sinar-X, elektron Auger, back-scattered electron
dan secondary electron. Pada SEM, sinyal yang diolah merupakan hasil deteksi dari
secondary electron yang merupakan elektron yang berpindah dari permukaan sampel.
SEM dipakai untuk mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur, morfologi,
komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel.

anoda
Lensa
magnetik
duduk
an

Hal 19

19
Morfologi yang diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel. Energy
Dispersive X-ray (EDX) merupakan karakterisasi material menggunakan sinar-X yang
diemisikan ketika material mengalami tumbukan dengan elektron. Sinar-X diemisikan dari
transisi elektron dari lapisan kulit atom, karena itu tingkat energinya tergantung dari
tingkatan energi kulit atom. Setiap elemen di dalam tabel periodik atom memiliki susunan
elektronik yang unik, sehingga akan memancarkan sinar-X yang unik pula. Dengan
mendeteksi tingkat energi yang dipancarkan dari sinar-X dan intenisitasnya, maka dapat
diketahui atom-atom penyusun material dan persentase masanya.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat alat yang digunakan dalam
praktikum adalah sebagai berikut:
1. Neraca analitik.
2. Alat press
3. furnace
4. mikroskop
5. dan alat-alat gelas


Bahan-bahan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Al
2
O
3

2. Body porcelin
3. Pelumas
4. akuades


IV. LANGKAH PERCOBAAN
Dalam Penelitian ini, proses pembuatan penyangga o-alumina mengikuti proses pembuatan
keramik. Secara umum prosedur kerja yang dilakukan dapat dibagi menjadi beberapa tahap
yaitu :
1. Pemilihan bahan dasar
2. Pencampuran
3. Pembentukan
4. Pengeringan
5. Pembakaran

Hal 20

20

Gambar 3.1. Digram alir proses pembuatan hingga karakterisasi penyangga o-alumina

Hal 21

21
Prosedur Kerja :
1. Bahan dasar yang digunakan adalah alumina murni dengan ukuran butiran 325 mesh, dan body
porcelain.
2. Beberapa komposisi dari bahan tersebut dibuat dengan perbandingan alumina : body porcelain 20:80
; 30:70 ; 40:60 dan 50:50.
3. Kemudian campuran tersebut dihomogenkan.
4. Setelah homogen, campuran diayak dengan ayakan 1,8 mm.
5. Air ditambahkan ke dalam campuran sebanyak 10-15% hingga campuran tersebut dapat dibentuk.
6. Campuran yang telah ditambahkan air dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan dibiarkan (diperam)
minimal 1 malam agar distribusi air merata ke setiap butiran.
7. Setelah diperam, campuran dibentuk pelet menggunakan matras dengan bentuk silinder (pelet yang
dibentuk mempunyai tebal 2-3 mm dan diameter 2 cm dengan tekanan kompaksi 50 kN)
8. Pelet yang terbentuk didiamkan di udara terbuka selama semalam untuk mengurangi kadar air yang
terdapat dalam pelet.
9. Pelet dibakar dengan suhu 1200C selama 3 jam.
10. Pelet hasil sintering dikarakterisasi menggunakan SEM (struktur mikro), XRD (struktur kristal), uji
tekan, porositas dan massa jenisnya.
3.3.1. Uji Fisis penyangga
Uji fisis penyangga o-alumina yang dilakukan adalah uji tekan, pengukuran porositas dan massa jenis.
1. Uji tekan
- Sampel penyangga hasil sintering ditekan dengan alat tekan hingga penyangga retak/pecah.
- Ditentukan titik retak/pecah penyangga tersebut (dalam kgf/cm
2
)
2. Porositas
- Sampel penyangga ditimbang berat keringnya (Wd)
- Penyangga direndam dengan aquadest selama 15 menit, dan ditimbang kembali sebagai berat basah
(Ww)
- Dihitung porositasnya.

Hal 22

22
3. Massa jenis
- Sampel penyangga ditimbang
- Dihitung volume penyangga (bentuk silinder)
- Dihitung massa jenisnya.
4. Karakterisasi Struktur Kristal
- Struktur kristal penyangga hasil penelitian ini dikarakterisasi dengan menggunakan mikroskop
V. DATA HASIL PERCOBAAN
1. Penentuan
VI. PENGOLAHAN DATA
1. Penentuan
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini,
1.
VIII. KESIMPULAN
1. Panas
2.
IX. SARAN
Perlu
X. DAFTAR PUSTAKA
1.

Yogyakarta, 10 Mei 2009
Asisten,

Praktikan,


Hal 23

23

Haries Handoyo, SST Haries Handoyo

You might also like