You are on page 1of 13

Latar belakang masalah Pada dasarnya, setiap individu mempunyai kemampuan untuk belajar.

Proses semacam ini dialaminya semenjak ia lahir sampai tumbuh dewasa. Adanya suatu kegiatan belajar tidak lepas dari pada tujuan yang hendak dicapai yakni agar mampu mengadakan perubahan-perubahan dalam setiap perkembangannya yang ada. Adapun tantangan yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar amat banyak sekali, khususnya pada lembaga pendidikan. Karena diharuskan atau dituntut agar siswa berhasil dalam studinya tersebut. Kalau dilihat lebih jauh tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut, seolah-olah masih terjadi ketidak puasan terhadap siswa dikarnakan tidak sesuai dengan tujuan belajar itu sendiri. Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama agar nantinya siswa dapat mengetahui serta memahami tentang terbagi metode yang harus ia jalani sehingga nantinya akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Dalam proses belajar mengajar sangatlah diperlukan suatu metode yang pas yang harus diterapkan dalam kegiatan belajar agar siswa dapat mencapai suatu keberhasilan. B. Rumusan-rumusan permasalahan Bertolak dari permasalahan diatas, maka dalam makalah ini ada beberapa rumusan masalah yang perlu diangkat : a. apakah Pengertian materi pendidikan ? b. Jenis-jenis materi pembelajaran ? c. Sumber-sumber materi pembelajaran ? PEMBAHASAN A. Pengertian Materi Pendidikan Salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan eluruhan adalah kemampuan dan keberhasilan guru merancang materi pembelajaran. Materi Pembelajaran pada hakekatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari Silabus, yakni perencanaan, prediksi dan proyeksi tentang apa yang akan dilakukan pada saat Kegiatan Pembelajaran. Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa Materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar,serta tercapainya indikator. Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai

standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut. Agar guru dapat membuat persiapan yang berdaya guna dan berhasil guna, dituntut memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan materi pembelajaran, baik berkaitan dengan hakikat, fungsi, prinsip, maupun prosedur pengembangan materi serta mengukur efektivitas persiapan tersebut. B. Jenis-Jenis Materi Pendidikan / Pembelajaran Jenis-jenis materi pembelajaran dapat diklasifikasi sebagai berikut. 1. Fakta; adalah segala hal yang bewujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama nama objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya. Contoh: dalam mata pelajaran Sejarah: Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan Pemerintahan Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran Indonesia. 2. Konsep; adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti /isi dan sebagainya. Contoh: penyimpangan sosial adalah suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat (Horton & Hunt 1987: 191), dsb. 3. Prinsip; adalah berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting,meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma, teorema, serta hubungan antarkonsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh: Perilaku menyimpang timbul karena tidak adanya nilai atau norma yang dapat ditaati secara teguh, diterima secara luas, dan mampu mengikat serta mengendalikan masyarakat (Emile Durkhaim, 1897), dsb. 4. Prosedur; merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem. Contoh: praktik penelitian sosial, dsb. 5. Sikap atau Nilai; merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar, dan bekerja, dsb. Contoh: aplikasi sosiologi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk sikap toleransi dalam menghadapi fenomena sosial yang bervariasi.

C. Prinsip-Prinsip Pengembangan Materi

Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan materi pembelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan (konsistensi), dan kecukupan (adequacy). 1. Relevansi atau kesesuaian. Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan yang diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain. Contoh: kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik adalah Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat (Sosiologi kelas XI semester 1) maka pemilihan materi pembelajaran yang disampaikan seharusnya Referensi tentang berbagai fenomena sosial yang mengarah pada timbulnya konflik sosial (materi konsep), bukan langkahlangkah mengantisipasi dan menanggulangi konflik (materi prosedur). 2. Konsistensi atau keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada dua macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi dua macam. Contoh: kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik mendeskripsikan terjadinya perilaku menyimpang dan sikap-sikap anti sosial (Sosiologi Kelas X semester 2), maka materi yang diajarkan juga harus meliputi perilaku menyimpang dan sikap-sikap anti sosial. 3. Adequacy atau kecukupan. Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang membantu tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak maka akan mengakibatkan keterlambatan dalam pencapaian target kurikulum (pencapaian keseluruhan SK dan KD). Dalam pengembangan materi pembelajaran guru harus mampu mengidentifikasi dan mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Potensi peserta didik; meliputi potensi intelektual, emosional, spiritual, sosial, dan potensi vokasional. 2. Relevansi dengan karakteristik daerah; jika peserta didik dan sekolah berlokasi bertempat di daerah pantai, maka pengembangan materi pembelajaran diupayakan agar selaras dengan kondisi masyarakat pantai 3. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik; 4. Kebermanfaatan bagi peserta didik; pengembangan materi pembelajaran diupayakan agar manfaatnya dapat dirasakan peserta didik dalam waktu yang relatif singkat setelah suatu materi pembelajaran tuntas dilaksanakan. 5. Struktur keilmuan; mengembangkan materi pembelajaran sosiologi harus didasarkan pada struktur keilmuan sosiologi. Misalnya: mengembangkan konsep urbanisasi,jangan dimaknai secara geografis (urbanisasi artinya perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan); seharusnya: urbanisasi adalah perubahan pola

berpikir, bersikap, dan bertindak dari pola kehidupan masyarakat pedesaan yang tradisional menjadi pola kehidupan perkotaan yang modern, disertai dengan perubahan dalam sarana dan prasarana penunjang kehidupannya. Sebab perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan hanya salah satu cara dalam urbanisasi Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran 6. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; mengembangkan materi pembelajaran hendaknya selalu mempertimbangkan potensi peserta didik, tingkat perkembangan peserta didik, kebermanfaatan bagi peserta didik, alokasi waktu, dan perkembangan peradaban dunia 7. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; 8. Alokasi waktu. D. Cakupan Materi Pembelajaran / Pendidikan Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus memperhatikan beberapa aspek berikut 1. Aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif, ataukah aspek psikomotor, karena ketika sudah diimplementasikan dalam proses pembelajaran maka tiap-tiap jenis uraian materi tersebut memerlukan strategi dan media pembelajaran yang berbeda-beda. Selain memperhatikan jenis materi juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalaman materinya. 2. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan seberapa banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran. Kedalaman materi menyangkut rincian konsepkonsep yang terkandung di dalamnya yang harus dipelajari oleh peserta didik. 3. Kecukupan atau memadainya cakupan materi juga perlu diperhatikan. Memadainya cakupan aspek materi dari suatu materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Misalnya, jika dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberikan kemampuan kepada peserta didik di bidang jual beli, maka uraian materinya mencakup: a. Penguasaan atas konsep pembelian, penjualan, laba, dan rugi; b. Rumus menghitung laba dan rugi jika diketahui pembelian dan penjualan; c. Penerapan/aplikasi rumus menghitung laba dan rugi. Cakupan atau ruang lingkup materi perlu ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang akan diajarkan terlalu banyak, terlalu sedikit, atau telah memadai sehingga terjadi kesesuaian dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran E. Urutan Materi Pendidikan /pembelajaran Urutan penyajian berguna untuk menentukan urutan proses pembelajaran. Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat

(prerequisite) akan menyulitkan peserta didik dalam mempelajarinya. Misalnya, materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Peserta didik akan mengalami kesulitan mempelajari pengurangan jika materi penjumlahan belum dipelajari. Peserta didik akan mengalami kesulitan melakukan pembagian jika materi perkalian belum dipelajari. Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok, yaitu: pendekatan prosedural dan hierarkis. 1. Pendekatan prosedural. Urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkahlangkah dalam melaksanakan pen elitian social. Contoh : Urutan Prosedural (tatacara) Pada mata pelajaran Sosiologi, peserta didik harus mencapai standar kompetensi Mempraktikkan metode penelitian sosial. Agar peserta didik berhasil mencapainya, harus melakukan langkah-langkah berurutan mulai dari cara merancang metode penelitian sosial, melakukan penelitian sosial, mengkomunikasikan hasil penelitian sosial. Prosedur penelitian tersebut dapat disajikan dalam materi pembelajaran sebagai berikut Materi pembelajaran : Menyusun rancangan penelitian Urutan materi : - Menentukan topik penelitian - Perumusan masalah, judul, dan pertanyaan-pertanyaan penelitian A. Prinsip-prinsip Belajar Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual. 1. Perhatian dan motivasi Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Motivasi adalah tenaga yang digunakan untuk menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Menurut H.L. Petri, motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior. Motivasi data merupakan tujuan pembelajaran. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan. Motivasi erat kaitannya dengan minat.siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang di anggap penting dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut mengubah tingkah laku dan motivasinya. Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain. Motivasi dibedakan menjadi dua:

1. Motif intrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. 2. Motif ekstrinsik. Motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyerta. Contohnya siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan dikarenakan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar. Motif ekstrinsik dapat berubah menjadi motif intrinsik yang disebut transformasi motif. Sebagai contoh, seseorang belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) karena menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi seorang guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu untuk menyenangkan hati orang tuanya,tetapi setelah belajar beberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu semula ekstrinsik menjadi intrinsik. 2. Keaktifan Belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses balajar mengajar anak mampu mengidantifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan. Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain. 3. Keterlibatan langsung/berpengalaman Menurut Edgar Dale, dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya, mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar dari pengalaman langsung. Belajar secara langsung dalam hal ini tidak sekedar mengamati secara langsung melainkan harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak hanya keterlibatan fisik semata, tetapi juga keterlibatan emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

4. Pengulangan Menurut teori psikologi daya, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya law of exercise, Thorndike mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengamatan-pengamatan itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pada teori psikologi Conditioning, respons akan timbul bukan karena oleh stimulus saja tetapi oleh stimulus yang di kondisikan, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas, mobil berhenti pada saat lampu merah. Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Walaupun kita tidak dapat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. 5. Tantangan Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan. 6. Balikan dan penguatan Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effectnya Thorndike. Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif atau escape conditioning. Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. 7. Perbedaan individu Siswa merupakan individual yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan belajar ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang

memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya. Pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara, misalnya: Penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi Penggunaan metode instruksional Memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang Dalam memberikan tugas, hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung. a. Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar bagi Siswa Siswa sebagai primus motor (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip-prinsip belajar. 1) Perhatian dan motivasi Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Siswa diharapkan selalu melatih inderanya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373). Implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus-menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus-menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan/mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai, menanggapai secara positif pujian/dorongan dari orang lain, menentukan target/sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis. 2) Keaktifan Sebagai primus motor dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran. 3) Keterlibatan langsung/berpengalaman Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa, misalnya siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa melakukan reaksi kimia, dan perilaku sejenisnya. Perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.

4) Pengulangan Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32). Dari pernyataan inilah pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini, diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentukbentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan unsur-unsur kimia setiap valensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah. 5) Tantangan Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat lebih baik (Davies, 1987:32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh, memproses dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing ataupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah. 6) Balikan dan penguatan Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement) (Davies, 1987:32). Hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Untuk memperoleh balikan penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor/nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil belajar yang jelek. 7) Perbedaan individual Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987:32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain akan membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri. b. Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar bagi Guru Guru sebagai orang kedua dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari adanya prinsipprinsip belajar. Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran terimplikasi oleh adanya prinsip-prinsip belajar ini. 1) Perhatian dan motivasi

Implikasi prinsip perhatian bagi guru tampak pada perilaku-perilaku sebagai berikut: Guru menggunakan metode secara bervariasi Guru menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan Guru menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton Guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan membimbing (direction question) Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi guru tampak pada perilaku-perilaku yang diantaranya adalah: Memilih bahan ajar sesuai minat siswa Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin memberitahukan hasilnya kepada siswa Memberikan pujian verbal atau non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan yang diberikan Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa 2) Keaktifan Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada (Sten, 1988:224). Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, maka guru di antaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut: Menggunakan multimetode dan multimedia Memberikan tugas secara individual dan kelompok Memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3 orang) Memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas Mengadakan tanya jawab dan diskusi 3) Keterlibatan langsung/berpengalaman Untuk dapat melibatkan siswa secara fisik, mental-emosional dan intelektual dalam kegiatan pembelajaran, maka guru hendaknya merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran. Perilaku sebagai implikasi prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman diantaranya adalah: Merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran individual dan kelompok kecil Mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dengan demonstrasi Menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa Memberikan tugas kepada siswa untuk mempraktekkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan Melibatkan siswa mencari informasi/pesan dari sumber informasi di luar kelas atau luar sekolah Melibatkan siswa dalam merangkum atau menyimpulkan informasi pesan pembelajaran Implikasi lain dari adanya prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman bagi guru adalah kemampuan guru untuk bertindak sebagai manajer/pengelola kegiatan pembelajaran yang mampu mengarahkan, membimbing dan mendorong siswa ke arah tujuan pengajaran yang

ditetapkan. 4) Pengulangan Implikasi prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilihkan antara kegiatan pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan dengan yang tidak membutuhkan pengulangan. Pengulangan terutama dibutuhkan oleh pesan-pesan pembelajaran yang harus dihafalkan secara tetap tanpa ada kesalahan sedikitpun. Selain itu, pengulangan juga diperlukan terhadap pesan-pesan pembelajaran yang membutuhkan latihan. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip pengulangan di antaranya: Merancang pelaksanaan pengulangan Mengembangkan/merumuskan soal-soal latihan Mengembangkan petunjuk kegiatan psikomotorik yang harus diulang Mengembangkan alat evaluasi kegiatan pengulangan Membuat kegiatan pengulangan yang bervariasi 5) Tantangan Apabila guru menginginkan siswa selalu berusaha mencapai tujuan, maka guru harus memberikan tantangan pada siswa dalam kegiatan pembelajarannya. Tantangan dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan oleh guru melalui bentuk kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip tantangan diantaranya adalah: Merancang dan mengelola kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukannya secara individual atau dalam kelompok kecil (3-4 orang) Memberikan tugas pada siswa memecahkan masalah yang membutuhkan informasi dari orang lain di luar sekolah sebagai sumber informasi Menugaskan kepada siswa untuk menyimpulkan isi pelajaran yang selesai disajikan Mengembangkan bahan pembelajaran (teks, hand out, modul, dan yang lain) yang memperhatikan kebutuhan siswa untuk mendapatkan tantangan di dalamnya, sehingga tidak harus semua pesan pembelajaran disajikan secara detail tanpa memberikan kesempatan siswa mencari dari sumber lain. Membimbing siswa untuk menemukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi sendiri Guru merancang dan mengelola kegiatan diskusi untuk menyelenggarakan masalah-masalah yang disajikan dalam topik diskusi 6) Balikan dan penguatan Balikan dapat diberikan secara lisan maupun tertulis, baik secara individual ataupun kelompok klasikal. Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran harus dapat menentukan bentuk, cara, serta kapan balikan dan penguatan diberikan. Agar balikan dan penguatan bermakna bagi siswa, guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa. Implikasi prinsip balikan dan penguatan bagi guru, berwujud perilaku-perilaku yang diantaranya adalah: Memberitahukan jawaban yang benar setiap kali mengajukan pertanyaan yang telah dijawab siswa secara benar ataupun salah Mengoreksi pembahasan pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa pada waktu yang telah ditentukan Memberikan catatan-catatan pada hasil kerja siswa (berupa makalah, laporan, klipping

pekerjaan rumah) berdasarkan hasil koreksi guru terhadap hasil kerja pembelajaran Membagikan lembar jawaban tes pelajaran yang telah dikoreksi oleh guru, disertai skor dan catatan-catatan bagi pebelajar Mengumumkan atau mengkonfirmasikan peringkat yang diraih setiap siswa berdasarkan skor yang dicapai dalam tes Memberikan anggukan atau acungan jempol atau isyarat lain kepada siswa yang menjawab dengan benar pertanyaan yang disajikan guru. Memberikan hadiah/ganjaran kepada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas 7) Perbedaan individual Setiap guru tentunya harus menyadari bahwa menghadapi 30 siswa dalam satu kelas, berarti menghadapi 30 macam keunikan atau karakteristik. Selain karakteristik/keunikan kelas, guru harus menghadapi 30 siswa yang berbeda karakteristiknya satu dengan lainnya. Konsekuensi logis adanya hal ini, guru harus mampu melayani setiap siswa sesuai karakteristik mereka orang per orang. Implikasi prinsip perbedaan individual bagi guru berwujud perilaku-perilaku yang diantaranya adalah: Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan Fakta, konsep, dan prinsip sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari sebenarnya merupakan sebagian langkah pengembangan ilmu pengetahuan. Kadang orang yang mengucapkan pun sebenarnya tidak yakin betul untuk mengerti apa artinya. Oleh karena itu saya akan mencoba memaparkan perbedaan ketiganya untuk memudahkan kita belajar IPA. Pencarian cara yang mudah untuk belajar IPA menjadi perhatian saya karena terus terang saya belum puas dengan hasil belajar IPA dari para siswa kita baik di level SD, SMP, maupun SMA sekarang. Bapak dan Ibu Guru sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengajari mereka konsep-konsep IPA (SD dan SMP) dan Fisika, Biologi, dan Kimia (SMA). Para siswa kita lebih tertarik untuk menghafal soal seperti yang diajarkan kakak-kakak mereka di bimbel. Saya tidak akan membenturkan guru dengan tentor, tapi lebih baik kita mengupas apa yang sebaiknya kita perbuat untuk siswa kita agar mereka lebih memahami konsep. IPA mempelajari fenomena atau peristiwa alam. Peristiwanya ada di sekitar kita sehingga kita bisa menggunakan fenomena tersebut untuk memahami IPA. Peristiwa itulah yang disebut dengan FAKTA. Misalnya merah, hijau, besi. tembaga, patah, panas dan masih banyak sekali fakta yang bisa dijumpai di alam. Fakta selalu menunjukkan kondisi apa adanya, fakta tidak pernah memihak kepada siapapun. Bahkan fakta sering digunakan untuk membuat opini sesuai keinginan orang yang membuat opini tersebut. Pengamatan fakta melibatkan panca indera. Semakin banyak indera yang terlibat semakin baik, namun diharamkan bagi kita mengamati menggunakan indera ke enam (ngarang). KONSEP adalah sekumpulan fakta atau beberapa fakta yang memiliki ciri khusus. Misalnya: merah, hijau membentuk konsep yang namanya warna. Warna punya ciri khusus yaitu memiliki

panjang gelombang tertentu. Besi, tembaga membentuk konsep yang namanya logam. Logam punya ciri khusus misalnya dapat menghantarkan arus listrik. Pada kondisi tertentu konsep dapat menjadi fakta yang bila bergabung dengan fakta yang lain dapat membentuk konsep. Contoh konsep yang lain misalnya kursi, memuai, membeku, mendidih, dan masih banyak lagi. Bisakah kita menemukan konsep yang lain? tentu karena masih sangat banyak yang belum disebutkan disini. PRINSIP adalah beberapa konsep yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ciri dari prinsip adalah tanpa ada kecuali. Apabila ada kecualinya berarti bukan prinsip tapi disebut GENERALISASI. Contoh: 1. semua logam pada temperatur kamar wujudnya padat. Untuk menguji apakah pernyataan itu termasuk prinsip atau bukan adalah dengan bertanya adakah logam yang berwujud selain padat pada temperatur kamar (25 oC)? Apabila ditemukan ada logam yang wujudnya tidak padat pada keadaan tersebut maka pernyataan itu bukan prinsip. Setelah diteliti ternyata merkuri atau raksa adalah berwujud cair pada temperatur kamar sehingga pernyataan tersebut termasuk generalisasi dan bukan prinsip. 2. Logam adalah penghantar listrik yang baik, pernyataan ini termasuk prinsip karena tanpa kecuali. Dari hubungan ketiga istilah tersebut dapatlah kita lihat bahwa untuk membuat prinsip kita harus paham konsep, sedangkan untuk memahami konsep kita harus mengenali fakta. Fakta dapat dikenali melalui pengamatan baik melalui praktikum, penelitian, maupun menyaksikan demontrasi, simulai, dan peristiwa di alam. Dalam hal ini mengamati menjadi ketrampilan yang sangat penting untuk dilatihkan pada siswa. Konsep merupakan kesimpulan dari hasil pengamatan. Itulah sebabnya belajar IPA selalu dimulai dari mengamati dan kemudian membuat kesimpulan (konsep) dari hasil pengamatan. Tanpa pengamatan maka kita bukan mengajari IPA kepada siswa namun hanya mengabari mereka. Bila hal ini masih terus kita lakukan maka di masa mendatang kita akan terus menyaksikan siswa kita lebih suka belajar pada orang lain, terutama menjelang UNAS seperti sekarang. Mari kita mulai bagi yang belum dan kita tingkatkan bagi yang sudah untuk membuat kita menjadi guru idola mereka sekarang dan masa yang akan datang dengan mengajari mereka memformulasi konsep dan bukan menghafal konsep. Salam.

You might also like