You are on page 1of 42

Manajemen Keperawatan

STIK SINT CAROLUS JAKARTA

CULTURAL AND GENERATION WORKFORCE DIVERSITY

MAKALAH

Disusun Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Mata Ajar Manajemen Keperawatan

Dosen Pembimbing : Emiliana Tarigan, S.Kp, M.Kes

Oleh :

1. 2. 3. 4.

Ns. Dwiyanto, S.Kep Nim. 2012-01-001 Ns. Eny Susyanti, S.Kep Nim. 2012-01-002 Ns. Galvani Volta Simanjuntak, S.Kep Nim. 2012-01-004 Ns. Janice Sepang, S.Kep Nim. 2012-01-006

5. 6. 7. 8.

Ns. Johansen Hutajulu, AP, S.Kep Nim. 2012-01-007 Ns. Lastriyanti, S.Kep Nim. 2012-01-009 Ns. Marthalena Simamora, S.Kep Nim. 2012-01-011 Ns. Ni Made Suarti, S.Kep Nim. 2012-01-014

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS JAKARTA 2013

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tim penyusun sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pertolongan-NYA sehingga makalah tugas mata ajar Manajemen

Keperawatan ini dapat diselesaikan sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Adapun judul dari makalah ini adalah Cultural And Generation Workforce Diversity. Dalam penyusunan makalah ini akan diuraikan tentang bagaimana seorang perawat mampu mengetahui berbagai macam kebudayaan, sehingga perawat mampu mengintrepretasikan masalah yang dialami pasien melalui segi budaya. Sebagai tim penyusun, kami sangat menyadari kemampuan dan keterbatasan dalam menjelaskan pemahaman tentang budaya ini. Oleh karena itulah dengan kerendahan hati kami sangat mengharapkan kritik dan sehingga dapat lebih menyempurnakan makalah ini. Tim penyusun sangat berterimakasih atas bimbingan dosen pembimbing mata ajar yang senantiasa membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini dan besar harapan kami kiranya materi ini dapat memberikan manfaat bagi temanteman sejawat dalam bidang keperawatan. Terima kasih.

Hormat kami,

Tim Penyusun

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................5 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................5 1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................5 1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................6 BAB II TINJAUAN TEORITIS ...........................................................................7 2.1 Konsep Kepemimpinan ............................................................................7 2.2 Macam-Macam Teori Kepemimpinan ....................................................10 2.3 Sejarah Teori Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional ........17 2.4 Kepemimpinan Transformasional .............................................................18 2.5 Kepemimpinan Transaksional...................................................................26 BAB III ANALISA JURNAL..............................................................................30 BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................38 BAB V PENUTUP ................................................................................................43 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya mempengaruhi cara kita berpikir dan juga cara kita berinteraksi dan melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari. Budaya dibentuk oleh kebangsaan, sosioekonomi dan pengelompokan profesional, kebutuhan-kebutuhan spesial, dan pilihan gaya hidup seseorang. Tingkah laku, kepercayaan, dan kebiasaan-kebiasaan kita ditentukan oleh peninggalan kultural, yang menjelaskan identitas kita. Terkadang budaya melengkapi kita dengan kesempatan dan kebebasan pribadi yang tidak terbatas untuk melakukan kehendak bebas kita sendiri. Di lain waktu, budaya menerapkan batasan-batasan yang besar sekali dengan mencegah kita melangkah melewati batasan cultural (yaitu norma-norma). Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan budaya. Hal inilah yang sering ditemukan pada saat melakukan pelayanan kesehatan, pada berbagai etnik dan ras , baik pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. Di tempat kerja faktor budaya mempengaruhi setiap aspek kehidupan, dari pakaian yang dipakai, makanan yang dimakan, bentuk seni, pasangan hidup dan pendidikan. Disamping itu dipengaruhi juga oleh bagaimana kita berpikir, melihat, dan alasan kita untuk melakukan sesuatu dengan cara yang kita lakukan, dan sistem di mana kita hidup dan beraktivitas, dan pengalaman keberadaan kita (Huber, 2006). Kompetensi budaya, harus dipahami dengan baik dan dipandang sebagai suatu proses atau perjalanan bukan sebagai tujuan. Ini melibatkan ekspansi berkelanjutan dan memperbarui pemahaman individu dari budaya yang berbeda. Namun, sama pentingnya untuk diingat bahwa bentuk budaya perilaku tetapi tidak memprediksi hal itu. mengidentifikasi seseorang dengan budaya tidak selalu berarti bahwa orang itu setuju dengan semua keyakinan dominan dalam budaya itu. Bahkan, keanekaragaman budaya melibatkan perbedaan tidak hanya antara budaya, tetapi juga dalam budaya sendiri. Definisi keanekaragaman budaya mencakup jauh lebih luas dari pada etnis mana teknologi yang bersangkutan. Budaya Generasi memiliki dampak pasti pada penggunaan teknologi di tempat kerja, dan sampai batas tertentu, perbedaan ras dan sosial ekonomi. Alasan utama perbedaan ras adalah faktor di mana teknologi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

di tempat kerja yang bersangkutan adalah karena apa yang disebut "kesenjangan digital." Isu tentang ras, etnis, dan disparitas kesehatan membantu mendorong perawat untuk harus terus mengasah kemampuan mereka dalam sensitivitas budaya dan bahasa dan kompetensi sebagai bagian penting dari praktek. Setiap perawat bekerja dan berbaur dengan aspek budaya dan nilai-nilai. Ini termasuk pengaruh dari ras, komunitas, etnis, gaya hidup, profesi, dan budaya organisasi. Untuk mengelola keragaman tersebut secara efektif merupakan tantangan bagi kepemimpinan dan manajemen dalam keperawatan. Data menunjukkan bahwa hal itu akan terjadi bertahun-tahun sebelum profil profesional kesehatan mencerminkan penduduk secara keseluruhan (hrs, 2002 dalam Huber, 2006). Hal ini menggambarkan bahwa semua penyedia perawatan kesehatan perlu memiliki kompeten budaya. Pendukung yang mendukung adanya peningkatan perwakilan etnis minoritas di tenaga kerja kesehatan berpendapat bahwa meningkatkan jumlah penyedia etnis minoritas akan meningkatkan akses ke perawatan bagi etnis minoritas dan populasi lain yang kurang terlayani (AHA, 2002 dalam Huber, 2006). Memiliki tenaga kerja yang lebih beragam di tempat kerja dapat meningkatkan jumlah konflik yang muncul dan berpotensi, mereka dapat konstruktif atau destruktif. Oleh karena itu organisasi harus mampu

mengidentifikasi dan menganalisis pro dan kontra dari keragaman dan mengelola baik untuk menuai manfaat yang luar biasa. Kebijakan, program dan pelatihan keragaman kesadaran, ketika terencana dan dilaksanakan, bisa memberikan nilai maksimal bagi organisasi. Dengan meningkatnya kesadaran keragaman dan keterampilan, karyawan akan belajar tidak hanya bagaimana untuk mendorong tempat kerja yang terhormat, tetapi juga mengatasi konflik dan meningkatkan keterampilan interpersonal dan komunikasi dengan individu yang berbeda dari diri mereka sendiri. Belajar dan menunjukkan rasa hormat terhadap perbedaan, menjelajahi diluar zona kenyamanan, menghargai penilaian orang lain, menekankan yang positif, dan berlatih teknik komunikasi yang baik adalah strategi untuk sukses (Grossman 8c Taylor, 1995 dalam Huber, 2006). Pemimpin didorong untuk

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

mengembangkan rencana strategis sumber daya manusia yang menjelaskan bagaimana organisasi akan merekrut dan mempertahankan staf yang beragam yang mencerminkan masyarakat. Banyak waktu dan perhatian fokus pada penyediaan pekerja di masa depan. Dasar untuk meningkatkan lingkungan kerja untuk semua bermuara pada kepercayaan, rasa hormat, bersama, penegasan identitas, dan komunikasi. Ini semua adalah tentang hubungan. Dengan tenaga kerja yang semakin beragam, manajer dari setiap usia didorong untuk menekankan nilai-nilai organisasi sebelum nilai-nilai pribadi mereka. Melestarikan keanekaragaman dan

menghargai di tempat kerja merupakan proses jangka panjang dan membutuhkan kerja keras. Keanekaragaman di tempat kerja harus solid diintegrasikan ke dalam sistem, proses dan budaya organisasi, manajemen, karyawan, sedapat mungkin untuk meningkatkan kontribusi kinerja terhadap terhadap semua lini. 1.2 Tujuan Penulisan Untuk menganalisis terkait Cultural and Generational Workforce Diversity, yang diperoleh dari kajian pustaka, yang disajikan secara sederhana dan sistematis. 1.3 Manfaat Penulisan Memberi gambaran tentang keberagaman budaya sehingga perawat dapat menerapkannya dalam pelayanan keperawatan kepada pasien untuk mencapai tujuan keperawatan. 1.4 Sistematika penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORITIS Bab tinjauan Teoritis berisi uraian teori yang digunakan dalam penyusunan makalah. BAB III : PEMBAHASAN Berisi analisa jurnal dan implikasi dari teori. BAB IV: PENUTUP Bab penutup berisi kesimpulan dari makalah yang dibuat.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Budaya adalah kata sederhana dengan pengertian kompleks yang mencakup

seluruh aktivitas manusia. Antropolog Ingris Sir Edward Tylor (1871, dalam Swanberd. 2002) menyebutkan istilah kultur didefinisikan sebagai semua yang termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat,

kemampuan, dan kebiasaan masyarakat.

lain yang dilakukan manusia

sebagai anggota

Leininger (1978, dalam Swanberd. 2002) mengatakan bahwa

kultur adalah pengetahuan yang dipelajari dan disebarkan mengenai kultur tertentu dengan nilai, kepercayaan, aturan prilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dan bertindak dengan cara yang terpola. Kompetensi budaya dan keanekaragaman budaya bukanlah dua sisi yang sama, tetapi keduanya rumit dan saling terkait. Menyamakan keanekaaragaman budaya akan menghambat kemampuan kita untuk melihat setiap individu berdasarkan ras dan gender nya masing - masing. Keragaman budaya menunjukkan variasi antarkelompok yang berhubungan dengan kebiasaan, nilainilai, preferensi, keyakinan, pantangan, dan norma berperilaku harus sesuai dengan interaksi individu dan sosial. Budaya mempengaruhi cara kita berpikir dan juga cara kita berinteraksi dan melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari. Budaya dibentuk oleh kebangsaan, sosioekonomi dan pengelompokan profesional, kebutuhan-kebutuhan spesial, dan pilihan gaya hidup seseorang. Tingkah laku, kepercayaan, dan kebiasaan-kebiasaan kita ditentukan oleh peninggalan kultural, yang menjelaskan identitas kita. Terkadang budaya melengkapi kita dengan kesempatan dan kebebasan pribadi yang tidak terbatas untuk melakukan kehendak bebas kita sendiri. Di lain waktu, budaya menerapkan batasan-batasan yang besar sekali dengan mencegah kita melangkah melewati batasan cultural (yaitu norma-norma). Sering ada ketidaksinambungan antara nilai-nilai yang dianut dan orangorang yang melaksanakan nilai nilai tersebut dalam interaksi sehari-hari yaitu antara de jure dan de facto budaya. Keanekaragaman, dilepaskan dari konteks budaya dan politik, adalah tentang perbedaan yang membuat sebuah perbedaan.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

Misalnya orang kulit berwarna merupakan istilah dalam dunia politik untuk menggambarkan semua orang yang tidak berkulit putih. Human Genome Project memberikan bukti bahwa semua manusia berbagi kode genetik lebih dari 99% identik. Namun ketika datang ke golongan tertentu, hal itu menjadi status dan makna sosial dalam konstruksi politik yang menimbulkan berbagai masalah bahkan sampai hari ini. Rasisme dan elemen terkait seperti bias, stereotip, dan prasangka perlu dipahami juga. Rasisme adalah diskriminasi berdasarkan ras atau warna. Hal ini sering disertai dengan kesimpulan rendah diri atau sub-humanisme. Ini mempengaruhi faktor-faktor yang pada gilirannya, mempengaruhi hasil (Institute of Medicine, 2003).

Prasangka adalah penilaian atau pendapat yang terbentuk sebelumnya mengenai orang lain berdasarkan pengalaman langsung atau tidak langsung. Prasangka merupakan salah satu kategoris model fungsi emosional mental yang melibatkan prasangka kaku (stereotip) dan salah pikiran dari perbuatan manusia. Dasar dari prasangka adalah generalisasi atau praduga tentang sekelompok orang.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

Mereka bisa negatif atau positif, tapi jarang mereka netral. Mereka memberikan alasan untuk menempatkan orang dalam kelompok tertentu. Stereotip merupakan pandangan yang menetap atau terdistorsi, apakah positif atau negatif, terhadap semua anggota sekelompok orang. Konsep relativisme budaya mensyaratkan bahwa individu tidak

menghakimi, melainkan mempertimbangkan tindakan, keyakinan, atau ciri-ciri dalam konteks budaya mereka sendiri untuk lebih memahami mereka. Ini melibatkan mempertahankan rasa objektivitas dan apresiasi untuk nilai-nilai budaya lain, tidak menghakimi apakah mereka "baik" atau "buruk" (Loustaunau & Sobo, 1997. Dalam Huber 2006). Kompetensi berarti memiliki kemampuan untuk bekerja secara efektif sebagai individu dan organisasi dalam konteks keyakinan budaya, perilaku, dan kebutuhan yang diajukan oleh konsumen dan masyarakat (Center for the Profesi Kesehatan, 2002 Dalam Huber. 2006). Kompetensi budaya meliputi pentingnya mengintegrasikan orang-orang yang berasal dari kelompok non-dominan ke dalam budaya dan mempertimbangkan nilai-nilai mereka dalam proses organisasi operasional. Kompetensi budaya dan bahasa adalah seperangkat perilaku kongruen, sikap, dan kebijakan yang datang bersama-sama dalam suatu sistem, lembaga, atau kalangan profesional yang memungkinkan bekerja efektif dalam situasi lintas budaya. Budaya mengacu pada pola terpadu perilaku manusia yang meliputi bahasa, pikiran, komunikasi, aksi, adat istiadat, kepercayaan, nilai, dan institusi ras, kelompok etnis, agama, atau sosial. 2.2 Latar Belakang Perbedaan Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan budaya. Hal inilah yang sering ditemukan pada saat melakukan pelayanan kesehatan, pada berbagai etnik dan ras , baik pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. Di tempat kerja faktor budaya mempengaruhi setiap aspek kehidupan, dari pakaian yang dipakai, makanan yang dimakan, bentuk seni, pasangan hidup dan pendidikan. Disamping itu dipengaruhi juga oleh bagaimana kita berpikir, melihat, dan alasan kita untuk melakukan sesuatu dengan cara yang kita lakukan, dan sistem di mana kita hidup dan beraktivitas, dan pengalaman keberadaan kita (Huber, 2006).

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

10

Dalam perkembanganya, institusi keperawatan kesehatan telah bergabung dengan profesi yang lain seperti; bisnis, sosial, pendidikan, dan ekonomi.

Perbedaan dalam orientasi waktu, pola komunikasi, sistem nilai, persepsi staf atau peran keperawatan, merupakan sumber umum dari konflik. Mereka yang berbeda sering dilihat atau dicap sebagai masalah. Delapan puluh lima persen orang dipecat pada tahun 2003 karena masalah hubungan (Murphy, 2004. Dalam Huber, 2006). Perspektif lintas budaya komparatif tersebut mempengaruhi perilaku di tempat kerja. Dari kesadaran ini telah muncul pemahaman bahwa semakin banyak kita masing-masing tahu tentang aspek-aspek budaya dari pasien dan rekan kerja, lebih mampu kita akan bermitra dengan rekan-rekan dalam pekerjaan sehari-hari kita. Untuk memahami, menghormati, dan memberikan pilihan terbaik bagi banyak tanggapan manusia terhadap kesehatan dan penyakit atau perubahanperubahan kehidupan, perawat juga harus mengenali beragam cara di mana memahami budaya dapat membantu dalam hasil proses keperawatan (Huber, 2006). Di tempat kerja saat ini, kemampuan untuk bekerja dengan semua personil kesehatan dan pasien, termasuk mereka yang berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa Inggris sebagai bahasa baru, adalah suatu keharusan. Bahkan, pada tahun 2006, Komisi Bersama Akreditasi (JCAHO) Manajemen Informasi Kesehatan Standar Organisasi membutuhkan rumah sakit untuk mengumpulkan informasi tentang bahasa dan kebutuhan komunikasi pasien (JCAHO, 2005. Dalam Huber, 2006). 2.3 Keragaman Generasi Tenaga Kerja Sebuah isu yang berkembang dalam kepemimpinan dan manajemen keperawatan adalah masalah keragaman generasi di tempat kerja. Para Sosiolog mengkategorikan kelompok generasi ke dalam apa yang mereka sebut kohort (Alexander, 2001 dalan Huber, 2006). Kohort merupakan anggota dari sebuah generasi yang terhubung melalui pengalaman hidup bersama di tahun pembentukan mereka. Setiap kelompok yang baru matang dipengaruhi oleh apa yang sosiolog sebut generational Markers. Individu adalah produk dari lingkungan mereka. Generational markers mempengaruhi semua anggota

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

11

generasi dengan berbagai cara. Jadi menyadari perbedaan generasi sangat penting bagi setiap pemimpin dalam mengelola tenaga kerja yang terdiri dari berbagai usia. Setiap generasi memiliki karakteristik yang unik dan nilai-nilai serta perilaku yang berbeda tetapi perbedaan tersebut sering dianggap sebagai kekurangan karakter bukan perbedaan budaya. The Baby Boomers, yang lahir antara 1946 -1964, yang menduduki kursi kepemimpinan banyak organisasi eksekutif, termasuk didalam nya organisasi perawatan kesehatan. Boomers membuat langkah yang kontras dengan mengganti anggota generasi sebelumnya yaitu mereka yang lahir antara 1925 - 1945, disebut sebagai Generasi Mature atau Generasi Diam. Anggota generation diam dibesarkan dalam periode kepemimpinan militer dan politik yang kuat, otoritas sangat dihormati, kepatuhan merupakan karakteristik yang paling berharga untuk ditunjukkan. Boomers, secara historis merupakan generasi kedua terbesar dalam angkatan kerja dan telah mendominasi masyarakat AS selama bertahun-tahun. Dimulai pada Januari 1996 dan berlanjut hingga 18 tahun ke depan, Baby Boomer akan berubah 50 setiap 18 detik, dan preferensi mereka dalam setiap aspek kehidupan Amerika yang dipengaruhi oleh jumlah mereka sendiri (US Census Bureau, 1996). Efisiensi, kerja tim, kualitas dan pelayanan telah berkembang di bawah kepemimpinan mereka. Boomers dibesarkan di sebuah periode pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana Amerika Serikat memiliki hampir tidak ada pesaing ekonomi yang kuat. Mereka dibesarkan dengan cara berpikir yang khusus bahwa mereka bisa mengabaikan atau melanggar peraturan tetapi mereka masih bisa berhasil. Mereka menyukai kemudahan yang diberikan dan membawa arti sebenarnya untuk "diisi" ketika datang ke pengelola pinjaman. Jaminan finansial akan tetap menjadi isu sentral bagi banyak orang. Akibatnya, banyak Boomers akan bekerja melewati usia pensiun. Mereka mempertanyakan struktur otoritas tradisional, ketidakjelasan peran gender, dan membuat upaya yang kuat untuk mendorong sistem yang mendukung terhadap kesempurnaan ide-ide mereka. Selama Perang Vietnam, konfrontasi Hak Sipil, dan Watergate, Baby Boomers melihat dengan jelas kerentanan otoritas, dan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

12

mereka enggan untuk mengakui otoritas yang resmi. Mereka lebih memilih untuk bekerja dengan tempat kerja yang lebih partisipatif dan kurang otoriter. Dukungan untuk suatu lingkungan kerja yang baik datang juga dari anggota Generasi X yang lahir antara tahun 1965 - 1980, kesamaannya dengan Boomers yaitu enggan untuk mengakui otoritas, tetapi lebih memlih untuk hidup dalam keseimbangan. Generation X meyakini bahwa anak anak merupakan kunci dari keberhasilan, mereka menyadari bahwa anak - anak harus memiliki wawasan yang luas sejak usia dini. Masa kecil mereka ditandai dengan ketidakpastian ekonomi, dan dengan demikian mereka bersikap skeptis terhadap praktek dan kepercayaan tradisional. Dalam pandangan mereka, kontrak kerja adalah perjanjian antara kedua sisi yang dapat dibatalkan dengan seenaknya saja yang berarti bahwa masa depan mereka ada di tangan majikan. Hal ini membuat mereka sangat gelisah. Lamanya waktu yang dihabiskan dalam organisasi kurang relevan dengan generasi X daripada bagaimana melindungi diri dari ketidakteraturan tantangan bisnis (Wendover, 2002). Kelompok termuda kedua di tempat kerja dan kelompok terbesar dalam sejarah AS merupakan pekerja Millennial, mereka yang lahir antara tahun 1981 1999. Kelompok ini dikenal dengan beberapa monikers lain, termasuk Generasi Y, Generasi Mengapa?, Nexters, dan Generasi Internet. Penanda umum tahun perkembangan mereka adalah teknologi. Kelompok ini adalah generasi yang paling demografis beragam dalam sejarah negeri AS. Para pekerja telah memiliki keterampilan multitasking yang mencengangkan. Mereka juga cenderung memiliki pandangan positif dan keinginan untuk memperbaiki dunia. Banyak yang percaya bahwa generasi Millennial memiliki keterampilan dasar yang dangkal, tetapi karena mereka dibesarkan dengan tehnologi komputer, mereka dapat menciptakan solusi yang tidak bisa dibayangkan generasi lain sebelumnya. Teknologi memandu setiap gerakan mereka. Mereka merupakan pemecah masalah yang tumbuh pada situasi perekonomian yang berkembang. Mereka menyampaikan pesan yaitu bagaimanapun juga akhir kata bukanlah kata yang terakhir. Mereka tidak hidup untuk bekerja, mereka bekerja untuk hidup. Dengan demikian mereka memiliki serangkaian harapan yang berbeda tentang dunia kerja. kebanyakan mereka menikmati kebebasan bekerja sendiri dengan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

13

gaya dan etos kerja mereka. Millennial telah mengetahui bahwa keberadaan mereka begitu diminati. Untuk berkembang, mereka membutuhkan penjelasan tentang hasil yang ingin dicapai, sumber daya untuk melakukan apa yang perlu dilakukan, dan tenggat waktu. Generational Characteristics Matures ________ Hard work Duty Sacrifice Thriftiness Work fast what's asked Baby Boomers ______ Generation X _______ Millennial Personal fulfillment Uncertainty What's next? Optimism Personal focus On my terms Crusading causes Live for today Just show up Buy now/pay later Save, save, save Earn to spend Work efficiently Eliminate the task Do exactly

Source: Data from Center for Generational Studies, Aurora, CO. Perawat menyadari bahwa keanekaragaman, kesadaran, dan hal positif dari budaya orang lain merupakan konsep inti kritis (Habayeb, 1995). Namun, entah bagaimana, keragaman budaya tidak dipandang sebagai variabel yang kuat dalam bagaimana perawat berkomunikasi dan menginterpretasikan perilaku atau menengahi konflik antara mereka sendiri. Hal ini dapat mempengaruhi dalam menentukan penilaian, diagnosis, dan strategi intervensi penyelesaian masalah. Seperti tren global dalam mobilitas, migrasi, perlunya kesadaran lebih besar dalam melihat pentingnya identitas budaya (Leininger, 1997). Pergeseran keperawatan di masyarakat, peningkatan isu-isu moral / etika dalam perawatan kesehatan, dan keinginan banyak orang untuk mengontrol dan mengatur perawatan kesehatan mereka sendiri sehingga menciptakan suatu kebutuhan untuk mengetahui dan menghormati perspektif yang beragam (Galanti, 1999; Gazmararian et al "1999). 2.4 Kesadaran Perbedaan Selama berabad-abad, jutaan orang yang mewakili ratusan budaya dan kebangsaan yang berbeda meninggalkan negara kelahirannya untuk menjadikan Amerika Serikat rumah mereka. Hingga kini, banyak dari imigran ini dengan rela melepaskan identitas budaya individu mereka dan mengadopsi budaya Eropa-

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

14

Amerika dan bahasa Inggris sebagai milik mereka, sehingga mengarah kepada ciri Amerika Serikat yang dikenal sebagai wajan percampuran/ melting pot. Namun, saat ini, pemencilan daripada pembauran mungkin dapat menjadi lebih akurat untuk menjelaskan tingkah laku lazim dari berbagai kelompok etnis. Imigran sekarang sering membatasi diri ke dalam daerah kantong budaya mereka sendiri dan berinteraksi terutama di dalam kelompok kultur mereka. Dalam cahaya perubahan ini, istilah pluralisme kultural (culturalluralism) telah tercipta. Pluralisme kultural (atau multiculturalism) mengacu pada Amerika Serikat sebagai yang memiliki keanekaragaman budaya yang sangat besar daripada satu budaya Amerika yang dominan. Keanekaragaman ini menuntut kita, sebagai perawat, untuk menyadari pilihan, nilai, dan tingkah laku kita masing-masing yang telah ditetapkan secara kultural dan menghargai yang dari budaya lain. Hal ini juga menantang kita untuk memeriksa isu dan permasalahan-permasalahan terkait keanekaragaman budaya dalam praktek sehari-hari. Keragaman masyarakat memberikan tantangan yang besar pada semua sistem di dunia. Kesadaran budaya adalah link penting untuk berlatih empati, memahami, menghargai, dan peduli dalam perawatan kesehatan. Kesadaran budaya juga mengakui pentingnya mengintegrasikan orang dengan nilai-nilai lain dalam proses operasi organisasi. Perspektif komparatif lintas-budaya

mempengaruhi praktek perawatan kesehatan. Oleh karena sistem-sistem kepercayaan kultural memiliki dampak yang signifikan terhadap tingkah laku terkait kesehatan dari individu, perawat harus menunjukkan penghargaan yang tulus terhadap perbedaan-perbedaan kultural sementara pada saat yang sama menyediakan asuhan berorientasi pasien yang efektif. Peran perawat adalah untuk mengidentifikasi, mengatasi, dan mencegah permasalahan-permasalahan terkait kesehatan, yang memperbesar hasil-hasil positif untuk pasien. Hal ini secara spesifik meliputi mewancarai pasien, mengambil sejarah kesehatan dan pengobatan, memperoleh data pengkajian fisik, monitoring dan evaluasi informasi pasien (baik subyektif maupun obyektif), mengevaluasi kepatuhan pasien, dan mendidik juga menyuluh pasien. Sebagai tambahan, perawat seringkali berinteraksi dengan kolega dan tenaga ahli asuhan kesehatan lainnya yang mencerminkan segmen sosiokultural atau masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

15

yang berbeda. Menimbang aspek-aspek yang beragam ini, syarat asuhan berorientasi pasien mengharuskan farmasis untuk memiliki keahlian-keahlian lintas kultural ketika menangani pasien, kolega, dan tenaga ahli asuhan kesehatan lainnya. Kompetensi lintas kultural penting dalam menyediakan asuhan berkualitas di lingkungan asuhan kesehatan masa kini. Asumsi tentang sistem perawatan kesehatan di AS, apakah mereka sesuai dengan budaya mereka atau tidak. Beberapa asumsi ini adalah sebagai berikut:

Penentuan nasib sendiri, otonomi, kemandirian; Hak untuk mengetahui; Pasien dapat membuat keputusan tentang perawatan kesehatan mereka sendiri; Kewajiban moral dan etika medis berdasarkan kepercayaan; Penyedia layanan kesehatan memiliki "kewajiban untuk mengatakan kebenaran"; Tugas untuk memberikan semua informasi kepada pasien atau pun keluarga; Lembaga tagihan tertulis mengenai hak bagi pasien dan staf didefinisikan sebagai hak individu termasuk cara lain untuk melihat individu dalam kelompok konteks;

Informed consent tidak melibatkan keluarga kecuali individu tersebut secara hukum tidak dapat membuat keputusan sendiri. Dalam situasi ini, individu memilih anggota keluarga atau orang lain atau protokol hukum untuk mendapatkan pengganti dalam membuat keputusan (Crowet al., 2000).; Asumsi ini dikonfigurasikan dalam konteks pelayanan kesehatan, yang

selalu dinamis. Konteks ini menyatakan "dari mana seseorang berasal" dan bagaimana informasi atau pengetahuan yang dikomunikasikan dalam hubungan manusia itu didasarkan budaya. Dari perspektif global, konteks budaya dunia Barat adalah "konteks rendah." Dalam konteks budaya rendah, pesan lisan atau tertulis eksplisit membawa makna. Konteks budaya rendah membutuhkan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

16

penjelasan rinci dan informasi yang luas karena mereka ingin mengetahui apa yang hilang dalam suatu situasi. Dalam konteks budaya tinggi, sering ditemukan di dunia non-Barat, yang tertulis atau yang dinyatakan jarang mengandung arti. Arti dari pesan tersebut dipahami dengan membaca arti dari apa yang tidak tertulis atau dinyatakan. Dalam konteks budaya tinggi sebagian besar makna diasumsikan oleh situasi (yaitu, konteks). Kebanyakan keluarga inti dalam budaya konteks tinggi, bergantung pada interaksi interpersonal yang tinggi dan pesan halus. Menempatkan seseorang yang berasal dari budaya konteks tinggi di tempat kerja yang pengaturan didominasi oleh individu dari budaya konteks rendah yang memiliki kekuatan untuk menentukan aturan kerja dan menentukan apa yang akan dihargai, siapa yang dipromosikan, manfaat apa yang akan ditawarkan , dan nilainilai apa yang akan meningkatkan organisasi kemungkinan menimbulkan persepsi ketidakadilan dan konflik kerja (Hall & Hall, 1990 dalam Huber, 2006). Low and High Context Cultural Differences
Low-Context High-Context

Countries/Regions: Characteristics

United States, Canada, England, Russia, Northwestern Europe

China, Japan, Arabia, Mexico, South America, Pacific Islands

Very verbal Individual Equality Democracy Personal freedom Fairness Achievement Innovation Entrepreneurship Competition

Less verbal or nonverbal Group Individual dignity Consensus Obligation to others Fate (karma, joss) Process/role Continuous improvement Communal Cooperation

Kompetensi budaya, harus dipahami dengan baik dan dipandang sebagai suatu proses atau perjalanan bukan sebagai tujuan. Ini melibatkan ekspansi berkelanjutan dan memperbarui pemahaman individu dari budaya yang berbeda. Namun, sama pentingnya untuk diingat bahwa bentuk budaya perilaku tetapi tidak memprediksi hal itu. mengidentifikasi seseorang dengan budaya tidak selalu berarti bahwa orang itu setuju dengan semua keyakinan dominan dalam budaya itu. Bahkan, keanekaragaman budaya melibatkan perbedaan tidak hanya antara budaya, tetapi juga dalam budaya sendiri.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

17

Perawat juga harus mengenali nilai-nilai budaya mereka sendiri dalam mencari kompetensi budaya. Harapan, sikap, dan perilaku perawat yang dipengaruhi oleh budaya mereka persis sebagaimana harapan, sikap, dan perilaku klien dipengaruhi oleh mereka. Ini bisa menjadi penghalang untuk mendapatkan kompetensi budaya jika perawat tidak menunjukkan kesadaran diri dan kepekaan terhadap orang lain. Selain itu, perawat perlu mengkaji budaya merawat diri untuk meningkatkan kompetensi budaya dan keanekaragaman. Misalnya, keperawatan di Amerika Serikat telah ada perawat dari wanita Putih. 2.5 Strategi Untuk Kompetensi Budaya Perbedaan budaya dalam cara melakukan hal-hal tertentu dapat dipelajari dan ditransmisikan melalui lingkungan budaya. Karena perbedaan budaya dipelajari, kepekaan budaya dan kompetensi, terlepas dari pengaturan, juga bisa dipelajari. Beberapa saran adalah sebagai berikut: Mengetahui budaya sendiri, nilai-nilai, dan bias. Dengarkan dan amati. Menekankan nilai nilai organisasi ke depan Mengembangkan kemampuan untuk menjadi seorang guru dan pelajar pada saat yang sama. Akhiri tawar-menawar anda lanjutkan dengan komitmen. Berikan petunjuk yang jelas, memberikan dukungan dan sumber daya, dan selalu memberikan batas waktu penyelesaian proyek. Delegasikan hasil bukan tugas individu. Berikan gambaran yang jelas. Berikan contoh bagaimana membuat keberhasilan kerja dalam situasi win-win untuk semua yang terlibat. perhatikan penerapan aturan dan prosedur di tempat kerja anda. Pastikan aturan dan prosedurnya jelas, tapi harapkan mereka untuk Mengelola harapan Anda. Terbuka untuk ide-ide dan komentar. Memberikan langkah mudah dalam pengambilan keputusan. Jadilah berani, dan perilaku yang benar. Mengambil tindakan, dokumen, dan tindak lanjut. Mengelola menurut nilai-nilai dan sikap generasi individu. Memberikan kesempatan untuk tumbuh.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

18

2.6

Kesenjangan Kesehatan Erat hubungannya dengan masalah ini adalah tentang bagaimana sistem

perawatan kesehatan yang peduli terhadap pasien etnis minoritas dan bagaimana sistem melayani atau menghormati mereka. Selama beberapa dekade terakhir telah ada kemajuan besar dan perbaikan dalam perawatan kesehatan. Menurut Institute of Medicine (IOM, 2003 dalam Huber, 2006) dan studi kesehatan nasional terbaru lainnya, etnis dan ras minoritas belum merasakan dampak kesehatan positif yang sama dengan penduduk mayoritas (Washington, 2003 dalm Huber, 2006). Perubahan demografis juga mengungkapkan bahwa, di negeri yang mengemban "semua manusia diciptakan sama," semua tidak sama. Ada bukti perbedaan ras dan etnis dalam satu arena yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi semua orang. Frase seperti "beban yang tidak proporsional," "tingkat prevalensi," dan "akses terhadap perawatan yang berkualitas" menjadi semakin akrab untuk memahami hubungan antara menjadi minoritas atau "lainnya," yang menderita penyakit kronis, dan mati muda. Hasil penelitian menunjukkan ada korelasi. The National Institutes of Health menjelaskan kesenjangan kesehatan sebagai "perbedaan dalam insiden, prevalensi, kematian, dan beban penyakit dan kondisi kesehatan yang buruk yang ada di antara populasi tertentu di Amerika Serikat" (Washington, 2003 dalam Huber, 2006). Menurut Sumber Daya Kesehatan dan Layanan Administrasi, "disparitas Kesehatan perbedaan populasi spesifik dalam. Adanya penyakit, dampak kesehatan atau akses ke perawatan" (Washington, 2003, ). The Center pada Disparitas Penelitian Kesehatan di Johns Hopkins University School of Nursing didefinisikan kesenjangan kesehatan sebagai "perbedaan dalam akses ke perawatan, proses perawatan, atau dampak kesehatan" (Washington, 2003, hal. 11). Mereka menggambarkan populasi tidak terlayani sebagai orang "yang kurang memiliki akses ke perawatan meskipun perawatan mungkin tersedia, mereka yang menerima perawatan yang kurang atau berbeda dari mayoritas masyarakat umum, atau mereka yang menggunakan model perawatan tradisional yang tidak sesuai untuk budaya atau alasan lain "(Washington, 2003, hal. 11). IOM menerbitkan sebuah laporan berjudul Pengobatan yang tidak merata: Menghadapi Ras dan Etnis Disparitas dalam

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

19

Perawatan Kesehatan (IOM, 2003). Laporan ini menunjukkan bahwa perbedaan ras dan etnis yang disebabkan oleh faktor terkait pasienn dan berhubungan dengan sistem, sebagai berikut: Faktor Terkait Pasien Perbedaan sosial ekonomi: pendapatan pasien dan pendidikan Perbedaan kesehatan-pendidikan: pengetahuan pasien tentang gejala, kondisi, dan mungkin perawatan kesehatan. Perbedaan Kesehatan-perilaku: kesediaan pasien dan kemampuan untuk mencari perawatan, mematuhi protokol pengobatan, kepercayaan dan bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan. Faktor Sistem-Terkait Diskriminasi: sistem perawatan kesehatan bias dan stereotip Perbedaan bahasa: ketidakmampuan penyedia layanan kesehatan untuk berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan keluarga, kerena perbedaan bahasa . Perbedaan keragaman Tenaga Kerja: Perbedaan kompetensi budaya: kurangnya pengetahuan dan kepekaan terhadap perbedaan budaya Perbedaan Pembayaran / penggantian perbedaan: cukup

penggantian untuk mengobati Medicare, Medicaid, dan pasien yang tidak diasuransikan Perbedaan Asuransi: meliputi tidak memadainya layanan yang diberikan kepada pasien tertentu, terutama yang tertanggung secara individual dan tidak diasuransikan Kekurangan Data: kurangnya informasi tentang pasien dan

kesehatannya yang dilihat dari ras, etnis, dan wilayah geografis. Kompleksitas masalah ini menjadi sangat jelas. Kesenjangan kesehatan adalah isu legislatif, masalah sosial, masalah perawatan persalinan, masalah pasien-driven, masalah sistem perawatan kesehatan, dan masalah penyedia layanan, terutama bagi non mayoritas tersebut.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

20

Mengatasi kesenjangan kesehatan merupakan bagian integral dari praktek keperawatan karena mereka berusaha untuk bekerja sama demi kepentingan pasien dan keluarga. Memiliki akses ke pelayanan kesehatan merupakan kontributor yang jelas untuk kesehatan yang baik dan kemampuan setiap orang untuk mencapai potensi tertinggi nya. Kesehatan yang optimal memerlukan masyarakat yang aman, tempat tinggal yang nyaman, kecukupan pangan dan pakaian, serta akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Pengambilan keputusan atas kebijakan di tingkat federal dan negara memegang peranan yang besar dalam meningkatkan sera meratakan kesehatan yang optimal dimasyarakat. Meskipun mayoritas orang miskin di Amerika Serikat adalah kulit putih, Namun orang kulit berwarna dan imigran baru yang keterwakilannya tidak terwakili menyebabkan mereka lebih cenderung memanfaatkan program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sebagai masyarakat, kita cenderung untuk tidak mempercayai orang miskin dan menyalahkan mereka atas kemiskinan mereka tetapi mengabaikan faktor-faktor yang berpotensi secara signifikan membuat keadaan mereka menjadi miskin seperti ras, bahasa, atau cacat. Status sosial individu hampir selalu bergantung pada status sosial ekonomi nya. Ahli kesehatan masyarakat memperkirakan bahwa sekitar 50% dari status kesehatan seseorang tergantung pada perilaku, gaya hidup dan kesehatan. Lingkungan bertanggung jawab sekitar 30% dan genetika sekitar 20% (Kent, 2000 dalam Huber, 2006). Pengobatan imigran merupakan contoh lain bagaimana masyarakat tidak mendapat akses bantuan secara adil. Menurut Massachusetts General Hospital (Forman, 2003), UU Reformasi Kesejahteraan 1996 menciptakan dua kelompok imigran legal: berkualitas dan tidak berkualitas (status khusus). Banyak anggaran negara yang digunakan untuk asuransi bagi imigran dengan status khusus di hilangkan. Yang termasuk didalam imigran berstatus khusus adalah imigran yang melarikan diri dari penganiayaan yang terjadi dinegaranya dan yang tertunda mendapat suaka, imigran dengan izin tinggal di Amerika Serikat karena kondisi di negara asal mereka tidak aman, dan penduduk dengan ketentuan hukum tertentu

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

21

yang tidak memenuhi syarat untuk mendapat tunjangan federal selama 5 tahun dari tanggal mereka masuk ke AS. Isu tentang ras, etnis, dan disparitas kesehatan membantu mendorong perawat untuk harus terus mengasah kemampuan mereka dalam sensitivitas budaya dan bahasa dan kompetensi sebagai bagian penting dari praktek. Setiap perawat bekerja dan berbaur dengan aspek budaya dan nilai-nilai. Ini termasuk pengaruh dari ras, komunitas, etnis, gaya hidup, profesi, dan budaya organisasi. Untuk mengelola keragaman tersebut secara efektif merupakan tantangan bagi kepemimpinan dan manajemen dalam keperawatan. 2.7 Implikasi Kepemimpinan Dan Manajemen Membayangkan perawatan holistik, termasuk budaya kompetensi Mempengaruhi orang lain untuk menjadi sensitif budaya Mengilhami kepercayaan dan keyakinan di antara orang-orang yang beragam secara budaya Memimpin orang lain terhadap budaya kompetensi Perilaku manajemen : Koordinat perawatan termasuk budaya penilaian dan perencanaan Mengintegrasikan keragaman budaya ke tempat kerja Rencana pelatihan kepekaan budaya Menyelenggarakan tim yang mencakup beragam secara budaya pekerja Tumpang tindih daerah : Rencana untuk isu-isu keragaman budaya Memotivasi orang lain terhadap komunikasi budaya yang kompeten Perbedaan persepsi tidak menciptakan ketegangan di tempat kerja jika kita melakukan penilaian satu dengan yang lainnya. Tujuan dari kepemimpinan adalah untuk mendapatkan kesepakatan dalam pandangan yang berbeda demi kepentingan bersama guna mencapai tujuan yang akan dicapai (Alexander, 2002 dalam Huber, 2006). Hal ini harus menjadi perhatian bagi seorang pemimpin untuk mempertimbangkan pengetahuan tentang generasi dan parameter budaya ketika menempatkan orang-orang bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi dan

Perilaku kepemimpinan :

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

22

ketika memilih komunikasi, pesan, dan modalitas terbaik sesuai dengan yang menerima. Data menunjukkan bahwa hal itu akan terjadi bertahun-tahun sebelum profil profesional kesehatan mencerminkan penduduk secara keseluruhan (hrs, 2002 dalam Huber, 2006). Hal ini menggambarkan bahwa semua penyedia perawatan kesehatan perlu memiliki kompeten budaya. Pendukung yang mendukung adanya peningkatan perwakilan etnis minoritas di tenaga kerja kesehatan berpendapat bahwa meningkatkan jumlah penyedia etnis minoritas akan meningkatkan akses ke perawatan bagi etnis minoritas dan populasi lain yang kurang terlayani (AHA, 2002 dalam Huber, 2006). Bahkan para pendukung tersebut berpendapat bahwa peningkatan representasi dari minoritas di tenaga kerja kesehatan tidak hanya akan meningkatkan ekuitas, tetapi juga akan meningkatkan efisiensi sistem penyediaan layanan kesehatan. Sinergi dari sudut pandang yang beragam dapat meningkatkan keperawatan di basis pengetahuan dan strategi perawatan. Masalah komunikasi, Ruang interpersonal, aturan sosial, rasa waktu dan variasi lain dalam keyakinan dan perilaku harus seimbang dan merapikan dalam kerja kelompok dan tim. Para manajer keperawatan dapat menggunakan prinsip-prinsip kompetensi budaya dalam memimpin dan mengelola kelompok kerja (Davidhizer et al. 1998 dalam Huber, 2006). Isu lainnya adalah perekrutan perawat terregistrasi (RNs) asing yang lahir di luar Amerika Serikat untuk mengatasi kekurangan tenaga perawat. Meskipun strategi ini mungkin menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi kekurangan tenaga perawat, namun ini akan menimbulkan konsekuensi etis. Mengingat kekurangan RNs secara global, Persiapan apa yang dibuat untuk meningkatkan sensitivitas budaya setelah RNs dari luar negeri tiba? Perkiraan dari 2000 sampel survei dari perawat terdaftar HRSA, 2001) menunjukkan bahwa sekitar 86.6% dari RNs adalah non - Hispanik putih, 4.9% non - Hispanik hitam, 3,5% orang Asia; 2% yang Hispanik; 0,5% American Indian atau Alaska Native, 0,2% yang asli Hawaii atau Kepulauan Pasifik, dan 1,2% dari dua atau lebih dengan latar belakang ras. Statistik ini menunjukkan kebutuhan untuk keperawatan berkompetensi budaya yang kuat inisiatif. Fokus harus pada praktik perawatan budaya kompeten klien serta lingkungan tempat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

23

kerja budaya kompeten. Kurangnya pemahaman tentang praktek-praktek budaya dapat menyebabkan rumah sakit tetap menemukan masalah, kehilangan makna perawat-klien atau komunikasi penyedia-untuk-penyedia (AHA, 2003 dalam Huber, 2006). Belajar dan menunjukkan rasa hormat terhadap perbedaan, menjelajahi diluar zona kenyamanan, menghargai penilaian orang lain, menekankan yang positif, dan berlatih teknik komunikasi yang baik adalah strategi untuk sukses (Grossman 8c Taylor, 1995 dalam Huber, 2006). Pemimpin didorong untuk

mengembangkan rencana strategis sumber daya manusia yang menjelaskan bagaimana organisasi akan merekrut dan mempertahankan staf yang beragam yang mencerminkan masyarakat. Banyak waktu dan perhatian fokua pada penyediaan pekerja di masa depan. Sebuah formula yang dikenal sebagai "V2 x 2 X 3" artinya setengah banyak orang bekerja dua kali lebih keras, dan dibayar rata-rata dua kali, namun memproduksi tiga kali lebih banyak. Formula ini menjelaskan bahwa pemahaman ketenagakerjaan tidak hanya dalam kebijakan tetapi mendesak. Standar kompetensi budaya harus dimasukkan ke dalam semua aspek dari strategis rencana kelembagaan seperti perawatan pasien, pasien pendidikan, pelatihan staf, dan penjangkauan masyarakat. Berbagi data dan penyediaan pendidikan kompetensi budaya yang dibutuhkan pada tingkat dasar untuk menginformasikan dan mencerahkan orang-orang yang membuat keputusan di kelembagaan yang besar. Manajer ditantang untuk memeriksa kebijakan dan praktek dalam setiap tahap organisasi dalam konteks perbedaan generasi. Tehnik merekrut, komunikasi, kebijakan sumber daya manusia, dan manfaat rencana harus disesuaikan dengan berbagai kelompok (yang memiliki berbagai kebutuhan) dan nilai-nilai yang mereka anut. Dalam perekonomian global, tenaga kerja terus berubah, menantang stereotip generasi dan ras/etnis. Beragam populasi tidak jatuh ke dalam kategori yang sama seperti rekan Amerika mereka pada usia yang sama; "Mereka lebih cenderung untuk fokus pada kelangsungan hidup" (Alexander, 2001, halaman 3 dalam Huber, 20006). Dasar untuk meningkatkan lingkungan kerja untuk semua bermuara pada kepercayaan, rasa hormat, bersama, penegasan identitas, dan komunikasi. Ini

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

24

semua adalh tentang hubungan. Dengan tenaga kerja yang semakin beragam, manajer dari setiap usia didorong untuk menekankan nilai-nilai organisasi sebelum nilai-nilai pribadi mereka. 2.8 Issu Issu Dan Tren Saat Ini Ada pepatah lama mengatakan : tongkat dan batu dapat mematahkan tulang, tetapi kata-kata tidak akan pernah menyakiti saya. Hidup akan lebih mudah jika pepatah tersebut benar. Masalah Ras tentu akan menjadi isu yang berbeda setiap harinya. Diskriminasi pada setiap tingkat masih ada. Manusia cenderung terfokus melihat dari aspek aspek fisik yang dapat dilihat oleh mata yang menggambarkan kita berbeda dan mengingat fakta bahwa orang tidak dapat menyembunyikan fitur tertentu, dinamika ras terus sampai hari ini menjadi dasar untuk pemahaman tentang adanya kesenjangan perawatan kesehatan. Ras mempengaruhi masalah hubungan kerja tenaga kerja yang inklusif. Berikut Kutipan tentang, "10 hal yang harus diketahui setiap orang tentang ras," dikembangkan untuk melengkapi tiga bagian seri PBS yang berjudul
RACE The Power of an Illusion. Bagian ini menguraikan suatu pemikiran yang

mendorong kita untuk memahami pengertian tentang ras Mata kita memberitahu kita bahwa orang-orang terlihat berbeda. Tidak ada yang mengalami kesulitan untuk membedakan orang Ceko dari orang Cina. Tapi apa arti dari perbedaan itu? Apakah itu biologis? Apakah Ras selalu bersama kita? Bagaimana ras mempengaruhi orang-orang hari ini? Beberapa hal yang dapat menjelaskan tentang ras. 1. Ras adalah ide yang modern. Masyarakat kuno, seperti orang Yunani, tidak membagi orang menurut perbedaan fisik, tetapi menurut agama, status, jenis kelamin, kelas, bahkan bahasa. Bahasa Inggris bahkan tidak memiliki kata 'ras' sampai kata itu muncul di tahun 1508 dalam sebuah puisi oleh William Dunbar yang merujuk kepada keturunan raja-raja. 2. Ras tidak memiliki dasar genetik. Tidak satu karakteristik, sifat atau bahkan satu gen yang membedakan anggota ras yang satu dengan anggota ras yang lain. 3. Manusia tidak mempunyai subspesies. Tidak seperti banyak hewan, manusia modern belum cukup lama untuk berevolusi menjadi subspesies

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

25

atau ras yang terpisah. Meskipun penampilan luar kita hampir sama dari semua spesies. 4. Warna kulit benar-benar hanya warna kulit luar saja. Kebanyakan sifat diwariskan secara independen dari individu satu ke yang lainnya. Gen gen yang mempengaruhi warna kulit tidak ada hubungannya dengan gen yang mempengaruhi bentuk rambut, tinggi, tipe darah, bakat musik, kemampuan atletik atau bentuk intelijen. Mengetahui satu sifat, seperti warna kulit, tidak memberitahu banyak tentang individu tersebut. 5. Kebanyakan dalam Variasi bukan antara "ras." Sejumlah kecil variasi dari total manusia, 85% ada dalam setiap populasi lokal, baik itu Italia, Kurdi, Korea atau Cherokees. Sekitar 94% dapat ditemukan di setiap benua. Itu berarti dua warga Korea yang dipilih secara acak mungkin sama atau berbeda genetic sebagai Korea dan Italia. 6. Perbudakan mendahului ras. Sepanjang sejarah manusia, masyarakat telah diperbudak oleh orang lain, sering sebagai akibat dari penaklukan atau perang, bahkan utang, tetapi bukan karena karakteristik fisik atau kepercayaan inferioritas alam. Karena memiliki sejarah yang unik, sistem perbudakan pertama membagi semua budak berdasarkan karakteristik fisik yang sama.
7. Ras dan kebebasan berkembang bersama-sama. AS dulu didirikan dengan

prinsip radikal yang baru yang menyatakan bahwa "semua manusia diciptakan sama." Tapi ekonomi awal AS sebagian besar didasarkan pada perbudakan. Bagaimana bisa anomali ini dibenarkan? 8. Ras merupakan kesenjangan sosial yang alami. Seperti ide ras berevolusi, keunggulan kulit putih yaitu menjadi "akal sehat" di Amerika. Dirasionalisasi tidak hanya perbudakan tapi juga penghapusan India, pengecualian imigran Asia dan mengambil tanah Meksiko oleh bangsa yang sebaliknya mengaku sebuah keyakinan yang mendalam di kebebasan dan kebersamaan. Praktek-praktek rasial menjadi dilembagakan dalam pemerintah Amerika, hukum, dan masyarakat. 9. Ras tidak bersifat biologis, tetapi rasisme masih nyata. Ras adalah ide sosial yang kuat yang memberikan akses berbeda terhadap setiap orang

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

26

untuk memiliki kesempatan dan sumber daya yang sama. Pemerintah dan lembaga-lembaga sosial tidak proporsional, walaupun sering terlihat, saluran kekayaan, kekuasaan, dan sumber daya "ditandai" untuk orang kulit putih. Hal ini mempengaruhi semua orang, apakah kita menyadarinya atau tidak.
10. Perbedaan warna tidak akan berakhir rasisme. Ras adalah lebih dari

stereotip dan prasangka individu. Untuk memerangi rasisme, kita perlu untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kebijakan sosial dan praktekpraktek kelembagaan yang menguntungankan beberapa kelompok dengan mengorbankan orang lain (California Newsreel, 2003, hal 1). Budaya adalah salah satu pengetahuan yang kita gunakan dimasyarakat untuk bertindak dan menberikan dasar dalam mengevaluasi diri tentang kemanusiaan. Perawat memiliki kewajiban untuk memenuhi kontrak sosial mereka dengan masyarakat dan, di atas segalanya, untuk tidak membahayakan kepada mereka dalam perawatan mereka. Ini berarti perawat harus siap untuk memberikan yang terbaik dari kemampuan mereka untuk menjaga semua orang di komunitas tempat mereka praktek dan bekerja secara efektif dengan penyedia dari budaya dan subkultur lainnya. Kurikulum sekolah keperawatan dan pendidikan lanjutan perlu direvisi dalam rangka untuk mencegah hal diatas terjadi (Campinha-Bacote et al., 1996). Profesi perawat diproyeksikan akan menjadi salah satu pertumbuhan pekerjaan terbesar di antara profesi profesi yang ada di Amerika Serikat.

Peluang karir perawat baru, bersama dengan penggantian kebutuhan seperti pensiun diproyeksikan terjadi, ini akan memberikan peluang yang sangat besar untuk membantu sistem perawatan kesehatan bangsa guna menanggapi perubahan ini dan secara proaktif mengurangi kesenjangan kesehatan di mana pun mereka berada dengan meningkatkan kehadiran orang-orang yang dapat membawa dengan mereka pemahaman nilai-nilai budaya lain, peningkatan dalam keragaman dan perspektif, dan kemampuan untuk menerapkan perawatan yang

mencerminkan pemahaman seperti itu.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

27

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Analisa Implikasi Cultural and Generation Workforce Diversity Saat ini tenaga kerja keperawatan terdiri dari staf dan pemimpin perawat dari empat kohort generasi yang berbeda. Keragaman generasi, termasuk

perbedaan tenaga kerja dalam sikap, keyakinan, kebiasaan kerja, dan harapan, telah terbukti menjadi tantangan bagi para pemimpin keperawatan. Meskipun empat generasi yang berbeda dalam angkatan kerja dapat menimbulkan tantangan dalam kepemimpinan, namu keragaman juga dapat menambahkan kekayaan dan kekuatan dalam tim jika semua anggota staf dihargai atas kontribusinya. Dalam menghadapi pasar keperawatan yang sangat kompetitif saat ini, organisasi dan pemimpin yang efektif dapat mengelola tenaga kerja yang beragam untuk

menghadapi persaingan yang kompetitif. (Dominguez, 2003). Menurut penelitian Sherman, O Rose., (2006) yang berjudul Leading a Multigenerational Nursing Workforce: Issues, Challenges and Strategies. Penelitian ini memberikan gambaran dari empat kelompok generasi dan

menyajikan strategi bagi pemimpin keperawatan yang dapat digunakan untuk melatih dan memotivasi, berkomunikasi, dan mengurangi konflik bagi setiap kelompok generasi perawat. Tujuan penelitian ini adalah membantu para pemimpin keperawatan dalam persepsi reframe tentang perbedaan generasi dan melihat perbedaan-perbedaan dalam sikap dan perilaku sebagai kekuatan potensial. Hasil penelitian diperoleh terdapat perbedaan prefelensi kerja antara perawat veteran dan baby boomers, perawat generasi X dan generasi millenium. Hal serupa juga disampaikan oleh Weston J.Marla., (2006) yang berjudul Integrating Generational Perspectives in Nursing bahwa dari hasil pengujian menyadari asumsi generasi terdahulu memberikan peluang untuk mengadopsi yang terbaik dari masing-masing perspektif generasi. Secara simultan, keduanya menghargai kebijaksanaan yang lebih tua dan mengadaptasi perspektif baru dapat memperkuat kerja tim antar generasi dan perawatan yang disediakan (Spitzer, 2001). Menghargai kebijaksanaan generasi yang lebih tua bukan berarti

keengganan untuk melepaskan aspek-aspek yang tidak lagi berlaku. Demikian pula, beradaptasi dengan yang baru bukan berarti sekedar mencoba cara yang

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

28

benar. Menilai menghormati

cara pandang dari beragam generasi memungkinkan alternatif. Kekuatan tim yang kompak

untuk

merepresentasikan

keragaman generasi perawat yang memungkinkan untuk malakukan pendekatan yang seimbang dan memaksimalkan kontribusi positif dan meminimalkan kebiasaan negatif setiap generasi. Tim terbaik dapat memanfaatkan kekuatan dan kontribusi masing-masing individu dan kelompok masing-masing generasi sesuai keahlian dan kekuatannya. Pekerja keras; Veteran, idealis, bergairah; Baby

Boomer, teknologi, beradaptasi Generasi X, dan muda, optimis; Generasi Millenium, dapat bersatu menjadi sebuah jaringan yang kuat bagi perawat dengan kemampuan luar biasa untuk saling mendukung dan memaksimalkan kontribusi mereka terhadap perawatan pasien. Hedi Bednarz, MSN, ACNS-BC, CNE, Stephanie Schim, PhD, RN, PHCNS-BC, and Ardith Doorenbos, PhD, RN, dalam penelitiannya yang berjudul Keanekaragaman Budaya dalam Asuhan keperawatan: Bahaya, Kesalahan, dan mutiara mengemukakan bahwa dengan terjadinya perluasan imigrasi,

meningkatnya globalisasi, dan pertumbuhan penduduk minoritas, ada kebutuhan untuk memperkaya keragaman dalam profesi keperawatan untuk lebih memenuhi kebutuhan masyarakat yang berubah (Barbee & Gibson, 2001). Universitas,

perguruan tinggi, dan pengasuh program khusus mulai fokus pada peningkatan keragaman karena mereka berusaha untuk efektif mempersiapkan mahasiswa keperawatan untuk melayani beragam klien dan masyarakat. Saat ini, mahasiswa non-tradisional yang menggantikan mahasiswa tradisional di banyak program keperawatan nasional (Jeffreys, 2004). The American Association of Colleges of Nursing (AACN) memperkirakan sekitar 73% dari mahasiswa keperawatan sarjana sekarang dianggap nontradisional (2005). Menurut Jeffreys (2004), istilah non-tradisional mengacu pada setiap mahasiswa yang memenuhi satu atau lebih kriteria berikut: berusia 25 atau lebih tua, kemacetan untuk sekolah, terdaftar paruh waktu, seorang laki-laki, merupakan anggota dari kelompok etnis atau ras minoritas, berbicara. bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau tambahan, memiliki tanggungan anak, dan memegang umum penyetaraan diploma (GED) atau telah diperlukan kelas remedial. Istilah nontradisional atau dianggap

beragam dipertukarkan untuk tujuan menggambarkan mahasiswa yang berbeda

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

29

dari pola lama mapan untuk mahasiswa keperawatan sarjana tradisional. Mahasiswa Tradisional umumnya adalah perempuan yang belum menikah

memasuki program keperawatan sebagai mahasiswa firsttime (berkualitas baik) setelah menyelesaikan pendidikan menengah (AACN, 2005). Lebih jauh lagi dikemukan oleh Hedi.B bahwa bekerja dengan organisasi mahasiswa yang semakin beragam dalam keperawatan dapat digambarkan sebagai hal yang berbahaya dan penuh jebakan. Beberapa pendidik perawat percaya mahasiswa yang beragam memerlukan terlalu banyak waktu dan juga banyak energi. Tantangan menghadapi mahasiswa yang beragam dapat dilihat sebagai petualangan belajar. Investasi akademik pada mahasiswa dari berbagai latar belakang dan budaya yang lebih luas tentu saja merupakan investasi jangka panjang yang baik di masa depan keperawatan. Selain beberapa waktu yang awal dan investasi energi dalam pengetahuan global, penilaian lokal, dan adaptasi tentu saja merencanakan untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan diidentifikasi. Bekerja dengan baik dengan mahasiswa yang beragam mungkin memang butuh waktu dan hemat energi. Kebutuhan mahasiswa jika dinilai dan ditangani lebih awal dan lebih efektif, maka lebih sedikit waktu akan dibutuhkan untuk menjernihkan kebingungan dan kemarahan, sedikit waktu akan dihabiskan perbaikan/rehabilitasi (remedial), dan energi yang lebih sedikit akan dihabiskan pada keadaan frustrasi. Ketika kebutuhan beberapa mahasiswa ditangani dengan kreativitas dan inovasi, kemungkinan akan meningkatkan iklim pendidikan untuk semua mahasiswa. Yang diharapkan model peran kepedulian yang berpusat pada klien seperti model pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Pendidik dari mahasiswa ke

keperawatan bertanggung jawab untuk penyesuaian diri

dalam budaya praktik keperawatan profesional. Memperhatikan bahaya, perangkap, dan mutiara bekerja dengan mahasiswa yang lebih beragam sangat memungkinkan kita untuk keperawatan. Mengacu pada penelitian yang dilakukan Hedi.B, dkk, lebih memfokuskan pada diversity (keanekaragaman) latar belakang mahasiswa keperawatan mempengaruhi masa depan disiplin praktik

(mis;demografi) dan juga keragaman latar belakang pendidikan keperawatan, sedikit banyaknya akan memengaruhi pelaksanaan praktek keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

30

professional. Sehingga dipandang perlu untuk mengidentifikasi kebutuhan mahasiswa yang berasal dari keragaman budaya dan pendidikannya. Jika proses identifikasi berjalan sesuai kebutuhan mahasiswa dan ditangani dengan kreatif, maka tentu pada akhirnya setiap mahasiswa yang beraneka ragam latar belakang budaya akan dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara professional kepada klien dan masyarakat yang beragam pula. 1. Strategi Kepemimpinan dalam Cultural and Generation Workforce Diversity Halfer (2004) merekomendasikan bahwa pemimpin perawat melakukan inventarisasi generasi di unit kerja mereka yang terlihat pada generasi campuran tim keperawatan, profil usia, dan isu-isu generasi dalam tim. Adalah penting bahwa setiap karyawan diselenggarakan dengan harapan kerja yang sama, kebijakan organisasi, dan prosedur, namun pemimpin perawat juga harus mempertimbangkan kebutuhan individu karyawan dan perbedaan generasi. Mengakomodasi preferensi generasi di berbagai bidang seperti pembinaan dan memotivasi, berkomunikasi, dan

menyelesaikan konflik akan membantu untuk mempromosikan lingkungan retensi (Hart, 2006). a. Coaching dan Memotivasi Generasi yang berbeda memiliki pengalaman yang berbeda dalam keluarga mereka dan lingkungan pendidikan. Meskipun setiap anggota dari kelompok generasi yang unik, pengalaman ini secara umum menciptakan preferensi kohort tentang bagaimana generasi ingin dilatih dan dimotivasi oleh orang-orang yang memimpin mereka (Duchscher & Cowin, 2004; Karp et al, 2002;. Weston, 2001; Zemke et al., 2000). Perawat veteran nyaman pada gaya pembinaan tradisional dan instruksi resmi tentang bagaimana untuk meningkatkan kinerja mereka. Mereka menghargai senioritas dan pengalaman dalam hubungan pembinaan. Sentuhan pribadi, seperti catatan tertulis, plak, dan gambar dengan Ketua Perawat atau Chief Executive Officer, yang penting dalam memberikan pengakuan bagi perawat veteran.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

31

Perawat Baby Boomer, menikmati kolegialitas dan partisipasi dan lebih memilih yang dilatih dalam situasi peer-to-peer. Mereka menghargai belajar sepanjang hayat sebagai cara untuk meningkatkan kinerja mereka (Duchscher & Cowin, 2004; Halfer, 2004; Weston, 2001). Baby Boomers menemukan pengakuan public untuk pekerjaan dilakukan dengan baik, bersama dengan fasilitas, seperti ruang parkir karyawan, pengakuan buletin, dan nominasi penghargaan profesional untuk memotivasi (Duchscher & Cowin, Greene, 2005; Halfer, Weston). Sedangkan nilai Baby Boomers belajar dalam hubungan-driven situasi pembinaan, Generasi X staf lebih suka lingkungan pembinaan lebih setara di mana mereka memiliki kesempatan untuk menunjukkan keahlian mereka sendiri dalam lingkungan belajar dan di mana mereka tidak merasa micromanaged (Lahiri, 2001). Baby Boomers ingin merasa diberdayakan dalam lingkungan kerja dan untuk meminta umpan balik mereka. Generasi X perawat percaya bahwa pengakuan dan kemajuan karir harus berdasarkan prestasi, mereka ingin melihat kemajuan pesat menuju tujuan yang mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri. Penghargaan organisasi tradisional mungkin tidak memiliki banyak nilai yang dibayar cuti, penghargaan uang tunai, atau partisipasi dalam proyek pemotongan tepi (Duchscher & Cowin, 2004; Greene, 2005; Halfer, 2004; Raines, 2002). b. Komunikasi Memanfaatkan strategi komunikasi yang akan bekerja secara efektif dengan generasi yang berbeda merupakan tantangan bagi banyak pemimpin keperawatan (Greene, 2005). Kepekaan terhadap perbedaan komunikasi dan preferensi lintas generasi dapat membantu menjembatani kesenjangan dan menciptakan solusi unik yang menarik bagi setiap sistem kepercayaan generasi (Cran, 2005). Hal ini juga penting untuk memastikan bahwa komunikasi dipahami, sehingga untuk mengurangi risiko kesalahan yang datang dengan kegagalan komunikasi. Perawat veteran merasa nyaman dengan sistem komunikasi yang inklusif dan membangun kepercayaan. Face-to-face atau komunikasi tertulis akan lebih efektif daripada komunikasi yang melibatkan penggunaan teknologi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

32

(Duchscher & Cowin, 2004; Weston, 2001; Zemke et al, 2000;. Zust, 2001). Baby Boomers lebih memilih komunikasi yang terbuka, langsung, dan kurang formal. Sebagai generasi, mereka menikmati proses kelompok informasi dan nilai rapat staf yang memberikan kesempatan untuk diskusi (Zemke et al, 2000). Mereka lebih suka tatap muka atau komunikasi telepon tetapi akan menggunakan e-mail jika mereka merasa nyaman dengan teknologi (Duchscher et al, 2004; Weston, 2001; Zust, 2001). Generasi X adalah generasi pertama yang memiliki televisi sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, komunikasi yang melibatkan banding teknologi untuk mereka. Pendekatan komunikasi mereka adalah bottom line, dan mereka mungkin menjadi bosan pada pertemuan yang mencakup pembahasan yang cukup sebelum keputusan dibuat (Karp et at., 2002). Generasi Milenium telah tumbuh dengan instant messaging dan telepon seluler. Mereka menyukai umpan balik langsung dan dapat menjadi frustasi jika mereka e-mail atau pesan telepon tidak dijawab dengan cepat (Sacks, 2006). Mereka juga menikmati kerja sama tim dan menghargai pertemuan tim sebagai forum komunikasi. Sebagai kelompok, mereka membaca kurang. Oleh karena mendistribusikan kebijakan dan prosedur yang panjang untuk membaca mungkin tidak efektif (Carlson, 2005). Email dan chat room adalah mekanisme yang baik untuk memberikan update komunikasi bagi generasi ini. c. Resolusi Konflik Aturan dasar yang memperkuat pentingnya menghormati dan toleransi untuk semua generasi adalah kunci untuk mempromosikan suasana di mana semua pandangan dianggap sah. Perbedaan nilai generasi, perilaku, dan sikap memiliki potensi untuk menciptakan konflik yang signifikan di tempat kerja (Greene, 2005). Dua sumber utama konflik di lingkungan keperawatan saat ini adalah perbedaan yang dirasakan dalam etika kerja di kalangan generasi dan penggunaan teknologi. Kedua Generasi X dan Perawat Millenium menghormati prestasi pemimpin Baby Boomer tetapi mencari

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

33

keseimbangan kehidupan kerja dan kecil kemungkinannya untuk menerima lembur atau jadwal perubahan untuk mengakomodasi kebutuhan unit kerja mereka (Greene, 2005). Veteran dan Baby Boomer pemimpin keperawatan menggagalkan Generasi X dan staf Seribu jika mereka menolak kemajuan teknologi, atau jika mereka tidak menjadi kompeten dengan teknologi yang tersedia dalam lingkungan kerja (Weston, 2001). Konflik yang belum terselesaikan di tim keperawatan dapat menyebabkan hilangnya waktu produktif, kesalahan, pergantian staf, dan penurunan kepuasan pasien (Manion, 2005). Staf pendidikan tentang perbedaan sikap generasi dan nilai-nilai merupakan langkah awal yang penting. Aturan dasar yang memperkuat pentingnya menghormati dan toleransi untuk semua generasi adalah kunci untuk mempromosikan suasana di mana semua pandangan dianggap sah. Menyoroti tujuan tim bersama dan menjaga perawatan pasien sebagai titik fokus akan mempromosikan resolusi konflik yang efektif (Greene, 2005). Hobbs dkk. (2005) telah mengusulkan sebuah model sinergi generasi yang melibatkan reframing tampilan tradisional di perbedaan generasi dengan cara yang berfokus pada kontribusi dari setiap kelompok, sehingga mengurangi konflik di tempat kerja. Perawat veteran harus dihargai karena kebijaksanaan dan sejarah organisasi yang mereka bawa ke tim keperawatan. Ketika teknologi gagal, karena memiliki beberapa selama bencana alam baru-baru ini, Perawat Veteran dapat membantu unit untuk cepat beralih ke kembali ke cara-cara tradisional untuk menilai dan merawat pasien. Baby Boomer perawat harus dihargai untuk pengalaman klinis dan organisasi mereka. Memanfaatkan mereka untuk pelatih dan mentor perawat muda akan menjadi penting untuk memastikan bahwa modal intelektual atau pengetahuan organisasi tidak akan hilang ketika sejumlah besar kohort generasi mulai pensiun (Halfer, 2004; Ulrich, 2001; Weston, 2001). Generasi X perawat harus dihargai untuk ide-ide inovatif mereka dan pendekatan kreatif untuk masalah satuan dan masalah. Mereka bisa

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

34

berperan dalam membantu organisasi merancang pendekatan baru untuk pemberian asuhan keperawatan. Generasi perawat millennium harus dihargai karena pemahaman mereka tentang teknologi dan wawasan tentang bagaimana hal itu dapat digunakan dalam praktek. Meskipun pemula untuk keperawatan, mereka dapat berperan dalam membantu organisasi menerapkan sistem komputerisasi dan bentuk lain dari teknologi. Mereka juga dapat berfungsi sebagai pelatih teknologi untuk kohort generasi tua (Carlson, 2005). Memahami bagaimana untuk memaksimalkan bakat masing-masing anggota staf keperawatan individu dengan mengatasi baik kebutuhan individu dan generasi mereka sangat penting untuk kepemimpinan yang baik. Ketika setiap generasi dihargai karena kekuatan mereka bawa ke tim, keragaman generasi akan menyebabkan sinergi yang membawa tim ke tingkat yang jauh lebih tinggi dari kinerja (Hobbs dkk., 2005).

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

35

3.2

Kekuatan dan Kelemahan Cultural and Generation Workforce Diversity 1. Kekuatan McCuiston et al. (2004) mengemukakan bahwa pengimplementasian kebijakan untuk mengembangkan diversity secara tepat akan memberikan beberapa keuntungan. Keuntungan yang paling nyata adalah: a) Memperbaiki lini dasar, Terdapat lima pengaruh utama inisiatif diversity pada lini dasar, yaitu memperbaiki kultur perusahaan, membantu merekrut karyawan baru, memperbaiki hubungan dengan klien, mempertinggi hak tetap mempertahankan karyawan, serta mengurangi keluhan dan tuntutan hukum. b) Keunggulan kompetitif, Cox dan Blake (1991) menyebutkan bahwa mengelola diversitas akan menciptakan keunggulan kompetitif organsiasi melalui 6 hal, yaitu biaya, akuisisi sumber daya, pemasaran, kreativitas, pemecahan masalah, dan fleksibilitas organisasi. c) Kinerja bisnis superior Diversity gender, ras, dan umur pada tim manajemen senior

berhubungan dengan kinerja bisnis dalam hal produktivitas pekerja, nett operating profit, gross revenues, total aset, market share, dan nilai (value) shareholder. Pengimplementasian memungkinkan kebijakan perusahaan untuk untuk

mengembangkan

diversity

menemukan kandidat

puncak, karena mempromosikan diversity

berarti menarik pekerja yang berbakat, mengurangi turnover, serta tidak mengikat kreativitas (Silverstein, 1995; Diversity Inc., 2002 dalam McCuiston et al., 2004). d) Kepuasan karyawan dan loyalitas, Perhatian pada diversitas karyawan juga akan meningkatkan kepuasan dan loyalitas karyawan. Dukungan yang kuat terhadap inisiatif diversitas dari CEO dan manajemen level atas, bersama dengan affinity group, program mentoring, dan kebijakan pekerjaan/ kehidupan, akan membangun loyalitas karyawan serta mengembangkan komitmen

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

36

terhadap tujuan organisasi (SHRM, 2001; Diversity, 2002 dalam McCuiston et al., 2004). e) Memperkuat hubungan dengan komunitas multikultural, dan menarik kandidat yang paling baik dan paling cerdas. 2. Kelemahan Keanekaragaman budaya dan generasi ditempat kerja merupakan suatu hal yang dapat memicu terjadinya perselisihan. Perselisihan dapat terjadi

karena perbedaan dalam orientasi waktu, pola komunikasi, sistem nilai, persepsi tanggung jawab staf atau peran keperawatan serta perbedaan dalam pendidikan merupakan sumber umum dari konflik.

Ketidaksepakatan atau konflik antara dua pihak atau lebih, terjadi karena pihak pihak tersebut merasakan adanya perbedaan. Konflik tidak hanya terjadi dalam ras, etnis, gender, atau orientasi seksual tetapi juga dalam generasi selanjutnya dengan sikap, keyakinan, nilai-nilai, atau kebutuhan yang diperlihatkan. Jika diversitas tidak dikelola secara efektif, organisasi akan memperoleh beberapa kerugian, termasuk gangguan komunikasi, konflik interpersonal, dan turnover yang semakin tinggi (Richard, 2000). Munculnya diversitas di antara karyawan dapat menciptakan kesalahpahaman yang memiliki pengaruh negatif pada produktivitas dan teamwork (kerja tim). Diversitas juga akan mengakibatkan diskriminasi secara terangterangan maupun tidak kentara, yang dilakukan oleh orang-orang yang mengontrol sumber daya organisasi terhadap rang-orang yang tidak sesuai dengan kelompok dominan (Gomez-Meijia, 2001). Kerugian terbesar yang diterima oleh perusahaan ketika diversity tidak diprioritaskan adalah kehilangan bisnis yang potensial dalam bentuk pelanggan baru pada pasar yang sedang tumbuh, pelanggan yang terbukti semakin loyal pada perusahaan yang memahami kultur dan kebutuhan mereka (Diversity Inc, 2002; WCC/HI, 2002 dalam McCuiston et al., 2004). Untuk dapat bertahan dan berhasil dengan baik pada masyarakat yang secara heterogen meningkat, organisasi harus menggunakan diversitas sebagai sumber keunggulan kompetitif. Hal ini dapat dilakukan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

37

misalnya dengan mempekerjakan (hiring) karyawan dari berbagai nasionalitas (Gomez-Meijia, 2001).

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

38

BAB IV PENUTUP

Budaya adalah sesuatu yang

kompleks

mencakup seluruh aktivitas

manusia dan termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, kemampuan, dan kebiasaan masyarakat. lain yang dilakukan manusia sebagai anggota

Kultur ditentukan oleh peninggalan dan pengetahuan yang

dipelajari , disebarkan melalui nilai, kepercayaan, aturan prilaku, dan gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam bertindak dengan cara yang terpola. Budaya dibentuk oleh kebangsaan, sosioekonomi dan pengelompokan profesional, kebutuhan-kebutuhan spesial, serta pilihan gaya hidup seseorang. Keragaman budaya menunjukkan variasi antarkelompok yang berhubungan dengan kebiasaan, nilai-nilai, preferensi, keyakinan, aturan berperilaku yang harus sesuai . Budaya mempengaruhi cara berinteraksi serta melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari. memberikan kebebasan untuk bertindak,tetapi di lain waktu dan norma berpikir dan , Kebudayaan mencegah kita

melangkah melewati batasan cultural (yaitu norma-norma) sehingga terjadi ketidak sinambungan antara nilai-nilai yang dianut dengan orang-orang yang melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam berinteraksi ( tidak da kesesuaian antara de jure dan de facto. Mengacu pada adanya variasi antara kelompok orang sehubungan dengan kebiasaan, nilai-nilai, keyakinan, tabu, dan aturan perilaku atau norma-norma, setiap pimpinan keperawatan perlu mengembangkan kesadaran perawat tentang keanekaragaman budaya yang berkaitan dengan kepribadian seseorang atau budaya di tempat kerja,termasuk budaya pasien dan perawat itu sendiri. Perbedaan budaya dalam tempat kerja pada perawat relative ada berkaitan dengan adanya keragaman suku, ras, keyakinan, pendidikan dan generasi .Perbedaan budaya terjadi juga pada pasien berkaitan dengan sosial ekonomi,lingkungan, makanan, keyakinan, akses ke tempat pelayanan kesehatan, dan akses untuk melakukan pemeriksaan diagnostik atau skrening tes. Perbedaan budaya pada pasein dapat juga akibat perbedaan suku, pendidikan, gaya hidup dan lingkungan serta jaminan kesehatan yang dimiki Pimpinan dalam keperawatan harus

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

39

memiliki kemampuan untuk menganalisis pengaruh budaya dalam lingkungan kerja perawat yaitu dalam melaksanakan asuhan keperawatan, hal tersebut dapat dijadikan dasar dalam pengaturan kerja dalam suatu unit kerja sehingga terjadi suana kerja yang kondusif . rasisme dan prasangka. Dalam pengaturan kerja perlu dihindarai adanya Kompetensi budaya meliputi pentingnya

mengintegrasikan orang-orang yang berasal dari kelompok non-dominan ke dalam budaya dan mempertimbangkan relativisme budaya dan nilai-nilai mereka dalam operasional proses organisasi di tempat kerja yang berkaitan dengan perawat. Kompetensi budaya dan bahasa adalah seperangkat perilaku, sikap dan kebijakan yang datang bersama-sama dalam suatu sistem, lembaga, atau kalangan profesional yang memungkinkan bekerja efektif dalam situasi lintas budaya. Budaya mengacu pada pola terpadu perilaku manusia yang meliputi bahasa, pikiran, komunikasi, aksi, adat istiadat, kepercayaan, nilai, institusi ras, kelompok etnis, agama, atau sosial. Berbagai faktor yang dapat menimbulkan perbedaan budaya dalam

pemberian asuhan keperawatan baik pada pasien maupun pada perawat yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya konflik diantara nya cara

berpakaian, makanan,etnik dan ras dan cara berpikir yang dapat mempengaruhi setiap aspek kehidupan. Perbedaan juga terjadi akibat insitusi keperawatan telah bergabung dengan profesi yang lain seperti ; bisnis, sosial, pendidikan, dan ekonomi sehingga terjadi perbedaan dalam orientasi waktu, pola komunikasi, sistem nilai, persepsi staf atau peran keperawatan, Hal ini perlu disadari oleh pimpinan perawat. . Dari kesadaran ini akan muncul pemahaman bahwa

semakin banyak kita mengetahui tentang aspek-aspek budaya dari pasien dan rekan kerja, maka kita akan lebih mampu bermitra dengan rekan-rekan dalam pekerjaan sehari-hari . Untuk memahami, menghormati, dan memberikan pilihan terbaik bagi banyak tanggapan manusia terhadap kesehatan dan penyakit atau perubahan-perubahan kehidupan, perawat juga harus mengenali beragam cara di mana memahami budaya dapat membantu dalam hasil proses keperawatan.

Untuk mencapai hal ini kemampuan bahasa seorang perawat mutlak diperlukan.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

40

Keragaman generasi dalam kelompok kerja keperawatan dapat merupakan sumber konflik karena setiap generasi merupakan karakteristik yang unik dan nilai-nilai budaya yang berbeda. Jadi menyadari perbedaan generasi sangat penting bagi setiap pemimpin dalam mengelola tenaga kerja yang terdiri dari berbagai usia. Perbedaan budaya dalam melakukan hal-hal tertentu dapat dipelajari dan ditransmisikan melalui lingkungan budaya. Karena perbedaan budaya dipelajari, kepekaan budaya dan kompetensi, terlepas dari pengaturan, juga bisa dipelajari. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan,pimpinan keperawatan perlu menitik beratkan kepada perawat mempertimbangkan keragaman budaya pasien dan perawat itu sendiri srhingga perawat akan lebih mudah menyelesaikan konflik. Kompetensi budaya, harus dipahami dengan baik dan dipandang sebagai suatu proses atau perjalanan bukan sebagai tujuan. Perawat juga harus mengenali nilai-nilai budaya mereka sendiri dalam mencari kompetensi budaya. Harapan, sikap, dan perilaku perawat yang dipengaruhi oleh budaya mereka persis sebagaimana harapan, sikap, dan perilaku klien dipengaruhi oleh mereka. Ini bisa menjadi penghalang untuk mendapatkan kompetensi budaya jika perawat tidak menunjukkan kesadaran diri dan kepekaan terhadap orang lain. Selain itu, perawat perlu mengkaji budaya merawat diri untuk meningkatkan kompetensi budaya dan keanekaragaman. Beberapa hal perlu dilakukan perawat agar peka terhadap budaya antara lain : Mengetahui budaya sendiri, nilai-nilai, dan bias.,mendengarkan dan mengamati, menekankan nilai-nilai organisasi ke depan, mengembangkan kemampuan menjadi pendidik dan sekaligus sebagi melakukan aktivitas tawar menawar,. Memberikan petunjuk yang jelas, memberikan dukungan dan sumber daya, dan selalu memberikan batas waktu penyelesaian permasalahan,mendelegasikan hasil, memberikan gambaran yang jelas, memberikan contoh bagaimana membuat keberhasilan kerja dalam situasi win-win untuk semua yang terlibat, memperhatikan penerapan aturan dan prosedur di tempat kerja. Pastikan aturan dan prosedurnya jelas, tapi harapkan mereka untuk mengelola harapan. Terbuka untuk ide-ide dan komentar. Memberikan langkah mudah dalam pengambilan murid atau pendengar,

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

41

keputusan, berani, dan perilaku yang benar, mengambil tindakan, dokumen, dan tindak lanjut, mengelola menurut nilai-nilai dan sikap generasi individu dan memberikan kesempatan untuk tumbuh.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

Manajemen Keperawatan

42

REFERENSI Angeline Tay. (2011). Managing generational diversity at the workplace: expectations and perceptions of different generations of employee. African Journal of Business Management Vol. 5(2), pp. 249-255, 18 January, 2011. Available online at http://www.academicjournals.org/AJBM. DOI: 10.5897/AJBM10.335 ISSN 1993-8233 2011 Academic Journals Bednarz, Hedi. (2010). Cultural Diversity in Nursing Education: Perils, Pitfalls, and Pearls. Published in final edited form as: J Nurs Educ. 2010 May ; Author manuscript; available in PMC 2010 August 13; 49 (5): 253260. doi:10.3928/01484834-20100115-02 Gomez-Mejia, L.R., Balkin, D.B. and Cardy, R.L., 2001. Managing Human Resources. 3rd Edition. Prentice Hall International Inc. Halfer, D. (2004, April 21). Developing a multigenerational workforce. Paper presented at the annual meeting of the American Organization of Nurse Executives. Phoenix, Arizona. Kusumardhani S. Dina. (2005). Diversitas Tenaga Kerja: Tantangan dan Strategi Pengelolaannya. Sinergi. Kajian Bisnis dan Manajemen. Vol 7 No 2. ISSN : 1410 - 9018 McCuiston, V.E., Wooldridge, B.R. and Pierce, C.K., 2004. Leading the Diverse Workforce: Profit, Prospects and Progress. The Leadership & Organization Development. Journal, 25 (1): 73-92. Sherman, R., (May 31, 2006). "Leading a Multigenerational Nursing Workforce: Issues, Challenges and Strategies". OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing. Vol. 11, No. 2, Manuscript 2 Weston, M., (2006). "Integrating Generational Perspectives in Nursing". OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing Vol. 11 No. 2, Manuscript 1. DOI: 10.3912/OJIN.Vol11No02Man01

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus (STIK SC) Jl. Salemba Raya 41 Jakarta 10440-Indonesia Phone : (62-21) 3904441 Ext. 2368 E-mail : stiksc@stik-sintcarolus.ac.id/ Website : www.stik-sintcarolus.ac.id

You might also like