Professional Documents
Culture Documents
Sebaliknya, kemudahan program sertifikasi lewat portofolio berekses manipulasi data. Diintrodusirlah ujian kompetensi awal yang berekses pada pengutipan uang oleh aparat, seperti tersingkap di Sumatera Utara.
Dengan ekses-ekses itu, apakah program sertifikasitahun ini dikuota 250.000 dan hingga 2014 ditarget 2,7 jutadihentikan? Lantas, semua guru dengan sembilan status mereka selama ini semua diangkat sebagai PNS? Padahal, menurut Mendikbud Mohammad Nuh, hanya 30 persen dari 650.000 tenaga honorer bisa diangkat sebagai PNS. Semua hendaknya menjadi bahan pertimbangan. Mengambil yang sedikit kejelekannya, program sertifikasi guru merupakan keniscayaan. Ekses yang terjadi seminimal mungkin dicegah, selain tentu perlu diikuti tindak lanjut dari apa yang dijanjikan bagi mereka. Konkretnya? Di antaranya, bagi mereka yang sudah pegang sertifikasi guru segera berikanlah hak mereka. Hentikan guru sebagai sapi perah oleh bermacam-macam instansi atau kepentingan politik praktis.
KAJIAN KRITIS
Sumber Judul Penulis : Kompas.com : Sertifikasi Guru, haruskah? : Robert Adhi Ksp
OLEH:
Nama Asal Sekolah Bidang Studi : NURWAHIDAH, S.Pd. : SMP Muhammadiyah Limbung : Matematika
MGMP MATEMATIKA CENTER 04 BAJENG, KAB. GOWA SULAWESI SELATAN 1. Dari Segi Bahasa / Tulisan
Pada alinea pertama disebutkan salah satu upaya mengurai kesemrawutan, terjadi kesalahan pengetikan pada kata mengurai yang seharusnya mengurangi. Pada alinea ke-9, disebutkan Diintrodusirlah ujian kompetensi awal yang berekses. Menurut hemat saya, kata diintrodusirlah tidak bisa dimengerti oleh semua pembaca khususya bagi mereka yang awam. Seharusnya penulis menggunakan kata yang lebih praktis sehingga mudah dipahami oleh pembaca dari kalangan manapun misalkan dengan mengganti kata diintrodusirlah dengan kata diperkenalkanlah. Pada alinea terakhir disebutkan Hentikan guru sebagai sapi perah oleh bermacammacam. Kata sapi perah menurut saya seharusnya diapit oleh tanda kutip, karena sapi perah yang dimaksud mengandung makna kiasan. Selain tiga poin di atas, secara keseluruhan artikel ini dari segi bahasa / tulisan telah mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baku dan benar. Bahasanya pun cukup mudah dipahami oleh pembaca dari segala kalangan karena penulis menggunakan bahasa yang praktis sehingga maksud dan makna dari artikel tersebut dapat terkomunikasikan dengan baik kepada pembaca.
Yang perlu diperbaiki adalah mekanisme dari sertifikasi guru itu sendiri. Adanya tes kompetensi awal dan diklat menurut saya lebih bermakna dibandingkan sistem portofolio yang manipulatif. Yang patut kita tunggu adalah pelaksanaannya jangan sampai mekanismenya saja bagus namun pelaksanaannya di lapangan tidak sesuai harapan. Kemudian mengenai guru honorer, mungkin ini bersifat subjektif karena saya sendiri masih berstatus guru honorer, sebaiknya perekrutan guru dikembalikan ke pusat. Akan lebih bijaksana jika pemerintah daerah hanya mengajukan usulan jumlah guru yang mereka butuhkan (sehingga tidak ada daerah yang kekurangan guru) dan mekanisme perekrutan (mulai dari pendaftaran sampai pengumuman) diambil oleh pemerintah pusat. Karena jika perekrutan masih ditangani oleh pemerintah daerah, pasti akan selalu ada kepentingan politik praktis di dalamnya. Tidak bisa kita pungkiri perekrutan guru yang tidak jujur akan berdampak pada kinerja guru itu sendiri di kemudian hari dan lebih jauh lagi akan berdampak pada kualitas pesrta didik yang dihasilkan. Iniliah saatnya memperbaiki diri. Pemerintah dengan regulasinya, kita para tenaga pendidik seharusnya dengan adanya sertifikasi guru lebih giat meningkatkan kualitas sehingga kita dapat memberi warisan paling berharga buat masa depan yakni PESERTA DIDIK YANG BERKUALITAS!