You are on page 1of 3

Artikel

Sertifikasi Guru, Haruskah?


Sebagai alat mewujudkan mutu pendidikan, pertanyaan di atas perlu dijawab: harus! Itulah salah satu upaya mengurai kesemrawutan persoalan guru. Seabrek acara seremonial dan basa-basi menghormati guru. Barangkali terkecuali dosen, lirik Oemar Bakri, jadi guru jujur berbakti memang makan hati, menyuarakan rintihan pemegang profesi yang jumlahnya lebih dari 2,9 juta, lebih dari separuh PNS. Padahal, tak ada profesi apa pun yang terbebas dari peranan dan andil guru. Perbaikan terkesan basa-basi. Di antaranya, tidak diterjemahkan dalam penghargaan kesejahteraan. Timbal balik itu tidak terjadi, bahkan guru sendiri harus memperjuangkannya. Tunjangan profesi baru muncul beberapa tahun lalu, disusul tunjangan sertifikasi. UU Guru Nomor 14 Tahun 2005 menegaskan guru sebagai profesi pendidik. Guru dan dosen diangkat sebagai profesi, artinya para pemegangnya berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Terus merosotnya mutu praksis pendidikan dan hasil pendidikan salah satunya disebabkan faktor profesionalitas guru. Padahal, menurut data Kemdikbud, guru yang layak mengajar di SD hanya sekitar 27 persen, di SMP sekitar 58 persen, di SMA sekitar 65 persen, dan di SMK sekitar 56 persen. Selain kualitas guru, jumlah gurukecuali guru SD yang konon cukup tetapi tidak meratamenjadi faktor masalah kronis profesi keguruan di Indonesia. Menyelenggarakan program sertifikasi guru kita dukung sebagai salah satu sarana peningkatan mutu guru. Menyerahkan status kepegawaian guru kepada daerah sejalan dengan UU Otonomi Daerah, dilihat sebagai upaya memenuhi kebutuhan guru di daerah. Di lapangan, program itu tidak sejalan dengan rencana di atas kertas. Masuknya kepentingan politik praktis penguasa politik setempat berdampak terhadap netralitas pemegang profesi pendidik. Karena itu, ada rencana mengembalikan status PNS guru ke pusat.

Sebaliknya, kemudahan program sertifikasi lewat portofolio berekses manipulasi data. Diintrodusirlah ujian kompetensi awal yang berekses pada pengutipan uang oleh aparat, seperti tersingkap di Sumatera Utara.
Dengan ekses-ekses itu, apakah program sertifikasitahun ini dikuota 250.000 dan hingga 2014 ditarget 2,7 jutadihentikan? Lantas, semua guru dengan sembilan status mereka selama ini semua diangkat sebagai PNS? Padahal, menurut Mendikbud Mohammad Nuh, hanya 30 persen dari 650.000 tenaga honorer bisa diangkat sebagai PNS. Semua hendaknya menjadi bahan pertimbangan. Mengambil yang sedikit kejelekannya, program sertifikasi guru merupakan keniscayaan. Ekses yang terjadi seminimal mungkin dicegah, selain tentu perlu diikuti tindak lanjut dari apa yang dijanjikan bagi mereka. Konkretnya? Di antaranya, bagi mereka yang sudah pegang sertifikasi guru segera berikanlah hak mereka. Hentikan guru sebagai sapi perah oleh bermacam-macam instansi atau kepentingan politik praktis.

Oleh: Robert Adhi Ksp Sumber:Kompas.com (http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/06/07465923/Sertifikasi.Guru.Haruskah)

KAJIAN KRITIS
Sumber Judul Penulis : Kompas.com : Sertifikasi Guru, haruskah? : Robert Adhi Ksp

OLEH:
Nama Asal Sekolah Bidang Studi : NURWAHIDAH, S.Pd. : SMP Muhammadiyah Limbung : Matematika

MGMP MATEMATIKA CENTER 04 BAJENG, KAB. GOWA SULAWESI SELATAN 1. Dari Segi Bahasa / Tulisan
Pada alinea pertama disebutkan salah satu upaya mengurai kesemrawutan, terjadi kesalahan pengetikan pada kata mengurai yang seharusnya mengurangi. Pada alinea ke-9, disebutkan Diintrodusirlah ujian kompetensi awal yang berekses. Menurut hemat saya, kata diintrodusirlah tidak bisa dimengerti oleh semua pembaca khususya bagi mereka yang awam. Seharusnya penulis menggunakan kata yang lebih praktis sehingga mudah dipahami oleh pembaca dari kalangan manapun misalkan dengan mengganti kata diintrodusirlah dengan kata diperkenalkanlah. Pada alinea terakhir disebutkan Hentikan guru sebagai sapi perah oleh bermacammacam. Kata sapi perah menurut saya seharusnya diapit oleh tanda kutip, karena sapi perah yang dimaksud mengandung makna kiasan. Selain tiga poin di atas, secara keseluruhan artikel ini dari segi bahasa / tulisan telah mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baku dan benar. Bahasanya pun cukup mudah dipahami oleh pembaca dari segala kalangan karena penulis menggunakan bahasa yang praktis sehingga maksud dan makna dari artikel tersebut dapat terkomunikasikan dengan baik kepada pembaca.

2. Dari Segi Isi Artikel


Penulis secara jujur menyampaikan pemikirannya tentang sertifikasi guru dan menurut saya hal tersebut memang benar adanya. Demi terciptanya kualitas peserta didik yang bagus memang perlu adanya peningkatan kualitas guru dan tentu saja hal itu harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, salah satunya dengan sertifikasi guru. Bagaimanapun iming-iming dana tunjangan profesi telah menjadi motivasi tersendiri bagi guru.

Yang perlu diperbaiki adalah mekanisme dari sertifikasi guru itu sendiri. Adanya tes kompetensi awal dan diklat menurut saya lebih bermakna dibandingkan sistem portofolio yang manipulatif. Yang patut kita tunggu adalah pelaksanaannya jangan sampai mekanismenya saja bagus namun pelaksanaannya di lapangan tidak sesuai harapan. Kemudian mengenai guru honorer, mungkin ini bersifat subjektif karena saya sendiri masih berstatus guru honorer, sebaiknya perekrutan guru dikembalikan ke pusat. Akan lebih bijaksana jika pemerintah daerah hanya mengajukan usulan jumlah guru yang mereka butuhkan (sehingga tidak ada daerah yang kekurangan guru) dan mekanisme perekrutan (mulai dari pendaftaran sampai pengumuman) diambil oleh pemerintah pusat. Karena jika perekrutan masih ditangani oleh pemerintah daerah, pasti akan selalu ada kepentingan politik praktis di dalamnya. Tidak bisa kita pungkiri perekrutan guru yang tidak jujur akan berdampak pada kinerja guru itu sendiri di kemudian hari dan lebih jauh lagi akan berdampak pada kualitas pesrta didik yang dihasilkan. Iniliah saatnya memperbaiki diri. Pemerintah dengan regulasinya, kita para tenaga pendidik seharusnya dengan adanya sertifikasi guru lebih giat meningkatkan kualitas sehingga kita dapat memberi warisan paling berharga buat masa depan yakni PESERTA DIDIK YANG BERKUALITAS!

You might also like