You are on page 1of 12

UJIAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah Pengantar Bisnis Dosen Pengampu : Drs. Suwarno

Disusun oleh:

Ikka Nur Wahyuny 11404241007

PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013

1 SOAL I a. Metode FIFO (First In First Out) Barang yang pertama masuk diasumsikan sebagai barang yang pertama keluar. Barang yang pertama kali dibeli diasumsikan sebagai barang yang pertama kali pula dijual. Metode ini juga mengasumsikan bahwa barang yang terjual karena pesanan adalah barang yang mereka beli. Oleh karenanya, barang-barang yang dibeli pertama kali adalah barang-barang pertama yang dijual dan barang-barang sisa di tangan (persediaan akhir) diasumsikan untuk biaya akhir. Karenanya, untuk penentuan pendapatan, biaya-biaya sebelumnya dicocokkan dengan pendapatan dan biaya-biaya yang baru digunakan untuk penilaian laporan neraca. Kelebihan FIFO 1. Menghasilkan harga pokok penjualan yang rendah 2. Menghasilkan laba kotor yang tinggi 3. Menghasilkan persediaan akhir yang tinggi Selama periode inflasi atau kenaikan harga, penggunaan FIFO akan mengakibatkan hal ini, tapi dalam kondisi ekonomi turun, terjadi kebalikannya.

b. Metode LIFO Hal ini adalah kebalikan dari FIFO, Pada metode ini barang yang terakhir kali dibeli diasumsikan sebagai barang yang pertama kali dijual. Harga pokok barang dagang pada laporan laba-rugi diasumsikan adalah sama dengan harga pokok barang yang terakhir dibeli. Sehingga perhitungan ini: 1. menghasilkan harga pokok penjualan yang tinggi 2. Menghasilkan laba kotor yang rendah 3. Menghasilkan persediaan akhir yang rendah Kelebihan dari perhitungan ini adalah: 1. Mudah menandingakan kos sekarang dengan pendapatan sekarang 2. Jika harga naik, harga barang konservatif 3. laba operasi tidak tercemar oleh untung/rugi fluktuasi harga 4. Jika harga berfluktuasi , dapat meratakan laba tahunan. Namun perhitungan LIFO ini juga memiliki kekurangan: 1. bertentangan dengan aliran fisik sesungguhnya 2. Tidak menunjukkan potensi jasa yang sesungguhnya /biaya yang sudah usang.

2 Metode LIFO terdiri 1) Sistem Periodik Persediaan akhir ditentukan dengan cara saldo periodic yang ada dikalikan dengan harga pokok per unit barang yang terakhir kali masuk. Bila saldo periodic ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk, sisanya dipergunakan harga pokok per unit yang masuk sebelumnya. Contoh : Persediaan Awal Ditambah pembelian selama periode tersebut Harga pokok barang tersedia untuk dijual Rp 2.500.000 Rp 3.000.000 Rp 5.500.000

Dikurangi persediaan akhir perhitungan periodic persediaan Persediaan akhir HPP Rp 1.900.000 Rp 3.100.000

2) Sistem Perpetual Suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediaannya dilakukan terus-menerus dalam kartu persediaan. HPP dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir . Selama periode inflasi penggunaan metode FIFO akan menghasilkan kemungkinan laba tertinggi dibandingkan dengan metode-metode yang lain, karena perusahaan cenderung untuk menaikkan harga jualnya sesuai dengan perkembangan pasar tanpa memperhatikan kenyataan bahwa barang yang terdapat dalam persediaaan telah diperoleh sebelum terjadinya kenaikan harga (inventory profit/laba persediaan atau laba semu/illusory profit). c. Kalkulasi per satuan Metode ini menggunakan 2 metode yaitu metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses. Metode harga pokok pesanan menghitung harga pokok produksi per satuan dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan pada saat pesanan telah selesai diproduksi, dengan rumus: Metode harga pokok pesanan = total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu j jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam pesanan

3 Metode harga pokok proses menghitung harga pokok produksi per satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode akuntansi ( biasanya akhir bulan). metode harga pokok proses = total biaya produksi yang dikeluarkan periode tertentu jumlah satuan produk yang dihasilkan periode tertentu d. Kalkulasi tambahan Dalam metode ini, harga pokok persediaan produk dalam proses awal ditambahkan kepada biaya produksi sekarang, dan jumlahnya kemudian dibagi dengan unit ekuivalensi produk untuk mendapatkan harga pokok rata-rata tertimbang.

e. Perhitungan harga pokok integral dan diferensial 1) Harga Pokok Integral Pengertian integral yang memasukkan segala unsur biaya yang dikeluarkan sehingga setiap pengeluaran akan dianggap sebagai biaya.

2) Harga Pokok Diferensial menganggap bahwa yang diartikan sebagai harga pokok itu terbatas kepada pengeluaran yang benar-benar merupakan biaya yang rasional dan berguna untuk poduksi, sehingga pengertian ini menganggap bahwa tidak setiap pengeluaran dapat dianggap sebagai biaya.

4 SOAL II a. Ratio Likuiditas (Liquidity Ratio) Ratio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajian financial jangka pendek yang berupa hutang hutang jangka pendek (short time debt) Menurut Van Horne : Sistem Pembelanjaan yang baik Current ratio harus berada pada batas 200% dan Quick Ratio berada pada 100%. Adapun yang tergabung dalam rasio ini adalah : 1. Current Ratio ( Rasio Lancar) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki. Current Ratio dapat dihitung dengan rumus : Current Ratio = Aktiva Lancar : Hutang Lancar Contoh Soal: Diketahui : Tahun 2012, PT Madina Pangan Sejahtera mempunyai hutang sebesar Rp 1.500.000.000,-. Aktiva lancar yang dimilikinya sebesar Rp 3.000.000.000,-. Ditanyakan : Berapakah Rasio Lancar perusahaan tersebut? Dijawab: hutang = Rp 1.500.000.000,Aktiva lancar = Rp 3.000.000.000,Current Ratio = Aktiva Lancar : Hutang Lancar = Rp 3.000.000.000,- : Rp 1.500.000.000,Current Ratio = 2 Sehingga kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar untuk tahun 2012 adalah setiap Rp 1 hutang lancar dijamin oleh Aktiva lancar Rp 2.

2. Quick Ratio ( Rasio Cepat ) Mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid . Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus yaitu : Quick Ratio = Aktiva Lancar Persediaan Hutang Lancar

Contoh Soal: Diketahui : Tahun 2011, Fa. Cordova Vegeta Jaya mempunya hutang sebesar Rp 1.500.000,-. Aktiva lancar yang dimilikinya sebesar Rp 2.000.000,-, dan persediaannya sebesar Rp 500.000,Ditanyakan : Berapakah Rasio Cepat perusahaan tersebut? Dijawab: hutang = Rp 1.500.000,Aktiva lancar = Rp 2.000.000,Persediaan = Rp 500.000 Quick Ratio = Aktiva Lancar Persediaan Hutang Lancar = Rp 2.000.000 -- Rp 500.000 Rp 1.500.000 Quick Ratio = 1

Sehingga kemampuan Fa. Cordova Vegeta Jaya untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang dikurangi persediaan yang ada untuk tahun 2011 adalah setiap Rp 1 hutang lancar dijamin oleh Aktiva lancar bersih Rp 1.

3. Cash Ratio ( Rasio Lambat) Mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di Bank. Cash Ratio dapat dihitung dengan Rumus yaitu : Cash Ratio = Cash + Efek Hutang Lancar Contoh Soal: Diketahui : Tahun 2010, CV. Saladin Sanjaya mempunyai hutang sebesar Rp 500.000,-. Kas yang dimilikinya sebesar Rp 2.500.000,-, dan mempunyai obligasi senilai Rp 2.000.000,Ditanyakan : Berapakah Rasio Cepat perusahaan tersebut? Dijawab: hutang = Rp 500.000,Kas = Rp 2.500.000,Efek (obligasi) = Rp 2.000.000

6 Cash Ratio = Cash + Efek Hutang Lancar = Rp 2.500.000 + Rp 2.000.000 Rp 500.000 Cash Ratio = 9 Sehingga kemampuan CV. Saladin Sanjaya untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan kas dan simpanan yang dimiliki tahun 2010 adalah setiap Rp 1 hutang lancar dijamin persediaan sebesar Rp 9.

b.

Ratio Solvabilitas Disebut juga Ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (Bank). Adapun Rasio yang tergabung dalam Rasio Leverage adalah : 1. Total Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas) Merupakan Perbandingan antara hutang hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibanya . Rasio ini dapat dihitung denga rumus yaitu : Total Debt to equity Ratio = Total Hutang Ekuitas Pemegang Saham Diketahui: hutang = Rp 4.000.000.000,ekuitas pemegang saham = Rp 2.000.000 Total DER = Total Hutang Ekuitas Pemegang Saham = Rp 4.000.000.000 Rp 2.000.000.000 DER = 2 Kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan dengan modal Rp 1 hutang lancar dijamin equity Rp 2.

7 2. Total Debt to Total Asset Ratio ( Rasio Hutang terhadap Total Aktiva ) Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Total Debt to Asset Ratio = Total Hutang Total Aktiva Contoh Soal: Diketahui: hutang = Rp 9.000.000.000,total aktiva = Rp 3.000.000.000 Total Debt to Aset Ratio = Total Hutang Total Aktiva = Rp 9.000.000.000 Rp 3.000.000.000 Debt to Aset Ratio = 3 Kemampuan untuk membayar total hutang dengan dengan total aktiva adalah Rp 1 hutang lancar dijamin total aktiva Rp 3

c. Ratio Rentabilitas Rasio ini disebut juga sebagai Ratio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Yang termasuk dalam ratio ini adalah : 1. Gross Profit Margin ( Margin Laba Kotor) Merupakan perandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Gross Profit Margin = Laba kotor : Penjualan Bersih Contoh Soal: Diketahui: Laba Kotor = Rp 8.000.000,Penjualan bersih = Rp 4.000.000

8 Gross Profit Margin = Laba kotor Penjualan bersih = Rp 8.000.000 Rp 4.000.000 Gross Profit Margin = 2 Sehingga didapatkan Margin Laba Kotor sebesar 2.

2. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) Merupakan rasio yang digunaka nuntuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan Rumus yaitu : Net Profit Margin = Laba Setelah Pajak : Penjualan Bersih Contoh Soal: Diketahui: Laba Setelah Pajak = Rp 6.000.000,Penjualan bersih = Rp 2.000.000 Net Profit Margin = Laba setelah pajak Penjualan bersih = Rp 6.000.000 Rp2.000.000 Net Profit Margin = 3 Sehingga didapatkan Margin Laba Bersih sebesar 3.

3. Earning Power of Total investment Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto. . Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Earning Power of Total investment = Laba Sebelum Pajak:Total aktiva Contoh Soal: Diketahui: Laba Sebelum Pajak = Rp 9.000.000 Total Aktiva = Rp 2.000.000

Earning power of total investment = Laba sebelum pajak Total Aktiva = Rp 9.000.000 Rp2.000.000 Earning Power of Total investment = 4.5 Sehingga didapatkan Earning Power of Total investment sebesar 4.5.

4. Return on Equity (Pengembalian atas Ekuitas) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu : Return on Equity = Laba Setelah Pajak:Ekuitas Pemegang Saham Contoh Soal: Diketahui: Laba Setelah Pajak Ekuitas Pemegang Saham = Rp 10.000.000,= Rp 5.000.000

Return on Equity = Laba setelah pajak Ekuitas Pemegang Saham = Rp 10.000.000 Rp5.000.000 Return on Equity = 2 Sehingga didapatkan pengembalian atas Ekuitas sebesar 2.

10 SOAL III Diketahui : Nilai nominal obligasi Rp 10.000,Bunga obligasi Kurs Ditanyakan : a. Bila harga obligasi naik menjadi Rp 12.500,-, berapa nilai kursnya? b. Bila harga obligasi turun menjadi Rp 7.500,-, berapa nilai kursnya? 5% 100 % (PARI)

Jawab : a. Bila harga obligasi naik menjadi Rp 12.500,Nilai nominal Rp 10.000,Kurs = Harga jual obligasi / Nilai nominal = 12.500 / 10.000 = 1,25 = 125 % Jadi, kurs obligasi dari harga jual Rp 12.500,- sebesar 125 %

b. Bila harga obligasi naik menjadi Rp 7.500,Nilai nominal Rp 10.000,Kurs = Harga jual obligasi / Nilai nominal = 7.500 / 10.000 = 0,75 = 75 % Jadi, kurs obligasi dari harga jual Rp 7.500,- sebesar 75 %

11 SOAL IV Cara menjamin bahwa calon partner adalah orang yang: 1. Jujur a. Fit and Proper Test. Meminta tolong untuk membelikan barang dengan uang besar, lalu kembaliaannya+nota kita minta. Untuk mengetahui adanya penyelewengan dana. b. Menahan dan memantau rekening banknya agar tidak terjadi penyelewengan dana. c. Menahan ijazahnya agar partner tidak kabur. d. Surat bermaterai yang harus ditandatangani kedua belah pihak dengan sanksi-sanksi yang jelas agar tidak jadi kebohongan. 2. Disiplin a. Dimulai dari membuat janji untuk bertemu, jika dia tidak datang tepat waktu merupakan salah satu indikasi orang yang tidak disiplin. b. Surat bermaterai yang harus ditandatangani kedua belah pihak dengan sanksi-sanksi yang jelas agar tidak terjadi pelanggaran kedisiplinan. 3. Pekerja Keras a. Melihat riwayat hidup dan pekerjaannya. b. Surat bermaterai yang harus ditandatangani kedua belah pihak dengan sanksi-sanksi yang jelas agar tidak terjadi kemalasan.

You might also like