You are on page 1of 22

PROPOSAL PENELITIAN PENGARUH ZAT LAKSATIF DAN ANTIDIARE TERHADAP TEKSTUR FESES TIKUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan Dosen Pengampu : Dra. Aditya Marianti dan Wulan Christijanti, M.Si

Disusun oleh

Mahardika Adhi Pratama 4401411126 Tri Wahyu Setyaningrum 4401411148 Rizki Oktavia Hana Dewi Utami 4401411137 4401411129

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG FESES Tinja atau feses adalah produk buangan saluran pencernaan hewan yang dikeluarkan melalui anus atau kloaka. Pada manusia, proses pembuangan kotoran dapat terjadi

(bergantung pada individu dan kondisi) antara sekali setiap satu atau dua hari hingga beberapa kali dalam sehari. Pengerasan feses dapat menyebabkan meningkatnya waktu dan menurunnya frekuensi buang air besar antara pengeluarannya atau pembuangannya disebut

dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau feses terganggu, menyebabkan menurunnya disebut dengan diare atau mencret. Bau khas dari tinja atau feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole, dan thiol(senyawa yang mengandung belerang), dan

juga gas hidrogensulfida. Asupan makanan berupa rempah-rempah dapat menambah baukhas feses atau tinja. Di pasaran juga terdapat beberapa produk komersial yang dapat mengurangi bau feses atau tinja. KONSTIPASI DAN ZAT LAKSATIF a. Konstipasi Adalah suatu kelainan dalam sistem pencernaan yang disebabkan karena terjadinya penyerapan air kembali yang berlebihan sehingga tekstur feses mengeras. Penyebab konstipasi antara lain: 1. Medikasi Obat-obatan golongan penghambat kalsium atau kalsium bloker, opiat, antikolinergik,suplemen zat besi, barium slfat, antidepresan 2. Penyakit sistemik Misalnya kencing manis, hipotiroidisme, sklerosis sistemik, distrofi miotonik. 3. Penyakit atau gangguan

Contohnya obstruksi kolon, spasma sfingter anus, gangguan makan, depresi, penyalahgunaan obat. 4. Berbagai faktor prediposisi Contoh: kurangnya beraktivitas, kurang berolahraga, sakit lama atau menahun. b. Zat Laksatif Laksatif adalah makanan maupun obat-obatan membantu mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus. Dalam operasi pembedahan, obat ini juga diberikan kepada pasien untuk membersihkan usus sebelum operasi dilakukan. Laksatif merupakan obat bebas. obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. Biasanya obat ini hanya digunakan saat mengalami konstipasi atau sembelit saja karena mempunyai efek samping. Kegunaan dari zat laksatif adalah memperlancar persiapan gerakan usus, sembelit kronis, Imobilitas kronis. Kelompok Laksatif: 1. Pencahar pembentuk tinja (bulk laxative) Pencahar jenis ini umum beredar di pasaran, baik yang berasal dari serat alamiah seperti psyllium ataupun serat buatan sepertu metil selullosa. Keduanya sama efektif dalam meningkatkan volume tinja. Obat ini cukup aman digunakan dalam waktu yang lama tetapi memerlukan asupan cairan yang cukup. 2. Pelembut tinja/feses Obat jenis ini dipakai oleh usia lanjut sebagai sebagai pelembut feses. Obat ini mempunyai efek sebagai surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga dapat meresap dan feses jadi lembek. 3. Pencahar stimulan/perangsang Contoh golongan ini adalah senna, bisacordil. Senna aman dipakai untuk usia lanjut.Efek obat ini menstimulasi dan meningkatkan peristaltik atau gerakan usus. 4. Pencahar hiperosmoler (osmotic laxative) Mempunyai efek menahan cairan dalan usus dan mengatur distribusi cairan dalam tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja seperti spon sehingga tinja mudah melewati usus. Jenis golongan ini seperti laktulosa dan sorbitol.

5. Enema Enema dimaksudkan untuk merangsang terjadinya evakuasi tinja sehingga bisa keluar. Pemberian ini harus hati hati pada usia lanjut karena sering mengakibatkan efek samping

DIARE DAN OBAT ANTIDIARE Diare adalah suatu kondisi dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal dengan konsistensi feses cair atau seperti bubur yang terjadi secara berulang lebih dari 3 kali sehari. Diare dapat bersifat akut disebabkan oleh bakteri atau virus dan kronis yang berkaitan dengan gangguan gastrointestinal. Berdasarkan mekanisme penyebabnya diare dibedakan menjadi: a)karena kurangnya absorbs zat osmotic dari lumen usus (diareosmotik) b)meningkatnya sekresi elektrolit dan air kedalam lumen usus (diaresekretorik) disebabkan oleh bakteri atau, c)naiknya permiabilitas mukosa usus atau terganggunya motilitas usus karena penyakit pada usus halus atau tidak terabsorbsinya asam empedu. Diare di Indonesia hingga saat ini masih menduduki peringkat tinggi, obat diare terdapat banyak dijual di pasaran dan mudah didapat namun demikian tidak menutup kemungkinan dalam melestarikan budaya bangsa tanaman oba tdigunakan sebagai alternatif. Diare dibagi menjadi tiga tipe. Tipe-tipe tersebut adalah diare non inflamatori (noninflammatorydiarrhea), diareinflamatori (inflammatorydiarrhea), dan diare pada penyakit sistemik. Istilah lain untuk diare noninflamatori adalah diare sekretori(secretory diarrhea) dan diare encer(watery diarrhea). Sinonim diare inflamatori adalah diare berdarah (bloodydiarrhea) dan disenteri (dysentery). Antidiare adalah suatu obat untuk mengatasi diare. Cara kerjanya yaitu dengan meningkatkan penyerapan air. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Bagaimanakah aktivitas pencernaan pada tikus normal ? 1.2.2 Bagaimanakah aktivitas pencernaan pada tikus setelah pemberian laksatif yang sesuai dengan dosis ? 1.2.3 Adakah pengaruh pemberian laksatif terhadap tekstur feses tikus? 1.2.4 Bagaimanakah aktivitas pencernaan pada tikus setelah pemberian antidiare yang sesuai dengan dosis ? 1.2.5 Adakah pengaruh pemberian antidiare terhadap tekstur feses tikus?

1.2.6 Bagaimanakah pengaruh pemberian laksatif dan antidiare terhadap aktivitas pencernaan tikus ? 1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui aktivitas pencernaan pada tikus normal 1.3.2 Mengetahui aktivitas pencernaan pada tikus setelah pemberian laksatif yang sesuai dengan dosis 1.3.3 Mengetahui aktivitas pencernaan pada tikus setelah pemberian antidiare yang sesuai dengan dosis 1.3.4 Mengetahui pengaruh pemberian laksatif dan antidiare terhadap aktivitas pencernaan tikus 1.4 MANFAAT 1.4.1. Manfaat bagi Masyarakat Memberi informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh zat laksatif dan antidiare terhadap tekstur feses, sehingga masyarakat mampu menggunakan zat-zat tersebut secara bijaksana. 1.4.2. Manfaat bagi Peneliti Memberi pengetahuan baru mengenai pengaruh zat laksatif dan atidiare terhadap tekstur feses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ZAT LAKSATIF Obat Pencahar (laksansia) adalah Obat yang dapat mempercepat gerakan peristaltik usus, sehingga terjadi defekasi dan digunakan pada konstipasi yaitu keadaan susah buang air besar. Berdasarkan kerjanya, obat pencahar dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain: Kelompok pembentuk massa dalam usus Golongan obat laksantia yang memperbesar volume isi usus, dibedakan menjadi 3 macam: 1. Yang dapat menahan air di dalam usus, seperti magnesium sitrat, natrium sulfat, natrium fosfat dan garam magnesiumsulfat. Ion-ionnya sedikit sekali diserap oleh lambung. Akibatnya air yang berada di luar usus akan ditarik olehnya melalui dinding ke dalam usus. Air akan mempertinggi gerakan peristaltiknya, dan mengakibatkan pengeluaran isi usus yang menjadi cair lebih cepat sehingga diperoleh tinja yang lunak. 2 Yang mengembang, misalnya agar-agar, CMC (karboksimetilsellulose), dan tilose (metilsellulose) Kelompok hiperosmotik Seperti laktulosa dan garam magnesium yang dapat mempercepat gerakan peristaltik usus dengan menarik air dan jaringan tubuh ke dalam usus sehingga diperoleh tinja yang lunak. Kelompok lubrikan atau pelumas Zat ini akan melicinkan tinja sehingga mudah dikeluarkan, seperti minyak mineral (paraffin liquidum) yang dapat melindungi dinding usus sehingga cairan dalam massa tinja tidak diserap dan tetap lunak. Bila dipakai terus menerus akan mengurangi penyerapan vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak dan dapat mengakibatkan kelainan pada hepar. Kelompok stimulan Merupakan suatu surfactant yang dapta menurunkan tegangan permukaan seperti fenoftalein dan bisakodil yang dapat mempercepat gerak usus dengan meningkatkan kontraksi otot usus. Kelompok ini merupakan pencahar yang cukup sering digunakan. Kelompok kombinasi pencahar Penyebab: Keadaan sembelit atau susah buang air besar dapat terjadi karena tinja yang mengeras, otot polos usus lumpuh, gangguan refleks defekasi, faktor psikis, wasir, kelemahan

otot punggung, efek samping obat-obat tertentu (obat-obat atropine dan alkaloid golongan candu). Sembelit juga dapat disebabkan karena pola diet kurang berserat, kurang minum dan kurang bergerak. Efek Samping: Banyak orang menganggap bahwa pengguanaan obat laksantia ini tidak berbahaya dan boleh digunakan setiap waktu. Tetapi sebetulnya penggunaan obat laksantia yang terlalu sering dapat membahayakan tubuh. Ini disebabkan karena obat-obat laksantia akan mematikan/ mencegah sintesis vitamin-vitamin oleh bakteri-bakteri dalam usus besar (missal vit K dan B kompleks), penggunaan laksantia juga dapat menyebabkan kerugian gizi misalnya mineral-mineral penting untuk tubuh (separate K dan Na) tidak dapat diabsorpsi kembali dalam usus besar, sehingga menyebabkan kelemahan oto-otot, selain itu dapat menyebabkan kebiasaan susah bunga air besar bila tidak menggunakan laksantia. Penanggulangan terapi non-obat: Banyak minum, makan buah pepaya, jeruk dan sayur yang banyak mengandung serat, serta berolah raga secara teratur. Penggunaan pencahar diluar sembelit tidak dianjurkan, karena dapat menurunkan sensitivitas mukosa, dan lama kelamaan gerakan usus menjadi lamban. Pencahar tidak boleh digunakan oleh penderita dengan ileus, radang usus dan radang usus buntu. Pencahar rangsang bekerja merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos sehingga mningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus. Pencahar rangsang menghambat sistem Na+, K+-ATPase yang merupakan sistem kerja utama pencahar. Banyak di antara pencahar rangsag bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di mana hal ini akan meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis prostaglandin dengan indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap sekresi air. Difenilmetan dan antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar sehingga terdapat masa laten 6 jam sebelum timbul efek pencahar. 2.2 ANTIDIARE Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja atau tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. Adapun kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah: a. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon. b. Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara,yakni: 1) Zat-zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorbsi air

dan elektrolit oleh mukosa usus misalnya candu dan alkaloidanya, derivat-derivat peptidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergik (atropin, ekstrak belladonna).

2) Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam lemak (tanin) dan tannabulmin, garam-garam bismut, dan alumunium. 3) Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yang pada permukaannya dapat menyerap (adsorbsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang ada kalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga mucilagines, zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung, seumpamanya kaolin, pectin. (suatu karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel) dan garam-garam bismut, serta alumunium. c. Spasmolitika yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium 3. Loperamid Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap sistem saraf pusat. Loperamid mampu menormalkan keseimbangan resorpsiresorpsi dari selsel mukosa, yaitu memulihkan selsel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid tidak mewujudkan efek sentral mirip morfin, sehingga loperamid harus diutamakan daripada difenoksilat karena loperamid antidiare yang kuat, dengan kerja yang berlangsung lama. Penghambatan peristaltik secara spesifik dianggap sebagai kerja langsung pada dinding saluran cerna. Loperamid diekskresikan terutama dengan tinja 4. Oleum ricini Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam risinolat yang merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltik dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sekali makan (15 30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer. 2.3 HEWAN PERCOBAAN Hewan laboratorium atau hewan coba adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang

ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan kera. 2.3.1 Tikus Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari ( nocturnal). Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Subordo Famili Sub-Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Mamalia : Rodentia : Sciurognathi : Muridae : Murinae : Rattus : Rattus norvegicus

Data biologik - Konsumsi pakan per hari - Konsumsi air minum per hari - Diet protein - Ekskresi urine per hari - lama hidup - Bobot badan dewasa Jantan Betina 300-400 g 250-300 g 5 g/100 g bb 8-11 ml/100 g bb 12% 5,5 ml/100 g bb 2,5- 3 tahun

- Bobot lahir - Dewasa kelamin (jantan=betina) - Siklus estrus (menstruasi) - Umur sapih - Mulai makan pakan kering - Rasio kawin - Jumlah kromosom - Suhu rektal - Laju respirasi - Denyut jantung - Pengambilan darah maksimum - Jumlah sel darah merah (Erytrocyt) - Kadar haemoglobin(Hb) - Pack Cell Volume (PCV) - Jumlah sel darah putih (Leucocyte)

5-6 g 50+10 hari 5 hari (polyestrus) 21 hari, 40-50 g 12 hari 1 jantan 3 atau 4 betina 42 37,5oC 85 x/mn 300 500 x/mn 5,5 ml/Kg 7,2-9,6 X 106 / l 15,6 g/dl 46% 14 103 /l

2.3.2 Uji Metabolisme Obat Dalam melakukan uji metabolisme suatu obat dalam tubuh hewan percobaan, perlu dilakukan pada kandang individu. Kandang tersebut dirancang khusus untuk mendapatkan contoh dari hasil metabolisme , seperti didalam urine, feses dan sebagainya. Kandang dibuat sedemikian rupa sehingga koleksi urine dan feses dapt dilakukan dengan mudah tidak tercampur dengan dengan pakan atau air minum.

2.4 SISTEM PENCERNAAN Sistem Pencernaan mamalia terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar aksesoris yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam saluran itu melalui duktus (saluran). Peristaltis, gelombang kontraksi berirama oleh otot polos pada dinding sluran pencernaan, akan mendorong makanan di sepanjang saluran tersebut. Kelenjar aksesoris sistem pencernaan mamalia adalah 3 pasang kelenjar ludah, pankreas, hati, dan organ penyimpanannya, kantung empedu. Rongga mulut, faring, dan esofagus mengawali pengolahan makanan. Rongga mulut

Pencernaan makanan secara fisik dan kimiawi dimulai dalam mulut. Selama pengunyahan,gigi dengan berbagai ragam bentuk akan memotong, melumat dan menggerus makanan, yang membuat makanan tersebut lebih mudah ditelan dan meningkatkan luas permukaannya. Kehadiran makanan dalam rongga mulut akan memicu refleks saraf yang menyebabkan kelenjar ludah mengeluarkan ludah melalui duktus ke rongga mulut. Bahkan sebelum makanan sesungguhnya berada dalam mulut, ludah bisa dihasilkan sebagai antisipasi karena adanya hubungan yang telah diketahui antara makan dan waktu dalam satu hari., aroma masakan, atau rangsangan lain. Pada manusia, lebih dari satu liter ludah disekresikan ke dalam rongga mulut setiap hari. Terlarut dalam ludah adalah glikoprotein licin yang disebut musin, yang melindungi lapisan lunak rongga mulut dari kerusakan akibat gesekan dan melumasi makanan supaya lebih mudah ditelan. Ludah mengandung (buffer)yang membantu mencegah pembusukan gigi dengan cara menetralkan asam dalam mulut. Zat antibakteri dalam ludah juga akan membunuh banyak bakteri yang memasuki mulut melalui makanan. Yang terakhir, pencernaan karbohidart, sumber energi kimia utama, dimulai dari rongga mulut. Ludah mengandung amilase ludah, enzim pencernaan yang menghidrolisis pati dan glikogen. Produk utama dari pencernaan ini adalah polisakarida yang lebih kecil dan disakarida maltosa. Lidah akan mengecap makana, memanipulasinya selama pengunyahan, dan membantu membentuk makanan menjadi bolus. Selama penelanan, lidah akan mendorong bolus ke bagian belakang rongga mulut dan akhirnya ke dalam faring. Faring ( pangkal kerongkongan) Ketika menelan, bagian atas atas batang tenggorokan akan bergerak ke atas, sehingga lubang pembukaaannnya, glotis tertutup oleh epiglotis. Esofagus Esofagus mengalirkan akanan dari faring turun ke lambung. Peristaltik akan mendorong bolus sepanjang esofagus yang sempit. Otot pada bagian atas esofagus adalah oto lurik. Dengan demikian, tindakan penelanan dimulai secraa sdar., tetapi kemudian gelombang kontraksi tak sadar oleh otot polos pada sisa esofagus selanjutnya yang menggantikannya. Amilase ludah terus menghidrolisis pati dan glikogen sementara bolus makanan lewat esofagus. Lambung menimbun makanan dan melaksanakan pencernaan pendahuluan Dinding lambung mensekresikan getah pencernaan.Dengan konsentrasi asam klorida yang tinggi, getah lambung memiliki pH 2. Salah satu fungsi asam tesebut adalah

memecahkan matriks ekstraseluler yang mengikatkan sel satu sama lain pada materi daging dan tumbuhan. Enzim yang ditemukan di lambung adalah pepsin, enzim yang memulai hidrolisis protein. Pepsin memecah ikatan peptida sehingga protein menjadi polipeptida yang lebih kecil. Pepsin bekerja lebih baik di lingkungan asam. Sel-sel terspesialisasi (sel chief) yang dihasilkan di ceruk-ceruk lambung mensintesis dan mensekresikan pepsin dalam bentuk inaktif yang disebut pepsinogen. Sel parietal (yang juga di ceruk)mengubah pepsinogen menjadi pepsin aktif dengan cara membuang sebagian kecil molekul tersebut dan memaparkan sisi aktifnya. Ketika sudah banyak pepsinogen yang diaktifkan oleh asam, terjadi suatu rentetan kimiakarena pepsin itu sendiri dapat mengaktifkan molekul pepsinogen lain. Sekitar setiap 20 detik, isi lambung dicampur melalui kerja kontraksi otot polos. Sebagai akibat dari pencampuran dan kerja enzim, makanan yang baru ditelan akan menjadi bubur nutrien yang dikenal dengan nama kim asam. Dibutuhkan 2 sampai 6 jam setelah makan untuk mengosongkan lambung karena kim dialirkan sedikit-sedikit. Usus halus merupakan organ utama pencernaan dan penyerapan. Usus halus adalah organ dimana sebgaian besar hidrolisis enzimatik makromolekul dalam makanan terjadi. Organ ini juga bertanggung jawab dlam penyerapan sebgaian besar nutrien ke dalam darah. Pda duodenum, kim asam disemprotkan dari lambung bercampur dengan getah pencernaan dari pankreas, hati, kantong empedu dan sel-sel kelnjar pada dinding usus halus itu sendiri. Kerja enzimatik pada usus halus Pencernaan karbohidrat Pencernaan karbohidrat dimulai dari amilase ludah dalam rongga mulut yang terus berkanjut ke usus halus. Amilase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus halus (duodenum) yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan maltosa. Enzim-enzim lain dalam usus halus yang berasal dari getah usus mencerna pula karbohidrat. Enzim-enzim tersebut adalah: 1. Sukrase (invertase) yang merombak sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. 2. Maltase yang merombak maltosa menjadi glukosa 3. Laktase yang merombak laktosa menjadi glukosa dan galaktosa Pencernaan Protein Enzim di dalam duodenum membongkar polipeptida menjadi asam amino (peptida kecil). Enzim tersebut adalah

-Tripsin dan kimotripsin. Enzim ini bersifat spesifik untuk ikatan peptida yang berdekatan dengan asma amino tertentu, sehingga memutuskan polipeptida besar menjadi rantai-rantai yang lebih pendek. -Karboksipeptidase akan memecah asm amino satu persatu yang dimulai pada ujung polipeptida yang memiliki gugus karboksil yang bebas. -Aminopeptidase sama dengan karboksipeptidase tetapi bekerja dalam arah sebaliknya. Dipeptidase mempercepat pencernaan dengan cara memecah peptida-peptida kecil. Pencernaan lemak Pencernaan lemak melibatkan garam empedu. Garam empedu dari kantong empedu yang disekresikan ke dalam lapisan duodenum akan melapisi droplet-droplet lemak yang sangat kecil dan mencegahnya agar tidak menyatu, disebut emulsifikasi. Enzim lipase menghidrolisis molekul lemak. Setelah terjadi pencernaan secara kimiawi, hasil pencernaan tersebut akan diserap oleh usus dan diedarkan ke pembuluh darah. Penyerapan kembali air adalah fungsi utama usus besar Salah satu fungsi dari usus besar adalah untuk menyerap kembali air yang ytelah masuk ke dlama saluran pencernaan yang berfungsi sebagai bahan pelarut berbagai getah pencernaan. Secara keseluruhan, sekitar 7 liter cairan disekresikan ke dalam lumen saluran pencernaan tiap hari. Kolon menyelesaikan pekerjaan itu dengan menyerap kembali sebagian besar air yag tetap berada di lumen. Secara bersama-sama usus halus dan kolon menyerap kembali sekitar 90 % air yang memasuki saluran pencernaan . Buangan saluran pencernaan, fefse, menjadi lebih padat sementara feses bergerak sepanjang klon dengan bantuan peristaltik. Pergerakan ini sangat lambat, dan umumnya memerlukan waktu sekitar 12-24 jam bagi materi untuk dapat bergerak sepanjang organ tersebut. Jika lapisan kolon teriritasi maka jumlah air yang diserap kembali akan lebih sedikit dibandingkan dengan keadaan normal, yang menyebabkan terjadinya diare. Kebalikan dari permasalahan itu, konstipasi, terjadi ketika peristaltik menggerakkan feses terlalu lambat. Kelebihan air diserap banyak, sehingga feses menjadi padat dan keras. Feses Feses mengandung massa bakteri, selulosa dan bahan-bahan lain yang tidak tercerna. Meskipun serat selulosa tidak mengandung nilai kalori bagi manusia, namun keberadaannya dlam makanan di sepanjang saluran pencernaan. Feses juga mengandung garam dalam jumlah yang berlebihan. Sebagai contoh , ketika konsentrasi besi dan kalsium dlam darah terlalu tinggi, lapisan kolon menyekresikan unsur garan-garam itu ke dalam lumen, dan

akhirnya garam-garam itu akan dibuang bersama feses. Bagian akhir dari kolon adalah rektum, dimana feses disimpan sampai bisa dikeluarkan. Gangguan sistem pencernaan a. Diare
Diare adalah pengeluaran feses cair berulang kali atau lebih dari 3 kali sehari atau diare adalah suatu keadaan yang frekuensi defekasinya melebihi frekuensi normal dengan konsistensi feses yang encer. Volume feses lebih dari 250 ml/ hari dapat dianggap abnormal. Diare bersifat akut (berlangsung kurang dari 3 minggu) atau kronik. Diare terjadi karena adanya rangsangan yang

berlebihan pada mukosa usus sehingga gerakan otot usus meningkat dan makanan kurang terserap secara sempurna. Diare kronis berkaitan dengan gangguan gastrointestinal, biasanya berlangsung lebih dari 3 minggu. Selain itu ada pula diare yang berlatar belakang kelainan psikosomatik, alergi oleh makanan atau obat-obat tertentu. Kelainan pada sistem endokrin dan metabolisme, kekurangan vitamin, dan sebagainya akibat radiasi. Diare yang bersifat akut atau kronik penyebabnya bermacam-macam. Diare akut biasanya berlangsung 3-5 hari atau kurang dari 3 minggu. Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi dengan bakteri seperti Escherichia coli, Shigella sp, Salmonella sp, Vibrio cholera, virus, amoeba seperti Entamoeba hystolitica, dapat pula disebabkan oleh toksik bakteri seperti Staphylococcus aureus, Clostridium welchii yang mencemari makanan (Anonim, 1993; Walsh, 1997). Diare berkepanjangan sangat melelahkan penderitanya karena tubuhnya banyak kehilangan energi, cairan dan elektrolit tubuh sehingga memerlukan terapi pengganti dengan cairan dan elektrolit serta kalori. Obatnya adalah antibakteri atau anti amoeba tergantung penyebab diare maupun obat-obatan lain yang bekerja memperlambat peristaltik usus, menghilangkan spasme dan nyeri atau menenangkan (Anonim, 1993). Rehidrasi oral dengan oralit telah terbukti bermanfaat dan efektif untuk mencegah dan mengobati dehidrasi pada penderita diare. Rehidrasi oral sendiri mungkin mutlak harus diberikan dalam usaha menurunkan angka kematian pemberian oralit yang dini ternyata juga mempunyai pengaruh baik status gizi penderita, nafsu makan dan berat badan lebih cepat pulih. Kepatuhan terhadap anjuran diet dan kebersihan akan memberikan angka kesembuhan yang lebih tinggi dan komplikasi yang lebih rendah bila infeksi merupakan penyebabnya a. Mekanisme Diare Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain :

1) Adanya peningkatan osmotik isi lumen usus, hal ini menyebabkan diare osmotik. 2) Adanya peningkatan sekresi cairan usus, hal ini menyebabkan diare sekretorik. 3) Malabsorbsi asam empedu dan malabsorbsi lemak akibat gangguan pembentukan micelle empedu. 4) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit menyebabkan gangguan absorbsi Na+ dan air. 5) Motilitas dan waktu transit usus abdominal. Terjadi motilitas yang lebih cepat dan waktu teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorbsi. 6) Gangguan permeabilitas usus. Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar terhadap air dan garam/elektrolit terganggu. 7) Eksudasi cairan, elektrolit, dan muskus berlebihan. Terjadi peradangan dan kerusakan usus. b. Etiologi Diare Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor di bawah ini : 1) Faktor Infeksi a) Infeksi internal yaitu: infeksi saluran pencernaan, meliputi infeksi bakteri, infeksi virus, infeksi parasit. b) Infeksi parenteral yaitu; infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan. 2) Faktor Malabsorbsi Malabsorbsi karbohidrat, lemak, protein. 3) Faktor Makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 4) Faktor Psikologi Rasa takut dan cemas. b. Konstipasi Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dengan gejala mengalami pengerasan feses yang sulit untuk dibuang yang dapat menyebabkan kesakitan pada penderitanya. Konstipasi dapat disebabkan oleh pola makan, hormon, akibat samping obatobatan, dan juga karena kelainan anatomis. Pengobatan Penyakit pencernaan seperti konstipasi dapat dilakukan dengan mengubah pola makan, obat pencahar (laksatif).

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai Hari/ tanggal Waktu Tempat : : : Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi FMIPA Unnes

B.

Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan

sederhana. Rancangan penelitian ini menggunakan 3 hewan percobaan, dimana masingmasing hewan akan diberikan perlakuan yang sama dalam waktu yang sama. 3 hewan percobaan akan mengalami 3 perlakuan yang diberikan secara berturut-turut. S1 P0 S2 S3 S1 P1 S2 S3 S1 P2 S2 S3 Q1 Q1 Q1 Q2 Q2 Q2 Q3 Q3 Q3

Keterangan: S 1 = hewan percobaan 1 S2 = hewan percobaan 2 S3 = hewan percobaan 3 P0 = perlakuan control normal P1 = perlakuan I P2 =perlakuan II Q1 =hasil pemeriksaan tekstur feses setelah kontrol normal Q2 = hasil pemeriksaan teksur feses setelah perlakuan I O6 =hasil pemeriksaan tekstur feses setelah perlakuan II

C. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : pemberian variasi obat pada tikus yaitu obat laksatif dan antidiare 2. Variable terikat : struktur feses tikus 3. Variable control : berat badan tikus D. Sampel 3 tikus diberi 3 perlakuan (3 kelompok) yang dilakukan secara berturut-turut yaitu: 1. Kelompok 1 (Perlakuan kontrol normal) yaitu tanpa dicekok antidiare dan laksatif 2. Kelompok 2 (Perlakuan pertama) yaitu tikus dicekok laksatif dengan dosis 0,27 mg/200 g bb/hari 3. Kelompok 3(Perlakuan kedua) yaitu tikus dicekok antidiare dengan dosis 21,6 mg /200 g bb/ hari.

E. Hipotesis Ho = tidak ada pengaruh pemberian laksatif dan antidiare terhadap aktivitas pencernaan tikus putih Ha = ada pengaruh pemberian laksatif dan antidiare terhadap aktivitas pencernaan tikus putih

F. Alat dan bahan penelitian Alat: a) sonde tikus b) gelas ukur c) timbangan digital d) gelas piala 100 ml e) batang pengaduk f) kandang Bahan: a) tikus putih dengan bobot badan berkisar 200 gram b) Laksatif c) Antidiare

G. Prosedur Penelitian Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah: a. Tahap Persiapan 1) Membuat kandang percobaan sedemikian rupa sehingga urin dan feses tidak tercampur

2) Menentukan dosis yang tepat pada masing-masing obat untuk diberikan pada hewan percobaan. Obat laksatif yang digunakan adalah dulcolax. 1 kapsul= 5 mg Dosis untuk manusia = 15 mg perhari Faktor konversi dari manusia ke tikus (200 gr) = 0,018 Maka Dosis untuk tikus (200 gr) = 15 mg x 0,018= 0,27 mg per hari. Jumlah kapsul = (0,27 mg : 5 mg) x 1 kapsul = 0,054 kapsul. Obat antidiare yang digunakan adalah diapet. 1 kapsul = 600 mg Dosis untuk manusia = 1200 mg perhari. Faktor konversi dari manusia ke tikus (200 gr) = 0,018 Maka Dosis untuk tikus (200 gr) = 1200 mg x 0,018= 21,6 mg per hari. Jumlah kapsul = (21,6 mg : 600 mg) x 1 kapsul = 0,036 kapsul. 3) Menimbang obat antidiare(diapet) dan obat laksatif(dulcolax) dengan timbangan digital 4) Melakukan pengenceran dengan 5 ml air b. Pelaksanan penelitian 1) Menempatkan ketiga tikus dalam 1 kandang 2) Melakukan kontrol normal. Yaitu menyamakan kondisi tubuh tikus percobaan. Caranya, masing-masing tikus diberi jenis makanan yang sama dengan komposisi yang sama selama 24 jam tanpa dicekoki obat laksatif maupun antidiare. Mengamati tekstur feses tikus. 3) Memberikan perlakuan pertama. Ketiga tikus percobaan dicekok laksatif (obat dulcolax) dengan dosis 0,36 mg/200 g bb. Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde. Kemudian mengamati tekstur feses tikus setelah 4-6 jam 4) Memberikan perlakuan kedua. Ketiga tikus dicekok antidiare(diapet) dengan dosis 0,72 mg/200 g bb. Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde. Kemudian mengamati tekstur feses tikus setelah 12-24 jam.

Bagan alur metode kerja penelitian pengaruh zat laksatif dan antidiare terhadap tekstur feses
tikus

Menyiapkan kandang Menyiapkan 3 tikus

Menyiapkan obat laksatif dan antidiare Perlakuan Pertama (kelompok 1) Melakukan kontrol normal 3 tikus tidak dicekoki obat laksatif maupun antidiare

Mengamati tekstur feses yang dikeluarkan Melakukan perlakuan pertama (kelompok 2) 3 tikus dicekoki obat laksatif dengan dosis 0,27 mg/200 g bb/hari Mengamati tekstur feses setelah 4 jam pemberian obat Pengamatan terus dilakukan sampai tekstur fesesnya menunjukan gejala diare melakukan perbandingan dari setiap feses yang dikeluarkan tiap sekian jam menunjukan gejala diare Melakukan (kelompok 3) tiap sekian jam menunjukan gejala diare perlakuan kedua 3 tikus dicekoki obat laksatif dengan dosis 21,6 mg/200 g bb/hari Pengamatan terus dilakukan sampai tekstur feses kembali normal melakukan obat (kurang lebih 12 jam kemudian) tiap sekian jam Mengamati tekstur feses beberapa menunjukan gejala diare jam setelah pemberian obat (kurang lebih 12 jam kemudian)

Melakukan perbandingan dari setiap feses yang dikeluarkan tiap sekian jam

3 Tikus (200 gr)

Kontrol normal

Perlakuan pertama

Perlakuan kedua

Tidak dicekoki obat laksatif maupun antidiare

Dicekoki obat laksatif (dulcolax)-dosis 0,27 mg

Dicekoki obat antidiare (diapet)dosis 21,6 mg

Mengamati tekstur feses

Mengamati tekstur feses tiap sekian jam sampai tekstur fesesnya menunjukan gejala diare

Mengamati tekstur feses tiap sekian jam sampai tekstur feses kembali normal

Melakukan perbandingan dari setiap feses yang dikeluarkan tiap sekian jam

Melakukan perbandingan dari setiap feses yang dikeluarkan tiap sekian jam

H. Metode Analisis dan Interpretasi Data Data hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasikan dengan analisis varians (Anava). Analisis varians digunakan untuk mengetahui signifikasi pengaruh setiap perlakuan. Tabel Pengamatan
Perlakuan Dosis Obat mg/hari Tekstur Feses Jam pertama Jam kedua Jam ketiga Jam keempat Dst

Kelompok 1

Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3

0,27

Kelompok 2

Tikus 1

Tikus 2

0,27

Tikus 3

0,27

Kelompok 3

Tikus 1 Tikus 2
Tikus 3

21,6 21,6
21,6

Keterangan: Kelompok 1 = Perlakuan kontrol normal yaitu tanpa dicekok antidiare dan laksatif Kelompok 2= Perlakuan pertama yaitu tikus dicekok laksatif Kelompok 3= Perlakuan kedua yaitu tikus dicekok antidiare

DAFTAR PUSTAKA

Campbell.2004.Biologi Edisi Kelima- Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Defrin, Dini Paramita. Efek anti Diare Ekstrak Air Umbi Sarang Semut. Prosisding SnaPP2010 Edisi Eksakta. 54-71 Melani,Dina.2010. UJI EFEK ANTIDIARE INFUSA KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI OLEUM RICINI. Surakarta: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

You might also like