Professional Documents
Culture Documents
Jual beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu,
dan biasanya diatur dalam hukum Adat, dengan prinsip: Terang dan Tunai.
Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan Tunai
artinya di bayarkan secara tunai. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum
dapat dilakukan proses jual beli dimaksud. Dewasa ini, yang diberi wewenang
untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
terdiri dari:
1. PPAT sementara –> adalah Camat yang diangkat sebagai PPAT untuk daerah
–daerah terpencil
2. PPAT –> Notaris yang diangkat berdasarkan SK Kepala BPN untuk wilayah
kerja tertentu
Data-data apa saja yang harus dilengkapi untuk proses Jual Beli & balik
nama tersebut?
Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, biasanya PPAT
yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yang meliputi:
Catatan: point a & b mutlak harus ada, tapi yang selanjutnya optional
b) Perusahaan:
b.1. Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakili
b.2. Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari
Menteri kehakiman dan HAM RI
Nilai tidak kena pajaknya tergantung dari lokasi tanah yang bersangkutan.
Contoh Perhitungannya:
-NJOP Tanah sebesar Rp. 300 juta, berlokasi di wilayah bekasi:
Nilai tidak kena pajaknya wilayah Bekasi adalah sebesar Rp. 250 jt. Jadi pajak
yang harus di bayar =
{(Rp. 300jt – Rp. 250jt) X 5%} X 50%.
Jadi, apabila NJOP tanah tersebut di bawah Rp. 250 jt, maka penerima waris
tidak dikenakan BPHTB Waris (Pajak Waris)
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria
(UUPA).
2. Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2000.
3. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
4. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997.
5. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan
Nasional.
6. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900 Tanggal 31
Juli 2003.
Persyaratan:
a) Surat Pengantar dari PPAT.
b) Surat Permohonan.
c) Sertipikat Asli.
d) Akta Hibah.
e) Identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya (fotocopy KTP
dan KK yang masih berlaku dan dilegalisir oleh pejabat berwenang).
f) Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan.
g) Bukti pelunasan SSB BPHTB.
h) Bukti pelunasan SSP Pph Final (untuk Pph apabila hibah vertikal tidak
diperlukan).
i) SPPT PBB tahun berjalan
j) Ijin Pemindahan Hak, jika:
-Pemindahan Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Rumah Susun yang di dalam
sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya
boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang
berwenang;
Pengertian
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang
selanjutnya disebut pajak;
2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan;
3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta
bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun
1960tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor
16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lainnya.
II. Objek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
meliputi:
1. jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10.penggabungan usaha;
11.peleburan usaha;
12.pemekaran usaha;
13.hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,
hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
III. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang
diperoleh:
IV. Subjek PajakYang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek
Pajak sebagaimana tersebut diatas yang dikenakan kewajiban
membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Apabila NPOP dalam hal a s/d n tidak diketahui atau lebih rendah daripada
NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya
perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.
IX. Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang.Saat terutang Pajak
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan;
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
Tempat Pajak Terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan bangunan.
Cara Pembayaran Pajak adalah wajib pajak membayar pajak yang terutang
dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak terutang
dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos/Bank BUMN/BUMD atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan Surat Setoran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB).
Contoh 2.
Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya "D" membeli tanah dan bangunan yang
terletak di Kabupaten "XX" dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun
2006 adalah Rp. 100.000.000,00. Sehingga besarnya NPOP adalah Rp.
100.000.000.-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau
hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu
derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk
Kabupaten "XX" ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Besarnya Nilai
Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp. 100.000.000,00
dikurangi Rp. 60.000.000,00 sama dengan Rp. 40.000.000,00, maka
perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.BPHTB = 5 % x (Rp. 100 – Rp. 60) juta= 5 % x ( Rp. 40) juta= Rp.
2 juta .
Contoh 3.
Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan"S" mendaftarkan warisan berupa tanah dan
bangunan yang terletak di Kota "BB" dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00.
NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota "BB" ditetapkan
sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah Rp. 400.000.000,00
dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp. 100.000.000,00, maka
perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400 – Rp. 300) juta= 50% x 5 % x
( Rp. 100) juta= Rp. 2,5 juta.
Contoh 4.
Pada tanggal 7 November 2006, Wajib Pajak orang pribadi "K" mendaftarkan
hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota
"BB" dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan
hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas
atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri, untuk Kota "BB" ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00.
Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak
tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan BangunanBPHTB
= 50% x 5 % x (Rp. 250 – Rp. 300) juta= 50% x 5 % x (0)= Rp. 0 (nihil).
II. Pembayaran BPHTB
Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem "self
assessment". Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak
mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang
dibayarkan ke kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha
Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran
lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Bea (SSB).
III. Penetapan
IV. Penagihan
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan apabila :
I. Keberatan
3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih
Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka
(1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
8) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi
keputusan atas keberatan yang diajukan.
11) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah
lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,
keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
II. Banding
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai kebertannya yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
III. Pengurangan
Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat
diberikan oleh Menteri karena:
1. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak,
contoh;
a. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru
melalui program pemerintah di bidang pertanahan;
b. Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke
atas atau satu derajat ke bawah.
contoh;
a. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil
ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek
Pajak;
b. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas
tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus;
c. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang
berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib
Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha
sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
4. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah
wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/ Kota
pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat
Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan."