You are on page 1of 52

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, kepada keluarganya, para sahabat, tabiit dan tabiim serta dapat sampai kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman nanti. Makalah ini berisikan mengenai pemaparan tentang Kardiomiopati makalah ini di susun untuk tujuan memberikan pengatahuan tentang Kardiomiopati kepada pembaca. Pepatah lama mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah yang telah disusun ini tentunya masih menyimpan kesalahan dan kekurangan di sana-sini dikarenakan kurang luasnya referensi atau bahkan kurang jelinya penulis untuk menangkap isu-isu detil dari sebuah fenomena yang muncul. Karenanya, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan bagi perbaikan penyusunan makalah-makalah selanjutnya.

Penyusun

DAFTAR ISI Kata pengantar.......................................................................................................1 Daftar Isi................................................................................................................2 Bab I Pendahuluan A. Latar belakang..................................................................................................3 B. Rumusan Masalah.............................................................................................4 C. Tujuan...............................................................................................................4 Bab II Pembahasan A. Pengertian Kardiomiopati.................................................................................5 B. Macam-Macam Kardiomiopati ........................................................................5 1. Kardiomiopati Hipertropi.............................................................................7 2. Kardiomiopati Restriktif...............................................................................20 3. Kardiomiopati Dilatasi.................................................................................24 Bab III Penutup A. Kesimpulan.......................................................................................................31 Bab IV Asuhan Keperawatan Kardiomiopati A.Pengkajian.........................................................................................................33 B.Diagnosa............................................................................................................36 C. Perencanaan......................................................................................................37 D.Implementasi.....................................................................................................51 E. Evaluasi.............................................................................................................51 Daftar Pustaka.......................................................................................................52

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


Kehidupan manusia tak lepas dari yang namanya kesehatan , kesehatan hanya dapat terjadi jika seluruh komponen mulai dari sel sampai dengan individu berjalan sesuai anatomi dan fisiologinya, organ yang bekerja paling penting dalam tubuh adalah otak dan kemudian jantung kenapa demikian, karena fungsi dari otak adalah mengorganisir semua kegiatan yang ada dalam tubuh sementara jantung memberi makan organ seluruh tubuh karena fungsinya sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh. Dalam pembahasan kali ini kita akan mengupas kerdiomiopati dimana itu adalah salah satu kelainan jantung. Jantung (bahasa Latin, cor) adalah sebuah rongga, rongga organ berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan dengan jantung, dari kata Yunani cardia untuk jantung. Jantung adalah salah satu organ manusia yang berperan dalam sistem peredaran darah. Ukuran jantung manusia kurang lebih sebesar kepalan tangan. Jantung adalah satu otot tunggal yang terdiri dari lapisan endothelium. Jantung terletak di dalam rongga torakik, di balik tulang dada. Struktur jantung berbelok ke bawah dan sedikit ke arah kiri. Jantung hampir sepenuhnya diselubungi oleh paru-paru, namun tertutup oleh selaput ganda yang bernama perikardium, yang tertempel pada diafragma. Lapisan pertama menempel sangat erat kepada jantung, sedangkan lapisan luarnya lebih longgar dan berair, untuk menghindari gesekan antar organ dalam tubuh yang terjadi karena gerakan memompa konstan jantung. Jantung dijaga di tempatnya oleh pembuluh-pembuluh darah yang meliputi daerah jantung yang merata/datar, seperti di dasar dan di samping. Dua garis pembelah (terbentuk dari otot) pada lapisan luar jantung menunjukkan di mana dinding pemisah di antara serambi & bilik jantung. Sementara Kelainan fungsi otot jantung dengan penyebab yang tidak diketahui dan bukan diakibatkan oleh penyakit arteri koroner, kelainan jantung bawaan (congenital), hipertensi atau penyakit katup. Kardiomiopati yang secara harfiah berarti penyakit miokardium,
3

atau otot jantung, ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk memompa darah dan berdenyut secara normal

B. Rumusan Masalah
1. 2. 3. 4. 5. 6. Apa pengertian kardiomiopati ? Apa macam-macam kardiomiopati ? Bagaimana etiologi dari kardiomiopati ? Bagaimana manifestasi klinis dari kardiomiopati ? Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kardiomiopati ? Bagaimana cara pengobatan dari kardiomiopati ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kardiomiopati 2. Untuk mengetahui macam-macam kardiomiopati 3. Untuk mengetahui etiologi kardiomiopati 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis kardiomiopati 5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kardiomiopati 6. Untuk mengetahui cara pezngobatan kardiomiopati

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kardiomiopati


Kelainan fungsi otot jantung dengan penyebab yang tidak diketahui dan bukan diakibatkan oleh penyakit arteri koroner, kelainan jantung bawaan (congenital), hipertensi atau penyakit katup. Kardiomiopati yang secara harfiah berarti penyakit miokardium, atau otot jantung, ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk memompa darah dan berdenyut secara normal. Kondisi semacam ini cenderung mulai dengan gejala ringan, selanjutnya memburuk dengan cepat. Pada keadaan ini terjadi kerusakan atau gangguan miokardium, sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara normal. Sebagai kompensasi, otot jantung menebal atau hipertrofi dan rongga jantung membesar. Bersama dengan proses pembesaran ini, jaringan ikat berproliferasi dan menginfiltrasi otot jantung. Miosit jantung (kardiomiosit) mengalami kerusakan dan kematian, akibatnya dapat terjadi gagal jantung, aritmia dan kematian mendadak. Oleh karena itu kardiomiopati dianggap sebagai penyebab utama morbiditas dan mortilitas kardiovaskular. Kebanyakan kardiomiopati terjadi sebagai akibat komplikasi penyakit arteri koroner yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah ke otot jantung. Kelainan ini mengenai 1 dari 100 orang pasien, biasanya laki-laki di atas umur 65 th. Pada pasien yang lebih tua biasanya lebih banyak terjadi pada perempuan. Sementara itu, kardiomiopati bukan sebagai akibat penyakit arteri koroner cukup jarang dan total diderita oleh 50.000 pasien di USA. Tetapi kelainan ini sering dijumpai pada orang muda dan merupakan alasan utama untuk transplantasi jantung. Kebanyakan kelainan ini disebabkan faktor genetis dan cenderung dijumpai dalam keluarga.

B. Macam-macam Kardiomiopati
Pembagian kardiomiopati bermacam-macam, berdasarkan pada etiologi, patologi, genetika, klinik, biokimia, fungsi hemodinamik dan sebagainya, tetapi tidak ada satu pun yang memuaskan karena banyak
5

tumpang tindih. Pembagian kardio-miopati yang banyak dianut saat ini adalah menurut Goodwin yang berdasarkan kelainan struktur dan fungsi (patofisiologi), (i) hypertrophic cardiomyopathy (HCM), (ii) dilated cardiomyopathy (DCM), (iii) restrictive cardiomyopathy. tabel 1. perbandingan kardiomiopati Hipertropi Ejection Fraction (normal >55%) Left Ventricular Diastolic Dimension (normal <55mm) Left Ventricular Wall Thickness Atrial Size Valvular Regurgitation Meningkat secara nyata meningkat Regurgitasi mitral Exertional Common First Symptoms intolerance; may have chest pain Kongesti kiri Congestive Symptoms Dyspnea saat aktifitas fisik Gejala kongesti kanan seringkali melebihi kiri sebelum kanan, kecuali pada usia muda lebih sering kongesti kanan Risk for Arrhythmia Takiaritmia ventrikel dan atrial fibrilasi Aritmia ventrikel sangat Takiaritmia jarang kecuali sarkoidosis, blok
6

Restriktif 25%50% <30%

Dilatasi

>60%

Seringkali menurun

<60 mm

60 mm

Normal atau meningkat menurun Meningkat, dapat masif meningkat Pada dekompensasi Regurgitasi mitral dan trikuspid mitral regurgitasi, tahap lanjut terjadi regurgitasi trikuspid Exertional intolerance

Exertional intolerance

ventrikel, blok konduksi pada

Hipertropi

Restriktif konduksi pada sarkoidosis dan amiloidosis, atrium fibrilasi

Dilatasi penyakit chagas, giant cell myocarditis, dan familial, atrium fibrilasi

Gejala kongesti pulmoner kiri : dyspnea saat aktifitas fisik, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea. Gejala kongesti vena sistemik kanan : distensi abdomen dan hepar, edema perifer. Source : Ferri FF. 2007. Practical Guide to the Care of the Medical Patient 7th ed. Mosby, An Imprint of Elsevier. Philadelphia.

1. Kardiomiopati Hipertropi Kardiomiopati hipertropi (KH) dikenal juga sebagai idiopathic hypertrophic subaortic stenosis atau asymmetric septal hypertrophy didefinisikan sebagai hipertropi dari miokardium dan penipisan septum interventrikular dibandingkan dengan dinding bebas dari ventrikel kiri (asimetris septal hipertropi) dengan ukuran ruangan ventrikel kiri yang normal atau sedikit mengecil tanpa adanya hipertensi maupun stenosis aorta. Kardiomiopati hipertrofik memiliki lebih dari 75 nama lain seperti Teare`s disease, Brock`s disease, asymmetrical hypertrophic cardiomyopathy, hypertrophic obstructive cardio-miopathy, idiopathic hypertrophic cardiomyopathy, idiopathic hypertrophic subaortic stenosis, familial myocardial disease, namun demikian yang dipakai WHO adalah hypertrophic cardiomyopathy. Kardiomiopati hipertrofik didapatkan di seluruh dunia, kejadian kurang lebih sama antara pria dan wanita, tetapi berbeda pada etnis atau ras tertentu (banyak pada orang Jepang), paling banyak pada orang muda usia 20-30 tahun, namun bervariasi dari 6 bulan sampai lebih 60 tahun. Pada populasi umum diperkirakan prevalensinya 1 : 500. Terdapat dua fitur utama dari KH yaitu (1) hipertropi ventrikel kiri yang asimetris, seringkali terdapat pada septum interventrikular, (2) tekanan aliran ventrikel kiri yang dinamis, yang berhubungan dengan menyempitnya area
7

subaorta sebagai konsekuensi dari midsistolik apposition dari katup mitral anterior melawan septum yang hipertropi. Contohnya systolic anterior motion (SAM) dari katup mitral. Patofisiologis abnormalitasnya tidak pada sistolik namun pada fungsi diastolik, dengan karakteristik meningkatnya kekakuan pada otot jantung yang mengalami hipertropi. Hal ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pengisian diastolik. Pola hipertropi dari KH berbeda dengan yang terlihat pada hipertropi sekunder (misalnya hipertensi). Kebanyakan pasien mempunyai variasi pada ketebalan septum ventrikel yang tidak proporsional ketika dibandingkan dengan dinding yang bebas. Pasien lainnya mungkin memperlihatkan disproporsi dari apex atau dinding bebas ventrikel kiri, dan hanya 10% pasien yang memiliki keterlibatan konsentris dari ventrikel. Pada beberapa anak, kompresi sistolik segmen intramiokardial dari arteri koroner dapat mengakibatkan iskemia dan kematian. a. Etiologi Penyebab KH tidak diketahui, diduga disebabkan oleh kelainan faktor genetik, familial, rangsangan katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan yang menyebabkan iskemi miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler dan kelainan kolagen. Kardiomiopati hipertropi mempunyai dua bentuk berdasarkan onset dan pertimbangan genetik, yaitu: 1. Bentuk familial, biasanya di diagnosa pada pasien yang berusia muda dan gen-nya terpetakan pada kromosom 14q. sebuah kondisi autosomal dominan yang disebabkan mutasi salah satu dari 10 gen yang memiliki encoding protein dari sarkomer jantung. 2. Bentuk sporadik, biasanya muncul pada pasien yang berusia dewasa. b. Genetik Kemajuan bidang biomolekuler mengungkapkan adanya mutasi gen yang mengatur protein sarkomer jantung, setengah dari pasien KH mempunyai riwayat keluarga positif dengan transmisi autosomal dominan. Lebih dari 150 mutasi telah diketahui dari 10 lokasi yang berbeda yang
8

mengkode protein sarkomer. Sekitar 40% dari mutasi ini berhubungan dengan gen B dari heavy chain cardiac myosin yang berada pada kromosom 14q11, 1q3, 15q2 dan 11p13-q13, dimana mesenger RNA dapat dikenali dari limfosit perifer dari PCR, sehingga kelainan ini dapat dideteksi sebelum adanya kelainan klinis yang nyata. Sekitar 15% mempunyai mutasi dari gen troponin T cardiac (kromosom 11), 10 % mutasi pada myosin binding protein C, 5% mutasi pada gen alfa tropomyosin. Penelitian dengan menggunakan echokardiografi memperlihatkan bahwa sekitar sepertiga dari keluarga terdekat dengan KH familial mempunyai kelainan ini, meskipun banyak dari pasien ini mempunyai derajat hipertropi ringan, tidak ada obstruksi aliran keluar, dan gejalanya tidak nyata. karakteristik KH seringkali pertama kali muncul pada usia remaja dan mungkin tidak terlihat pada saat anak anak, sebuah gambaran echocardiogram yang normal pada seorang anak tidak dapat mengeksklusikan KH. Namun jika terdapat KH pada bayi dan anak-anak harus dipertimbangkan kemungkinan bentuk sekunder (berhubungan dengan penyakit sistemik). Banyak kasus sporadik dari KH memperlihatkan adanya mutasi secara spontan. c. Hemodinamik Pada penyakit ini didapati hipertropi ventrikel yang masif terutama pada septum ventrikel yang mengakibatkan pada waktu sistole septum menonjol ke aliran keluar ventrikel kiri dan menyebabkan obstruksi. Adakalanya ventrikel kanan dapat terkena. Beberapa tingkatan fibrosis miokard dapat dijumpai. Katup mitral bergeser ke anterior karena hipertropi muskulus papilaris dan ruang ventikel kiri diisi oleh hipertropi yang masif. Kelainan hemodinamik yang terjadi akibat hipertropi, fibrosis, dan kekakuan otot jantung berupa menurunnya distensibilitas jantung, sehingga terjadi resistensi dalam pengisian ventrikel kiri, tetapi fungsi pompa diastolik tetap normal sampai akhir penyakit. Obstruksi aliran ventrikel kiri dapat berkembang karena kelainan letak daun anterior katup mitral yang berhadapan dengan septum yang hipertropi dan peak systolik pressure gradient pada aliran keluar ventrikel
9

kiri bervariasi. Berbeda dengan obstruksi yang disebabkan oleh orifisium yang menyempit secara permanen, seperti pada stenosis aorta, pada KH, obstruksi jalur keluar ventrikel kiri merupakan hal yang dinamis dan dapat berubah diantara pemeriksaan. Obstruksi muncul dari hasil penyempitan aliran ventrikel kiri yang telah kecil sebelumnya oleh SAM dari katup mitral terhadap septum yang hipertropi dan kontak midsistolik dengan septum ventrikel. SAM seringkali ditemukan secara tidak sengaja pada berbagai variasi kondisi disamping KH. Tiga mekanisme dasar yang terlibat dalam produksi dan intensifikasi dari dynamic pressure gradient: (1) meningkatnya kontraktilitas ventrikel kiri; (2) menurunnya volume ventrikel (preload), dan (3) menurunnya tekanan dan impedansi dari aorta (afterload). Intervensi yang meningkatkan kontraktilitas miokardium, seperti aktifitas fisik, simpatomimetik amin dan digitalis. Dan yang menurunkan volume ventrikel seperti manuver valsava, berdiri tiba tiba, nitrogliserin, amil nitrit, atau takikardi, semuanya akan meningkatkan gradient dan murmur. Berkebalikannya, peningkatan tekanan arterial oleh phenilephrine, squat, leg raising pasif, dan ekspansi dari volume darah semuanya akan meningkatkan volume ventrikel dan menrunkan gradient and murmur. Delapan puluh persen pasien dengan KH mengalami gangguan diastolik yaitu kelainan dalam relaksasi dan pengisian ventrikel. Sebaliknya fungsi sistolik normal sampai super-normal. Kebanyakan pasien memiliki fraksi ejeksi supernormal (75-80%). Iskemi miokard pada KH disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang melebihi kemampuan sistem koroner, berkurangnya aliran darah koroner karena penyempitan lumen arteria koronaria intramural, relaksasi diastolik memanjang sehingga tegangan dinding jantung meningkat. Hasegawa dkk. mendapatkan bahwa brain natriuretic peptide (BNP), suatu hormon jantung, bersama dengan atrial natriuretic peptide (ANP) banyak didapatkan pada miosit ventrikel pada pasien KH dengan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif yang bukan disebabkan KH, ANP dan BNP memiliki efek menguntungkan. Tetapi pada KH, kadar ANP dan

10

BNP yang tinggi menyebabkan penurunan preload dan afterload sehingga mengeksaserbasi obstruksi. d. Manifestasi klinis Manifestasi dari KH sangat bervariasi, banyak pasien asimptomatik atau simptomatik ringan dan pertama kali dievaluasi karena bising jantung. Tetapi sayangnya manifestasi pertama kali dari penyakit dapat berupa kematian mendadak, seringkali muncul pada anak-anak dan remaja 15-35 tahun yang asimptomatik, pada saat istirahat atau melakukan aktivitas ringan, sepertiganya selama atau sesudah aktivitas berat. Faktor risiko kematian mendadak adalah usia muda, penebalan dinding ventrikel kiri yang hebat, riwayat keluarga positif dan takikardi ventrikel non-sustained pada rekaman EKG 24 jam. Penyebab kematian mendadak meliputi takiaritmi ventrikel, bradiaritmi, takikardi supraventrikel, iskemi miokard, peningkatan obstruksi jalur keluar ventrikel kiri mendadak, disfungsi diastolik, hipotensi yang diinduksi oleh latihan, aktivasi barorefleks ventrikel dengan hipotensi. Pada pasien yang memiliki gejala, keluhan utama yang paling sering yaitu rasa sesak nafas, dikarenakan meningkatnya kekakuan dari dinding ventrikel kiri, yang mengganggu pengisian ventrikel dan mengakibatkan meningkatnya tekanan diastolik ventrikel kiri dan atrium kiri, gejala lainnya termasuk nyeri dada tidak khas angina yang terjadi saat beristirahat dan berakhir beberapa jam tanpa kenaikan enzim jantung, palpitasi, kelelahan, gangguan kesadaran, pusing, pingsan atau hampir pingsan. Gejala yang ada tidak berhubungan dengan adanya atau beratnya derajat obstruksi aliran keluar ventrikel. Kebanyakan pasien dengan obstruksi aliran keluar ventrikel memperlihatkan dua atau tiga impuls precordial, denyut arteri karotis yang meningkat cepat karena adanya early systolic ejection darah dari ventrikel dan suara jantung keempat. Pemeriksaan fisik didapatkan impuls karotid bisferiens (peningkatan cepat diikuti drop midsistolik) secara bergantian, diikuti oleh gelombang lebih lambat. Jantung sedikit membesar. Pada impuls apikal didapatkan systolic
11

thrust yang keras, dan teraba S4 (sistolik atrial yang keras/systolic thrill) pada 40% pasien. Bisa didapatkan hepatomegali yang kebanyakan pada bayi dibandingkan anak yang lebih besar. Tanda utama dari KH obstruktif adalah adanya murmur sistolik, yang bersifat kasar, berbentuk intan/berlian, dan biasanya muncul setelah suara jantung pertama, karena ejeksi awal tidak terhalangi pada awal sistol. Murmur terdengar paling baik pada batas sternal kiri bawah dan juga pada apex, dimana seringkali berkualitas holosistolik dan meniup, hal ini dikarenakan mitral regurgitasi yang biasanya terdapat pada KH obstruktif.

Gambar 1. Kardiomiopati hipertropik

e. Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiogram seringkali menunjukkan adanya hipertropi ventrikel kiri dengan atau tanpa depresi segmen ST dan inversi gelombang T, gelombang Q yang lebar dan dalam seperti terlihat pada miokard infark yang lama. Kebanyakan pasien memperlihatkan adanya aritmia, baik atrium (supraventrikuler takikardia atau atrial fibrilasi) maupun ventrikel (ventrikel takikardi), selama ambulatory (Holter) monitoring. Namun pada 25% penderita tanpa obstruksi aliran keluar ventrikel kiri, gambaran elektrokardiografi dapat normal. Gambaran roentgen thorax dapat normal, meskipun mungkin terdapat peningkatan ringan sampai sedang dari bayangan jantung, umumnya menggambarkan pembesaran atrium. Dasar diagnosa dari KH adalah dengan menggunakan echocardiogram karena dapat menggambarkan ketebalan ukuran ventrikel dan fungsi sistolik, yang
12

memperlihatkan hipertropi ventrikel kiri yang asimetris terutama mengenai septum interventrikel, seringkali dengan septum 1,3 atau lebih dari ketebalan dinding bebas ventrikel kiri bagian posterior. Septum dapat memperlihatkan gambaran yang tidak lazim berupa ground-glass

appearance, yang mungkin berhubungan dengan struktur selular yang abnormal dan fibrosis miokard. SAM dari katup mitral ditemukan pada seseorang dengan obstruksi aliran keluar dan penutupan katup aorta yang dini. Pada KH, cavitas ventrikel kiri biasanya berukuran kecil, dengan gerakan dinding posterior yang vigorous tetapi menurunnya septal excursion. Bentuk yang jarang dari KH, mempunyai karakteristik hipertropi apikal, yang biasanya berhubungan dengan gelombang negatif T raksasa pada elektrokardiogram (EKG) dan mempunyai gambaran cavitas ventrikel kiri yang berbentuk spade shaped pada angiography; dan biasanya mempunyai onset klinis yang jinak. Radionuclide scintigraphy dengan thallium 201 seringkali menemukan bukti adanya defek perfusi miokard meskipun pada pasien yang asimptomatik. meskipun kateter jantung tidak diperlukan dalam mendiagnosa KH namun dapat ditemukan perbedaan tekanan sistolik pada obstruksi aliran keluar ventrikel kiri bila terdapat obstruksi.
Gambar 2. Panel A menunjukkan frame selama diastolik. Dapat terlihat meningkatnya ketebalan septum, panel B menunjukkan frame selama sistolik. Systolic anterior motion dari katup mitral menyebabkan obstruksi dari ventrikel kiri . (Ao: aorta; PW: posterior wall) Sourced: Nishimura RA, Holmes DR. Hypertrophic Obstructive Cardiomyopathy. N Engl M Med. 2004; 350:1320-7

13

f. Penatalaksanaan Penatalaksanan ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara mengurangi keluhan dan komplikasi, membatasi gejala dan memperlambat progresifitas penyakit dan mencegah kematian mendadak. Terapi terhadap kardiomiopati hipertropi adalah dengan secara langsung menghalangi efek dari katekolamin yang dapat mengakibatkan eksaserbasi obstruksi dari aliran ventrikel kiri dan menghindari berbagai agen yang dapat memperburuk obstruksi (contohnya vasodilator atau diuretik). 1. Karena kematian mendadak seringkali muncul selama atau setelah melakukan aktifitas fisik, maka olahraga yang bersifat kompetitif harus dihindari. 2. Disopyramide telah digunakan untuk menurunkan kontraktilitas ventrikel kiri, obstruksi aliran keluar, aritmi ventrikel dan aritmia supraventrikel. di samping itu juga memiliki efek inotropik negatif sehingga mengurangi gradien subaortik, diberikan dengan dosis 3 x 100-300 mg/hari. Namun demikian disopyramide dapat memperpendek waktu konduksi nodus atrioventrikuler sehingga meningkatkan kecepatan ventrikel selama fibrilasi atrial paroksismal. 3. -blockers bermanfaat untuk mengurangi denyut jantung, mengurangi angina dengan penurunan kebutuhan oksigen miokard dan menurunkan obstruksi aliran keluar ventrikel selama latihan fisik, ketika reflek simpatetik meningkat, memperbaiki pengisian diastolik ventrikel kiri dengan memperpanjang waktu diastolik dan meningkatkan pengisian pasif ventrikel, efek antiaritmi, mengurangi beban ventrikel kiri. Obat pilihan adalah propanolol dengan dosis 160-320 mg/hari, kadang-kadang diperlukan dosis lebih tinggi (640 mg/hari). Alternatif lain metoprolol dan atenolol. Namun, -blockers tidak terlihat dapat melindungi dari kejadian kematian mendadak. 4. Amiodaron efektif untuk mengatasi takiaritmi ventrikel dan menurunkan frekuensi dari aritmia supraventrikel. Diduga mekanisme kerjanya adalah melalui efek bradikardi, memperbaiki fungsi diastolik dan efek inotropik negatif. Amiodaron hanya
14

digunakan pada pasien KH yang tidak membaik dengan penyekat beta dan penghambat saluran kalsium, karena berpotensi memperburuk hemodinamik atau keadaan klinis pada sebagian pasien. Dosis 600 mg/hari selama 5 hari lalu 400 mg/hari dalam dosis terbagi dalam 5 hari berikutnya. Untuk pencegahan kematian mendadak digunakan dosis 100-300 mg/hari. 5. Calcium chanel bloker digunakan pada KH karena bersifat inotropik negatif dan kronotropik negatif serta memperbaiki komplians diastolik (relaksasi dan pengisian ventrikel), mengurangi iskemia miokard, menurunkan tekanan diastolik yang meningkat, meningkatkan toleransi aktifitas fisik dan pada beberapa keadaan dapat menurunkan derajat keparahan dari obstruksi aliran keluar. Golongan penghambat saluran kalsium yang dipakai adalah verapamil 3 x 80 mg sampai 3 x 240 mg per hari. Verapamil dikatakan memperbaiki keluhan angina lebih baik daripada penyekat beta, selain itu bersifat antiaritmi dan mungkin memperbaiki kelainan metabolisme kalsium yang diduga sebagai penyebab KH. Sebagai altenatif dapat dipakai diltiazem, sedangkan penggunaan nifedipin masih kontroversial. 6. Larutan salin intravena juga dapat diberikan sebagai tambahan terhadap propanolol atau verapamil pada pasien dengan gagal jantung kronik (CHF). 7. Pada beberapa pasien dilakukan penggantian katup mitral. Ini dilakukan pada keadaan rerurgitasi mitral berat karena prolaps katup mitral, obstruksi mid-cavity karena insersi abnormal muskulus papilaris pada daun katup mitral anterior. 8. Terapi pembedahan (myotomy-myectomy) juga diindikasi pada pasien dengan gejala yang hebat yang tidak dapat diatasi dengan terapi medis dan obstruksi aliran keluar ventrikel kiri sedikitnya ( 50 mm Hg) saat sistol dengan hipertrofi septum yang hebat.6 Pembedahan dapat meredakan keluhan pada pasien. Tetapi resiko kematian mendadak karena
15

aritmia

tidak

berubah

dengan

pembedahan. Tindakan pembedahan untuk KH pertama kali dilakukan tahun 1958. Saat ini prosedur yang paling banyak dipakai adalah myotomy-myectomy septum ventrikel; suatu bagian basal septum (sekitar 2-5 gram) direseksi lewat suatu aortotomi atau miotomi septum yaitu suatu insisi dibuat pada area anatomi yang sama tetapi jaringan tidak dikeluarkan. Tujuan intervensi bedah adalah menghilangkan obstruksi aliran keluar ventrikel kiri dan menurunkan tekanan sistolik ventrikel kiri. 9. Implant defibrillator sangat aman dan efektif untuk digunakan pada pasien yang mempunyai kemungkinan terjadinya aritmia ventrikel. Penggunakannya sangat direkomendasikan pada pasien dengan riwayat henti jantung atau ventrikel takikardi spontan yang menetap. Pacu jantung dual-chamber yang permanen dengan interval PR yang pendek telah dilaporkan dapat memperbaiki gejala dan menurunkan obstruksi aliran keluar pada beberapa pasien dengan gejala berat, kemungkinan dengan merubah pola dari depolarisasi ventrikel dan kontraksi, perbaikan gejala biasanya terlihat setelah 6-12 minggu, tetapi perubahan selanjutnya terlihat sampai satu tahun berikutnya, namun pada pengukuran objektif pacu jantung tersebut tidak memperlihatkan perbaikan yang signifikan dari kapasitas latihan fisik. 10. Antibiotik profilaksis untuk bakterial endokarditis pada prosedur pembedahan. 11. Hindari penggunaan digitalis, diuretik, nitrat, vasodilator dan adrenergic agonists. Obat-obat dengan efek inotropik positif seperti digoksin, epinefrin, dobutamin dan amrinon harus dihindari. Pemakaian diuretik pada KH masih kontroversial karena efek penurunan preload dapat mengeksaserbasi obstruksi aliran keluar, namun demikian diuretik dikombinasi dengan penyekat beta atau verapamil dapat mengurangi kongesti paru pada gagal jantung kongestif sehingga memperbaiki keluhan sesak.

16

12. Hindari penggunaan alkohol; meskipun dalam jumlah yang sedikit, karena dapat mengakibatkan meningkatnya obstruksi aliran keluar ventrikel kiri. g. Screening 1. Diindikasikan two-dimensional echocardiography dan lectrocardiography untuk screening keluarga terdekat pasien dengan KH. Screening secara berkala direkomendasikan untuk semua anak usia 12 18 tahun. Screening berkala pada semua keluarga terdekat dengan interval 5 tahun direkomendasikan, karena hipertropi mungkin tidak akan terdeteksi sampai dekade ke enam. 2. Tehnik screening dimasa yang akan datang mungkin akan melibatkan identifikasi dari mutasi pada gen yang membawa kode protein sarkomer. Subtype sarkomer yang paling sering terkena adalah MYBPC3-HCM, yang melibatkan satu dari lima pasien. Prediksi secara klinis dari genotype yang positif adalah adanya kebutuhan pemasangan implant defibrillator, terdiagnosa pada usia muda, derajat hipertropi ventrikel kiri yang besar, riwayat keluarga dengan kardiomiopati hipertropi, mungkin dapat membantu untuk seleksi pasien yang akan menjalani tes genetic. h. Prognosis Prognosa tergantung usia, umumnya bayi mempunyai prognosa lebih buruk dibandingkan dewasa. Pada penelitian terakhir angka mortalitas KH 1% per tahun, sama dengan populasi normal pasien dewasa. Prognosis sebagian besar ditentukan oleh kecenderungan terjadinya kematian mendadak (50-70% dari seluruh kematian), yang mungkin dapat muncul pada pasien asimptomatik atau menginterupsi pasien simptomatik yang stabil. Kematian mendadak banyak terjadi pada usia <30 tahun. Pasien yang memiliki risiko tinggi kematian mendadak adalah mereka dengan episode ventrikel takikardi pada monitoring berkelanjutan atau pada tes elektrofisiologi, riwayat resusitasi dari henti jantung, hipertropi ventrikel yang hebat, ketebalan ventrikel septal 30 mm, riwayat sinkop (terutama pada anak anak), mutasi genetik, tekanan darah yang abnormal
17

pada respon terhadap aktifitas fisik, dan riwayat keluarga dengan kematian mendadak. pada bayi yang asimptomatik dengan gejala gagal jantung dan sianosis, tingkat mortalitas sebesar 85% dalam 5 tahun pertama. Tidak ada hubungan antara resiko kematian mendadak dan beratnya gejala yang ada, tetapi terdapat peningkatan resiko untuk meninggal pada pasien dengan obstruksi aliran keluar.

Gambar 3. Echocardiogram KH. Jantung normal di sebelah kiri dan KH di sebelah kanan. Dapat terlihat meingkatnya ketebalan dinding ventrikel kiri Penyebab kematian lain adalah gagal jantung kongestif, emboli sistemik, endokarditis infektif, infark miokard masif. Infektif endokarditis dapat muncul pada 10% pasien, tetapi profilaksis endokarditis diindikasikan terutama pada pasien dengan obstruksi aliran keluar pada saat istirahat dan regurgitasi mitral. Progresi KH menuju disfungsi dan dilatasi ventrikel kiri dengan penyempitan dinding tanpa obstruksi aliran keluar muncul pada 5 sampai 10% pasien. Sebagian pasien keadaannya stabil atau malah membaik dalam jangka waktu 10 tahun. Pasien yang dapat bertahan sampai usia lanjut (>50 tahun) sering mengalami penipisan dinding ventrikel yang hipertrofi (karena nekrosis miokard) sehingga terjadi dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri tanpa obstruksi aliran keluar (510%). Pasien dengan mutasi gen Arg 403 Gln sering mengalami

18

pengurangan masa hidup yang mencolok. Pasien KH dengan mutasi gen ini , dapat melewati usia 45 tahun tidak lebih dari 50%.

Gambar 4. Surgical septal myectomy. Sebelum operasi, terdapat hipertropi berat dari septum, dengan systolic anterior motion dari katup mitral (panel A). Hal ini mengakibatkan obstruksi aliran keluar ventrikel kiri dan regurgitasi mitral. Selama pembedahan (panel B), bagian dari septum basal yang mengarah pada jelur aliran keluar dipotong dengan skalpel, yang mengakibatkan menghilangnya dari obstruksi aliran keluar dan regurgitasi mitral. Sourced: Nishimura RA, Holmes DR. Hypertrophic Obstructive Cardiomyopathy. N Engl M Med. 2004; 350:1320-7

2.

Kardiomiopati Restriktif Karakteristik utama dari kardiomiopati restriktif (KR) adalah fungsi yang abnormal dari diastolik, yang disebabkan kekakuan dinding
19

ventrikel dan hambatan pengisian ventrikel sehingga menurunnya volume diastolik, namun ketebalan miokardium ventrikel kiri normal dan fungsi diastolik juga normal, biasanya sekunder dikarenakan infilrasi dari miokardium. a. Etiologi Etiologi dari KR terbagi menjadi 2 kelompok, pertama yaitu idiopatik, kebanyakan pasien yang diklasifikasikan menjadi KR mempunyai mutasi pada gen untuk troponin I, dan KR biasanya saling tumpang tindih dengan KH pada kasus familial. Bentuk yang kedua yaitu sekunder karena penyakit penyakit seperti: 1. Infiltratif dan storage disorders a. Amyloidosis, merupakan penyakit sistemik tersering yang menyebabkan KR. b. Glycogen storage disease c. Sarcoidosis d. Hemochromatosis 2. Scleroderma 3. Radiation 4. Endocardial fibroelastosis 5. Endomyocardial fibrosis 6. Toxic effects of anthracycline 7. Carcinoid heart disease, metastatic cancers 8. Diabetic cardiomyopathy 9. Eosinophilic cardiomyopathy (Lfflers endocarditis) b. Hemodinamik Patofisiologi dari KR adalah menurunnya curah jantung, meningkatnya tekanan vena jugular dan kongesti pulmoner. Pada berbagai kondisi dimana terdapat hubungan keterlibatan endokardium, obliterasi parsial dari ruang ventrikel oleh jaringan fibrous dan thrombus meningkatkan resistensi pengisian ventrikel. Komplikasi dikarenakan tromboemboli muncul pada sepertiga
20

pasien dengan KR. Ventrikel tidak mampu memenuhi kebutuhan curah jantung (cardiac output) dan meningkatnya tekanan pengisian ventrikel, mengakibatkan intoleransi aktifitas fisik dan dyspneu, yang merupakan gejala utamanya. Sebagai akibat dari meningkatnya tekanan vena yang terus menerus maka pasien dengan KR biasanya mempunyai edema, asites dan hepar yang membesar. Tekanan vena jugularis juga meningkat atau meningkat ketika inspirasi (Kussmauls sign). Suara jantung dapat terdengar jauh, dan dapat terdengar suara jantung ketiga dan keempat.
c. Manifestasi

klinis

Gejala klinis dari kardiomiopati restriktif sama dengan gejala gejala yang ada pada gagal jantung kiri dan kanan, yaitu: 1. Edema, asites, hepatomegali, distensi vena leher. 2. Kelelahan dan kelemahan dikarenakan menurunnya curah jantung. 3. bisa terdapat Kussmauls sign. 4. sering terdapat murmur regurgitasi. 5. impuls apikal yang kuat. 6. sering terdengar suara jantung ketiga pada awal diastolik. d. Pemeriksaan penunjang Gambaran ECG sangat bervariasi, dapat memperlihatkan gelombang T yang prominen, voltage QRS selalu normal, segmen ST yang depresi dan gelombang T yang inversi, lebih sering menunjukkan LBBB (left bundle branch blocks) daripada RBBB, menurunnya voltage dengan perubahan gelombang ST-T (terutama pada amyloidosis), dan variasi yang luas dari disritmia (terutama pada penyakit infiltratif), deviasi kekiri, dan atrial fibrilasi. Roentgen thorax seringkali menunjukkan adanya kongesti vaskuler pulmoner dan kardiomegali sedang (tanda-tanda gagal jantung). Echocardiogram merupakan pemeriksaan yang penting untuk menyingkirkan etiologi dari gejala-gejala yang terdapat pada pasien, dan untuk menilai derajat pengisian dan tekanan ventrikel,
21

dan dapat memperlihatkan meningkatnya ketebalan dinding dan menipisnya katup (terutama pada pasien amyloidosis), pada echocardiogram dapat terlihat pembesaran kedua atrium sedangkan kedua ventrikel normal dengan fungsi sistolik yang berubah ubah, dimensi end diastolik ventrikel kiri dan kanan normal, sedangkan fraction ventrikel kiri biasanya normal atau berkurang. CT dan MRI sangat membantu dalam membedakan diagnosa diferensial KR yang paling penting yaitu perikarditis konstriktif (PK) dengan menilai ketebalan dari pericardium (pada PK ketebalan pericardium 5 mm). Kateterisasi jantung merupakan hal yang penting untuk mengidentifikasikan parameter hemodinamik dan untuk melakukan biopsi endomiokardial. Jika sangat sulit untuk membedakan antara KR dan PK maka seringkali dilakukan pembedahan eksplorasi dan perikardektomi empiris. Perbedaan antara KR dan PK dari kateterisasi jantung adalah: 1. Perikarditis konstriktif biasanya melibatkan kedua ventrikel dan menghasilkan plateu dari peningkatan tekanan pengisian ventrikel. a. PCWP sama antara tekanan atrium kanan dan tekanan akhir diastolik ventrikel kanan. b. Tekanan sistolik arteri pulmoner <50 mmHg. c. Tekanan akhir diastolik ventrikel kanan lebih besar daripada sepertiga tekanan sistolik ventrikel kanan. 2. kardiomiopati restriktif lebih mengganggu ventrikel kiri daripada ventrikel kanan. a. PCWP lebih besar dari tekanan atrium kanan. b. Tekanan sistolik arteri pulmoner >50 mmHg.
e. Penatalaksanaan

1. Tidak ada terapi yang efektif untuk kardiomiopati restriktif. Kematian biasanya disebabkan gagal jantung atau aritmia, oleh karena itu terapi ditujukan untuk mengontrol gagal jantung dengan pembatasan asupan natrium, pemberian diuretik dan penanganan aritmia yang potensial letal. Tetapi perhatian harus
22

diberikan

untuk

menghindari

penurunan

preload

untuk

menghindari penurunan curah jantung lebih jauh. 2. Jika fungsi sistolik normal, maka penggunaan digitalis harus dihindari karena efeknya berupa proaritmia. 3. Untuk mempertahankan irama sinus lebih diutamakan pemakaian amiodaron. 4. Pada keadaan hemokromatosis dapat ditangani dengan deferoxamine dan phlebotomies berulang untuk menurunkan deposit besi, pada Fabrys disease dapat diberikan infus galaktosa untuk menstimulasi enzim yang terdapat defisiensi sehingga membantu memperbaiki fungsi jantung. terapi kortikosteroid dapat diberikan pada penyakit sarkoidosis. kortikosteroid dan obat sitotoksik dapat meningkatkan survival pada pasien dengan eosinophilic cardiomyopathy. 5. Penggunaan antikoagulan direkomendasikan untuk mengurangi resiko emboli dari jantung. 6. Penggunaan implan pacu jantung direkomendasikan pada keadaan dimana terdapat abnormalitas konduksi yang signifikan secara klinis dan refrakter terhadap medikamentosa. 7. Sebagai langkah terakhir, transplantasi atau jantung familial. harus Tetapi dipertimbangkan pada pasien dengan gejala refrakter pada kardiomiopati restriktif idiopatik prognosisnya buruk pada amyloidosis dan sarcoidosis, karena penyakit ini mempunyai kecenderungan untuk kembali pada jantung yang ditransplantasikan.

3. Kardiomiopati Dilatasi Kardiomiopati dilatasi (KD) mempunyai karakteristik peningkatan volume sistolik dan diastolik ventrikel kiri yang ditandai dengan
23

terdilatasinya kedua ventrikel terutama ventrikel yang kiri, jarang yang kanan, yang berakibat menurunnya kontraktilitas miokardium sehingga menurunkan curah jantung. a. Etiologi 1. Idiopatik, merupakan tipe yang paling sering, pada pemeriksaan secara histologi memperlihatkan hipertropi miosit dan fibrosis interstitial. 2. Familial a. Heredofamilial neuromuscular disease b. Ventricular dysplasia merupakan bentuk KD yang unik dengan karakteristik penggantian progresif dari dinding ventrikel kanan dengan jaringan adiposa. Sering dihubungkan dengan aritmia ventrikel, tetapi perjalanan klinisnya bervariasi. 3. Toksik a. Alcoholism (15 sampai 40% kasus di Negara barat) b.Cobalt, lead, phosphorus, daunorubicin, carbon monoxide, mercury, gold, doxorubicin, chromium. c. Cocaine, heroin, organic solvents (glue sniffers heart) d. Antiretroviral agents (zidovudine, didanosine, zalcitabine) e. Phenothiazines 4. Metabolik a. Collagen vascular disease (SLE, rheumatoid arthritis, polyarteritis), dermatomyositis b. Peripartum (trimester ketiga dari kehamilan atau 6 bulan postpartum) c. Nutrisi (beri-beri, defisiensi selenium, defisiensi karnitin, defisiensi tiamin) d. Acromegaly, osteogenesis imperfecta, myxedema, thyrotoxicosis, diabetes, Hypocalcemia e. Hematologi (e.g., sickle cell anemia, hemochromatosis) f. Penyakit ginjal tahap akhir pada hemodialysis
24

mercury,

antimony,

g. Amyloid h. Heat stroke 5. Infeksius a. Postmyocarditis b. virus (human immunodeficiency virus, coxsackievirus B), rickettsial, mycobacterial, toxoplasmosis, trichinosis, Chagas disease, bacterial. 6. Kondisi sistemik seperti iskemia miokardium, hipertensi dan kelainan katup jantung. 7. Irradiasi 8. Prolonged tachycardia 9. Takotsubo cardiomyopathy (sekunder karena stress berat atau latihan fisik yang berlebihan). b. Genetik Setidaknya 20% dari pasien dengan bentuk familial dari KD mempunyai mutasi yang berada pada gen yang mengkode protein sitoskeletal (seperti distropin dan gen desmin), kontraktil, membran nuclear (seperti gen lamin A/C), dan protein lainnya. Penyakit ini secara genetic heterogenous namun paling sering ditransmisikan secara autosomal dominant, autosomal resesif, mitokondrial (terutama pada anak anak), dan X-linked inheritance. c.Hemodinamik Defek fisiologis yang utama berupa menurunnya kekuatan kontraksi ventrikel kiri yang mengakibatkan stroke volume berkurang, ejection fraction yang merendah, dan end systolic dan end dyastolic volume bertambah. Ventrikel kiri berdilatasi dan tekanan atrium kiri meningkat menyebabkan hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan. d. Manifestasi klinis Pasien dengan kardiomiopati dilatasi (KD) secara umum mempunyai gejala klinis yang tidak jelas dan tiba-tiba didapati gejala gagal jantung kongestif. mula-mula terdapat batuk karena kongesti paru, dyspnea pada kerja ringan, kelemahan dan anoreksia yang
25

memburuk secara bertahap dalam hitungan bulan sampai tahun. Adakalanya didapati aritmia (atrium fibrilasi dan aritmia ventrikel) yang mendahului gagal jantung. Bila keadaan bertambah berat, kulit menjadi dingin dan pucat, volume nadi dan tekanan nadi berkurang, takikardia, tekanan vena jugularis meningkat, hepatomegali dan edema kaki bisa didapati. Bising pansistolik bisa didapati, karena insufisiensi katup trikuspid dan katup mitral meskipun sangat jarang. pada limapuluh persen anak dapat ditemukan demam dalam 3 bulan sejak terdapat gejala gagal jantung, dan 10-20% memiliki gejala neurologis (kejang, keterlambatan pertumbuhan) dan gastroinestinal muntah, nyeri perut). gejala dapat ditemukan pada limapuluh persen saat bayi dan 25% pada masa kurang dari 24 jam. Beberapa pasien memiliki ventrikel kiri yang terdilatasi beberapa bulan sampai tahun sebelum adanya gejala. Adanya angina pectoris sangat jarang terjadi, jika ada maka

kemungkinan berhubungan penyakit jantung iskemik. Sinkop karena aritmia, emboli, dan kematian mendadak dapat terjadi meskipun sangat jarang.

e. Pemeriksaan Penunjang 1. laboratorium a. Laju endap darah b. creatinine kinase (penapisan muskular distropi)
26

c. renal function test d. liver function test e. uji fungsi tiroid f. viral serologi 2. Rontgen thorax a. Pembesaran jantung masif b. Edema interstitial pulmoner c. Khas pada roentgen siluet jantung membesar, kadang masif dan jantung berbentuk botol air efusi perikardium. 3. ECG a. Hipertropi ventrikel kiri dengan perubahan gelombang ST-T djumpai pada 50% penderita bayi. b. Khas, gelombang T rata atau inversi dengan ST depresi. c. Sumbu QRS inferior pada 85% penderita. d. Right bundle branch block (RBBB) or LBBB e. Perubahan gelombang P yang mengindikasikan abnormalitas atrium kiri, first-degree AV block f. Abnormalitas konduksi atrioventrikular (sinus takikardi, atrial fibrilasi, PVC, kontraksi atrium prematur, ventrikel takikardi, ventrikel aritmia, supraventrikel disritmia) 4. Echocardiogram, menunjukkan pembesaran ruang jantung pada 50% penderita dan 25% penderita memiliki EF yang rendah (disfungsi sistolik) dengan global akinesia. Kriteria diagnostik adalah bila fraksi ejeksi <0.45, fractional shortening <25%, dan volume akhir diastolik ventrikel kiri >112%. 5. Doppler, dapat memeriksa dinamika ejeksi ventrikel kiri dan mempunyai gambaran khas penurunan kecepatan dan percepatan puncak pada saat istirahat maupun latihan fisik. 6. Kateterisasi jantung: peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri atau kanan, curah jantung secara umum normal atau menurun tetapi tidak signifikan pada saat aktifitas fisik. Angiography

27

memperlihatkan hipokinetik ventrikel kiri difus yang terdilatasi, seringkali dengan adanya mitral regurgitasi. 7. Biopsi endomiokardial tidak diperlukan pada KD idiopatik atau familial, namun dapat berguna untuk mencari penyebab yang dapat diobati (contohnya sarcoidosis, hemochromatosis) dan diagnosa definitif (contohnya amyloidosis) dari KD, namun biopsi secara umum mempunyai cakupan diagnostik yang rendah, resiko perforasi dan kematian sehingga membatasi penggunaannya. Gambar 6. Echocardiogram KD. Jantung normal di sebelah kiri dan

KD di sebelah kanan. Dapat terlihat meingkatnya ruang ventrikel kiri dengan dinding yang tipis. f. Penatalaksanaan Perbaikan secara spontan atau stabilisasi dapat muncul pada sekitar seperempat pasien dengan KD. Kematian disebabkan gagal jantung, takiaritmia ventrikel atau bradyaritmia ventrikel. Pemakaian antikoagulan harus dipertimbangkan jika terdapat kemungkinan emboli sistemik. Standar terapi untuk gagal jantung adalah restriksi natrium, ACE inhibitor, diuretik, dan digitalis menghasilkan perbaikan gejala. Pada KD sekunder yang disebabkan karena hipertensi atau penyakit katup, penurunan afterload paling baik dengan menambahkan hydralazine atau nitrat terhadap standar regimen terapi gagal jantung kongestif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kombinasi dari angiotensin II receptor antagonis dengan ACE inhibitor lebih efektif dibandingkan pemakaian monoterapi.

28

Pada pasien dengan gagal jantung kongestif fungsional kelas IV dan Left Ventrikel Ejection Fraction <35%, penambahan 25 mg spironolakton terhadap standar regimen gagal jantung kongestif telah menurunkan tingkat mortalitas sebesar 30%. Beberapa pasien dengan KD yang pada saat biopsi menunjukkan adanya inflamasi miokardium harus diterapi dengan obat-obatan imunosupresif. Penggunaan alkohol harus dihindari karena bersifat toksik bagi jantung, sebagaimana juga penggunaan calcium chanel bloker dan NSAID. obat antiaritmia sebaiknya dihindari untuk menghindari proaritmia, kecuali dibutuhkan untuk mengatasi pada aritmia yang serius. Pada satu dari tiga pasien dengan keterlambatan konduksi intraventrikuler (seperti LBBB atau RBBB), pemasangan pacu jantung biventrikuler (resynchronization therapy) akan memperbaiki gejala, menurunkan waktu rawat inap dan menurunkan mortalitas. Pemasangan implant cardioverter-defibrillator sangat berguna pada pasien dengan aritmia ventrikuler. Transplantasi jantung harus dipertimbangkan pada pasien yang refrakter terhadap medikamentosa atau pasien dengan KD idiopatik. g. Prognosa Menurut pengamatan, faktor-faktor yang menjelekkan prognosis adalah kongesti vaskular paru pada roentgen, indeks jantung kurang dari 3 L/menit/m2, dan sumbu QRS kearah kanan dan superior pada EKG. Faktor-faktor yang tidak meramalkan hasil yang jelek adalah ditemukan sejak neonatus dan adanya gagal jantung kongestif, aritmia, atau hipertrofi ventrikel kiri. Pengamatan ini membuat kesan klinik bahwa sepertiga meninggal, sepertiga hidup dengan cedera permanen, dan sepertiga sembuh menjadi benar-benar normal. Angka mortalitas sekitar 30%. Tanda yang jelek dari prognosis adalah regurgitasi mitral, sedang gejala virus dalam 3 bulan disertai ketahanan hidup yang lebih baik. Faktor-faktor yang tidak mempunyai arti prognostik adalah rasio jantung thoraks, tanda EKG hipertropi ventrikel kiri, aritmia

29

ventrikular, dan kelainan segmen S-T, serta gelombang T, dan penurunan fungsi pada echocardiogram.

BAB III
30

PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Kardiomiopati Kelainan fungsi otot jantung dengan penyebab yang tidak diketahui dan bukan diakibatkan oleh penyakit arteri koroner, kelainan jantung bawaan (congenital), hipertensi atau penyakit katup. Kardiomiopati yang secara harfiah berarti penyakit miokardium, atau otot jantung, ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk memompa darah dan berdenyut secara normal. Kondisi semacam ini cenderung mulai dengan gejala ringan, selanjutnya memburuk dengan cepat. Pada keadaan ini terjadi kerusakan atau gangguan miokardium, sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara normal. Kardiomiopati secara garis besar di kelompokkan menjadi 3 macam: 1) Kardiomiopati Hipertropik: Kardiomiopati hipertropi (KH) dikenal juga sebagai idiopathic hypertrophic subaortic stenosis atau asymmetric septal hypertrophy didefinisikan sebagai hipertropi dari miokardium dan penipisan septum interventrikular dibandingkan dengan dinding bebas dari ventrikel kiri (asimetris septal hipertropi) dengan ukuran ruangan ventrikel kiri yang normal atau sedikit mengecil tanpa adanya hipertensi maupun stenosis aorta. 2) kardiomiopati Restriktif: Karakteristik utama dari kardiomiopati restriktif (KR) adalah fungsi yang abnormal dari diastolik, yang disebabkan kekakuan dinding ventrikel dan hambatan pengisian ventrikel sehingga menurunnya volume diastolik, namun ketebalan miokardium ventrikel kiri normal dan fungsi diastolik juga normal, biasanya sekunder dikarenakan infilrasi dari miokardium. 3) Kardiomiopato Dilatasi: Kardiomiopati dilatasi (KD) mempunyai karakteristik peningkatan volume sistolik dan
31

diastolik ventrikel kiri yang ditandai dengan terdilatasinya kedua ventrikel terutama ventrikel yang kiri, jarang yang kanan, yang berakibat menurunnya kontraktilitas miokardium sehingga menurunkan curah jantung

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KARDIOMIOPATI


32

A. Pengkajian a. Pengumpulan Data 1) Data Demografi Angka kejadian kardiomiopati dilatasi adalah 2 X terjadi pada laki-laki dan terjadi pada usia pertengahan. (Ignatavicius et al, 1995:919) 2) Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang Umumnya klien datang dengan keluhan adanya sesak. Sesa yang dirasakan bertambah bila dilakukan aktivitas dan tidur terlentang dan berkurang bila diistirahatkan dan memakai 2-3 bantal. Sesak dirasakan pada daerah dada dan seperti tertindih benda berat. Skala sesak 0-4 dan dirasakan sering pada siang dan malam hari. b) Riwayat Penyakit Dahulu Kaji adanya Kelainan autoimun, Hipertensi sistemik, Autoantibodi yaitu antimyocardial antibodies, Proses infeksi (infeksi bakteri/virus), Gangguan metabolik (defisiensi thiamine dan scurvy), gangguan imunitas (leukimia), Kehamilan dan kelainan post partum, toxic proses (alkohol dan chemoterapi), proses infiltrasi (amyloidosis dan kanker) c) Riwayat kesehatan keluarga Kaji adanya anggota keluarga / lingkungan yang mempunyai penyakit menular infeksi seperti TB dan hepatitis. Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus di keluarga, bila ada cantumkan dalam genogram. 3) Pola Aktivitas Sehari-hari Nutrisi klien dikaji adanya konsumsi garam, lemak, gula dan kafein dan jenis makanan. Klien mungkin akan merasa haus dan minum berlebihan (4000-5000 mL) akibat sekresi aldosteron. Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya (ADL) akibat adanya lemah, letih dan adanya dispneu. Istirahat terganggu akibat dispneu dan sering terbangun pada malam hari untuk eliminasi BAK.
33

4) Pemeriksaan Fisik a) Sistem Pernafasan Dispneu saat beraktivitas, Paroksimal Nokturnal Dispneu, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bnatal, Batuk dengan/ tanpa pembentukan sputum, riwayat paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan (oksigen dan medikasi), nafas dangkal,takipneu, penggunaan otot aksesori pernafasan.bunyi nafas mungkin tidak terdengar, dengan krakels basilar dan mengi. b) Sistem Kardiovaskular Distensi vena jugularis, pembesaran jantung, adanya nyeri dada, suara s3 dan s4 pada auskultasi jantung ,tekanan darah normal/turun, takikardi, disritmia (fibril atrium, blok jnatung dll)nadi perifer mungkin berkurang,;perubahan denyutan dapat terjadi;nadi sentral mungkin kuat, punggung kuku pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat. c) Sistem Pencernaan Kaji adanya peningkatan berat badan secara signifikan, mual dan muntah, anorexia, adanya nyeri abdomen kanan atas, hepatomegali dan asites d) Sistem Muskuloskeletal Kelelahan, kelemahan, sakit pada otot dan kehilangan kekuatan/ tonus otot. e) Sistem Persyarafan Kaji adanya rasa pening, perubahan prilaku, penurunana kesadaran dan disorientasi f) Sistem Perkemihan Kaji adanya nokturia dan penurunanan berkemih, urine berwarna gelap, penggunaan dan keadaan kateterisasi .

g) Sistem Integumen

34

Pittimg edema pada bagian tubuh bawah, dan kulit teraba dingin, adanya kebiruan, pucat, abu-abu dan sianotik , dan adanya kulit yang lecet. 5) Data psikologis Kaji adanya kecemasan, gelisah dan konsep diri dan koping klien akibat penyakit, keprihatinan finansial dan hospitalisasi. 6) Data sosial Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya klien akan ikut serta dalam aktivitas sosial atau menarik diri akibat adanya dispneu, kelemahan dan kelelahan. 7) Data spiritual Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya dihubungkan dengan agama yang dianutnya.. Biasanya klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya. 8) Data Penunjang (a) Pemeriksaan Laboratorium Radiologi: Pada foto rontgen dada, terlihat adanya kardiomegali, terutama ventrikel kiri. Juga ditemukan adanya bendungan paru dan efusi pleura Elektrokardiografi: ditemukan adanya sinus takikardia, aritmia atrial dan ventrikel, kelainan segmen ST dan gelombang T dan gangguan konduksi intraventrikular. Kadang-kadang ditemukan voltase QRS yang rendah, atau gelombang Q patologis, akibat nekrosis miokard. Ekokardiografi : Tampak ventrikel kiri membesar, disfungsi ventrikel kiri, dan kelainan katup mitral waktu diastolik, akibat complience dan tekanan pengisian yang abnormal. Bila terdapat insufisiensi trikuspid, pergerakan septum menjadi paradoksal. Volume akhir diastolik dan akhir sistolik membesar dan parameter fungsi pompa ventrikel, fraksi ejeksi (EF) mengurang. Penutupan katup mitral terlambat dan penutupan katup aorta bisa terjadi lebih dini dari normal. Trombus ventrikel kiri dapat
35

ditemukan dengan pemeriksaan 2D-ekokardiografi, juga aneurisma ventrikel kiri dapat disingkirkan dengan pemeriksaan ini. Radionuklear: pada pemeriksaan radionuklear tampak ventrikel kiri disertai fungsinya yang berkurang. Sadapan jantung: pada sadapan jantung ditemukan ventrikel kiri membesar serta fungsinya berkurang, regurgitasi mitral dan atau trikuspid, curah jantung berkurang dan tekanan pengisian intraventrikular meninggi dan tekanan atrium meningkat. Bila terdapat pula gagal ventrikel kanan, tekanan akhir diastolik ventrikel kanan, atrium kanan dan desakan vena sentralis akan tinggi. Dengan angiografi ventrikel kiri dapat disingkirkan dana neurisma ventrikel sebagai penyebab gagal jantung. B. Diagnosa 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan ventricular ) 2) Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi. 3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus ( menurunnya curah jantung )/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium /air. 4) Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ( perubahan membran kapiler-alveolus,cntoh pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstitial/alveoli ) 5) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan. 6) Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
36

inotropik,

perubahan

frekuensi,irama

dan

konduksi listrik, perubahan structural ( mis kelainan katup, aneurisme

C. Perencanaan Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.Perawatan pada klien dengan kardiomiopati sama dengan pasien dengan gagal jantung (Ignatavicius et al, 1995: 919) Menurut Doengoes, (alih bahasa I Made Kariasa, 2000:762) adalah: a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi,irama dan konduksi listrik, perubahan structural ( mis kelainan katup, aneurisme ventricular ) Tujuan : Curah jantung tidak menurun Kriteria hasil : - Menunjukkan tanda vital yang dapat diterima ( disritmia terkontrol atau hilang ) - Menunjukan tanda gagal jantung ( mis: parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran rine adekuat ) - Menunjukkan penurunan episode dipsnea - Menunjukkan penurunan episode angina - Ikur serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung Intervensi 1) Auskultasi nadi apical : kaji frekuensi, irama jantung ( dokumentasikan disritmia bila tersedia telemetri ). 2) Catat bunyi jantung 3) Palpasi nadi perifer 4) Pantau TD 5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis 6) Pantau haluaran urine, cata penurunan haluaran dan Rasional 1. Biasanya terjadi takhikardi ( meskipun pada saat istirahat ) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventricular. Disritmia ventricular yang tidak responsive terhadap obat didugaaneurisma ventricular. 2. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallops umum ( S3 dan S4 ) dihasilkan sebagai aliran darah ke

37

kepekatan/konsentrasi 7) Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi 8) Atur posisi semi rekumben pada tempat tidur atau kursi 9) Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut 10) Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan local atau pucat pada ekstreimitas 11) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi 12) Kolaborasi pemberian obat :

dalam serambi yang distensi. 3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teraturuntuk dipalpasi dan pulsus alternan ( denyut kuat lain dan denyut lemah ) mungkin ada. 4. Pada GJK dini, sedang dan kronis TD dapat meningkat sehubungan dengan SVR. Pada GJK lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi 5. Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriktsi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refaktoriGJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongestif vena. 6. Ginjal berespon untuk menurunka curah jantung dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur.

Diuretik : contoh furosemid (lasix), asam etakrinik (Edecrin) ,bumetamid (Bumex), spironolaton (Aldakton).

Vasodilator : contoh nitrat (nitro-dur, isodril), arteriodilator, contoh hidralazin (Apresoline), kombinasi obat, contoh prazosin (Minippres)

Digoksin ( Lanoxin ) Captopril ( Capoten ), lisinopril ( Prinivil ), enalapril ( Vasotec ) Morfin Sulfat Transquilizer/sedatif Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin ( Coumadin
38

) 13) Kolaborasi pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan garam 15) Kolaborasi EKG dan perubahan foto dada. 16) Kolaborasi,pemeriksaan lboratorium, contoh BUN, kreatinin. Pemeriksaan fungsi hati ( AST, LDH ). PT/APTT/Pemeriksaan koagulasi

7. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung. selama GJK akut atau refaktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan / konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan 9. Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus/pembentukan embolus 10. Menurunnya curah jantung. Bendungan / stasis vena dan tirah baring lama meningkatkan resiko tromboflebitis 11. Meningkatkan sediaan oksegen untuk kebutuhanmiokard melawan efek hipoksia/iskemia. 12. Kolaborasi pemberian obat

14) Kolaborasi pantau/ganti elektrolit. 8. Istirahat fisik harus dipertahankan

Tipe dan dosis diuretic tergantung pada derajat gagal jantung dan fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik blik reabsorbsi diuretic, sehingga mempengaruhii reabsorbsi natrium dan air.

Vasodilator digunakan untuk

39

meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi ( vasodilator ) dan tahanan vaskuler sistemik ( arteriodilator ), juga kerja ventrikel.

Meningklatkan kekuatan kontraksi miokard dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama periode refaktori pada hubungan AV untuk meningkatkan efisiensi/curah jantung.

Inhibitor HCE dapat digunakan untuk mengontrol gagal jantung dengan menghambat konversi angiotensin dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR dan tekanan darah.

Penurunan tahan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja miokard. Menghilangkan cemas dan mengistirahatkan siklus umpan balik cemas/pengeluaran katekolamin/cemas.

Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan kebutuhan oksegen dan kerja miokard. Catatan : Ada on trial oral yang analog dengan amrinon ( inocor ) agen inotropik positif, disebut milrinon yang dapat cock untuk penggunaan jangka panjang.

40

Dapat digunakan secara profilaksisuntuk mencegah pembentukkan thrombus/emboli pada adanya factor resiko seperti stasis vena,tirah baring, disritmia jantung dan riwayat episode trombolik sebelumnya.

13. Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan ( preload ). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard. 14. Perpindahan cairan dan penggunaan diuretic dapat mempengaruhi elektrolot ( khususnya kalium dan klorida ) yang mempengaruhi irama jantung dan kontraktilitas. 15. Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongestif pulmonal. 16. peningkatan,BUN/Kreatinin,menun jukkan hiperfungsi/gagal ginjal.AST/LDH dapat meningkat
41

sehubungan dengan kongesti hati dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil yang didetoksikasi oleh hati. Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau keefektifan terapi antikoagulan. b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi. Tujuan : Aktivitas terpenuhi Kriteria hasil : Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, Memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan Tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.

Intervensi

Rasional

42

1.

Periksa tanda vital sebelum dan sesudah segera aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretic, penyekat beta.

1) Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat ( vasodilasi ), perpindahan cairan ( diurestik ) atau pengaruh fungsi jantung. 2) Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan. 3) Kelemahan adalah efek samping beberapa obat ( beta blocker, transquilizer dan sedatif ). Nyeri dan program penuh stress juga dapat memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan. 4) Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. 5) Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard/kebutuhan oksigen berlebihan. 6) Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

2.

Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dipsnea, berkeringat, pucat.

3.

Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.

4. 5.

Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.

6.

Kolaborasi program rehabilitasi jantung/aktivitas.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus ( menurunnya curah jantung )/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium /air. Tujuan : volume cairan dalam batas normal/ adekuat Kriteria hasil :
43

- Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, - Bunyi nafas bersih/jelas - Tanda vital dalam rentang yang dapat diterima - Berat badan stabil - Tak ada edema - Menyatakan pemahaman tentang/pembatasan cairan individual. Intervensi 1. Pantau haluaran urine, catat jumlah 1. dan warna saat hari dimana diuresis terjadi. 2. Pantau/hitung keseimbangan jam. dengan posisi semifowler selama fase akut. 4. Timbang berat badan tiap hari. 5. Kaji distensi leher dan pembuluh edema dengan/tanpa pitting ; cata 6. Ubah posisi dengan sering. Tinggikan kaki bila duduk. Lihat permukaan kulit, pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi. 7. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan. Contoh krekels, mengi. Catat adanya dipsnea nocturnal paroksismal, batuk Rasional Haluaran urine mungkin sedikit

dan pelkat ( khususnya selama sehari ) karena penurunan perfusi ginjal. Posisi telentang membantu diuresis : sehingga malam/selama tirah baring. Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/ berlebihan ( hipovolemia ) meskipun edema/asites masih ada. 3. Posisi telentang meningkatkan

pemasukkan dan pengeluaran selama 24 haluaran urine dapat ditingkatkan pada 3. Pertahankan duduk atau tirah baring 2.

perifer. Lihat area tubuh dependen untuk filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. Peningkatan 2,5 kg menunjukkan kurang lebih 2 L cairan. Sebaliknya diuretic dapat mengakibatkan cepatnya kehilangan/perpindahan cairan dan kehilangan berat badan. 5. Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki/mata kaki ( atau kegagalan paling buruk. Edema pitting adanya edem tubuh umum ( anasarka ). 4.

peningkatan dispnea, takipnea, ortopnea, area dependen ) dan meningkat sebagai

44

persisten. tiba, kebutuhan untuk bangun dari atau ruangan sempit. 9. Pantau TD dan CVP ( bila ada ). 10. Kaji bising usus. Catat keluhan konstipasi. 11. Berikan makanan yang mudah dicerna. Porsi kecil dan sering. 12. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi. sehubungan dengan pembatasan. 14. Palpasi hepatomegali. Catat atas/nyeri tekan. 15. Catat peningkatan lethargi, hipotensi dan kram otot.

adalah gambaran secara umum hanya Peningkatan kongesti vascular kanan ) secara nyata mengakibatkan edema jaringan sistemik. 6. Pembentukan edema, sirkulasi

8. Selidiki keluhan dipsnea ektrem tiba- setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan. duduk, sensasi sulit bernafas, rasa panik ( sehubungan dsengan gagal jantung

anoreksia, mual, distensi abdomen dan melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi/tirah baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat/pencegahan. Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru. Gejala edema paru dapat menunjukan gagal gagal jantung kanan ( dispnea, batuk, ortopnea ) dapat timbul lambat tetapi lebih sulit membaik. Dapat menunjukan terjadinya

13. Dorong untuk menyatakan perasaan 7.

keluhan nyeri abdomen kuadran kanan jantung kiri akut. Gejala pernafasan pada

16. Kolaborasi pemberian obat sesuai 8. kalium . 17. Pembatasan natrium sesuai indikasi. 18. Konsul dengan ahli diet. 19. Kolaborasi foto torak

indikasi : diuretic, thiazid dan tambahan komplikasi ( edema paru/emboli ) dan berbeda dari ortopnea dan dispnea nocturnal paroksismal yang terjadi lebih cepat dan memerlukan intervensi segera. 9. Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukan terjadinya/peningkatan kongesti paru, gagal jantung. 10. Kongesti visceral ( terjadi pada GJK lanjut )dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.
45

11.

Penurunan motilitas gaster dapat

berefek merugikan pada digestif dan absorpsi. Makan sedikit tapi sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen. 12. Pada gagal jantung kanan lanjut, cairam dapat berpindah kedalam area peritoneal, menyebabkan meningkatnya lingkar abdomen ( asites ). 13. Ekspresi perasaan /masalah dapat menurunkan stress/cemas, yang mengeluarkan energi dan dapat menimbulkan perasaan lemah. 14. Perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati dan nyeri. Ini akan mengganggu fungsi hati dan mengganggu/ memperpanjang metabolisme obat. 15. Tanda defisit kalium dan natrium yang dapat terjdai sehubungan dengan perpindahan cairan dan terapi diuretic. 16. Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal. Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan. Mengganti kehilangan kalium sebagai efek samping terapi diuretic yang dapat mempengaruhi fungsi jantung. 17.
46

Menurunkan air total

tubuh/mencegah reakumulasi cairan 18. Perlu memberikan diet yang dapat diterima pasien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan cairan. 19. Menunjukan perubahan indikasif peningkatan/perbaikan kongesti paru. d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ( perubahan membran kapiler-alveolus, contoh pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstitial/alveoli ) Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas Kriteria hasil : - Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan - GDA/oksimetri dalam rentang normal bebas gejala distress pernafasan Intervensi Auskultasi bunyi nafas, catat Anjurkan pasien batuk efektif, Rasional Menyatakan adanya kongesti - Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi. 1. 2. 3. 4. 1.

krekels, mengi. nafas dalam.

paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk intervensi lanjut. 2. Membersihkan jalan nafas dan Membantu mencegah ateletaksis dan Menurunkan konsumsi

Dorong perubahan posisi sering. memudahkan aliran oksigen. Pertahankan duduk di kursi/tirah 3. 4.

baring dengan kepala tempat tidur tinggi pneumonia. 20-30 derajat, posisi semi fowler. Sokong tangan dengan bantal. 5. 6. 7. Kolaborasi pemeriksaan GDA, Kolaborasi pemberian oksigen Berikan obat sesuai indikasi : nadi oksimetri. tambahan sesuai indikasi. Diuretik dan bronkodilator oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal. 5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi biasanya ada pada GJK kronis. 6.
47

Meningkatkan konsentrasi oksigen

alveolar yang dapat memperbaiki /menurunkan hipoksemia jaringan. 7. Menurunkan kongesrti alveolar, meningkatkan pertukaran gas. Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan nafas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru. e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan. Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit Kriteria hasil : - Mempertahankan integritas kulit - Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit 1. Intervensi Kaji kulit , catat penonjolan tulang, 1. Rasional Kulit beresiko karena gangguan

adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi, atau kegemukan/kurus. 2. 3. Pijat area kemerahan atau yang Ubah posisi sering di tempat memutih.

sirkulasi perifer, immobilitas fisik dan gangguan status emosi. 2. 3. Meningkatkan aliran darah, Memperbaiki meminimalkan hipoksia jaringan. sirkulasi/menurunkan waktu satu area 4. Terlalu kering atau lembab

tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak yang mengganggu aliran darah. pasif/aktif. 4. Berikan perawatan kulit sering , meminimalkan dengan kelembaban/ekskresi. 5. 6. 7. dan ubah sesuai kebutuhan. Hindari obat intramuskuler. Kolaborasi berikan tekanan merusak kulit dan mempercepat kerusakan. 5. Edema dependen dapat

Periksa sepatu kesempitan/sandal menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki. 6. Edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat
48

alternatif/kasur, kulit domba,

perlindungan siku/tumit.

dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi. 7. Menurunkan tekanan pada kulit, dapat memperbaiki sirkulasi.

f. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal. Tujuan : Pengetahuan klien bertambah tentang kondisi dan program pengobatan. Kriteria hasil : - Mengidentifikasi hubungan terapi ( program pengobatan ) untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi - Menyatakan tanda dan gejala yang memerlukan intervensi cepat - Mengidentifikasi stress pribadi/factor resiko dan beberapa teknik untuk menangani - Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu. 1. Intervensi Diskusikan fungsi jantung normal. 1. Rasional Pengetahuan proses penyakit dan

Meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan dari fungsi normal. Jelaskan perbedaan antra serangan jantung dan GJK 2. 3. Kuatkan rasional pengobatan. Diskusikan pentingnya menjadi

harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan. 2. Pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gejala. 3. Aktivitas fisik berlebihan dapat

seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan berlanjut menjadi melemahkan jantung, dan istirshat diantara aktivitas. 4. 5. natrium. Diskusikan obat, tujuan dan efek eksaserbasi kegagalan. Pemasukkan diet natrium diatas 3 Pemahaman kebutuhan terapeutik gr/hari akan menghasilkan efek diuretic. 5. Diskusikan pentingnya pembatasan 4.

samping. Berikan instruksi secara verbal dan pentingnya upaya pelaporan efek dan tertulis. 6. Anjurkan makan diet pada pagi samping obat dapat mencegah terjadinya komplikasi obat.
49

hari. 7. ulang kemampuan mengambil dan tahu pemberi perawatan. 8. Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol factor resiko (merokok) dan factor pencetus atau pemberat( diet tinggi garam, tidak aktif/terlalu aktif, terpajan pada suatu ekstrem ). 9. Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, contoh peningkatan kelelahan, batuk, hemoptisis, demam. 10. Berikan kesempatan pasien atau orang terdekat untuk menanyakan, mendiskusikan masalah dan membuat perubahan pola hidup yang perlu. 11. Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitalis, contoh perubahan frekuensi nadi/irama, memburuknya gagal jantung. 12. Rujuk pada sumber di indikasi.

6.

Memberikan waktu adekuat untuk

Anjurkan dan lakukan demonstrasi efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah /membatasi menghentikan 7. Meningkatkan pemantauan

mencatat nadi harian dan kapan memberi tidur. sendiri pada kondisi/efek obat. Deteksi dini perubahan memungkinkan intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi seperti toksisitas digitalis. 8. Menambah pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi dan mencegah berulang/komplikasi. 9. Pemantauan sendiri meningkatkan tanggung jawab pasien dalam pemeliharaan kesehatan dan alat mencegah komplikasi, contoh edema paru, pneumonia. 10. Kondisi kronis dan berulang/menguatnya kondisi GJK dan kapasitas dukungan pasien dan orang terdekat, menimbulkan depresi. 11. Pengenalan dini terjadinya

terjdainya gangguan GI dan penglihatan, sering melemahkan kemampuan koping

masyarakat/kelompok pendukung sesuai komplikasi dan keterlibatan pemberi perawatan dapat mencegah toksisitas/perawatan di rumah sakit. 12. Dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan di rumah. D. Implementasi
50

Implementasi / pelaksanaan pada klien meningitis dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien. E. Evaluasi Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.

Daftar Pustaka
Wynne J, Braunwald E. Cardiomyopathy and myocarditis. Dalam : Kasper DL et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America. 2005. Taylor RB. 2005. Taylors cardiovascular diseases: a handbook. Springer Science, Inc. United States of America. Ferri FF. 2007. Practical Guide to the Care of the Medical Patient 7th ed . Mosby, An Imprint of Elsevier. Philadelphia.
51

Sofro ASM. 2006. Aspek Genetik Kardiomiopati dalam simposium Apoptosis Charming to Death. Hotel borobudur, Jakarta. Siregar AA. 2005. Kardiomiopati Primer pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. (online), (http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-abdullah.pdf, diakses 8 agustus 2008). Gunawan CA. 2004. Kardiomiopati Hipertrofik. Cermin Dunia Kedokteran. No. 143 hal 19. Wahab AS. 2003. Penyakit Jantung Anak edisi 3. EGC: Jakarta
http://usebrains.wordpress.com/2008/09/12/kardiomiopati/

52

You might also like