You are on page 1of 15

Perilaku menyimpang (behaviour disorder).

Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya. http://able.student.umm.ac.id/category/perilaku-menyimpang-remaja-dan-solusinya/

Sebelum mambahas masalah-masalah yang menjadi penyebab terjadinya anak remaja bermasalah, akan lebih baik kalau kita bahas terlebih dahulu tentang pengertian anak remaja bermasalah. Pengertian anak remaja bermasalah dalam makalah ini ada dua muatan yaitu : 1. Anak remaja bermasalah berarti anak remaja yang sedang memiliki/menghadapi masalah dalam dirinya. Contohnya adalah remaja menghadapi masalah pacar, hambatan gagal dalam studi, tidak diterima lagi oleh kelompoknya, konflik dengan orang tua dan sebagainya. 2. Anak remaja bermasalah berarti anak remaja yang menimbulkan masalah terhadap orang/pihak lain. Pengertian kedua ini pada dasarnya searti dengan anak remaja yang berperilaku menyimpang atau yang lebih dikenal dengan kenakalan remaja, seperti tawuran, penyalahgunaan NARKOBA, minum-minuman keras, melakukan tindakan yang mengganggu lingkungan dan sebagainya. Kalau ada anak remaja bermasalah berarti pada proses tumbuh kembangnya, anak remaja tersebut sedang mengalami gangguan sekaligus telah terjadi sesuatu yang salah dalam pembentukan jati dirinya. Beberapa faktor yang menyebabkan anak remaja bermasalah antara lain : 1. Keluarga yang gagal dalam melaksanakan fungsinya (disfungsional keluarga). Setiap pria dan wanita yang menikah menjadi pasangan suami istri pasti mempunyai cita-cita dan tujuan untuk membangun keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera. Meskipun ketika pacaran biasanya dipenuhi dengan basa basi, kepura-puraan bahkan penipuan (saling membohongi), namun ketika sampai masalah tujuan berkeluarga maka tidak ada pasangan suami istri yang berani basa basi. Hanya pasangan yang gilalah yang berani basa basi dalam hal tujuan menikah dan berkeluarga. Meskipun demikian dalam kenyataannya banyak pasangan suami istri yang gagal mewujudkan keinginannya untuk membangun keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera (sakinah, mawaddah dan rahmah) yang disebabkan oleh tidak adanya saling pengertian, saling memahami dan menyesuaikan, penyelewengan dan sebagainya. Keluarga memiliki fungsi sebagai tempat pembentukan kepribadian anak remaja yang pertama, sehingga keluarga memegang peranan utama dalam proses perkembangan anak. Lingkungan yang pertama yang

memberikan pengaruh mendalam adalah lingkungan keluarga. Dari anggota keluarga yaitu ayah, ibu dan saudara-saudara sekandungnya anak akan memperoleh segala kemampuan dasar baik intelektual, moral maupun sosial. Keluarga adalah tempat identifikasi diri, pengembangan kepribadian, pengembangan potensi, sumber kekecewaan sekaligus kebahagiaan, sumber ketidakpuasan sekaligus kepuasan, sumber kecemasan sekaligus kedamaian. Kalau satu keluarga tidak berhasil/gagal dalam mewujudkan fungsinya maka dapat menyebabkan anak remaja tidak betah dirumah, kehilangan kepercayaan terhadap orang tua dan lebih percaya terhadap orang lain, mencari tempat pelarian di luar rumah bahkan remaja menganggap rumahnya bagaikan neraka. Apakah anda menginginkan anak-anak anda terbakar oleh api yang anda ciptakan sendiri ? Kehilangan keharmonisan dalam keluarga akan memiliki pengaruh destruktif sekaligus sebagai hal yang membingungkan, sebab mereka kehilangan tempat berpijak dan pegangan hidup. 2. Komunikasi orang tua dan anak yang tidak sehat. Seorang gadis 15 tahun, sesudah konseling dengan seorang psikolog, sebelum keluar rumah gadis itu berhenti sebentar dan berkata : Alangkah senangnya dapat mengungkapkan perasaan saya yang sesungguhnya kepada sseorang. Belum pernah saya ceritakan hal-hal ini kepada orang lain sebelumnya, saya tidak akan berbicara seperti ini dengan orang tua saya. Contoh ini merupakan contoh yang umum bagaimana anak menarik diri dari orang tuanya dan segan mengungkapkan perasaan-perasaannya. Gadis tersebut mungkin telah belajar dari pengalaman dan mengambil kesimpulan bahwa berkomunikasi dengan orang tua tidaklah menolong malah sering membuat tidak aman. Akibatnya banyak orang tua kehilangan beribu-ribu kesempatan untuk menolong anak-anaknya yang menghadapi masalah hidupnya. Mengapa begitu banyak orang tua yang oleh anak-anaknya tidak dianggap sebagai sumber pertolongan ? Mengapa anakanak tidak lagi berbicara / berkomunikasi dengan orang tua tentang masalah-masalah yang mereka hadapi ? Suatu keluarga kadang-kadang hanya berfungsi sebagai terminal yaitu sebagai tempat pemberhentian sementara. Antara suami dan istri, antara anak dan orang tua, dan antar anak sering tidak terjadi kemunikasi dan dialog yang sungguh-sungguh. Kalaupun ada hanya sekedar basa basi, tidak ada kesempatan untuk saling bertanya tentang masalah pribadi, tidak ada upaya saling belajar dan peduli. Masing-masing hanya memikirkan tujuan kepentingan dan keuntungan sendiri-sendiri. Bahkan suatu keluarga kondisinya dapat kebih buruk bila dibandingkan dengan terminal. Sejelek-jeleknya terminal biasanya setiap kendaraan sudah memiliki jalur dan tujuan yang jelas dan disepakati bersama, akan tetapi dapat terjadi suatu keluarga berjalan tanpa memiliki arah dan tujuan yang jelas, bahkan tidak memiliki kesepakatan apapun sebagai hasil komunikasi/musyawarah. Masing-masing anggota keluarga atau rumahnya sebagai tempat makan, tidur, mandi dan sebagai toilet. Di Jakarta dan kota lain yang penuh dengan kesibukan kerja dan kemacetan, barbagai kemungkinan tersebut sangat mudah terjadi. Banyak orang tua yang pikiran dan tenaganya terkuras habis di atas kendaraan yang macet dan kerja di kantor yang menyebalkan / bikin stress. Akibatnya pada saat pulang kerja, pikiran jiwa dan fisiknya sudah loyo dan tidak kuat. Dalam kondisi seperti ini biasanya seseorang malas untuk berkomunikasi dengan orang lain atau berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Sebuah keluarga yang anggotanya (khususnya antara orang tua dan anak) tidak sering berkomunikasi, atau ada komunikasi tapi bersifat otoriter dan tidak dialogis akan mengakibatkan munculnya suasana keluarga yang tidak sejuk, bahkan akan muncul suasana yang gersang dan panas. Seorang anak remaja akan sulit tumbuh berkembang menjadi anak yang sehat bila tidak ada komunikasi yang sehat antara orang tua dan anak.

3. Perlakuan pengasuhan dan cara mendidik anak yang kurang tepat. Seorang anak yang kecewa pada kedua orang tuanya berkata dalam suatu konsultasi Mereka seringkali mengatakan betapa buruknya saya dan betapa bodohnya gagasan-gagasan saya, dan betapa saya tidak dapat dipercaya dan bahwa saya banyak melakukan hal-hal yang tidak mereka sukai. Bila mereka menganggap saya buruk dan bodoh, lebih baik saya terus melakukan hal-hal yang tidak mereka sukai. Apa yang dikatakan oleh anak remaja tersebut mengingatkan kita pada pepatah kuno, Katakan pada anak bahwa ia buruk, maka ia benar-benar akan menjadi buruk. Memang anak-anak sering menjadi apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Dalam budaya Jawa ada ungkapan ojo nyepatani anak. Ungkapan-ungkapan yang tidak mendidik kadang-kadang keluar tanpa disengaja. Hal ini biasanya terjadi karena orang tuanya sedang kesal oleh berbagai masalah keluarga dan pekerjaan namun anak tidak tahu atau tidak mau tahu. Beberapa perlakuan orang tua yang kurang tepat / tidak dewasa antara lain : a. Sangat melindungi dan memanjakan anak (over proteksi atau sebaliknya). b. Hanya memberikan kepuasan lahiriah / materi saja dalam usaha mempengaruhi dan mendidik anak-anak dan kurang memberi kepuasan dan kehangatan batiniah. c. Sangat menguasai anak secara autokratis dan memperlakukan anak dengan keras. d. Memperlihatkan kekhawatiran tentang masa depan secara demonstratif dihadapan anak-anak. Ada orang tua yang mempunyai anggapan dan sikap yang menginginkan agar anaknya tidak kesulitan atau susah, sikap ini timbul mungkin disebabkan oleh pengalaman pahit yang pernah dialami oleh orang tua semasa kecilnya atau disebabkan oleh perasaan bersalah karena tidak sempat mengurusi anak kerana kesibukan-kesibukannya yang overaktif sehingga selalu memenuhi segala permintaan anak akan barang-barang yang mewah dengan harapan agar anak menjadi terhibur dan ikut merasakan kasih sayang orang tuanya. Tetapi dengan tindakan overproteksi itu anak menjadi korban kesalahan pendidikan dan mengakibatkan anak tidak mampu mencapai kematangan pribadi, malas untuk mengurusi keperluan hidupnya sendiri, selalu tergantung pada orang lain, menjadi anak lemah mental atau weekling dan tidak memiliki inisiatif diri atau harga diri. Karena tidak sanggup mengahadapi kesulitan hidup, mereka banyak mengalami konflik batin yang serius. Tindakan mereka cenderung sewenang-wenang, memaksakan kehendak dan kemauannya, egoistik atau selfis dan tindakan-tindakan yang tidak wajar lainnya yang sering bertentangan dengan norma susila dan hukum 4. Materialistik dan mengabaikan nilai-nilai agama Bagi orang tua yang sudah terjangkiti virus materialisme maka akan mengakibatkan bentuk komunikasi dan perhatian terhadap anak-anaknya berubah menjadi komunikasi yang bersifat materialistik seperti : mudah memberikan barang-barang mahal, selalu memenuhi permintaan anak dan sebagainya. Akan semakin parah akibatnya bila seorang suami memperlakukan istrinya sebatas komunikasi dan pemenuhan kebutuhan yang bersifat materialistik. Apabila suatu keluarga terjebak dalam kondisi seperti ini maka akan semakin membuka peluang bagi anggota keluarga (khusunya anak

remajanya) untuk tidak betah dirumah dan mencari orang lain yang dapat diajak bicara, atau menerima kegundahan hatinya sekaligus mau memberikan perhatian dalam bentuk kasih sayang dan kepuasan batin lainnya. Akan sangat beresiko bila mereka akhirnya menyandarkan kegundahan hatinya pada orang lain yang kurang bertanggung jawab atau akan mencari pelarian pada obat-obatan terlarang dan minuman keras. Fakta menunjukkan bahwa mayoritas anak remaja yang tersesat kedunia minuman keras, narkotik dan obat-obatan terlarang adalah anak dari orang tua yang jadi teladan E dukasi bukan sekedar pengajaran L ingkungan religius diciptakan A nak didik didewasakan D ekatkan hati siswa, guru dan orang tua A plikasikan ilmu dalam kehidupan N eed for Achievement ditumbuhkan 3. Teknik AKURLAH dalam Keluarga (orang tua) A gama menjadi sesuatu uang hidup dan dihayati K omunikasi yang sehat dibiasakan U payakan memiliki waktu bersama dan kebersamaan R iang hati dan selalu membahagiakan L apang dada dan sabar menghadapi persoalan dan perbedaan A nak dan orang tua saling menghargai dan menyayangi H idup selamat dunia kahirat menjadi tujuan 4. Teknik BERIBADAH dalam Masyarakat B udaya malu dihidupkan E tika dipelihara dalam seluruh praktek bermasyarakat R ukun dan damai terus dipelihara I badah ritual dan ibadah sosial dilakukan B udaya permisive dan pornografi ditiadakan A gama harus dipahami dan diamalkan, bukan hanya dibicarakan D ialog dibudayakan dan kekerasan dihindari A lkohol, Narkoba dan perjudian harus diperangi H ukum ditegakkan secara adil untuk semua orang Berbagai metode, teknik dan keempat upaya solusi bagi ABG (remaja) bermasalah tersebut bukanlah suatu teori yang tinggi di langit dan hanya berupa tulisan di buku, bukan tulisan para ahli, tetapi sesungguhnya sudah ada dan sudah dilakukan oleh sebagian remaja, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Namun empat hal tersebut baru dilakukan oleh kekuatan yang kecil, belum menjadi sebuah gerakan bersama yang bersinergi dalam suatu jaringan yang sungguh-sungguh.
http://nikilauda2810.wordpress.com/2008/08/21/faktor-perilaku-menyimpang/

masa remaja adalah masa-masa yang paling indah. pencarian jati diri seseorang terjadi pada masa remaja. namun, di masa remaja seseorang dapat terjerumus ke dalam kehidupan yang dapat merusak masa depan mereka. memakai narkoba, seks bebas, alkohol, dan kekerasan merupakan kenakalan yang sering dilakukan oleh anak remaja. narkoba adalah bentuk kenakalan yang sangat berbahaya bagi remaja. ketergantungan pada narkoba bisa membawa anak pada tindakan kriminal. untuk bisa memperolehnya, tak tanggung-tanggung mereka melakukan tindakan pencurian, penodongan, perampasan dan lain sebagainya. selain dengan narkoba, remaja juga dekat dengan seks bebas. seks bebas dapat menyebabkan berbagai penyakit pada remaja. diantaranya adalah penyakit kelamin dan HIV Aids. seks bebas juga dapat menyebabkan kehamilan yang dapat merusak masa depan mereka. alkohol juga sangat dekat dengan remaja. biasanya mereka minum-minuman keras untuk melupakan masalah yang terjadi pada diri mereka dan supaya mereka disegani oleh teman sebayanya. tindakan tersebut dapat memicu adanya tindakan kriminal yang dilakukan di luar kesadaran. selain dengan alkohol, remaja juga dekat dengan tindakan kekerasan. tindakan kekerasan itu dapat berupa tawuran antar pelajar. tawuran antar remaja tersebut biasanya terjadi karena kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. untuk menghindarkan kebiasaan negatif pada diri remaja perlu dilakukan penyuluhan. penyuluhan dapat dijadikan sebagai tempat pemberitahuan bahaya dan akibat dari perbuatanperbuatan yang menyimpang tersebut.
http://muizemo.wordpress.com/2008/09/12/perilaku-menyimpang-pada-remaja/

PERILAKU MENYIMPANG REMAJA

Label: TUGAS KULIAH Teori patologi sosial : Tidak ada keadaan atau perilaku yang betul-betul normal secara ideal, tetapi yang ada keadaan antara normal dan abnormal, oleh karena itu perilaku menyimpang memiliki rentang yang cukup luas. A. PENGERTIAN PERILAKU MENYIMPANG Perilaku menyimpang : bilamana perilaku seseorang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain dan juga melanggar aturan-aturan, nilai-nilai dan norma, baik norma agama, hukum maupun adat istiadat. Andi Mappiare 91982) : Perilaku menyimpang disebut juga tingkah laku bermasalah. Tingkah laku bermasalah : tingkah laku yang masih dalam batas ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat adanya perubahan fisik dan psikis, dan atau selama tidak merugikan dirinya sendiri da masyarakat. Medinus dan Johnson (1976) Perilaku agresif tidak selalu merugikan, mis : seorang anak agresif justru berhasil dalam kompetisi dan gigih dalam berusaha. Hurlock (1990) Remaja yang kematangannya terlambat dan sering diperlakukan seperti anak-anak dapat menimbulkan perilaku menyimpang seperti melawan, tidak patuh, merusak , dsb. Bill S Reksadjaya, 1981 Pandangan aliran Behaviorisme Perilaku menyimpang terjadi bila: Seorang gagal menemukan cara-cara penyelesaian yang cocok untuk perilakunya Seseorang belajar tentang cara-cara penyesuaian yang salah (molodaptive dan ineffective) Seseorang dihadapkan pada konflik-konflik yang tidak mampu diatasinya. Untuk mengatasinya : gunakan prinsip belajar, yaitu memberi penguatan terhadap kondisi perilaku positif untuk menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan , mis : memberi pujian Pandangan Humanisme Perilaku menyimpang disebabkan oleh : Seseorang belajar mengenai sikap penyesuaian yang salah Seseorang menggunakan cara-cara mekanisme pertahanan diri (defense

mecanism) secara berlebihan Slavin (1976) Remaja pada umumnya mengalami gangguan emosional dan ini dapat menimpbulkan perilaku menyimpang (deliquency), seperti : penyalahgunaan napza, penyimpangan seksual, dsb

Moslow dan Mittelman (dalam Kartini-Kartono, 1985) Ciri-ciri pribadi normal dan mental yang sehat adalah: a. Memiliki perasaan aman b. Mempunyai spontanitas dan emosionalitas yang tepat c. Mampu menilai dirinya secara objektid dan positif d. Mempunyai kontak dengan suatu realitas secara baik e. Memiliki dorongan-dorongan dan nafsu jasmaniah yang sehat serta memiliki kemampuan-kemampuan untuk memenuhi pemanfaatannya f. Mempunyai pemahaman diri yang baik g. Mempunyai tujuan hidup yang jelas h. Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidupnya i. Ada kesanggupan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan kelompok dimana saja ia berada j. Ada sikap emansipasi yang sehat terhadap kelompoknya dan kebudayaannya k. Ada intgrasi dalam kepribadiannya B. WUJUD PERILAKU MENYIMPANG Gunarsa (1986) perilaku menyimpang dibedakan dalam 2 jenis : 1. Penyimpangan bersifat amoral dan asosial yang tidak diatur dalam Undangundang (tidak termasuk pelanggaran hukum), mis : membolos, kabur dari rumah, membaca buku porno,pakaian tidak pantas, miras, dsb 2. Penyimpangan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum (kenalakan remaja / deliquency), mis : judi, membunuh, memperkosa, mencuri, dsb. Perilaku menyimpang yang sering terjadi pada remaja : 1. Suka bolos sekolah 2. Tidak suka bergaul 3. Berbihing 4. Suka berkelahi/mengganggu teman 5. Suka merusak fasilitas 6. Sering mencuri barang orang lain 7. Suka mencari perhatian 8. Ugal-ugalan/kebut2an di jalan

9. Kecanduan narkotika dan narkoba 10. Minum miras 11. Pemerkosaan dan sex bebas 12. Melakukan perjudian 13. Melakukan pemerasan 14. Suka melawan 15. Berpikir aru bersifat dan berperilaku radikal/ekstrim C. KEADAAN/KONDISI REMAJA YANG POTEENSIAL MENGALAMI PERILAKU MENYIMPANG Gejala perilaku menyimpang : 1. Remaja tsb tidak disukai teman-temannya (jadi suka menyendiri) 2. Remaja yang menghindarkan diri dari tanggung jawab baik di rumah/disekolah 3. Remaja sering mengeluh (tidak bisa mengatasi masalahnya) 4. Remaja suka berbohong 5. Remaja sering mengganggu dan menyakiti teman/org lain 6. Remaja tidak suka dengan guru/mata pelajarannya D. FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PERILAKU MENYIMPANG Study Symond (dikutip oleh Moh Suryo 1985) : Anak-anak yang berasal dari keluarga yang sering bertengkar ternyata lebih banyak mengalami masalah. Study Lewin 90% anak-anak yang bersifat jujur itu berasal dari keluarga yang keadaannya stabil dan harmonis. 75% anak-anak pemohong berasal dari keluarga yang tidak harmonis (broken home) Secara garis besar factor-faktor penyebab terjadinya tingkah laku menyimpang dapat berasal dari : Keadaan individu yang bersangkutan Potensi kecerdasannya rendah,sehingga tidak mampu memenuhi tuntutan akademik sebagaimana yang diharapkan.Akibatnya ia sering frrustasi,mengalami konflik batin dan rendah diri Mempuyai masalah yang tidak terpecahkan Belajar cara penyesuaian diri yang salah Pengaruh dari lingkungan Tidak menemukan figur yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Dari luar individu yang bersangkutan

Lingkungan Keluarga 1. Suasana kehidupan keluarga yang tidak menimbulkan rasa aman(Keluarga broken home) 2. Kontrol dari orang tua yang rendah,yang menyebabkan 3. berkurangnya disiplin dalam kehidupan keluarga. 4. Orang tua yang bersikap otoriter 5. Tuntutan orang tua terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak. Kehadirannya dalam keluarga tidak diinginkan,sehingga orang tua tidak menyayanginya. Lingkungan Sekolah 1. Tuntutan kurikulum yang terlalu tinggi atau terlalu rendah disbanding kemampuan rata-rata anak yang bersangkutan 2. Longgarnya disiplin sekolah menyebabkan terjadinya pelanggaran peraturan yang ada. 3. Anak-anak sering tidak belajar karena guru sering tidak masuk,sehingga perilaku anak tidak terkontrol 4. Pendekatan yang dilakukan guru tidak sesuai dengan perkembangan remaja 5. Sarana dan prasarana sekolah kurang memadai,akibatnya aktivitas anak jadi terbatas. Lingkungan Masyarakat 1. Kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat dalam membelajarkan anak atau mancegah pelanggaran tata tertib sekolah 2. Media cetak dan media elektronik yang beredar secara bebas yang sebenarnya belum layak buat remaja,misalnya berupa gambar porno,buku cerita cabul. 3. Adanya contoh/model di lingkungan masyarakat yang kurang menguntungkan bagi perkembangan remaja, misalnya main judi, minuman keras dan pelacuran

E. USAHA PENANGGULANGANNYA Usaha penanggulangan perilaku menyimpang dapat bersifat pencegahan (peventif), pengentasan(currative), pembentulan (corrective), dan penjagaan atau pemeliharaan (preservative). a. Usaha yang dilakukan oleh keluarga Menciptakan hubungan yang harmonis dan terbuka di antara anggota keluarga, anak mereka, lebih kerasan di rumah dari pada keluyuran di luar rumah. Orang tua jangan terlalu menuntut secara berlebihan kepada anak untuk berprestasi atau memaksakan kehendaknya untuk mengambil jurusan/bidang studi

tertentu bilamana tidak sesuai dengan kemampuan/potensi yang dimiliki anak. membantu mengatasi berbagai kesulitan yang dialami remaja. b. Usaha yang dapat dilakukan oleh sekolah Menegakkan disiplin sekolah Membantu masalah yang dialami oleh siswa sebagaimana diketahui bahwa salah satu sumber terjadinya perilaku menyimpang yaitu siswa menghadapi masalah. Yang tidak terpecahkan. Menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana belajar sekolah perlu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. c. Usaha masyarakat dalam menangulangi perilaku menyimpang Secara bersama-sama ikut mengontrol dan menegur bila ada anak yang tidak masuk kelas pada jam pelajaran berlangsung, misalnya nongkrong di warung. Melaporkan kepada pihak sekolah bila mengetahui ada siswa dari sekolah itu melakukan tindakan menyimpang. Ikut menjaga ketertiban sekolah, dan menciptakan suasana yang aman dan nyaman untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang baik.

Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturanaturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat

mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang

tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada, perilaku menyimpang yang disengaja, bukan karena pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, padahal ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988) mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang. Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa. Hampir setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan di mediamedia massa, dimana sering terjadi di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Data di Jakarta tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban

meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Tambunan, dalam e-psikologi, 2001). Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja, selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60% dari 71.281 orang. Unicef Indonesia menyebut angka 30% dari 40-150.000, dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total penjaja seks (Sri Wahyuningsih dalam Dep.Sos, 2004). Berdasarkan hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi anak (Hawari, 1997). Selain itu suasana keluarga yang meninbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994) orangtua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anakanaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya (Hurlock, 1973). Selanjutnya Tallent (1978) menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah, biasanya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, menghargai pendapat anak dan hangat. Hal ini disebabkan karena anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah antara orangtua, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya jika anak mempersepsi keluarganya berantakan atau kurang harmonis maka ia akan terbebani dengan masalah yang sedang dihadapi oleh orangtuanya tersebut.

Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri, sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan. Shavelson & Roger (1982) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan tingkah laku dirinya. Bagimana orang lain memperlakukan individu dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan acuan untuk menilai dirinya sendiri ( Mussen dkk, 1979). Masa remaja merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya tentang bagaiman pendapat orang lain tentang dirinya (Rosenberg dalam Demo & Seven-Williams, 1984). Pada masa tersebut kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak hanya mampu membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya, namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain tentang tentang dirinya ( Conger, 1977). Oleh karena itu tanggapan dan penilaian orang lain tentang diri individu akan dapat berpengaruh pada bagaimana individu menilai dirinya sendiri. Conger ( dalam Mnks dkk, 1982) menyatakan bahwa remaja nakal biasanya mempunyai sifat memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam, curiga, implusif dan menunjukan kontrol batin yang kurang. Sifat sifat tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Rais (dalam Gunarsa, 1983) mengatakan bahwa remaja yang didefinisikan sebagai anak nakal biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang tidak bermasalah. Dengan demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis dan memiliki konsep diri negatif kemungkinan memiliki kecenderungan yang lebih besar menjadi remaja nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam keluarga harmonis dan memiliki konsep diri positif. Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa data di atas, yang menyebutkan

di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan sering terjadi kenakalan remaja, sehingga peneliti tertarik ingin melihat kecenderungan kenakalan remaja di daerah-daerah, khususnya di SMP Negeri 20 di Wilayah Jebres Surakarta. Dimana menurut sinyalemen dari masyarakat setempat dan kepala sekolah serta guru-guru di sekolah tersebut terdapat kecenderungan kenakalan remaja yang relatif tinggi dibandingkan sekolah lainnya di daerah tersebut, ini disebabkan karena sekolah tersebut berlokasi di pinggiran kota dan kebanyakan dari siswasiswa sekolah tersebut berasal dari keluarga yang mempunyai status ekonomi menengah kebawah.

You might also like