You are on page 1of 16

ABSTRAK Banjir merupakan salah satu bentuk daya rusak air dan merupakan fenomena alam yang terjadi

akibat tingginya curah hujan dan tidak cukupnya kapasitas badan air (sungai atau saluran drainase) untuk menampung dan mengalirkan air. Kondisi yang terjadi pada kawasan permukiman Bumi Tamalanrea Permai (BTP), antara lain ditandai dengan genangan air di daerah dataran rendah sebagai fenomena awal terjadinya banjir dimusim hujan. Hal tersebut diperburuk dengan kondisi drainase perumahan masyarakat sekitar yang berdasarkan hasil survey, ditemukan bahwa sebagian besar drainase di kawasan perumahan BTP mengalami sedimentasi serta penyempitan saluran drainase yang berdampak negatif pada kurangnya kapasitas atau volume air yang dapat ditampung oleh drainase tersebut. Pada kawasan perumahan BTP yang sering terjadi banjir adalah di Blok AB, AC, AD, dan AF yang terjadi setiap tahun dengan ketinggian banjir berkisar antara 50cm 1m yang mengakibatkan rumah-rumah di sekitar Blok tersebut terendam air. Tujuan survey mitigasi bencana banjir ini untuk mencari solusi dan upaya pengendalian banjir Kawasan Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP) secara struktural sehingga dampak kerugian akibat bencana banjir dapat diminimalisir. Dalam penentuan alternatif penanggulangan dilakukan analisis spatial wilayah untuk menentukan perencanaan yang sesuai. Kata kunci : Banjir, drainase

A. PENDAHULUAN Banjir merupakan suatu fenomena alam. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum RI (Departemen Kimpraswil, 2001), banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran air tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan, dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering. Kota Makassar merupakan salah satu Kota yang belum dapat menyelesaikan masalah banjir yang biasa terjadi. Setiap musim penghujan, beberapa titik-titik lokasi mengalami genangan air bahkan banjir karna faktor-faktor tertentu. Salah satu lokasi daerah rawan banjir di Kota Makassar adalah Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Jalan Perintis Kemerdekaan VII, Kecamatan Tamalanrea. Banjir tersebut tidak lain disebabkan oleh beberapa faktor seperti landainya suatu kawasan sehingga menjadikan kawasan tersebut menjadi tempat pertemuan terakhir dari aliran air yang ada di sekitar kawasan lain yang lebih tinggi.

Sistem jaringan drainase di suatu kawasan permukiman semestinya dirancang untuk menanampung debit aliran yang normal, terutama pada saat musim hujan. Artinya kapasitas saluran drainase sudah diperhitungkan untuk dapat menampung debit air yang terjadi sehingga kawasan tersebut tidak mengalami genangan atau banjir. Jika kapasitas sistem saluran drainase menurun dikarenakan oleh berbagai sebab maka debit yang normal sekalipun tidak akan bisa ditampung oleh sistem yang ada. Menurunnya kapasitas sistem drainase dapat banyak disebabkan karena terdapat endapan, terjadi kerusakan fisik sistem jaringan, adanya bangunan lain di atas sistem jaringan. Pada waktu-waktu tertentu saat musim hujan sering terjadi peningkatan debit aliran, atau telah terjadi peningkatan debit yang dikarenakan oleh berbagai sebab, maka kapasitas sistem yang ada tidak bisa lagi menampung debit aliran, sehingga mengakibatkan banjir di suatu kawasan. Sedangkan penyebab meningkatnya debit antara lain, curah hujan yang tinggi di luar kebiasaan, perubahan tata guna lahan, kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran Sungai ( DAS ) disuatu kawasan. Kemudian jika suatu perkotaan atau kawasan terjadi penurunan kapasitas sistem sekaligus terjadi peningkatan debit aliran, maka banjir akan semakin meningkat, baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya.

B. KAJIAN LITERATUR 1. Pengertian banjir Berdasarkan Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan Dan Rekayasa Sipil Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir, banjir merupakan aliran air di permukaan tanah (surface water) yang relative tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai sehingga melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan genangan/aliran dalam jumlah yang melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia dan lingkungan. Bencana banjir dapat dikategorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam yang dipicu oleh beberapa faktor penyebab seperti curah hujan, iklim, gemorfologi wilayah, dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam, yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan menjadi rusak.

2. Tipologi Kawasan Rawan Banjir Karakteristik kawasan rawan banjir secara garis besar terbagi menjadi 4 tipe, yaitu:

a. Daerah pesisir/pantai; dataran rendah yang elevasi muka tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level/MSL). Potensi banjir berasal dari aliran sungai yang bermuara di pantai dan terjadinya pasang air laut. b. Daerah dataran banjir (foodplain); daerah dataran rendah di kiri dan kanan alur ysungai, yang elevasi muka tanahnya sangat landai dan relative datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal di daerah tersebut. c. Daerah sempadan sungai; daerah rawan banjir yang berada sekitar 100m di kiri-kanan sungai besar, dan 50m di kiri-kanan anak sungai atau sungai kecil. d. Daerah cekungan; daerah yang relative cukup luas baik di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi daerah rawan banjir, bila penataan kawasan atau ruang tidak terkendali dan mempunyai sistem drainase yang kurang memadai. Daerah cekungan yang dilalui sungai, pengelolaan bantaran sungai harus benar-benar dibudidayakan secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir dapat dihindarkan.

3. Faktor Penyebab dan Resiko Kawasan Rawan Bencana Banjir


Tabel 1 Faktor Penyebab Kawasan Rawan Bencana Banjir di Daerah cekungan Faktor Penyebab Kondisi Alam Peristiwa Alam Elevasi muka tanah Lama dan intensitas hujan tinggi, relative datar terhadap baik hujan lokal di daerah muka air normal tersebut hujan di daerah hulu sungai/ saluran sungai; terdekat; Meluapnya air sungai karena Kecepatan aluran kemiringan dasar saluran kecil sungai rendah karena dan kapasitas aliran sungai tidak kemiringan dasar memadai; saluran yang relative Sedimentasi, pendangkalan dam kecil. penyempitan sungai. Sumber: Teknik Mitigasi Banjir dan Longsor, 2009 Aktivitas Manusia Belum ada pola budidaya dan pengembangan daerah cekungan; Peruntukan tata ruang kawasan belum memadai dan tidak sesuai; Sistem drainase tidak memadai; Prasarana pengendali banjir yang terbatas; Peruntukan tata ruang di daerah penguasaan sungai (DPS) hulu.

Tabel 2Kriteria Resiko Kawasan Rawan Banjir Cekungan Faktor Penyebab Kondisi Alam Topografi Debit aliran Sungai Tingkat Permeabilitas Tanah Muka Air Tanah Tinggi Datar & sedikit landau >50m3/dt <10mm/dt Tinggi Resiko Sedang Landai & agak curah >10m3/dt >10mm/dt Sedang Rendah Curam & berbukit <10m3/dt >27,7mm/dt Dalam

Peristiwa Alam Aktivitas Manusia

Tingkat Retensi Air Intensitas Curah Hujan Penyedotan Air Tanah Sistem Drainase Pemanfaatan Ruang

Tinggi >200mm/th Tidak terkendali

Sedang

Rendah

Buruk Melanggar Rencana Tata Ruang Sumber: Teknik Mitigasi Banjir dan Longsor, 2009

Kurang terkendali Cukup Melanggar RTRW

Cukup terkendali Baik Sesuai RTRW

4. Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Banjir


Tabel 3 Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Banjir Cekungan No. 1 Tipologi KRB D1 Resiko Tinggi Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Hutan Lindung Hutan produksi Kawasan resapan air Hutan rakyat Kawasan sekitar danau/waduk, Pertanian mata air. Perikanan Perhubungan/pelabuhan Hutan Lindung Kawasan bergambut Kawasan resapan air Sempadan sungai Kawasan sekitar danau/waduk/mata air. Kawasan suaka alam Taman nasional/taman hutan raya/taman wisata alam Hutan produksi Hutan rakyat Pertanian Perikanan Perkebunan Perdagangan Industry Pertambangan Permukiman Perhubungan/pelabuhan Pariwisata Hutan produksi Hutan rakyat Pertanian Perikanan Perkebunan Perdagangan Industry Pertambangan Permukiman Perhubungan/pelabuhan Pariwisata

D2 Resiko Sedang

D3 Resiko Rendah

Hutan Lindung Kawasan bergambut Kawasan resapan air Sempadan sungai Kawasan sekitar danau/waduk/mata air. Kawasan suaka alam Taman nasional/taman hutan raya/taman wisata alam

Sumber: Teknik Mitigasi Banjir dan Longsor, 2009

5. Teknik Pengendalian dan Peringatan Dini Bencana Banjir a. Teknik Pengendalian Prinsip dasar pengendalian daerah banjir secara teknis dilakukan dilakukan dengan

meningkatkan dimensi palung sungai sehingga aliran air yang lewat tidak melimpah keluar dari palung sungai. Manajemen yang dapat dilakukan antara lain: Membuat tanggul sungai yang memadai serta membuat waduk atau tendon air untuk mengurangi banjir puncak; Menambah saluran pembuangan air dengan saluran sudetan (banjir kanal atau floodway). Pengetatan larangan penggunaan lahan di bantaran sungai untuk bangunan. Larangan pembuangan sampah ke saluran drainase.

Teknik pengendalian banjir di daerah tangkapan air bertumpu pada penurunan koefisien limpasan melalui konservasi tanah dan air, yakni: Upaya peningkatan resapan air hujan yang masuk ke dalam tanah. Mengendalikan limpasan air permukaan pada pola aliran yang aman.

b. Peringatan Dini Bencana Banjir Apabila sejak dari hulu sudah ada peringatan maka daerah hilir akan lebih siap menghadapi banjir, sehingga kerugian dapat dikurangi. Pada daerah hulu peringatan dini dapat dilakukan dengan: Menempatkan pengukur hujan di hulu serta menyiapkan akses komunikasi ke wilayah hilirnya. Apabila dalam sehari besarnya curah hujan mencapai 100mm dan masih terlihat hujan terlihat hujan turun cukup lama dan mungkin deras (terutama pada malam hari) maka masyarakat sekitar daerah rawan banjir sudah harus siap mengungsi atau pindah ke tempat yang lebih tinggi. Informasi ini harus dikirimkan ke daerah rawan banjir di hilirnya. Identifikasi jenis material yang terbawa arus banjir. Jika banyak material non tanah tersangkut aliran air maka cenderung akan terjadi banjir besar. Banyaknya material nontanah (ranting dan batang pohon) yang tersangkut dapat menunjukkan besarnya kekuatan air yang mengangkutnya. Dengan demikian bila material yang yang terangkut tersebut banyak maka volume air yang membawanya juga banyak sehingga dapat diprediksi akan adanya banjir besar. Melihat dan mengamati kondisi awan dan lamanya hujan. Bila terlihat awan yang sangat tebal dan hujan yang terus menerus, terutama jika beberapa hari terjadi turun hujan berurutan, maka bencana banjir akan lebih besar sehingga masyarakat yang

tinggal di daerah rawan banjir diintruksikan agar lebih waspada dan bersiap untuk pindah ke tempat yang lebih tinggi. Peringatan dini di hulu tersebut secra berurutan diteruskan ke hilir secara sistematis dan disempurnakan dengan perkembangan teknologi setempat seperti: penggunaan system telematri (pengamatan jarak jauh dan tempat waktu), komunikasi via telepon (radio komunikasi), akses telepon dan via sms setiap warga posko ke Pengendalian banjir secara baik dan lancar.

6. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Banjir (KRB) Pengelolaan pemanfaatan ruang kawasan rawan banjir dilakukan melalui 3 kegiatan utama, yaitu: a. Sistem perjanjian Kebijakan system perizinan yang dikeluarkan instasnsi pemerintah dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, terdiri dari: 1) Izin lokasi; dikeluarkan oleh instansi pemerintah kota/kabupaten. Izin lokasi untuk kawasan rawan banjir (KRB) dapat dilakukan berdasarkan: Sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang dalam RTRW Kota/Kabupaten; Sesuai dengan kriteria pemanfaatan ruang untuk KRB; Memiliki rencana evakuasi (emergency exit plan). 2) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) IMB untuk KRB dapat diberikan berdasarkan: Sesuai dengan izin lokasi yang telah dikeluarkan oleh instansi Pemda Kota/kabupaten; Sesuai dengan kriteria mendirikan bangunan yang telah ditetapkan untuk KRB; Memiliki rencana detil engineering yang lengkap, aman, dan sesuai dengan kriteria mendirikan bangunan di KRB; Memiliki rencana evakuasi darurat (emergency exit plan).

3) Izin Penggunaan Bangunan (IPB) IPB dapat diberikan berdasarkan: Sesuai dengan IMB yang relah dikeluarkan oleh instansi Pemda

Kota/kabupaten;

Sesuai dengan kriteria penggunaan bangunan yang ditetapkan untuk KRB; Memiliki rencana evakuasi darurat (emergency exit plan). b. Pengawasan Pengawasan merupakan bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk mengamati, memeriksa kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang dapat dilakukan dengan menggunakan norma, standar, pedoman dan manual bidang penaatan ruang KRB. Pengawasan perlu dilakukan agar pemanfaatan ruang tidak menyimpang dan melanggar rencana tata ruang. Penyimpangan terhadap tata ruang KRB dapat berpotensi menimbulkan bahaya banjir. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan oleh lembaga terkait seperti: lembaga pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota),maupun lembaga non pemerintah (LSM) yang peduli lingkungan.
Tabel 4 Perizinan KRB Cekungan Perizinan Tipologi KRB Izin Terbatas Kawasan Lindung Cekungan D1 Kawasan Lindung & sebagian Budidaya permukiman D3 Sumber: Teknik Mitigasi Banjir dan Longsor, 2009 Izin Bersyarat Kawasan Lindung & sebagian Kegiatan Budidaya Kawasan Lindung & sebagian Kegiatan Budidaya Dilarang Semua kegiatan budidaya

D2

Kegiatan yg menyebabkan terjadinya banjir

c. Penertiban Penertiban dilakukan oleh lembaga terkait pemerintah yang bertujuan untuk memberikan peringatan, pemberian sanksi sampai pada eksekusi di lapangan terhadap penyimpangan dan pelanggaran pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang KRB yang telah ditetapkan. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang KRB meliputi: sanksi administrasi, denda, dan eksekusi di lapangan. Sanksi tersebut antara lain: Peringatan tertulis; Penghentian kegiatan sementara Penghentian sementara pelayanan umum (listrik, air bersih, telepon,dll);

Penutupan lokasi; Pencabutan izin; Pembatalan izin;

Pembongkaran bangunan; Pemulihan fungsi ruang; Pidana dan Denda;

7. Sistem Drainase Permukiman Sistem drainase untuk permukiman padat dapat menggunakan dsistem drainase perkeerasan yang dapat dibuat menggunakan perkerasan (batu kali, beton dll) atau tanpa perkerasan. Drainase di komplek permukiman banyak dibuat bersamaan dengan drainase jalan. Kriteria Desain Baik digunakan pada tanah yang mudah tererosi. Pada lahan yang terbatas, dapat digunakan penampang saluran
Gambar 1 Tipikal Drainase dengan Perkerasan

berbentuk persegi. Dapat digunakan dengan baik pada permukiman dengan kepadatan tinggi dan pada lahan dengan kemringan yang terjal.

Kelebihan/ Keuntungan Biaya pemeliharaan lebih murah dibandingkan dengan saluran tanpa perkerasan. Tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan saluran tanpa perkerasan.

Kekurangan/ Keterbatasan Biaya konstruksi lebih mahal dibandingkan dengan saluran dengan tanpa perkerasan Kecepatan aliran tinggi, tidak memungkinkan adanya infiltrasi dari saluran, debit akumulasi runoff tinggi.

C. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Kelurahan Tamalanrea, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar. Perumahan BTP berfungsi sebagai kawasan permukiman. Pemilihan lokasi penelitian

tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa Perumahan BTP

merupakan

salah satu lokasi rawan banjir pada setiap musim penghujan. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis spasial berbasis System Informasi Geografis (SIG) untuk mengkaji faktor penyebab banjir dan upaya penanggulangannya secara keruangan. D. PEMBAHASAN

Gambar 2 Lokasi Studi Kasus Perumahan BTP Perumahan Bumi Tamalanrea Permai terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan VII, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makssar. Kawasan rawan banjir di perumahan BTP berada di BTP blok AC, AD, AE, AF. Secara topografi kawasan rawan banjir yang ada di Perumahan BTP berbentuk Cekungan yang berada disekitar aliran anak Sungai Tallo. Kawasan rawan banjir berbentuk cekungan yang dikelilingi dataran yang lebih tinggi sehingga pada saat hujan limpasan air dipermukaan mengalir ke daerah cekungan sehingga menimbulkan genangan air bahkan banjir.
Tabel 5 Kawasan Banjir di BTP

Banjir yang terjadi di Perumahan BTP juga disebabkan oleh drainase yang mengalami sedimentasi. Hal tersebut menyebabkan pengurangan dimensi drainase sehingga saluran yang ada tidak mampu menampung dan mengalirkan air hujan menuju ke sungai ataupun ke tempat pengeluaran terakhir.

Gambar 3 drainase yang mengalami sedimntasi

Gambar 4 dimensi drainase

Pengurangan dimensi drainase disebabkan karena kerusakan fisik jaringan drainase dan adanya sedimentasi yang disebabkan akibat endapan lumpur, rumput dan sampah. Sedimentasi mengakibatkan kapasitas sistem saluran drainase menurun sehingga saluran tidak mampu menampung debit air dalam keadaan normal hingga airtergenang di

permukaan jalan. Keadaan tersebut dapat menjadi ancaman pada waktu-waktu tertentu, saat musim hujan sering terjadi peningkatan debit aliran maka kapasitas sistem yang ada tidak bisa lagi menampung debit aliran. Banjir terjadi apabila hujan yang cukup tinggi dan jatuh tersebar merata di seluruh kawasan perumahan kemudian air hujan yang ada mengalir mengikuti topografi kawasan menuju bagian cekungan perumahan. Air hujan tersebut kemudian berubah menjadi limpasan permukaan yang terkumpul secara cepat pada suatu titik keluaran (outlet) pada daerah cekungan. Jika hujan berlangsung selama 2jam, kawasan cekungan permukiman akan mengalami banjir hingga mencapai paha orang dewasa atau sekitar 50cm-1m. Pada saat hujan deras, hampir 70% bangunan rumah yang di kawasan cekung terendam banjir. Sebagian masyarakat mengungsi di masjid yang berada tidak jauh dari lokasi permukiman karena belum tersedia posko pengungsian.

10

Pada saat mengungsi, masyarakat tidak mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah, bantuan yang ada datang berasal dari swadaya masyarakat di sekitar lokasi banjir. Untuk mengantisipasi terjadinya banjir secara swadaya masyarakat menaikan pondasi rumah mereka masing-masing untuk mengurangi
Gambar 5 Masjid Yang Dijadikan Posko Pengungsian Warga Saat Banjir

kemungkinan air masuk kedalam rumah. Selain itu, secara swadaya masyarakat menimbun jalan untuk menaikkan elevasi kawasan.

Kesimpulan dan Rekomendasi Kawasan permukiman Perumahan BTP berada pada kawasan dengan tipologi dataran rendah cekungan dengan elevasi lahan rata-rata lebih rendah daripada elevasi muka air banjir maksimum dengan resiko tinggi terhadap banjir, maka perencanaan pengendalian pencegahan banjir yang dapat dilakukan antara lain: a. Pencegahan Banjir Sarana dan Prasarana

Drainase: normalisasi saluran drainase dan sungai, Penyediaan: waduk/kolam retensi dan system pompanisasi Sumur Resapan: Normalisasi sistem

penyerapan secara sederhana dengan membuat sumur resapan di pekarangan rumah Sarana Pelengkap Lainnya : Penyediaan peta daerah rawan banjir, jalur evakuasi, lokasi tempat penampungan sementara, posko banjir yang pada musim kemarau juga dapat di
Gambar 6 Sumur Resapan di Pekarangan

fungsikan sebagai aula, serta penyediaan pos pengawasan ketinggian air. Vegetasi Menanam vegetasi berupa tanaman semusim yang mampu meresapkan air, mencegah erosi dan memiliki nilai estetika seperti veriver dan bamboo. Veriver merupakan jenis tanaman spesies rumput. Bambu yang dimaksud disini adalah semua jenis bambu termasuk bambu hias. Kedua tanaman ini selain dapat meresap air dalam volume yang banyak, tanaman tersebut juga berfungsi sebagai pencegah erosi.

11

Regulasi: Melakukan pemanfaatan ruang yang sesuai untuk daerah rawan banjir di kawasan cekung; Melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemanfaatan ruang di kawasan rawan banjir dengan melakukan perizinan, pengawasan, penertiban agar sesuai dengan peruntukan lahan setempat. Mengurangi aktifitas aspek yang terkait faktor-faktor kerentanan sebagai berikut : Posisi jauh-dekatnya permukiman/aktifitas penduduk dari sungai (peraturan garis sempadan sungai harus diperhatikan). Posisi tinggi rendahnya suatu wilayah pada saat melakukan aktifitas Perlu dilakukan pemerataan persentase bangunan, sehingga tidak terjadi bangunan yang terkonsentrasi hanya pada satu wilayah saja. Perlu dilakukan penyelamatan terutama pada penduduk usia tua dan balita Keselamatan penduduk di sektor rentan seperti pertanian

E. DAFTAR PUSTAKA Paimin, dkk. 2009. Teknik Mitigisi Banjir dan Tanah Longsor. Trapenbos International Indonesia Programme.

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir (Kawasan Budidaya - Tipologi - Dataran Rendah Cekungan)

12

Lampiran Peta:

13

14

15

16

You might also like