You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yanhg sehat.

Apabila lingkungan sehat maka bakteri dan virus akan lebih sedikit berkembang biak disana. Begitupun dengan bakteri salmonella typhi penyebab demam tifod akan lebih banyak terdapat pada lingkungan yang kotor dan tingkat perilaku hidup bersih sehat sangat kurang sehingga kuman tersebut akan banyak terdapat disana. Kurangnya menjaga kebersihan lingkungan dan rendahnya kesadaran mastarakat dalam berperilaku hidup bersih sehat akan menjadi bimerang bagi masyarakat itu sendiri, khususnya lingkungan mereka akan lebih rentan terkena penyakit. Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi. Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. 1. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem gastrointestinal khususnya pada pasien demam tifoid. 1. Tujuan Penulisan 2. Tujuan Umum Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami konsep materi mengenai sistem gastrointestinal dan gangguannya, khusunya mengenai demam tifoid. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami definisi demam tifoid. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami etiologi demam tifoid. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami fatofisiologi demam tifoid. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami manifestasi klinis demam tifoid. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami komploikasi demam tifoid. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami penatalaksaan demam tifoid. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien yang menderita demam tifoid. 9. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan kepada pasien yang menderita demam tifoid. 10. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus. 11. Mampu menyebutkan dan memahami anatomi serta fisiologi sistem gastrointestinal.

1. Manfaat 1. Keilmuan / Teori Menambah ilmu pengetahuan terutama dalam keperawatan keluarga yang berhubungan dengan penyakit demam tifoid. 2. Bagi Perawat / Mahasiswa Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan mnegenai demam tifoid. 3. Bagi Masyarakat / Keluarga Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta penyebab penyakit demam tifoid di masyarakat sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999 ). Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999). Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002) 1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot

melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang 2 meter dari ileum dengan panjang 4 5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum. Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit. Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyers adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum. ( Evelyn C. Pearce, 2000). Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus : 1. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran saluran limfe. 2. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. 3. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida.

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan. Enzim yang bekerja ialah : 1. 2. 3. 4. 5. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida,

1. Etiologi Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997). Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. 1. Patofisiologi / Pathway Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjarkelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang. Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis demam tifoid. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.

Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-selretikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karenamembantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalamkeadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002). Pathway : Salm onell a typhi (Juw ono, 1999 ) 1. M anife stasi Klini s 1. Min ggu I Dala m ming gu perta ma peny

Kelemahan fisik

Perdarahan perkusi Gangguan pengaturan suhu tubuh

akit keluhan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. 2. Minggu II Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. 1. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. 1. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus 1. Pemeriksaan Uji Widal Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:

Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita demam tifoid.(Widiastuti Samekto, 2001). 1. Komplikasi 1. Komplikasi intestinal a. Perdarahan usus b. Perporasi usus c. Ilius paralitik 2. Komplikasi extra intestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis. b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik. c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis. d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis. e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis. f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia. 1. Penatalaksanaan Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas. Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu : perawatan, diet dan obat-obatan. 1. Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktuwaktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. 1. Diet Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. 1. Obat Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah : 1. Kloramfenikol 2. Thiamfenikol

3. 4. 5. 6.

Ko-trimoksazol Ampisillin dan Amoksisilin Sefalosporin generasi ketiga Fluorokinolon.

Obat-obat simptomatik : 1. Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin). 2. Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari). 3. Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler. BAB III TINJAUAN KASUS

1. Kasus I Hari ini Nn. W usia 20 datang ke ruang IRD RS Wijaya Kusuma dengan keluhan demam tinggi (39C) sejak kemarin. Keluhan lain: nyeri kepala, mual, batuk, klien mengeluh sudah beberapa hari tidak BAB, klien mengatakan susah tidur dan sering terbangun, klien mengatakan lemah untuk melakukan aktifitas, klien mengeluh kesakitan daerah perut, klien mengatakan mulut terasa pahit, dan badan lemas. Setelah dilakukan vital sign & pemeriksaan fisik ditemukan data: T=120/70 mmHG, N=110 x/menit, RR=30 x/menit, keadaan lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi, bibir pecah-pecah, muka merah, banyak keringat). Klien lalu diperiksa Lab (uji widal: 500, periksa darah lengkap: leukosit < 500 /mm3, dan SGOT-SGPT) semua hasilnya positif. Terpasang O2, klien terlihat gelisah, tampak meringis menahan sakit, lemah, BB menurun, tampak bedrest,dan aktivitas dibantu, teraba massa feses pada perut bagian bawah, porsi makan tidak habis, muntah. Keluarganya mengatakan sebelumnya tidak mau dibawa ke RS karena merasa penyakitnya akan sembuh sendiri tetapi setelah panasnya semakin tinggi klien semakin cemas dan akhirnya mau dibawa ke RS. Diperoleh keterangan pula, bahwa ayah klien mempunyai riwayat hipertensi. 1. Pertanyaan Kasus 1. Jelaskan penyakit yang diderita Nn. W ! 2. Tuliskan Metodelogi Keperawatan secara lengkap dari mulai pengajian s/d evaluasi! 1. Jawaban 2. Nn. W berdasarkan kasus diatas menderita penyakit Demam Tifoid yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi yang menyerang sistem pencernaan khususnya pada usus halus dan juga sistem imun Nn. W. Sehingga menimbulkan gejala khasa seperti demam tinggi, rasa nyeri pada abdomen, sakit kepala, kelemahan, dan juga BB yang menurun serta bagian lidah yang kotor. 1. Metodelogi Keperawatan terhadap kasus diatas:

Pengkajian

1. Identitas Nama Umur J. Kelamin Agama Suku/Bangsa Pendidikan Pekerjaan Alamat Penanggung Jawab : Nn. W : 20 tahun : Perempuan : Islam : Sunda/indonesia : S1 : Mahasiswa : Ds. Ranjiku kec. Penggung : Tn. Kosidin

1. Riwayat Sakit dan Kesehatan 1. Keluhan utama: Demam dan intoleransi pisik. 1. Riwayat Penyakit sekarang: pasien saat ini mengeluh demam tinggi, nyeri kepala, mual, batuk, tidak BAB, susah tidur, sulit melakukan aktivitas, sakit pada daerah perutnya, mulut pahit, badan lemas dan juga gelisah. 1. Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak ada 1. Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi 1. Riwayat Kesehatan Keluarga: Bahwa ayah pasien memiliki penyakit hipertensi 1. Susunan Keluarga: Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dalam keluarga Tn. Kosidin. Pengkajian Fisik Batas Normal

Hasil Pemeriksaan

Tanda-tanda Tanda-tanda vitala) Suhu : 39 C vitalSuhu 36-37 C, nadi 60-100 x/menit, b) Nadi :110 x/menit tensi rata-rata 130/80 mmHg, RR 16-24 c) TD : 120/70 mmHg x/menit d) RR : 30 x/menit e) f) BB : 45 kg TB : 156 cm

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah : 1. Resti ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi, banyak keringat yang keluar dan muntah ditandai dengan bibir pecahpecah, turgor kulit jelek. 2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ditandai dengan nyeri kepala, klien mengeluh kesakitam daerah perut, dan pasien tampak meringis menahan sakit. 3. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan mual muntah, ditandai dengan penuruna BB. 4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi, ditandai dengan suhu tubuh pasien 390c. 5. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan klien mengatakan lemah untuk melakukan aktifitas dan badan terasa lemas. 6. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat ditandai dengan pasien mengatakan cemas terhadap penyakitnya (kenaikan suhu).

Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
I. Diagnosa. 1

Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah. Tujuan : Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi Kriteria hasil : Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada Intervensi :

Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
II. Diagnosa. 2

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ditandai dengan nyeri kepala, klien mengeluh kesakitam daerah perut, dan pasien tampak meringis menahan sakit. Tujuan : rasa nyeri dapat berkurang. Intervensi : Kaji lokasi, skala nyeri, kaji kemampuan klien dalam menahan rasa nyeri, lakukan teknik distraksi relaksasi untyuk menguyrangi rasa nyeri, lakukan penempatan posisi yang nyaman, kolaborasi dalam pemberian analgetik. III. Diagnosa 3Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Tujuan : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi Kriteria hasil : Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat. Intervensi : Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
VI. Diagnosa 4

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi Tujuan : Hipertermi teratasi Kriteria hasil : Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.

Intervensi : Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
V. Diagnosa 5

Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi Kriteria hasil Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot. Intervensi : Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barangbarang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
VI. Diagnosa 6

Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris. Intervensi : Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
VII. Diagnosa 7

Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil :

Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan. Intervensi : Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien.

Evaluasi

Berdasarkan implementasi yang di lakukan, tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, nyeri dapat teratasi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

1. Analisa Sintesa Setelah dilakukan analisis terhadap kasus diatas, kami dapat menarik kesimpulan bahwa pasien pada kasus diatas menderita demam tifoid, yaitu penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi, hal tersebut di tunjang dengan data-data dan tanda gejala seperti demam tinggi (39C), nyeri kepala, mual, batuk, klien mengeluh sudah beberapa hari tidak BAB, klien mengatakan susah tidur dan sering terbangun, klien mengatakan lemah untuk melakukan aktifitas, klien mengeluh kesakitam daerah perut, klien mengatakan mulut terasa pahit, dan badan lemas. T=120/70 mmHG, N=110 x/menit, RR=30 x/menit, keadaan lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi, bibir pecah-pecah, muka merah, banyak keringat). Klien lalu diperiksa Lab (uji widal: 500, periksa darah lengkap: leukosit < 500 /mm3, dan SGOT-SGPT) semua hasilnya positif. Oleh karenanya untuk penatalaksaan medis dan demi kesembuhannya, pasien perlu di rawat di rumah sakit.

BAB IV PENUTUP 1. Simpulan Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi. Kuman ini masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Untuk penangannya sendiri perlu perawatan, diet, dan obat. Apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan banyak komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan pasien. 1. Saran Mencegah adalah lebih baik dari pada mengobati. Begitupun dengan penyakit demam tifoid ini pencegahaan sangatlah dianjurkan. Beberapa cara pencegahan yang dilakukan pada demam tifoid ini adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas. Dikarenakan kuman ini sangat banyak pada lingkingan yang kotor, maka sangat perlu untyuk menjaga kebersihan lingkingan dan menjaga perolaku hidup bersih sehat di masyarakat.

You might also like