You are on page 1of 9

ANAK TUNANETRA A.

Pengertian Gangguan Penglihatan (ketunanetraan) Tunanetra adalah seseorang yang memiliki Hambatan dalam penglihat-an/ tidak berfungsinya indera penglihatan. Seseorang dikatakan Low vision apabila orang tersebut mengalami kekurangan penglihatan. Pengertian tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk setengah melihat, low vision atau rabun adalah bagian dari kelompok anak tunanerta. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini diketahui dalam kondisi : 1. ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas. 2. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu. 3. Posisi mata sulit dikendalikan oleh saraf otak. 4. Terjadi kerusakan susunan saraf otak yang berhubungan dengan penglihatan. Dari kondisi diatas, pada umumnya yang digunakan sebagai patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatannya. Untuk mengetahui ketunanetran dapat mengunakan tes Snellen Card. Anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter. Anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu: 1. Buta Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0). 2. Low Vision Anak masih bisa menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar.

B. Klasifikasi 1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan:

a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir b. Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil c. Tunenatra pada usia sekolah atau pada masa remaja d. Tunanetra pada usia dewasa e. Tunanetra dalam usia lajut.

2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan: a. Tunanetra ringan b. Tunanetra setengah berat. c. Tunanetra berat.

3. Berdasarkan pemeriksaan klinik.

4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata: a. Myopia;adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. b. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. c. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidak beresan pada kornea mata.

C. Penyebab Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luar anak (eksternal). Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain (DITPLB, 2006): 1. Pre-natal Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain: a. Keturunan Ketunanetraan yang disebabkanoleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor

keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanyasukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal. b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhandalam kandungan dapat disebabkan oleh: - Gangguan waktu ibu hamil. - Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan. - Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang. - Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri. - Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan. 2. Post-natal Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain: a. Kerusakan pada mata atau saraf mata padawaktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras. b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan. c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya: - Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A. - Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis. - Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih. - Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata,

sehingga tekanan pada bola mata meningkat. - Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluhdarah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan. - Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk.Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan. - Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dariinkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total. d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.

D. Karakteristik 1. Tunanetra a. Fisik Keadan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.perbedaan nyata diantaranya mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik antara lain: mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan sebagainya.

b. Perilaku 1) Beberapa gejala tingkah laku pada anak yang mengalami gangguan penglihatan dini antara lain; berkedip lebih banyak dari biasanya. menyipitkan mata, tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.

2)

Adanya keluhan-keluhan antara lain : mata gatal, panas, pusing, kabur atau penglihatan ganda.

c. Psikis. 1) Mental/Intelektual Tidak berbeda jauh dengan anak normal. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pda batas atas sampai batas bawah.

2) Sosial Kadangkala ada keluarga yang belum siap menerima anggota keluarga yang tuna netra sehingga menimbulkan ketegangan/gelisah di antara keluarga. Seorang tunanetra biasanya mengalami hambatan kepribadian seperti curiga terhadap orang lain, perasaan mudah tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan.

2. Low Vision Ciri-ciri antara lain : a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar c. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu.

E. Alat Pendidikan Alat pendidikan bagi tunanetra terdiri dari : Alat pendidikan khusus, alat Bantu peraga dan alat peraga. a. Alat Pendidikan Khusus : b. Alat Bantu Alat bantu perabaan (buku-buku, air panas/dingin, batu, dsb) Alat Bantu pendengaran (kaset, CD, talkingbooks) Reglet dan pena Mesin tik Baille Printer Braille Abacus

c. Alat Peraga Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran.(patung hewan, patung tubuh manusia, peta timbul)

Alat Bantu pendidikan bagi anak low vision terdiri dari alat Bantu optic, alat Bantu kacamata, kaca mata pembesaran dan alat peraga.

F. Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra Akibat dari ketunanertaan, maka pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak, tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Akibatnya perkembangan kognitif anak tunanerta cendrung terhambat dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitf tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan (IQ), tetapi juga dengan kemampuan indra penglihatannya. Melalui indera penglihatan seseorang mampu melakukan pengamatan terhadap dunia sekitar, tidak saja pada bentuknya (pada objek berdimensi dua) tetapi juga pengamatan dalam (pada objek berdimensi tiga), warna, dan dinamikanya. Melalui indra inilah sebagian besar rangsang atau informasi akan diterima untuk selanjutnya diteruskan ke otak, sehingga timbul kesan atau persepsi dan pengertian tertentu terhadap rangsang tersebut. Melalui kegiatankegiatan yang bertahap dan terus menerus seperti inilah yang pada akhirnya mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan kognitif seseorang sehingga mampu berkembang secara optimal.

G. Perkembangan Motorik Anak Tunanetra Perkembangan motorik anak tunanetra cendrung lambat dibandingkan dengan anak awas pada umumnya. Keterlambatan ini terjadi karna dalam perkembangan perilaku motorik diperlukan adanya koordinasi fungsional antara neuromuscular system (system persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif), serta kesempatan yang diberikan oleh lingkungan. Pada anak tunanerta mungkin fungsi neuromuscular system tidak bermasalah tetapi fungsi psikisnya kurang mendukung serta menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya. Secara fisik, mungkin anak mampu mencapai kematangan sama dengan anak awas

pada umumnya, tetapi karna fungsi psikisnya (seperti pemahaman terhadap realitas lingkungan, kemungkinan mengetahui adanya bahaya dan cara menghadapi, keterampilan gerak yang serba terbatas, serta kurangnya keberanian dalam melakukan sesuatu) mengakibatkan kematangan fisiknya kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam melakukan aktivitas motorik. Hambatan dalam fungsi psikis ini secara langsung atau tidak langsung terutama berpangkal dari ketidakmampuannya dalam melihat.

H. Perkembangan Emosi Anak Tunanetra Perkembangan emosi anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang awas. Keterhambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar mencoba-coba untuk menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karma dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkannya mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri maupun lingkungannya. Perkembangan emosi anak tunanetra akan semakin terhambat bila anak tersebut mengalami deprivasi emosi , yaitu keadaan dimana anak tunanetra tersebut kurang memiliki kesempatan untuk menghayati pengalaman emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang, kegembiraan, perhatian, dan kesenangan. Anak tunanetra yang cenderung mengalami deprivasi emosi ini terutama adalah anak-anak yang pada masa awal kehidupan atau perkembangannya ditolah kehadirannya oleh linkungan keluarga atau masyarakat. Deprivasi emosi ini akan sangat berpengaruh terhadap aspek perkembangan lain : kelambatan dalam perkembangan fisik, motorik, bicara, intelektual dan social. Selain itu, anak yang mengalami deprivasi emosi akan bersifat menarik diri, mementingkan diri sendiri,serta sangat menuntut pertolongan atau perhatian dan kasih saying dari orang-orang disekitarnya.

I. Perkembangan Sosial Anak Tunanetra Perkembangan social berarti dikuasainya seperangkat kemampuan untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat. Bagi anak tunanetra penguasaan seperangkat kemampuan bertingkah laku tersebut tidaklah mudah. Anak tunanetra lebih banyak menghadapi masalah dalam perkembangan social. Hambatan-hambatan tersebut adalah kurangnya motivasi, ketakutan

menghadapi lingkungan social yang lebih luas atau baru, perasaan rendah diri, malu, keterbatasan anak untuk dapat belajar social melalui proses identifikasi dan imitasi, serta sikapsikap masyarakat yang sering kali tidak menguntungkan : penolakan, penghinaan dan sikap tak acuh. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa bagaimana perkembangan social anak tunanetra itu sangat bergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri. Bila perlakuan dan penerimaannya baik, maka perkembangan social anak tunanetra tersebut akan baik dan begitu juga sebaliknya.

J. Dampak Ketunanetraan bagi Keluarga, Masyarakat, dan Penyelenggara Pendidikan Hasil penelitian para ahli mengenai pandanga dan sikap orang awas terhadap penyandang tunanetra adalah bahwa dalam pandangan orang awas,penyandang tunanetra memiliki beberapa karakteristik, baik yang sifatnya positif maupun negative. Penilaian Negatif : 1. Penyandang tunanetra pada umumnya memiliki sikap tidak berdaya. 2. Sifat ketergantungan. 3. Memiliki tingkat kemampuan rendah dalam orientasi waktu. 4. Tidak pernah merasakan kebahagiaan. 5. Memiliki sifat kepribadian yang penuh dengan frustasi-frustasi. 6. Kaku. 7. Resisten terhadap perubahan-perubahan. 8. Cenderung kaku dan cepat menarik tangan dari lawannya pada saat bersalaman. 9. Mudah mengalami kebingungan ketika memasuki lingkungan yang tidak familiar yang ditunjukkan dengan perilaku-perilaku yang tidak tepat.

Penilaian Positif : 1. Penyandang tunanetra lebih peka terhadap suara, perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan alat musik. 2. Ketertarikan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama.

Sebaliknya, para penyandang tunanetra sendiri beranggapan bahwa orang awas pada umumnya memiliki sikap sebagai berikut : 1. Pada umumnya orang awas tidak tahu banyak tentang orang buta dan kemudian akan terheran-heran ketika orang tunanetra menunjukkan kemampuannya dalam beberapa hal. 2. Orang awas cenderung kasihan pada orang tunanetra dan pada saat yang sama mereka berfikir bahwa mereka lebih berani dibandingkan dengan orang awas lainnya.

Sikap orang tunanetra terhadap kebutaannya, menurut Bauman (Kirtley, 1975) bahwa keberhasilan dalam penyesuaian social dan ekonomi pada penyandang tunanetra berkaitan erat dengan sikap-sikap diri dan keluarganya terhadap penerimaan secara emosional yang realistik terhadap kebutaannya serta pemilikan kemampuan intelektual dan stabilitas psikologis. Reaksi orang tua terhadap ketunanetraan anaknya dibagi menjadi 5 kelompok : 1. Penerimaan secara realistik terhadap anak dan ketunanetraannya. 2. Penyangkalan terhadap ketunanetraan anak. 3. Overprotection atau perlindungan yang berlebihan. 4. Penolakan secara tertutup. 5. Penolakan secara terbuka.

Sikap para guru sebagai penyelenggara pendidikan, hasil penelitian Murphy (Kirtley, 1975) menunjukkan bahwa pada umumnya para guru (guru umum dan guru PLB) cenderung mengesampingkan anak tunanetra, tetapi guru khusus (guru PLB) cenderung bersikap lebih positif terhadap anak tunanetra.

ARRUM CHYNTIA YULIYANTI H1A 010 024 Sumber : Satria. 2011. Faktor Penyebab Tuna Netra. Available from: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2196715-faktorpenyebab-tuna-netra/#ixzz1eEq2nb9s (diakses 20 November 2011). Somantri. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Karakteristik dan Masalah Perkembangan Anak Tunanetra, 65-91. Bandung: PT. Refika Aditama.

You might also like