You are on page 1of 4

MAKALAH DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN PENDIDIKAN DOSEN: PROF.DR.H. BASUKI WIBAWA.

MM DISUSUN OLEH : AHMAD RIFAI PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA 2011

PENDAHULUAN
Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia maka diselenggarakanlah suatu sistem pendidikan nasional. Negara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Dengan pendidikan dan pengajaran itu diharapkan akan memperoleh pengetahuan dan kemampuan dasar sebagai bekal untuk dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kemampuan dasar yang dimaksud adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung, serta menggunakan Bahasa Indonesia. Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. Pada jalur luar sekolah, pemerintah menyediakan program paket A dan paket B (setara SLTP) bagi anak usia sekolah yang orang tuanya tidak mampu membiayai untuk masuk SD ataupun SLTP. Pendidikan Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Oleh karena itu, pendidikan memerlukan penanganan yang sangat serius, khususnya pemerintah yang memiliki otoritas anggaran. Melalui tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah harus berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan. Permasalahan di dunia pendidikan memang sangat kompleks. Bahkan dikatakan, dunia pendidikan di negeri ini seperti benang kusut yang sulit memulainya dari mana. Di antara permasalahan tersebut adalah kualitas pendidikan yang rendah yang mengakibatkan matinya kreativitas anak didik pasca sekolah dan jatuhnya rasa percaya diri siswa didik ketika menghadapi dunia kerja yang keras. Lulusan sekolah sering kali justru menjadi anak cengeng dengan sifat ABG-nya yang kental, dan semakin jauh dari realitas masyarakat di sekitarnya. Karakter lulusan sebagai produk pendidikan dinilai jauh dari yang diharapkan. Indikatornya adalah maraknya kejahatan, penipuan dan berkembangnya korupsi yang nota benenya dilakukan oleh orang-orang terdidik. Kemerosotan moral lulusan, tidak lepas dari system pendidikan yang diterapkan di In donesia. Dimana orientasi dari pendidikan hanya terbatas pada ranah kognitif, sehingga aspek moral dan budi pekerti menjadi terabaikan. Porsi pendidikan agama dan pendidikan moral yang diperkecil menandakan ketidak seriusan pemerintah di dalam mengatasi dekadensi moral yang melanda generasi mudanya. Seyogyanya pemerintah bersikap aktif dalam menggalakan program pembinaan moral, serta menjadikan akhlakul karimah sebagai tujuan utama yang harus dicapai dalam pendidikan ini.

Kaitan Sistem Pendidikan Dengan Pembinaan Karakter Lulusan


Karakter lulusan yang meliputi kejujuran, keadilan, kedisiplinan, kesopanan dan kearifan dewasa ini sudah mulai pudar bahkan hilang. Banyaknya tawuran, pencurian dan criminal lainnya merupakan bukti konkret bagaimana bobroknya moral

lulusan. Mestinya pendidikan yang ditempuh selama bertahun-tahun, dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan kepribadian siswa. Input yang diterima kemudian diproses dalam pendidikan, mestinya dapat menghasilkan output yang baik. Output pendidikan teknologi dan kejuruan adalah hasil belajar yang merefleksikan seberapa efektif proses belajar mengajar diselenggarakan. Artinya prestasi belajar ditentukan oleh tingkat efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Prestasi belajar ditunjukan oleh peningkatan kemampuan dasar dan kemampuan fungsional. Kemampuan dasar meliputi daya piker, daya kalbu, dan daya raga yang diperlukan oleh siswa untuk terjun dimasyarakat dan untuk mengembangkan dirinya. Daya piker meliputi daya pikir deduktif, induktif, ilmiah, kritis kreatif, eksploratif, diskoveri, nalar, lateral dan berfikir system. Daya kalbu terdiri dari daya spiritual, emosional, moral, rasa kasih sayang, kesopanan, toleransi, kejujuran, kebersihan, disiplin diri harga diri, tanggung jawab, keberanian moral, kerajinan, komitmen, estetika dan etika. Daya raga meliputi kesehatan, stamina, ketahanan dan ketrampilan (olah raga, kesenian dan kejuruan ). Kemampuan fungsional meliputi kemampuan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan, kemampuan mengelola sumberdaya (sumber daya uang, bahan, alat, bekal, dsb ), kemampuan kerjasama, kemampuan memanfaatkan informasi, kemampuan menggunakan sistem dalam kehidupan, kemampuan berwirausaha, kemampuan kejuruan, kemampuan menjaga harmoni dengan lingkungan, kemampuan mengembangkan karir, dan kemampuan menyatukan bangsa berdasarkan pancasila.( Basuki Wibawa,2005). Sistem pendidikan tersusun dari komponen konteks, input, proses, output dan outcome. Konteks berpengaruh pada input, input berpengaruh pada proses, proses berpengaruh pada output dan output berpengaruh pada outcome. ( Basuki Wibawa, 2005) Pendidikan merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup, yaitu sosialisasi/penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, politik, media massa, dunia usaha, dan dunia industri (Buku Induk Pembangunan Karakter, 2010). Sehingga satuan pendidikan adalah komponen penting dalam pembangunan karakter yang berjalan secara sistemik dan integratif bersama dengan komponen lainnya.

Langkah-langkah Perbaikan Sistem Pendidikan Untuk Membangun Karakter Lulusan.


Untuk menjadikan pendidikan benar-benar sebagai pembangun karakter budaya bangsa Indonesia maka pendidikan harus dikelola secara professional. Karena itu pengelolaan pendidikan harus terdiri dari orang-orang yang paham tentang perkembangan dewasa ini dan sekaligus dapat mengantisipasi kebutuhan apa yang diperlukan bangsa Indonesia ke depan. Belajar dari pengalaman sejarah, dewasa ini kita dengan mudah menyaksikan berbagai keadaan janggal setiap hari, misalnya orang dibakar hidup-hidup oleh masa karena mencuri sepatu, muncul perkelahian antar pelajar, maraknya perkelahian ditengah masyarakat yang disebabkan oleh persoalan kecil,masih banyak penipuan,pembakaran rumah, dan merebaknay perzinaan, kini bangsa Indonesia hrus berani mengambil pelajaran dan melakukan instrospeksi untuk nmemperbaiki diri melalui pendidikan. Secara sekilas dapat dirasakan bahwa selama ini yang dikejar dijadikan target dalam pengelolaaan pendidikan adalah tercapainya nilai tinggi dan baik dalam ujian nasional, ujian tengah semester maupun ujian semester. Hamper semuanya dipersiapkan untuk mengejar kemampuan mencapai hasil akhir pendidikan secara kuantitatif, semua serba angka, sedikit yang berbicara tentang mutu, prosedur, dan perkembangan akhlak individu dari hari kehari. Dari segi esensi materi pendidikan bangsa kita belakangan ini sekedar lebih mengumakan pembinaan akal atau kekuatan intelektual yang sektoral dan sedikit tentang pengembangan fisik atau jasmanai. Selain kedua aspek di atas yakni jasmani dan otak, masih ada dua aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dan diberikan pendidikan yang memadai dalam rangka menggapai pendidikan yang sempurna yakni kecerdasan hati dan kehalusan ruh. Dua yang tersebut terakhir ini, selama ini luput tidak memperoleh perhatian hampir oleh semua penyelengggara pendidikan termasuk pesantren. Hal ini terbukti para lulusan cukup lumayan dalam menguasai ilmu, akan tetapi ilmu itu tidak dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu hanya sebatas teori tapi tidak bisa menjelma sebagai sikap hidup positif atau kepribadian.

Jika bangsa indonesia ingin berhail dalam pendidikan maka empat faktor yang diurakan diatas harus memperoleh perhatian yang memadai. ( Qomari Anwar,2002) Menurut Rahmat Ismail (dalam Khozin, 2006) bahwa ada beberapa hal yang perlu dibangun dan diperbaiki kembali dalam pendidikan supaya dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu: Pertama : Rekontruksi paradigma, dengan mengganti paradigma yang lama dengan paradigma baru, bahwa konsep pendidikan yang benar harus selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Rekontruksi ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi pendidikan Islam, yakni keluar dari belenggu dikotomi ilmu pengetahuan, keluar dari sistem pendidikan yang doktrinir dan otoriter, terlepas dari penyimpangan profesionalitas pendidik. Kedua : Memperkuat landasan moral. Kita melihat pengaruh dari globalisasi yang telah menimpa Indonesia, moral barat dengan mudahnya masuk ke dalam negari ini dan dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia, Maka sangat urgen sekali kalau moral para praktisi pendidikan Islam dibangun dan dibentuk dengan kokoh, supaya tidak terpengaruh dengan budaya barat tersebut. Ketiga : Menguasai lebih dari dua bahasa. Keempat : Menguasai komputer dan berbagai program dasarnya. Kelima : Pengembangan kompetensi kepemimpinan. Engkoswara (2001), secara sadar ataupun tidak, nyata dan diyakini oleh semua orang yang bergama bahwa membicarakan paradigma pendidikan nasional Indonesia hendaknya secara jelas mencakup hal-hal berikut ini : 1. 2. Hubungan antara manusia dengan Tuhan penciptanya, sehingga tercipta praktek beragama dalam kehidupan sehari-hari Hubungan manusia dengan dirinya yang dicerminkan dalam berbagai etika, akhlak dan ilmu kependudukan lainnya. Hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya, sehingga tercipta kehidupan yang tidak merusak ekosistem lingkungan. Hubungan anatar sesama manusia tetapi terkosentrasi pada sistem nilai yang sangat terbatas.

3.

4.

Sistem pendidikan yang dianut di Indonesia adalah system pendidikan dari barat yang menekankan aspek fisiknya dan pemberdayaan otak, namun hampa dan kering dalam wilayah ruhani. Perlu adanya keseimbangan antara aspek fisik dan aspek spiritual. Kurikulum yang diterapkanpun mestinya memuat pendidikan karakter. Di dalam bangsa yang kuat, terdapat karakter yang kuat . Demikianlah pemeo yang menggambarkan betapa karakter merupakan suatu aset yang tak ternilai harganya dalam membangun suatu negara dan bangsa. Lihat saja, Jepang. Karakter Samurai yang penuh integritas dan penuh semangat juang telah menjadikan Jepang bangsa yang besar dan selalu berhasil bangkit dari berbagai malapetaka: mulai dari bom atom sampai gempa bumi. Oleh karena itu, pembangunan karakter (character building) merupakan suatu keniscayaan apabila kita di Indonesia ingin bermetamorfosa dari sebuah negara dan bangsa yang sering dirundung masalah (seperti korupsi) menjadi bangsa yang besar di pentas dunia. Di sinilah, sektor pendidikan dapat memainkan peran strategis. Nah, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, khazanah pemikiran Islam secara logis tentu merupakan sumber yang kaya untuk memberikan kontribusi berharga bagi perumusan formula pendidikan character building. Adapun salah satu pemikir dunia Islam yang banyak memberikan perhatian pada isu tersebut adalah Ibnu Miskawaih (932 M 1030 M). Sebagaimana dikemukakan oleh Prof Suwito dalam disertasinya di UIN bertajuk Spiritualitas Pendidikan Akhlak (2004), Ibn Miskawaih adalah seorang filsuf Islam yang menemukan doktrin jalan tengah (The Golden Mean) dalam pendidikan karakter. Sudah lama John Locke telah mengemukakan konsep empirisismenya yang mengasumsikan manusia sebagai

tabula rasa alias kertas putih bersih yang karakternya menunggu untuk diisi oleh pengajaran dari luar. Kemudian, Arthur Schopenhauer menggagas konsep nativisme yang beranggapan karakter manusia itu tergantung pada bakat bawaan di dalam dirinya. Miskawaih telah meretas jalan tengah dengan mengatakan karakter manusia itu dibentuk oleh faktor dasar (nativisme) dan faktor ajar (empirisisme). Selanjutnya, dalam bahasa Miskawaih, karakter itu disebut sebagai akhlak. Sesuai dengan doktrin jalan tengah Miskawaih, pendidikan akhlak atau character building bertujuan membentuk akhlak yang bersifat tengah-tengah alias adil dan seimbang. Maksudnya, pendidikan akhlak mesti secara serasi membentuk komponenkomponen akhlak dalam diri manusia sehingga manusia (baca: anak didik) dapat menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Melihat pendapat Ibnu Miskaweh tersebut, karakter atau akhlak bisa diupayakan lewat pendidikan. Dan pelaksanaan pendidikan karakter merupakan harga mati yang harus dilakukan oleh pemerintah agar karakter lulusan menjadi baik dan mulia. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Qomari, Prof. Dr, Reorientasi Pendidikan dan Profesi Keguruan , Uhamka Press, Jakarta : 2002 http://www.dikti.kemendiknas.go.id http://www.riaumandiri.net http://pendidikan.anekanews.com/2011/02/sistem-pendidikan-di-indonesia.html Ramayulis, Prof. Dr. Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta : 2002 Wibawa, Basuki, Prof. Dr. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Kertajaya Duta Media, Surabaya :2005

You might also like