You are on page 1of 10

1 EPIDURAL HEMATOMA Perdarahan epidural adalah sebuah bentuk cedera kepala yang mudah ditangani yang selalu berhubungan

dengan prognosa yang baik. Pada beberapa kejadian yang jarang, perdarahan seperti itu bisa terjadi spontan. Kemajuan dalam pencitraan CT kontemporer telah memberi konfirmasi diagnosa perdarahan epidural dengan cepat dan akurat. (1) Perdarahan epidural muncul dalam ruang potensial diantara dura dan kranium. Epi dalam bahasa Yunani berarti diatas. Sebuah perdarahan epidural bisa juga merujuk pada ekstradural (diluar dura). (1) Perdarahan epidural akibat gangguan pembuluh darah dura, termasuk cabang-cabang arteri dan vena meningea media, sinus venosus dura, dan pembuluh darah kranium. Perdarahan dan pertumbuhan berkelanjutan bisa mengakibatkan hipertensi intrakranial. (1) Sebanyak 10-20% dari semua pasien dengan cedera kepala diperkirakan mendapat perdarahan epidural, insiden yang sebanding dengan usia terdapat pada populasi pediatri. Kira-kira 17% pasien yang sebelumnya sadar lalu memburuk menjadi koma setelah trauma diketahui mendapat perdarahan epidural. (1) DEFENISI Perdarahan epidural adalah perdarahan yang menghasilkan sekumpulan darah diluar dura mater otak atau tulang belakang. Perdarahan biasanya sebagai akibat dari robeknya arteri meningea media dan mungkin dengan cepat mengancam jiwa. Juga disebut perdarahan ekstradural. (2) ETIOLOGI Trauma merupakan penyebab khas perdarahan epidural, meskipun perdarahan spontan bisa saja muncul. Trauma seringnya berupa benturan tumpul pada kepala akibat serangan, terjatuh, atau kecelakan lain; trauma akselerasideselerasi dan gaya melintang. Distosia, ektraksi forseps, dan tekanan kranium berlebihan pada jalan lahir juga mencakup perdarahan pada bayi baru lahir.(1,3) PATOFISIOLOGI Tidak seperti perdarahan subdural, kontusio serebral, ataupun cedera aksonal difusa otak, perdarahan epidural tidak diakibatkan sekunder dari gerakan kepala atau akselerasi. Perdarahan epidural disebabkan gangguan struktural pembuluh darah kranium dan dura umumnya dihubungkan dengan fraktur calvaria. Laserasi arteri meningea media dan sinus dura yang menyertainya adalah etiologi yang paling umum. (1)

Pada fossa posterior, gangguan sinus venosus dura (misal, sinus transversum atau sigmoid) oleh fraktur dapat menyebabkan perdarahan epidural. Gangguan sinus sagitalis superior dapat menyebabkan perdarahan epidural pada vertex. Sumber perdarahan epidural non-arterial lainnya termasuk venous lakes, diploic veins, granulasi arachnoid, dan sinus petrosus. (1) Diploic veins (7) Sejumlah kecil perdarahan epidural telah dilaporkan tanpa adanya trauma. Etiologinya termasuk penyakit infeksi kranium, malformasi vaskuler dura mater, dan metastase ke kranium. Perdarahan epidural spontan juga bisa berkembang pada pasien dengan koagulopati sehubungan dengan masalah medis primer lainnya (misal, penyakit hati stadium akhir, alkoholisme kronik, keadaan penyakit lain sehubungan dengan disfungsi trombosit). (1) GAMBARAN KLINIS Kebanyakan perdarahan epidural asalnya adalah trauma, seringnya melibatkan benturan tumpul pada kepala. Pasien mungkin memiliki bukti eksternal cedera kepala seperti laserasi kulit kepala, cephalohematoma, atau kontusio. Cedera sistemik juga dapat muncul. Tergantung pada daya benturan, pasien mungkin saja tidak kehilangan kesadaran, kehilangan kesadaran singkat, atau kehilangan kesadaran berkepanjangan. (1) Interval lucid klasik muncul pada 20-50% pasien dengan perdarahan epidural. Pada awalnya, tekanan mudah-lepas yang menyebabkan cedera kepala mengakibatkan perubahan kesadaran. Setelah kesadaran pulih, perdarahan epidural terus meluas sampai efek massa perdarahan itu sendiri menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, menurunnya tingkat kesadaran, dan kemungkinan sindroma herniasi. Interval lucid yang bergantung pada luasnya cedera, merupakan kunci untuk menegakkan diagnosa perdarahan epidural. (1,3) Dengan hipertensi intrakranial berat, respon Cushing mungkin muncul. Trias Cushing klasik melibatkan hipertensi sistemik, bradikardia, dan depresi pernafasan. Respon ini biasanya muncul ketika perfusi serebral, terutama sekali batang otak, dikompromi oleh peningkatan tekanan intra kranial. Terapi anti hipertensi selama ini mungkin menyebabkan iskemia serebral akut dan kematian sel. Evakuasi lesi massa mengurangi respon Cushing. (1) Penilaian neurologis penting. Perhatian terutama diberikan pada tingkat kesadaran, aktivitas motorik, pembukaan mata, respon verbal, reaktivitas dan ukuran pupil, dan tanda-tanda lateralisasi seperti hemiparesis atau hemiplegia. GCS penting dalam menilai kondisi klinis terkini. GCS positif berhubungan dengan hasil akhir. Pada pasien yang sadar dengan lesi massa, fenomena drift pronator mungkin membantu dalam menilai arti klinis. Arah ekstremitas ketika pasien diminta menahan kedua lengan teregang keluar dengan kedua telapak

tangan menghadap keatas mengindikasikan efek massa yang sulit dipisahkan namun penting. (1) Pada pencitraan yang dihasilkan oleh CT scan dan MRI, perdarahan epidural biasanya tampak berbentuk konveks karena ekspansinya berhenti pada sutura kranium, dimana dura mater sangat erat melekat ke kranium. Perdarahan epidural dapat muncul dalam kombinasi dengan perdarahan subdural, ataupun dapat muncul sendiri. CT-scan mengungkap perdarahan subdural atau epidural pada 20% pasien yang kehilangan kesadaran. (3) ANATOMI Dibawah tulang kranium terletak dura mater, yang terletak diatas struktur leptomeningeal, arachnoid, dan pia mater, yang pada gilirannya, terletak diatas otak. Dura mater terdiri atas 2 lapisan, dengan lapisan terluar bertindak sebagai lapisan periosteal bagi permukaan dalam kranium. (1) Meningens (8) Seiring bertambahnya usia seseorang, dura menjadi penyokong pada kranium, mengurangi frekuensi pembentukan perdarahan epidural. Pada bayi baru lahir, kranium lebih lembut dan lebih kecil kemungkinan terjadinya fraktur. Perdarahan epidural dapat terjadi ketika dura terkupas dari kranium saat terjadi benturan. (1) Dura paling menyokong sutura, yang menghubungkan berbagai tulang pada kranium. Sutura mayor merupakan sutura coronalis (tulang-tulang frontal dan parietal), sutura sagitalis (kedua tulang parietal), dan sutura lambdoidea (tulangtulang parietal dan oksipital). Perdarahan epidural jarang meluas keluar sutura. (1) Regio yang paling sering terlibat dengan perdarahan epidural adalah regio temporal (70-80%). Pada regio temporal, tulangnya relatif tipis dan arteri meningea media dekat dengan skema bagian dalam kranium. Insiden perdarahan epidural pada regio temporal lebih rendah pada pasien pediatri karena arteri meningea media belum membentuk alur dalam skema bagian dalam kranium. Perdarahan epidural muncul pada frontal, oksipital, dan regio fossa posterior kirakira pada frekuensi yang sama. Perdarahan epidural muncul kurang begitu sering pada vertex atau daerah para-sagital. (1) Berdasarkan studi anatomi terbaru oleh Fishpool dkk, laserasi arteri ini mungkin menyebabkan campuran perdarahan arteri dan vena. (1) Perdarahan epidural jika tidak ditangani dengan observasi atau pembedahan yang hati-hati, akan mengakibatkan herniasi serebral dan kompresi batang otak pada akhirnya, dengan infark serebral atau kematian sebagai konsekuensinya. Karenanya, mengenali perdarahan epidural sangat penting. (1)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Level hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam penilaian pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma.
(1)

Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang mengakibatkan DIC. Pengetahuan utama akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan akan dilakukan. Jika dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan pre-operatif dan intra-operatif. (1) Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang signifikan pada level hematokrit dalam rongga kranium kaku. Pada bayi, yang volume darahnya terbatas, perdarahan epidural dalam kranium meluas dengan sutura terbuka yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti. Perdarahan yang demikian mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan pengawasan berhati-hati dan sering terhadap level hematokrit. (1) PENCITRAAN

Radiografi (1) o Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati. o Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena kecacatan kranium yang lebih besar. CT-scan o CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam mendiagnosa perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan menghambat ventrikel keempat. o CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap. o Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu

menjadi hipodensitas (yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati sebagai isodensitas atau area densitasrendah, yang mungkin mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level hemoglobin serum yang rendah. o Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan CT-scan aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan efek massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus, rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi hematom pada lempengan coronal. o Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural, kontusio serebral, dan hematom intraserebral MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas. (1)

PENGOBATAN Terapi Obat-obatan Pengobatan perdarahan epidural bergantung pada berbagai faktor. Efek yang kurang baik pada jaringan otak terutama dari efek massa yang menyebabkan distorsi struktural, herniasi otak yang mengancam-jiwa, dan peningkatan tekanan intrakranial. (1) Dua pilihan pengobatan pada pasien ini adalah (1) intervensi bedah segera dan (2) pengamatan klinis ketat, di awal dan secara konservatif dengan evakuasi tertunda yang memungkinkan. Catatan bahwa perdarahan epidural cenderung meluas dalam hal volume lebih cepat dibandingkan dengan perdarahan subdural, dan pasien membutuhkan pengamatan yang sangat ketat jika diambil rute konservatif. (1) Tidak semua kasus perdarahan epidural akut membutuhkan evakuasi bedah segera. Jika lesinya kecil dan pasien berada pada kondisi neurologis yang baik, mengamati pasien dengan pemeriksaan neurologis berkala cukup masuk akal. (1) Meskipun manajemen konservatif sering ditinggalkan dibandingkan dengan penilaian klinis, publikasi terbaru Guidelines for the Surgical Management of Traumatic Brain Injury merekomendasikan bahwa pasien yang memperlihatkan perdarahan epidural < 30 ml, < 15 mm tebalnya, dan < 5 mm midline shift, tanpa defisit neurologis fokal dan GCS > 8 dapat ditangani secara non-operatif. Scanning follow-up dini harus digunakan untukmenilai meningkatnya ukuran hematom nantinya sebelum terjadi perburukan. Terbentuknya perdarahan epidural

terhambat telah dilaporkan. Jika meningkatnya ukuran dengan cepat tercatat dan/atau pasien memperlihatkan anisokoria atau defisit neurologis, maka pembedahan harus diindikasikan. Embolisasi arteri meningea media telah diuraikan pada stadium awal perdarahan epidural, khususnya ketika pewarnaan ekstravasasi angiografis telah diamati. (1) Ketika mengobati pasien dengan perdarahan epidural spontan, proses penyakit primer yang mendasarinya harus dialamatkan sebagai tambahan prinsip fundamental yang telah didiskusikan diatas. (1) Terapi Bedah Berdasarkan pada Guidelines for the Management of Traumatic Brain Injury, perdarahan epidural dengan volume > 30 ml, harus dilakukan intervensi bedah, tanpa mempertimbangkan GCS. Kriteria ini menjadi sangat penting ketika perdarahan epidural memperlihatkan ketebalan 15 mm atau lebih, dan pergeseran dari garis tengah diatas 5 mm. Kebanyakan pasien dengan perdarahan epidural seperti itu mengalami perburukan status kesadaran dan/atau memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi. (1) Lokasi juga merupakan faktor penting dalam menentukan pembedahan. Hematom temporal, jika cukup besar atau meluas, dapat mengarah pada herniasi uncal dan perburukan lebih cepat. Perdarahan epidural pada fossa posterior yang sering berhubungan dengan gangguan sinus venosus lateralis, sering membutuhkan evakuasi yang tepat karena ruang yang tersedia terbatas dibandingkan dengan ruang supratentorial. (1) Sebelum adanya CT-scan, pengeboran eksplorasi burholes merupakan hal yang biasa, khususnya ketika pasien memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi atau perburukan yang cepat. Saat ini, dengan teknik scan-cepat, eksplorasi jenis ini jarang dibutuhkan. (1) Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini :
(1)

Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi intrakranial yang tidak mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas hemodinamik yang berat. Pasien yang menuntut intervensi bedah segera untuk cedera sistemiknya.

KOMPLIKASI Kebanyakan dari komplikasi perdarahan epidural muncul ketika tekanan yang mereka kerahkan mengakibatkan pergeseran otak yang berarti. Ketika otak menjadi subyek herniasi subfalcine, arteri serebral anterior dan posterior mungkin tersumbat, menyebabkan infark serebral. (1)

Herniasi kebawah batang otak menyebabkan perdarahan Duret dalam batang otak, paling sering di pons. (1) Herniasi transtentorial menyebabkan palsy nervus III kranialis ipsilateral, yang seringnya membutuhkan berbulan-bulan untuk beresolusi sekali tekanan dilepaskan. Palsy nervus III kranialis bermanifestasi sebagai ptosis, dilatasi pupil, dan ketidakmampuan menggerakkan mata ke arah medial, atas, dan bawah. (1) Pada anak-anak < 3 tahun, fraktur kranium dapat menyebabkan kista leptomeningeal atau fraktur bertumbuh. Kista ini diyakini muncul ketika pulsasi dan pertumbuhan otak tidak mengijinkan fraktur untuk sembuh, lalu menambah robek dura dan batas fraktur membesar. Pasien dengan kista leptomeningeal biasanya memperlihatkan massa scalp pulsatil. (1) PROGNOSIS Meksipun tujuan akhir adalah mencapai angka kematian 0% dan hasil akhir fungsional baik sebesar 100%, angka kematian keseluruhan pada kebanyakan seri pasien dengan perdarahan epidural berkisar antara 9,4-33%, rata-rata sekitar 10%. Secara umum, pemeriksaan motorik pre-operatif, skor GCS, dan reaktivitas pupil secara pasti berhubungan dengan hasil akhir fungsional pasien dengan perdarahan epidural akut jika mereka berhasil bertahan. Karena banyaknya perdarahan epidural yang terisolasi tidak melibatkan kerusakan struktural otak yang mendasarinya, hasil akhir secara keseluruhan akan menjadi sempurna jika evakuasi bedah yang tepat dilakukan. (1) Pada pasien trauma cedera otak dengan perdarahan epidural, prognosis lebih baik jika ada interval lucid (sebuah periode kesadaran sebelum kembalinya koma) dibandingkan jika pasien koma sejak mendapat cedera. (3)

III.1.a. Definis Hematom epidural merupakan pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater ( dikenal dengan istilah hematom ekstradural ). Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens ( a.

Meningea media ). Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 8% - 95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara). Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi.(1,3,5)

Gambar CT SCAN Epidural hematom III.1.b Etiologi Kausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi : (5) 1. 2. 3. 4. Trauma kepala Sobekan a/v meningea mediana Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum Ruptur v diplorica

Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95 % kasus, sedang sisanya ( 9 % ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara.(1,3) Hematom jenis ini yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi, umumnya disebabkan oleh laserasi sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal atau tulang sfenoid.(1,3) III.1.c. Klasifikasi Berdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi (1,3)

1. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma 2. Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam 7 hari 3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7 III.1.d. Patofisiologi Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah meningeal tengah cedera ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal. III.1.e. Gejala klinis Gejala klinis hematom epidural terdiri dari tria gejala; 1. Interval lusid (interval bebas) Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera. Sakit kepala yang sangat sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan biasanya progresif bila terdapat interval lucid. Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal dari arteri. 2. Hemiparesis Gangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral peduncle pada permukaan tentorial. 3. Anisokor pupil Yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi

negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. III.1.f. Terapi Hematom epidural adalah tindakan pembedahan untuk evakuasi secepat mungkin, dekompresi jaringan otak di bawahnya dan mengatasi sumber perdarahan. Biasanya pasca operasi dipasang drainase selama 2 x 24 jam untuk menghindari terjadinya pengumpulan darah yamg baru. - Trepanasi kraniotomi, evakuasi hematom - Kraniotomi-evakuasi hematom III.1.g. Komplikasi Dan Outcome Hematom epidural dapat memberikan komplikasi : 1. Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun tampilan ntra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intrakranial 2. Kompresi batang otak meninggal Sedangkan outcome pada hematom epidural yaitu : 1. 2. 3. 4. Mortalitas 20% -30% Sembuh dengan defisit neurologik 5% - 10% Sembuh tanpa defisit neurologik Hidup dalam kondisi status vegetatif

You might also like