You are on page 1of 16

MASTOIDITIS

A. Definisi Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat,

menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis) (Parakrama, 2006: 442). Mastoiditis merupakan akibat dari penyebaran infeksi dari telinga bagian tengah (Reeves, 2001: 19). Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel-sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah sebagai contoh otitis media akut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis/).

B. Etiologi Menurut Reeves (2001: 19) etiologi mastoiditis adalah: 1. Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid 2. Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut Menurut George (1997: 106) etiologi mastoiditis antara lain: 1. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya 2. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut yaitu streptococcus pnemonieae. Bakteri lain yang sering ditemukan adalah adalah branhamella catarrhalis, streptococcus group-A dan staphylococcus aureus Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis) etiologi mastoiditis antara lain: 1. Bakteri Biasanya adalah streptococcus aureus.

2. Bakteri yang biasanya muncul pada penderita mastoiditis anak-anak adalah streptococcus pnemonieae.

C. Manifestasi klinis Menurut George (1997: 106) manifestasi klinis pada penderita mastoiditis antara lain: 1. Demam biasanya hilang dan timbul. 2. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid. 3. Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran. 4. Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus (lemak). 5. Dinding posterior kanalis menggantung. 6. Pembengkakan postaurikula. 7. Temuan radiologis Adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut. 8. Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau. Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis) manifestasi klinis mastoiditis adalah: 1. Nyeri telinga yang makin berdenyut-denyut 2. Bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telingan 3. Demam Dapat berlangsung terus meskipun telah mendapat antibiotik.

D. Patofisiologi Penyakit mastoiditis pada umumnya diawali dengan otitis media yang tidak ditangani dengan baik. Biasanya mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid (Reeves, 2001: 19).

Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Kulit dari membran timpani lateral membentuk kantung luar yang akan berisi kulit yang telah rusak dan baha sebaseur. Kantung dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus fasialis. Kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan (akibat erusi telinga dalam) dan abses otak (Smeltzer, 2001: 2052). Mastoiditis terjadi sebagai lanjutan dari otitis media supuratik kronik, peradangan dari rongga telinga tengah menjalar ke tulang mastoid melalui saluran aditus adantrum. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas (maligna). Pada bentuk maligna peradangan berlanjut ke dalam tulang tengkorak (intrakranial) sehingga dapat terjadi meningitis, absis subdural, abses otak, tromboflebitis sinus, lateralis, serta mungkin juga terjadi hidrosefalus (Nurbaiti, 1993: 25). Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab otitis media akut yaitu streptococcus hemlytiens, pneumococcus, sthapilococcus aureus lalbus, streptococcus viridans (Adams, 1997: 106).

E. Pathways
Otitis media akut Tidak ditangani dengan baik Perluasan infeksi ke dalam sistim sel udara mastoid Bakteri (Streptococcus aureus, Streptococcus pneumonia) Masuk cavum mastoid

Mastoiditis Mastoiditis benigna Infeksi telinga tengah Terjadi inflamasi jaringan Metabolisme tubuh meningkat Hipertermi Mastoiditis maligna Infeksi terjadi berulang Mukosa menebal Penekanan pembuluh darah Produksi infeksi menyebar ke telinga dalam Ketulian sensori neural Perubahan persepsi sensori auditorius Kerusakan komunikasi verbal Menyebar ke labirin Labyrintitis Keseimbangan tubuh terganggu Defisiensi efektor Risiko cidera

Tindakan operatif Pre operasi mastoidektomi Kurang pengetahuan Ansietas Produk infeksi menyebar ke tulang tengkorak Terjadi peradangan di meningen Meningitis Bakteri berkembang biak dan toksin Metabolisme tubuh meningkat Hipertermi Penurunan kesadaran Risiko cidera Post operasi mastoidektomi Luka insisi Kerusakan jaringan Nyeri Risiko infeksi

Sumber: George (1997: 106) Reeves (2001: 19) Smeltzer (2001: 2052) Nurbaiti (1993: 25)

F. Komplikasi Komplikasi yang terjadi bila mastoiditis tidak ditangani dengan baik menurut Adams (1997: 106) adalah: 1. Petrositis Yaitu infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah perforasi kendang telinga dengan cairan yang terus menerus keluar. 2. Labyrintitis Yaitu peradangan labirin ini dapat disertai dengan kehilangan pendengaran atau vertigo disebut juga (otitis interna). 3. Meningitis Yaitu peradangan meningen (radang membran pelindung sistem saraf) biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme. 4. Abses otak Yaitu kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan otak. Komplikasi menurut Nurbaiti (1993: 25) adalah: 1. Meningitis Yaitu peradangan meningen (radang membran pelindung sistem saraf) biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme. 2. Abses subdural Yaitu kumpulan nanah setempat yang terkubur dalam jaringan diantara durameter dan arakhnoid. G. Pemeriksaan Penunjang Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 1. CT scan Mendiagnosis kelainan telinga tengah, mastoid dan telinga dalam. Biasanya memperlihatkan penebalan mukosa dalam rongga telinga tengah di samping dalam rongga mastoid. 2. Pemeriksaan radiologis Mengetahui adanya apasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dan sel-sel tersebut.

3. Tympanocentesis dan myringotomi Tympanocentesis adalah penusukan bedah pada membran timpani (gendang telinga) untuk membuang cairan dari telinga tengah. Myringotomi adalah pembentukan lubang pada membran timpani, seperti pada tympanocentesis. Myringotomi mungkin dilakukan di awal, kemudian diikuti dengan terapi antibiotik.

H. Penatalaksanaan Medis Menurut Higler (1997: 109) penatalaksanaan medis pada mastoiditis antara lain: 1. Pemberian antibiotik sistemik Diberikan beberapa minggu sebelum operasi dapat mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan. 2. Pembedahan a. Timpanoplasti Adalah rekonstruksi bedah pada mekanisme pendengaran di telinga tengah, dengan memperbaiki membrana tympanica melindungi fenestra cochlease dari tekanan suara. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan dan memulihkan pendengaran, dengan cangkok membran timpani dan rekonstruksi telinga tengah. Sedangkan tujuan sekundernya adalah untuk mempertahankan atau memperbaiki pendengaran (timpanoplasti) bilamana mungkin. Terdapat berbagai teknik timpanoplasti yang berbeda, yaitu pencangkokan (kulit, fasia, membran timpani homolog) dan rekonstruksi (osikula homolog, kartilago dan aloplastik). b. Mastoidektomi Adalah pembedahan adalah pada tulang mastoid. menghilangkan Tujuan jaringan dilakukan infeksi,

mastoidektomi

untuk

menciptakan telinga yang kering dan aman.

I. Penatalaksanaan Keperawatan Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis)

penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan mastoiditis antara lain: 1. Perawatan pre-operasi Perawat mengajarkan secara khusus pada klien yang dijadwalkan untuk menjalani tympanoplasty. 2. Perawatan post operasi Rendaman antiseptik gauze (an antiseptic-soaked gauze) seperti lodoform gauze (nuga-uze) dibalut dalam kanal audiotori. Menurut George (1997: 108) antara lain: 1. Terapi konservatif Yaitu menasehati untuk menjaga telinga agar tetap kering serta membersihkan telinga dengan penghisap secara berhati-hati di tempat praktik. 2. Pemberian bubuk atau obat tetes yang biasanya mengandung antibiotik dan steroid.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Menurut (http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis) pengkajian yang dilakukan antara lain: 1. Keluhan utama Rasa nyeri di telinga. 2. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul. 3. Riwayat kesehatan dahulu Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang. 4. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang didapat: a. Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi) b. Kemerahan pada kompleks mastoid c. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir d. Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan) e. Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah) f. Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain g. Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya

B. Diagnosa Keperawatan Menurut Wilkinson, J. M (2007) diagnosa keperawatan yang muncul pada mastoiditis antara lain: 1. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan pendengaran. 2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

3. Risiko cidera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi. 4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi sensori auditoris. 5. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan. 6. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan. 7. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah. 8. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran.

C. Intervensi dan Rasional 1. Perubahan sensori/ persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan pendengaran Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu mendengar dengan baik Kriteria Hasil : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat No Intervensi Rasional Menentukan seberapa baik tingkat pendengaran klien

1. Kaji tentang ketajaman pendengaran

2. Diskusikan tipe alat bantu dengar Untuk menjamin keuntungan dan perawatannya yang tepat 3. Bantu pasien berfokus pada semua bunyi di lingkungan dan membicarakannya hal tersebut maksimal Untuk memaksimalkan pendengaran

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh dapat normal (360-370C) Kriteria Hasil : a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C) b. Kulit tidak teraba hangat c. Wajah tidak tampak merah d. Tidak terjadi dehidrasi

No

Intervensi

Rasional Untuk mengetahui balance cairan pasien

1. Pantau input dan output

2. Ukur suhu tiap 4-8 jam

Untuk mengetahui perkembangan klien

3. Ajarkan kompres hangat dan banyak minum

Untuk menurunkan panas tubuh dan mengganti cairan tubuh yang hilang

4. Kolaborasi dengan pemberian antipiretik

Untuk menurunkan panas

3. Risiko cidera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi cidera Kriteria Hasil : Tidak mengalami cidera fisik No Intervensi Rasional Agar kerusakan pendengaran tidak meluas 2. Meminimalkan tingkat kebisingan di unit perawatan intensif 3. Lakukan upaya keamanan seperti Untuk mencegah pasien jatuh ambulasi terbimbing akibat vertigo/gangguan keseimbangan 4. Kolaborasi dengan pemberian Mengurangi nyeri kepala sehingga Berhubungan dengan kehilangan pendengaran

1. Cegah infeksi telinga berlebih

obat antiemetika dan antivertigo terhindari dari jatuh sesuai indikasi misalnya antihistamin

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mendengar petunjuk auditoris Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat berkomunikasi dengan baik Kriteria Hasil : a. Pasien terlibat dalam proses komunikasi b. Pasien menunjukkan kemampuan untuk membaca gerak bibir c. Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang diajarkan No 1. Intervensi Berbicara jelas dan tegas tanpa bergerak 2. Kurangi kegaduhan lingkungan 3. Rasional Membantu pasien merangsang komunikasi verbal Mempermudah pasien dalam mendengar

Ajari keluarga dan orang lain Untuk merangsang komunikasi yang terlibat dengan pasien tentang perilaku yang memudahkan membaca gerak bibir verbal

4.

Bila menggunakan alat bantu Mempermudah pasien dengar, kenakan pada telinga mendengar sehingga dapat yang tidak dioperasi lancar dalam berkomunikasi

5. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang b. Skala nyeri turun c. Wajah pasien tampak rileks

No

Intervensi

Rasional Mengetahui ketidakefektifan intervensi Mengurangi nyeri

1. Kaji ulang skala nyeri, lokasi, intensitas 2. Berikan posisi yang nyaman

3. Ajarkan teknik relaksasi dan

Mengalihkan perhatian pasien

ciptakan lingkungan yang tenang terhadap nyeri dan mengurangi nyeri 4. Kolaborasi pemberian analgesik, Dapat mengurangi nyeri, antibiotika, dan anti inflamasi sesuai indikasi membunuh kuman dan mengurangi peradangan sehingga mempercepat penyembuhan

6. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan graft, trauma bedah terhadap jaringan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko infeksi dapat hilang atau teratasi Kriteria Hasil : a. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi No Intervensi Rasional

1. Observasi keadaan umum pasien Mengetahui keadaan umum pasien selama 24 jam 2. Anjurkan pentingnya cuci tangan Mencegah penularan penyakit dan mencuci telinga luar 3. Lakukan perawatan graft Mencegah infeksi

4. Kolaborasi pemberian antibiotik Agar dapat membunuh kuman, profilaksis sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus

7. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ansietas berkurang

Kriteria Hasil : a. Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontra impuls, penahanan mutilasi diri secara konsisten dan substansial b.Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang efektif No Intervensi Rasional Kembangkan rasa percaya/ hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing 2. Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukan Rasa takut yang berlebihan/ terusmenerus akan mengakibatkan

1. Informasikan pasien tentang peran advokat perawat intra operasi

penundaan prosedur pembedahan reaksi stress yang berlebihan, risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/ zat-zat anestesi 3. Cegah pemajan tubuh yang tidak Pasien akan memperhatikan diperlukan selama pemindahan ataupun pada tulang operasi masalah kehilangan harga diri dan ketidakmampuan untuk melatih kontrol 4. Berikan petunjuk/ penjelasan Ketidakseimbangan dari proses

yang sederhana pada pasien yang pemikiran akan membuat pasien tenang menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit 5. Kontrol stimulasi eksternal Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas 6. Berikan obat sesuai petunjuk, misal; zat-zat sedatif, hipnotis Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan; meningkatkan kemampuan koping

8. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi cidera Kriteria Hasil : Tidak mengalami cidera fisik No Intervensi Rasional Agar kerusakan pendengaran tidak meluas 2. Meminimalkan tingkat kebisingan di unit perawatan intensif 3. Lakukan upaya keamanan seperti Untuk mencegah pasien jatuh ambulasi terbimbing akibat vertigo/ gangguan keseimbangan 4. Kolaborasi dengan pemberian Mengurangi nyeri kepala sehingga berhubungan dengan kehilangan pendengaran

1. Cegah infeksi telinga tengah

obat antiemetika dan outivertigo terhindar dari jatuh sesuai indikasi, misalnya antihistamin

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat,

menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis) (Parakrama, 2006: 442). Mastoiditis diakibatkan oleh menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid. Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas (maligna) (Nurbaiti, 1993: 25). Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik (Dudey, 1992: 269).

B. Saran Penulis menghimbau kepada semua pembaca pada umumnya dan mahasiswa DIII Keperawatan STIKES Aisyiyah pada khususnya agar selalu menjaga kebersihan telinga dari virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang terkena otitis harus diobati secara tuntas agar tidak terjadi infeksi pada prosesus mastoiditis yang dapat komplikasi yang lebih parah.

DAFTAR PUSTAKA

http://henykartika.wordpress.com/2009/01/25/mastoiditis www.kalbe.co.id/files/2004/cdk/files/155 Adams, G.L, 1997, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC Candra, S. P, 2006, Ringkasan Patologi Anatomi, Jakarta: EGC Doenges, M. E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC Haranto, H, 2002, Kamus Kedokteran Dorland, Jakarta: EGC Nurbaiti,1993, Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk Perawat, Jakarta: FKUI John, F. 1998, Indera Prima, Bandung: Indonesia Publising House Reeves, C.J, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: Salemba Medika Smeltzer, S. C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Jakarta: EGC Wilkinson, J. M, 2007, Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC

You might also like