You are on page 1of 14

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


A. PENDEKATAN Kebijakan dalam pengembangan industri di daerah diarahkan untuk meningkatkan daya saing daerah melalui pemanfaatan tangible assets seperti kekayaan alam, sumberdaya manusia, infrastruktur fisik serta pemanfaatan intangible asset seperti SDM yang terampil dan kreatif, teknologi, pengetahuan, proses kerja, dan perencanaan yang matang. Mengingat bahwa kekuatan utama daerah adalah sumberdaya alam (SDA) yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan, maka pembangunan industri di daerah yang mengedepankan pengembangan kompetensi inti industri daerah merupakan Pendekatan nilai tambah berbasis SDA dan SDM terampil yang berkelanjutan. Sedangkan dilihat dari dimensi daerah, pemilihan kompetensi inti harus memenuhi kaidah-kaidah seperti memiliki nilai tambah yang tinggi, memiliki keunikan, memiliki keterkaitan baik vertikal maupun horizontal yang kuat, serta memiliki peluang untuk menembus pasar global. Dengan demikian penentuan kompetensi inti industri suatu daerah harus dapat memberikan dampak yang besar dalam menstimulus perekonomian daerah. Strategi yang disusun dalam pengembangan kompetensi inti industri daerah tersebut lebih difokuskan untuk peningkatan daya saing daerah, melalui penciptaan dan peningkatan nilai tambah sepanjang rantai nilai untuk komoditi unggulan daerah, merancang rekayasa kelembagaan, membangun jejaring dengan seluruh pemangku kepentingan, peningkatan efisiensi dan produktivitas pengembangan industri, serta perkuatan dan pengembangan industri kecil dan Menengah secara terpadu. Dituangkan dalam suatu peta Panduan (roadmap) rencan tindak selama kurun waktu 5 (lima) tahun. Untuk itu setiap daerah dituntut memiliki kerangka dan landasan daya saing ekonomi daerah yang kuat. Seperti penciptaan iklim usaha yang kondusif,dan pengembangan kerjasam antar daerah yang memiliki potensi yang sama atau kedekatan daerah ataupun berdasarkan cakupan rantai nilai. Mengacu pada penjelasan di atas, untuk mendukung ketepatan hasil perumusan yang dilakukan, maka kajian pengembangan kompetensi inti industri daerah dalam rangka peningkatan daya saing daerah yang berkelanjutan harus mengacu pada konsep yang mengkombinasikan pendekatan resource based dan Market based. Pendekatan resource based view (RBV) tercermin dalam Teori kompetensi inti yang diperkenalkan oleh Gary Hamel dan CK Prahalad. Pendekatan ini melihat sumber strategi terletak pada potensi dan kemampuan Perusahaan itu sendiri, yang tidak mudah direplikasikan oleh perusahaan lain. Sedangkan pendekatan market based diwakili oleh teori positioning yang dikembangkan oleh Michael Porter. Pendekatan ini melihat strategi sebagai Upaya menempatkan posisi perusahaan relatif terhadap para pesaing. Model Porter yang digunakan untuk mendukung analisis permasalahan yang Dilakukan dalam kajian ini adalah model ima faktor persaingan dan rantai nilai (value chain) serta the four diamond framework dengan memperhatikan kriteria Perumusan kompetensi inti, yaitu: (1)

Laporan Akhir | II - 1

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA


(3) imperfect imitable

valuable capabilities, (2) rare capabilites, capabilities,dan(4) non-substitutable capabilities.

Berdasarkan konsep yang mengkombinasikan pendekatan resource based dan Market based tersebut, diharapkan dapat dilakukan perumusan kompetensi inti Industri daerah yang bersifat holistik, baik untuk mengidentifikasi keunggulan Komparatif maupun keunggulan kompetitif. Sedangkan untuk mendukung Penyusunan rencana strategis dan rencana tindak yang dituangkan dalam suatu Peta Panduan (roadmap) digunakan pendekatan klaster industri sebagai model Pengembangan perekonomian daerah. Sedangkan metoda atau teknik analisis Dan pengolahan data yang digunakan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, meliputi: analisis Supply and Demand, analisis Value Chain, analisis kesenjangan (Gap), analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) dan Analytical Hierarchy Process (AHP). B. TEORI PENDUKUNG 1. Analisis SWOT Analisis SWOT, adalah identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika dan yang menjadi prinsip utama dalam analisis SWOT, yaitu dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Dalam rangka formulasi rencana strategi yang mencerminkan perwujudan pandangan ideal dan hal-hal yang harus dicapai di masa mendatang dan selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan maka diperlukan penganalisaan faktor-faktor strategis, dalam hal ini penguasaan informasi eksternal. Proses analisis ini sering disebut sebagai Analisis Situasi, model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT. Analisis SWOT mempunyai keunggulan, antara lain: o o o Dapat diaplikasikan di banyak bidang penelitian dan pekerjaan Mudah dimengerti dan sederhana aplikasinya Merupakan pendekatan kualitatif

Hasil analisis SWOT sangat tergantung pada tingkat pengetahuan dan pemahaman penggunanya. Semakin detail pemahaman pengguna maka semakin tajam pula hasil analisisnya. SWOT akan menghasilkan rumusan masalah dan bahan untuk menentukan langkah-langkah penanganan selanjutnya. Sebagai model pendekatan yang akan dilakukan dalam penyusunan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Indsutri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan ini, analisis SWOT memerlukan langkahlangkah penyelesaian secara sistematis dengan menggunakan seluruh preferensi yang dimiliki, baik berupa konsep maupun yang bersifat pengalaman. Dalam analisis kasus yang bersifat strategis, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Hal ini disebabkan karena setiap kasus yang berhasil diselesaikan diikuti oleh pendekatan baru dan pencarian masalah baru yang muncul dari permasalahan sebelumnya. Analisis SWOT pada dasarnya adalah memanfaatkan semua data dan informasi dalam model-model kuantitatif untuk perumusan strategi (Freddy Rangkuti,

Laporan Akhir | II - 2

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

2001:30). Model-model yang digunakan dalam analisis SWOT antara lain sebagai berikut : IFAS EFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary - External Strategic Factor Analysis Summary); Matrix Space; Matriks SWOT.

a. Model IFAS EFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary - External Strategic Factor Analysis Summary) Analisis faktor strategi internal dan eksternal adalah pengolahan faktor-faktor strategis pada lingkungan internal dan eksternal dengan memberikan pembobotan dan rating pada setiap faktor strategis. Faktor strategis adalah faktor dominan dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang memberikan pengaruh terhadap kondisi dan situasi yang ada dan memberikan keuntungan bila dilakukan tindakan positif. (Robert G. Dyson, 1990: 8-12 dalam Singarimbun, 1995:54 dan Sulistyani, 2003:69). Menganalisis lingkungan internal (IFAS) dilakukan untuk mengetahui berbagai kemungkinan kekuatan dan kelemahan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun model IFAS adalah sebagai berikut: Masukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada Tabel IFAS kolom 1. Susun 5 sampai dengan 10 faktor dari kekuatan, kelemahan (Freddy Rangkuti, 2001 : 22). Berikan bobot masing-masing faktor strategis pada kolom 2, dengan skala 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Semua bobot tersebut jumlahnya tidak melebihi dari skor total = 1,00. Faktor-faktor itu diberi bobot didasarkan pengaruh posisi strategis. Berikan rating pada kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (lemah), berdasarkan pengaruh faktor. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai dari 1 sampai dengan 4 dengan membandingkan terhadap rata-rata pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya jika kelemahan besar sekali (dibanding dengan ratarata pesaing sejenis) nilainya adalah 1, sedangkan jika nilai kelemahan rendah/di bawah rata-rata pesaing-pesaing nya nilainya 4. Kalikan bobot dengan nilai (rating) untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (menonjol) sampai dengan 1,0 (lemah). Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukkan penilaian terhadap faktor-faktor strategis internalnya.

Menganalisis lingkungan eksternal (EFAS) untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan ancaman. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun model EFAS adalah sebagai berikut: Masukan faktor-faktor peluang dan ancaman pada Tabel EFAS, kolom 1. Susun 5 sampai dengan 10 faktor dari peluang dan ancaman (Freddy Rangkuti, 2001 : 22)

Laporan Akhir | II - 3

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

Berikan bobot masing-masing faktor strategis pada kolom 2, dengan skala 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Semua bobot tersebut jumlahnya tidak melebihi dari skor total = 1,00. Faktor-faktor itu diberi bobot didasarkan pada dapat memberikan dampak pada faktor strategis. Berikan rating dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan skala mulai dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (lemah), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori peluang) diberi nilai dari 1 sampai dengan 4 dengan membandingkan dengan rata-rata pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya, jika ancaman besar sekali (dibanding dengan rata-rata pesaing sejenis) nilainya adalah 1, sedangkan jika nilai ancaman kecil/di bawah rata-rata pesaing-pesaing nya nilainya 4. Kalikan bobot dengan nilai (rating) untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai 4,0 (menonjol) sampai 1,0 (lemah). Jumlah kan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukkan faktor-faktor strategis eksternalnya.

Analisis SWOT memerlukan dasar yang kuat dalam pembobotan (scoring) dan penilaian (rating). Faktor-faktor strategis internal dan eksternal diberikan bobot dan nilai (rating) berdasarkan pertimbangan profesional (Professional Judgment). Pertimbangan professional adalah pemberian pertimbangan berdasarkan keahliannya, kompeten dengan sesuatu yang dipertimbangkannya (Drs. Robert Simbolon, MPA, 1999:56 dalam Salusu, 2000:34). Dalam melakukan pertimbangan professional pada analisis faktor strategis internaleksternal memiliki pembatasan sebagai berikut: a. Pembobotan (scoring)

Pembobotan pada lingkungan internal tingkat kepentingannya didasarkan pada besarnya pengaruh faktor strategis terhadap posisi strategisnya, sedangkan pada lingkungan eksternal didasarkan pada kemungkinan memberikan dampak terhadap faktor strategisnya (Freddy Rangkuti, 2001 : 22-24). Jumlah bobot pada masing-masing lingkungan internal dan eksternal harus berjumlah = 1 (satu) : Skor Total Internal Total Bobot Kekuatan + Total Bobot Kelemahan = 1 Skor Total Eksternal Total Bobot Peluang + Total Bobot Ancaman = 1 Sedangkan nilai bobot menurut berdasarkan ketentuan sebagai berikut : Skala 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Besarnya rata-rata nilai bobot bergantung pada jumlah faktor-faktor strategisnya (5-10 faktor strategis) yang dipakai. Penilaian (rating)

b.

Laporan Akhir | II - 4

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

Nilai rating berdasarkan besarnya pengaruh faktor strategis terhadap kondisi dirinya (Freddy Rangkuti, 2001 : 22-24) dengan ketentuan sebagai berikut: Skala mulai dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (lemah). Variabel yang bersifat positif (variabel kekuatan atau peluang) diberi nilai dari 1 sampai dengan 4 dengan membandingkan dengan rata-rata pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya, jika kelemahan atau ancaman besar sekali (dibanding dengan rata-rata pesaing sejenis) nilainya adalah 1, sedangkan jika nilai ancaman kecil/di bawah rata-rata pesaing-pesaing nya nilainya 4. c. Model Matrix Space

Matrik space adalah suatu dasar untuk mengetahui posisi sesuatu yang dinilai yang didapat dari nilai rating yang dimiliki oleh faktor-faktor strategi nya. Matrix Space digunakan untuk melihat garis vektor positif dan negatif untuk internal dan eksternal. Garis vektor internal sebagai garis horisontal dan garis vektor eksternal sebagai garis vertikal dalam diagram posisi perkembangan obyek yang dinilai. Tabel Model yang digunakan sebagai Matrix Space Faktor Strategis Internal Kekuatan (faktor-faktor yang menjadi kekuatan) Jumlah Kelemahan (faktor-faktor yang menjadi kelemahan) Jumlah Rating (rating dari tabel IFAS dengan nilai positif) Jumlah rating positif (rating dari tabel IFAS dengan nilai negatif) Jumlah rating negatif Faktor Strategis Eksternal Peluang (faktor-faktor yang menjadi peluang) Jumlah Ancaman (faktor-faktor yang menjadi ancaman) Jumlah Rating (rating dari tabel EFAS dengan nilai positif) Jumlah rating positif (rating dari tabel EFAS dengan nilai negatif) Jumlah rating negatif

d.

Matrix SWOT

Matrik SWOT adalah matrik yang mengintegrasikan faktor strategis internal dan eksternal. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman (eksternal) yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan (internal) yang dimiliki (Freddy Rangkuti, 2001:31). Hasil dari interaksi faktor strategis internal dengan eksternal menghasilkan alternatifalternatif strategi. Matrik SWOT menggambarkan berbagai alternatif strategi yang dapat dilakukan didasarkan hasil analisis SWOT (Purnomo, Zulkieflimansyah, 1996:87 dalam Rangkuti, 2001:69). Strategi SO adalah strategi yang digunakan dengan memanfaatkan/ mengoptimalkan kekuatan yang dimilikinya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada. Sedang strategi WO adalah strategi yang digunakan seoptimal mungkin untuk meminimalisir kelemahan. Strategi ST adalah strategi yang digunakan dengan memanfaatkan/mengoptimalkan kekuatan untuk mengurangi

Laporan Akhir | II - 5

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

berbagai ancaman. Strategi WT adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi kelemahan dalam rangka meminimalisir/menghindari ancaman. Tabel Model Matrik Analisis SWOT IFAS Kekuatan (S) Strategi SO (Strategi yang menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang) Strategi ST (Strategi yang menggunakan kekuatan dan mengatasi ancaman) Kelemahan (W) Strategi WO (Strategi yang meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan peluang) Strategi WT (Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman)

EFAS

Peluang (O)

Ancaman (T)

Analisis SWOT juga perlu dilengkapi dengan proses pemetaan posisi obyek yang di analisis. Pemetaan ini berguna untuk menentukan strategi yang tepat untuk mengembangkan sektor yang di analisis. Diagram posisi dibentuk oleh kuadrankuadran yang dihasilkan garis vektor SW dan garis vektor OT, setiap kuadran memiliki rumusan strategi sebagai strategi utamanya. Garis vektor pada diagram didasarkan pada logika faktor strategi internal membentuk garis horisontal dan faktor strategi eksternal membentuk garis vertikal. Rumusan setiap kuadran sehingga diadaptasi suatu rumusan sebagai berikut : a. Kuadran I : Growth (pertumbuhan) Strategi pertumbuhan didesain untuk mencapai pertumbuhan (Freddy Rangkuti, 2001:43). Ada beberapa pilihan strategi, misalnya: Rapid Growth Strategy (strategi meningkatkan laju pertumbuhan cepat (tahun ke 2 lebih besar peningkatan kualitas yang menjadi pemanfaat kan semua peluang. pertumbuhan cepat), adalah strategi organisasi dengan waktu yang lebih dari tahun ke 1 dan selanjutnya), faktor kekuatan untuk memaksimalkan

Stabel Growth Strategy (strategi pertumbuhan stabil), adalah strategi mempertahankan pertumbuhan yang ada (kenaikan yang stabil, jangan sampai turun).

b. Kuadran II : Stability (Stabilitas) Strategi stabilitas adalah strategi konsolidasi untuk mengurangi kelemahan yang ada, dan mempertahankan pangsa pasar yang sudah dicapai (Oka A. Yoeti, 1996:144 dalam Rangkuti, 2001:67). Stabilitas diarahkan untuk mempertahankan suatu keadaan dengan berupaya memanfaatkan peluang dan memperbaiki kelemahan. Strategi stabilitas terbagi dua, yaitu : Aggressive Maintenance strategy (strategi perbaikan agresif), adalah strategi konsolidasi internal dengan mengadakan perbaikan-perbaikan berbagai bidang. Perbaikan faktor-faktor kelemahan untuk memaksimalkan pemanfaatan peluang
Laporan Akhir | II - 6

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

Selective Maintenance strategy (strategi perbaikan pilihan), adalah strategi konsolidasi internal dengan melakukan perbaikan pada sesuatu yang menjadi kelemahan. Memaksimalkan perbaikan faktor-faktor kelemahan untuk memanfaatkan peluang.

c. Kuadran III : Survival (Bertahan) Ada dua pilihan strategi untuk kuadran ini yaitu: Turn around strategy (strategi memutar balik), adalah strategi yang membalikkan kecenderungan-kecenderungan negatif sekarang. Guirelle strategy (strategi merubah fungsi), adalah strategi merubah fungsi yang dimiliki dengan fungsi lain yang benar-benar berbeda. Kuadran IV : Diversifikasi Pada kuadran ini ada dua pilihan strategi yaitu: Diversifikasi concentric strategy (strategi diversifikasi konsentrik), adalah diversifikasi objek dan daya tarik sehingga dapat meminimalisir ancaman. Diversifikasi conglomerate strategy (strategi diversifikasi konglomerat), adalah memasukkan investor untuk mendanai diversikasi yang mempertimbangkan laba.

2. Metode AHP Metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1980), metode ini dapat digunakan untuk memilih prioritas dalam pengambilan keputusan manajemen yang kompleks dengan memperhatikan variabel kualitatif. Kelebihan metode AHP dengan variabel kualitatif dalam pengambilan keputusan terletak pada kemampuannya dalam memecahkan masalah yang multi Objektif dan multi kriteria, sedangkan analisis kuantitatif menekankan pada satu tujuan dengan multi kriteria. Dalam metode AHP terdapat 4 buah aksioma yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Perbandingan kebalikan (Reciprocal Comparison), artinya pengambil keputusan harus dapat membuat preferensi dan memenuhi syarat kebalikan, yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan skala 1/x. 2. Homogen (Homogenity), artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dengan skala terbatas atau dengan perkataan lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu samalainnya. Bila aksioma ini tidak dipenuhi maka harus dibentuk kelompok elemen yang baru. 3. Bebas (Independence), artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada, melainkan oleh tujuan (Objective) keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah, yaitu perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemenelemen yang ada di atasnya. 4. Harapan (Expectation), artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarkhi diasumsikan lengkap, bila asumsi tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau tujuan yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil tidak lengkap.

Laporan Akhir | II - 7

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

Penyusunan hirarki dilakukan dengan cara menguraikan realitas menjadi kluster yang homogen dan menguraikannya lagi menjadi bagian yang lebih kecil dan seterusnya, sehingga banyak informasi yang dapat diintegrasikan ke dalam struktur suatu masalah dengan demikian dapat terbentuk sistem keseluruhan yang lengkap. Proses penyusunan hirarki secara praktis, adalah sebagai berikut:
a) Melakukan identifikasi tujuan secara keseluruhan atau sering disebut

sebagai Goal;

b) Menentukan kriteria-kriteria yang diperlukan atau kriteria yang sesuai

dengan tujuan keseluruhan (syarat atau kendala yang dapat menunjang goal); Proses pemilihan alternatif kebijakan dengan metode AHP meliputi 15 langkah, sebagai berikut: 1. Rumuskan masalah; 2. Letakkan masalah dalam konteks yang lebih luas, bila diperlukan letakkan dalam sistem yang lebih besar termasuk pelaku, tujuannya dan hasil (outcome); 3. Identifikasi kriteria yang mempengaruhi perilaku masalah; 4. Strukturkan hirarki kriteria-kriteria tersebut, juga sub kriteria, properti (ukuran) alternatif serta alternatifnya sendiri. 5. Pada kelompok-kelompok masalah, tingkatan (level) berhubungan dengan lingkungan, pelaku, tujuan dan kebijakan pelaku, dan hasil (outcomes), yang nantinya akan diperoleh outcome gabungan; 6. Untuk menghilangkan arti yang mendua agar hati-hati dalam mendefinisikan setiap elemen dalam hirarki; 7. Penyusunan prioritas kriteria utama dengan memperhatikan pengaruhnya terhadap tujuan keseluruhan (goal) yang dinamakan fokus; 8. Rumuskan pertanyaan untuk menyandingkan pembanding dengan 9. jelas pada setiap matriks, perhatian penuh pada orintasi setiap pertanyaan, sebagai contoh biaya turun, keuntungan naik; 10. Penyusunan prioritas sub kriteria dengan memperhatikan kriteria yang bersangkutan; 11. Masukan pendapat untuk menyandingkan pembanding dan dorong ke dalam hubungan kebalikannya; 12. Menghitung prioritas dilakukan dengan cara menambahkan elemenelemen pada setiap kolom dan membagi setiap yang masuk dengan jumlah pada kolom. Ratakan baris dari matriks yang dihasilkan dan akan diperoleh vektor prioritas; 13. Pada kasus skenario kalibrasikan variabel-variabel dalam skala 8 ke +8, sebagaimana mereka berbeda dari sekarang yang diasumsikan dengan angka nol;

c) Melakukan identifikasi alternatif-alternatif lengkap dengan atributnya.

Laporan Akhir | II - 8

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

14. Komposisikan bobot dalam hirarki untuk memperoleh prioritas gabungan dan nilai gabungan variabel yang secara kolektif mendefinisikan outcome (hasil) gabungan; 15. Dalam kasus pemilihan dari sekian banyak alternatif, agar dipilih alternatif yang memiliki prioritas tertinggi; Pada kasus alokasi sumberdaya, alternatif-alternatif biaya yang dikeluarkan, hitung B/C ratio dan alokasi yang bersangkutan, baik secara penuh maupun proporsional. Dalam masalah prioritas biaya alokasikan sumberdaya secara proporsional ke prioritas-prioritas. Implementasi metode AHP dilakukan proses pengisian persepsi dalam suatu matriks perbandingan, yang berdasarkan pada aksioma kebalikan (reciprocal), dalam pengisian matriks tidak perlu mengisi semua elemenelemen akan tetapi hanya sebagian saja, untuk matriks berukuran n, pengambil keputusan cukup memberikan penilaian pada matriks sebanyak n(n-1)/2. Setelah matriks tersebut diisi dan diperbandingkan, selanjutnya dilakukan perhitungan bobot prioritas setiap elemen dalam matriks dengan metode eigenvektor dan eigenvalue. Eigenvektor, adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan dengan sebuah matriks maka hasilnya adalah vektor itu sendiri. Sedangkan eigenvalue, adalah sebuah vektor yang dikalikan dengan bilangan skalar. Cara menghitung bobot prioritas dengan metode normalisasi, yaitu dengan membagi setiap angka dalam suatu kolom dengan jumlah kolom tersebut, hal yang sama dilakukan terhadap kolom lainnya. Angka-angka baru yang dihasilkan tersebut dijumlahkan menurut baris. Selanjutnya dilakukan pembagian dari setiap total elemen menurut baris dengan jumlah totalnya agar didapatkan prioritas terakhir setiap elemen sama dengan total bobot prioritas sama dengan satu. Hasil akhir dari perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal dibawah satu (0,01 - 0,99), dengan total prioritas semua elemen sebesar 1 (satu). Nilai rasio konsistensi menurut Saaty (1980) tidak lebih dari 10 %, bila lebih dari 10% perlu dilakukan penyesuaian mengingat inkonsistensi yang tinggi memberikan adanya kesalahan atau kekurangpahaman ekspert dalam memberikan penilaian. Pengukuran konsistensi melalui dua tahap, yaitu mengukur konsistensi setiap matriks perbandingan dan mengukur konsistensi seluruh hirarki. Setelah semua matriks diisi lengkap dan diperiksa konsistensinya, maka langkah selanjutnya menentukan sintesa akhir, yang dilakukan berdasarkan operasi perkalian antara matriks dan vektor. Operasi perkalian dimulai dengan mengalikan matriks gabungan vektor prioritas dari level terbawah dengan level di atasnya, kemudian hasilnya dikalikan lagi dengan level di atasnya lagi, sampai akhirnya dikalikan dengan level yang paling atas (goal), dengan metode eigenvektor maka hasil akhir perkalian tersebut merupakan vektor kolom sebagai vektor prioritas dari tujuan akhir hirarki. Dalam menentukan skala intensitas pentingnya suatu kegiatan diatas kegiatan yang lainnya dilakukan dengan skala perbandingan, yaitu dengan skala nilai 1 sampai dengan 9. C. KERANGKA KERJA Kajian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan bagaimana meningkatkan daya saing daerah secara berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan kompetensi inti industri (industrial core competence) sesuai dengan kemampuan

Laporan Akhir | II - 9

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

dan potens daerah yang bersifat unik.Berdasarkan teori-teori yang dikembangkan oleh Hammel, Prahalad, dan Barney. Ciri dari kompetensi inti (core competence) adalah (1) memberikan nilai tambah, (2) sulit di tiru, (3) sulit tergantikan dan (4) jarang. Identifikasi. Kompetensi inti pada daerah kajian ini pada dasarnya menggunakan indikatorindikator tersebut yang digabungkan dengan indikator-indikator ekonomi yang telah digunakan oleh Kemenperin (2007), antara lain : Kontribusi terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja, nilai lokalitas, kebijakan Pemda dll. Berdasarkan indikator-indikator sersebut maka kompetensi inti daerah pada hakekatnya akan menjadi daya dorong bagi pengembangan ekonomi daerah jika dapat di kembangkan dan didukung oleh semua stakeholder daerah. Dalam hal penentuan KIID di Kabupaten Seruyan, dilakukan modifikasi terhadap kriteria. Sehingga kriteria yang ditetapkan adalah : nilai tambah, tradisi lokal, pasar, kelembagaan, SDM, jaminan pasok, sarana, prasarana dan teknologi, dan modal. Berikut adalah uraian dari kriteria tersebut :

1. Nilai Tambah :
a. Nilai tambah dimaksud adalah nilai tambah ekonomi dan nilai tambah nonekonomi. b. Nilai tambah dimaksud bersifat langsung maupun tidak langsung. c. Nilai tambah ekonomi diantaranya adalah : bahwa komoditi tersebut memiliki peran yang cukup penting dalam kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian lokal dan regional (provinsi), dalam posisi saat ini dan bila dikembangkan. bahwa komoditi tersebut berperan penting terhadap peningkatan PAD baik dalam keadaan diolah maupun saat ini, memicu pertumbuhan sektor-sektor yang lain di kabupaten Seruyan maupun daerah lainya, mendorong peningkatan Kabupaten Seruyan dalam penyerapan PMDN dan PMA, menghasilkan keuntungan bagi pelaku yang terlibat, meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar, dan memberi dampak multiplier bagi perekonomian daerah. bahwa komoditi tersebut berperan penting terhadap penciptaan lapangan kerja, memberi dampak pada pelestarian lingkungan, mendukung peningkatan kesehatan dan pendidikan masyarakat Kabupaten Seruyan.

d. Nilai tambah non-ekonomi adalah :

2. Tradisi Lokal, ditinjau dari :


a. Komoditi tersebut sudah lama dikembangkan budidayanya oleh masyarakat di Kabupaten Seruyan. b. Masyarakat Kabupaten Seruyan sudah melakukan pengolahan dalam skala tertentu terhadap produk tersebut.

Laporan Akhir | II - 10

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

c. Produk atau teknik pengolahannya berpeluang untuk dikembangkan menjadi produk yang memiliki keunikan. d. Kabupaten Seruyan sudah cukup dikenal sebagai salah satu daerah utama di dalam menghasilkan komoditi tersebut. Pasar. a. Memiliki pasar yang captive, dalam pengertian mudah diserap oleh pasar dan kecenderungan meningkatnya serapan pasar, baik lokal, regional, nasional, dan internasional, dalam bentuk belum diolah. b. Bila komoditi tersebut diolah, maka memiliki diversifikasi produk olahan yang beragam, sudah ditemukan di pasaran, memiliki tingkat penjualan yang relatif meningkat serta peluang untuk ditingkatkan volume serapan pasarnya. c. Persaingan di dalam pemasaran relatif tidak terlalu sulit, serta tidak memiliki kompetitor yang sulit disaingi. d. Tidak dikuasai oleh kartel perdagangan tertentu.

3. Kelembagaan.
a. Komoditi tersebut merupakan salah satu komoditi yang diunggulkan oleh Pemerintah Kabupaten Seruyan, diantaranya tercantum di dalam RPJMD, Renstra Daerah/SKPD, atau regulasi lokal lainnya. b. Pengelolaan komoditi tersebut sudah memiliki organisasi yang cukup terstruktur di Kabupaten Seruyan. c. Dalam pengembangannya tidak sulit untuk dikembangkan organisasi pengelolaannya, terutama dengan menempatkan Perusahaan Daerah atau koperasi sebagai lokomotif pengelolaan pengembangan komoditi tersebut. d. Adanya dukungan dari SKPD, baik bersumber dari APBD maupun APBN dalam pengembangannya pada kurun waktu 5 tahun terakhir.

4. Jaminan Pasok.
a. Luas lahan budidaya cenderung meningkat atau sekurang-kurangnya relatif tetap dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. b. Produktivitas komoditi cenderung meningkat atau sekurang-kurangnya relatif tetap dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. c. Kapasitas produksi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir sudah mencukupi untuk dibangun industri pengolahan yang menghasilkan produk antara maupun produk akhir. d. Jumlah masyarakat pelaku budidaya relatif tetap atau meningkat. e. Perkembangan produksi saat ini sudah menimbulkan harapan dan keyakinan Pemerintah Kabupaten Seruyan maupun masyarakat kabupaten Seruyan untuk dikembangkannya sebuah industri pengolahan. f. Serangan hama sudah dapat diatasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. g. Masih memungkinkan untuk dilakukan perluasan lahan budidaya. h. Pembudidayaannya relatif dapat dikuasai oleh masyarakat pelaku baik dari ketersediaan bibit maupun pengelolaan budidayanya.

Laporan Akhir | II - 11

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

i. Kondisi geografis dan iklim (agroklimat) Kabupaten Seruyan mendukung pelestarian dan pengembangan budidaya komoditi.

5. SDM.
a. Masyarakat sudah menguasai teknik budidaya dan pembibitan. b. Regenerasi pelaku budidaya berjalan dengan baik. c. Sudah ada inisiasi atau minimal pengetahuan mengenai pengolahan komoditi menjadi produk olahan. d. Bila dikembangkan akan memberikan dampak peningkatan jumlah pelaku (tenaga kerja) terutama dalam budidaya.

6. Sarana, Prasarana, dan Teknologi.


a. Saat ini sudah tersedia sarana dan prasarana yang mencukupi untuk transportasi, pergudangan, dan pembibitan komoditi. b. Dalam pengembangannya (terutama untuk budidaya), Kabupaten Seruyan memiliki kemampuan dalam menyediakan sarana dan prasarana. c. Teknologi budidaya sudah diketahui dan dikuasai. d. Teknologi pengolahan sudah diketahui dan dikuasai.

7. Modal.
a. Modal yang diperlukan untuk pengembangan budidaya relatif tidak mahal. b. Masyarakat sudah memiliki perhitungan dalam permodalan yang layak secara ekonomis. c. Sumber modal untuk pengembangan sudah dapat diprediksikan. d. Rasio hasil penjualan terhadap modal memberikan keuntungan yang layak dan bankable. e. Tersedia skema pembiayaan baik komersil maupun bersubsidi dari lembaga keuangan. Dari kompetensi inti ini kemudian akan melahirkan kompetensi inti industri daerah sesuai dengan komoditas unggulan daerahnya. Dengan demikian pemanfaatan komoditas daerah yang berbasis pada kompetensi inti daerah akan melahirkan kompetensi Inti industri yang akan menjadi multiplier effect bagi pengembangan Ekonomi daerah, dan sekaligus akan menjadi modal daya saing daerah. Dengan inovasi yang didukung oleh kemampuan SDM yang berkualitas, maka kompetnsi inti industri daerah tersebut akan menjadi daya saing daerah yang berkelanjutan (Sustainable Competive Advantage). Kompetensi Inti Industri Daerah mengacu kepada industri pengolahan terhadap satu jenis komoditi yang diunggulkan di daerah tersebut. KIID tidak mengacu kepada satu produk. Sehingga dalam implementasinya, KIID bisa menghasilkan bermacam-macam produk, yang bersumber pada satu komoditi. Dalam Permenperind akan disebutkan kelompok bidang industri (sesuai dengan KLBI 2009), yang akan dikembangkan di dalam kerangka pengembangan KIID tersebut. Modifikasi lainnya yang dilakukan di dalam penentuan KIID di Kabupaten Seruyan adalah dalam implementasi penggunaan metode. Metode kesepakatan bersama melalui FGD dilakukan sebanyak 2 kali. Yaitu pada saat penentuan 10 komoditi unggulan di Kabupaten Seruyan, yang selanjutnya dibuat menjadi 9 komoditi

Laporan Akhir | II - 12

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

unggulan, dan penentuan komoditi yang menjadi industri pengolahan KIID. Sedangkan metode AHP yang oleh Kemenperin digunakan di dalam penentuan KIID, dalam penentuan KIID di Kabupaten Seruyan dilakukan pada saat penentuan komoditi unggulan yang menjadi KIID. Di kabupaten Seruyan, dari 9 komoditi unggulan, langsung ditetapkan pringkat prioritas melalui AHP berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Daftar peringkat prioritas tersebut kemudian dibandingkan dengan 5 aspek utama pengembangan industri (mengacu kepada metode kajian kelayakan pendahuluan dalam pengembangan industri yang ditetapkan oleh UNIDO), yang meliputi pohon industri, teknologi, SDM, pasar, dan nilai investasi. Proses pembandingan antara prioritas berdasarkan AHP terhadap komoditi, dan 5 aspek utama pengembangan industri tersebut dilakukan melalui FGD. Dari kesepakatan bersama tersebut akan dipilih 2 komoditi, yang kemudian dibuat rantai nilainya. Berdasarkan kesiapan daerah dalam kurun waktu 5 tahun ke depan dalam merealisasikan rantai nilai tersebut kemudian dipilih KIID Kabupaten Seruyan. Adapun pertimbangan utama di dalam memilih KIID tersebut adalah kemampuan membangun industri, kemampuan serapan tenaga kerja, dan kontribusi terhadap PAD Kabupaten Seruyan. Berikut adalah kerangka kerja dalam penentuan KIID :
TUJUAN
Tersusunnya konsep kompetensi inti industri daerah yang menyeluruh mulai dari penentuan kompetensi inti industri daerah hingga rencana strategis implementasi dalam tahapan kurun waktu 5 tahun berupa Peta Panduan (roadmap).

RUANG LINGKUP
Pengumpulan data dan informasi; Melalui survey lapangan, FGD, dan studi kepustakaan.

TINDAK LANJUT
1. Studi literatur/kepustakaan; 2. Survey lapangan; 3. Penentuan komoditi unggulan (daftar 10); 4. Penentuan komoditi unggulan prioritas (daftar 5); 5. Penentuan industri pengolahan komoditi unggulan prioritas; 6. Analisis rantai nilai komoditi unggulan prioritas; 7. Analytical Hierarchy Process (AHP) Komoditi unggulan prioritas; 8. FGD Pemilihan dan penetuan industri pengolahan komoditi unggulan sebagai kompetensi inti industri daerah; 9. Analisis kesenjangan.

SASARAN

Penetapan komoditi unggulan daerah; Melalui rapat teknis lokal yang difasilitasi.

Ditetapkannya kompetensi inti industri daerah.

Penetapan kompetensi inti industri daerah; Melalui FGD yang difasilitasi.

Penyusunan rencana tindak dalam bentuk peta panduan (roadmap) untuk kurun waktu 5 tahun.

1. Survei kondisi pasar dan industri pengolahan sejenis. 2. Analisis SWOT Model 9 Faktor Dongsung Cho 3. Analisis lingkungan 4. Penetapan tujuan dan sasaran 5. Pemilihan strategi 6. Survei lapangan guna perumusan strategi implementasi 7. Strategi implementasi 8. Penyusunan evaluasi dan indikator pengukuran kinerja 9. Diseminasi hasil rumusan kompetensi inti daerah

Tersusunnya Peta Panduan (roadmap) rencana tindak Pengembangan kompetensi inti industri daerah.

Tersusunnya Masterplan Industrialisasi KIID yang di-Perda-kan oleh daerah sebagai implementasi dari Permen Roadmap KIID.

Dalam penentuan KIID, hasil akhir yang diharapkan adalah terpilihnya satu industri pengolahan suatu komoditi yang akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia dalam bentuk Roadmap Kompetensi Inti Industri Daerah. Setelah ditetapkan dalam bentuk Permenperind, maka selanjutnya daerah tersebut diharapkan menyusun Masterplan Industrialisasi komoditi tersebut, yang kemudian ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah. Sehingga penyusunan masterplan itu harus memenuhi syarat kondisi dimana telah

Laporan Akhir | II - 13

Pengkajian dan Penetapan Roadmap dan Masterplan Industrialisasi Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) Kabupaten Seruyan

PT.INASA SAKHA KIRANA

diterbitkan Permenperind Roadmap KIID. Apabila Roadmap KIID berdurasi 5 tahun, maka masterplan KIID berdurasi 20-25 tahun. D. TEKNIK PENGAMBILAN DATA Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Adapun penjelasan dari kedua sumber data tersebut, yaitu : 1. Data Primer, adalah data yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan penyelidikan yang sedang ditangani (Maholtra, 1996). Data ini dikumpulkan secara langsung dari lapangan, yang diperoleh dengan cara melakukan pengamatan,(mengingat kebutuhan data yang bersifat time series). 2. Data Sekunder, adalah data yang digunakan untuk tujuan lain, bukan dengan tujuan menyelesaikan masalah yang sedang ditangani saat ini (Maholtra, 1996). Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan penelitian ini. Jenis data yang diperlukan antara lain data tata ruang wilayah, sosiodemografi, social ekonomi, sarana prasarana,. Pengambilan data akan dilakukan melalui : 1. Inventarisasi Data dan Informasi, meliputi :
a) Hasil Rapat Teknis/FGD Tim KIID Kabupaten Seruyan. b) Seruyan Dalam Angka terbaru. c) RPJMD Kabupaten Seruyan. d) RTRW Kabupaten Seruyan. e) Data-data dari SKPD terkait. f)

Data dan informasi eksternal terkait komoditi.

2. Pengisian kuisioner AHP. 3. FGD. 4. Wawancara (bila diperlukan).

Laporan Akhir | II - 14

You might also like