You are on page 1of 6

TETANUS

Pendahuluan
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh eksotosin spesifik dari kuman anaerob Clostridium tetani. Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun kecil, luka nyata maupun luka tersembunyi. Jenis luka yang mengundang tetanus adalah luka-luka seperti Vulnus laceratum (luka robek), luka terkontaminasi, Vulnus punctum (luka tusuk), luka tali pusat. Combustion (luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, Diyakini bahwa Penyakit tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu sejenis kuman gram positif yang dalam keadaan biasa berada dalam bentuk spora dan dalam suasana anaerob berubah menjadi bentuk vegetatif yang memproduksi eksotoksin antara lain neurotoksin tetanospasmin dan tetanolysmin. Toksin inilah yang menimbulkan gejala gejala penyakit tetanus. Bentuk spora Clostridium tetani terdapat di sekitar kita seperti pada tanah, rumput rumput, kayu, kotoran hewan dan manusia. Kuman ini untuk pertumbuhannya membutuhkan suasana anaerob yang akan terjadi apabila luka dengan banyak jaringan nekrotik di dalamnya, atau luka dengan pertumbuhan bakteri lain terutama bakteri pembuat nanah seperti Staphyloccus aureus. Istilah tetanus prone wound yaitu luka yang cenderung menyebabkan penyakit tetanus antara lain luka dengan patah tulang terbuka, luka tembus, luka dengan berisi benda asing, terutama pecahan kayu, luka dengan infeksi pyogenic, luka dengan kerusakan jaringan yang luas, luka bakar luas grade II dan III, luka superfisial yang nyata berkontaminasi dengan tanah atau pupuk kotoran binatang di mana luka itu terlambat lebih dari 4 jam baru mendapat topical desinfektansia atau pembersihan secara bedah, abortus dengan septis, melahirkan dengan pertolongan persalinan yang tidak adekuat, pemotongan dan perawatan tali pusat tidak adekuat, gigitan binatang dengan banyak jaringan nekrotik, ulserasi kulit dengan jaringan nekrotik, segala macam tipe gangrena, operasi bedah pada saluran cema mulai dari mulut sampai anus, otitis media puralenta. Masa inkubasi penyakit tetanus tidak selalu sama tapi pada umumnya 8 12 hari, akan tetapi dapat juga 2 hari atau beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Bertambah pendek masa inkubasi bertambah berat penyakit yang ditimbulkannya. Penyakit tetanus tidak menimbulkan kekebalan pada orang yang telah diserangnya. Angka kematian penderita tetanus sangat tinggi sekitar 50 %, angka itu akan bertambah besar pada rumah sakit yang belum lengkap peralatan perawatan intensifnya, mungkin lebih rendah pada rumah sakit dengan perawatan intensif yang sudah lengkap. Oleh sebab itu pencegahan penyakit ini sangat penting dan perlu mendapat perhatian yang utama. Usaha yang ditempuh mengatasi penyakit ini adalah : a. Memberikan kekebalan aktif kepada semua orang b. Melakukan tindakan profilaksis tetanus terhadap orang yang luka secara benar dan tepat. c. Mengobati penderita tetanus dengan perawatan intensif secara multidisipliner. Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun luka kecil, luka nyata maupun tersembunyi. Tetanus merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani yang menghasilkan eksotoksin bersifat anaerob. Clostridium tetani merupakan hasil gram positif, dan bersifat anaerob. Jenis luka yang mengundang tetanus adalah luka luka seperti vulnus laceratum (luka robek), vulnus punctum (luka tusuk), combustio (luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat. Masa inkubasi penyakit ini adalah 1 54 hari, rata rata 8 hari. Semakin lambat debrimen dan penanganan antitoksin, semakin pendek masa inkubasinya dan semakin buruk pula prognosisnya. Kuman masuk ke dalam luka melalui tanah, debu atau kotoran.

Terdapat beberapa faktor yang memperburuk prognosis seperti masa inkubasi yang pendek, stadium penyakit yang parahm penderita yang lanjut usia, neonatus, kenaikan suhu yang tinggi, pengobatan yang lambat, adanya komplikasi seperti status konvulsivus, gagal jantung, fraktur vertebra, pneumonia. Ciri khas kejang pada tetanus yaitu kejang tanpa penurunan kesadaran. Dan awitan penyakit (waktu dari timbulnya gejala pertama sehingga terjadi kejang) adalah 24 72 jam.

Patogenesis dan Patofisiologi


Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka dapat terinfeksi oleh kuman tetanus seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar, luka gigit oleh manusia atau binatang, luka suntikan dan sebagainya. Pada 60 % dari pasien tetanus, port dentre terdapat didaerah kaki terutama pada luka tusuk. Infeksi tetanus dapat juga terjadi melalui uterus sesudah persalinan atau abortus provokatus. Pada bayi baru lahir Clostridium tetani dapat melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis antisepsis. Otitis media atau gigi berlubang dapat dianggap sebagai port dentre, bila pada pasien tetanus tersebut tidak dijumpai luka yang diperkirakan sebagai tempat masuknya kuman tetanus. Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian mengeluarkan ekotoksin. Kuman tetanusnya sendiri tetap tinggal di daerah luka, tidak ada penyebaran kuman. Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin yang dihasilkan yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah tetapi tidak menimbulkan tetanus secara langsung melainkan menambah optimal kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin terdiri dari protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf. Toksin ini diabsorbsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau berdegenerasi, lambat menyerap toksin, sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap.
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu, setelah inokulasi bentuk spora ke dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril.

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya menyebar ke SSP. Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik terhadap rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang berat, pada extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari otot leher.

Tetanospasmin pada system saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperflexi, hyperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola dengan teliti. Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara : 1. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot. 2. Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord. 3. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS) dengan gejala: berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu: 1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat 2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.

Tanda tanda dan gejala gejala klinis


Gejala pertama biasanya rasa sakit pada luka, diikuti trismus (kaku rahang, sukar membuka mulut lebar lebar), rhisus sardonicus (wajah setan). Kemudian diikuti kaku buduk, kaku otot perut, gaya berjalan khas seperti robot, sukar menelan, dan laringospasme. Pada keadaan yang lebih berat terjadi epistothonus (posisi cephalic tarsal), di mana pada saat kejang badan penderita melengkung dan bila ditelentangkan hanya kepada dan bagian tarsa kaki saja yang menyentuh dasar tempat berbaring. Dapat terjadi spasme diafragma dan otot otot pernapasan lainnya. Pada saat kejang penderita tetap dalam keadaan sadar. Suhu tubuh normal hingga subfebris. Sekujur tubuh berkeringat. Karakteristik Penyakit Kejang kejang bertambah beram selama tiga hari pertama, menetap selama 5 7 hari. Setelah 10 hari, frekuensi kejang mulai berkurang, setelah 2 minggu kejang menghilang. Dan kaku otot hilang paling cepat mulai minggu ke-4. Stadium Tetanus Berdasarkan gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi menjadi stadium klinis pada anak dan stadium klinis pada orang dewasa. 1. Stadium klinis pada anak. Terdiri dari : Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm) belum ada kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan. Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan. Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang, dan kejang spontan. 2. Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari : Stadium 1: trismus Stadium 3: kejang rangsang Stadium 2: opisthotonus Stadium 4: kejang spontan

Prinsip prinsip Umum Profilaksis 1. Pertimbangan individual penderita Pada setiap penderita luka harus ditentukan apakah perlu tindakan profilaksis terhadap tetanus dengan mempertimbangkan keadaan / jenis luka, dan riwayat imunisasi. 2. Debridemen Tanpa memperhatikan status imunisasi. Eksisi jaringan yang nekrotik dan benda asing harus dikerjakan untuk semua jenis luka. 3. Imunisasi aktif Tetanus toksoid (TFT = VST = vaksin serap tetanus) diberikan dengan dosis sebanyak 0,5 cc IM, diberikan 1 x sebulan selama 3 bulan berturut turut. DPT (Dephteri Pertusis Tetanus) terutama diberikan pada anak. Diberikan pada usia 2 6 bulan dengan dosis sebesar 0,5 cc IM, 1 x sebulan selama 3 bulan berturut turut. Booster diberikan pada usia 12 bulan, 1 x 0,5 cc IM, dan antara umur 5 6 tahun 1 x 0,5 cc IM. 4. Tetanus toksoid Imunisasi dasar dengan dosis 0,5 cc IM, yang diberikan 1 x sebulan selama 3 bulan berturut turut. Booster (penguat) diberikan 10 tahun kemudian setelah suntikan ketiga imunisasi dasar, selanjutnya setiap 10 tahun setelah pemberian booster di atas. Setiap penderita luka harus mendapat tetanus toksoid IM pada saat cedera, baik sebagai imunisasi dasar maupun sebagai booster, kecuali bila penderita telah mendapatkan booster atau menyelesaikan imunisasi dasar dalam 5 tahun, terakhir. 5. Imunisasi Pasif ATS (Anti Tetanus Serum), dapat merupakan antitoksin bovine (asal lembu) maupun antitoksin equine (asal kuda). Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 1500 IU per IM, dan untuk anak adalah 750 IU per IM. Human Tetanus Immunoglobuline (asal manusia), terkenal di pasaran dengan nama Hypertet. Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 250 IU per IM (setara dengan 1500 IU ATS), sedang untuk anak anak adalah 125 IU per IM. Hypertet diberikan bila penderita alergi terhadap ATS yang diolah dari hewan. Pemberian imunisasi pasif tergantung dari sifat luka, kondisi penderita, dan status imunisasi. Pasien yang belum pernah mendapat imunisasi aktif maupun pasif, merupakan keharusan untuk diimunisasi. Pemberian imunisasi secara IM, jangan sekali kali secara IV. Kerugian hypertet adalah harganya yang mahal, sedangkan keuntungannya pemberiannya tanpa didahului tes sensitivitas. Tindakan profilaksis
Jenis Luka Belum IA atau sebagian Mendapat IA yang lengkap 1 5 tahun 5 10 tahun > 10 tahun

Ringan, bersih Berat, bersih, atau cenderung tetanus Cenderung tetanus, debrimen terlambat,m atau tidak bersih

Mulai atau melengkapi IA toks. 0,5 cc hingga lengkap ATS 1500 IU Toks. 0,5 cc ATS 1500 IU Toks. 0,5 cc Hingga lengkap ABT

Toks. 0,5 cc

Toks. 0,5 cc Toks. 0,5 cc Toks. 0,5 cc ABT

Toks. 0,5 cc ATS 1500 IU Toks. 0,5 cc ATS 1500 IU Toks. 0,5 cc AB

Toks. 0,5 cc

Keterangan : ATS 1500 IU setara dengan HTIG (Humane Tetanus Immunoglobuline) 250 IU. Pada anak anak dosis ATS = dosis dewasa IA = Imunisasi aktif (dengan toksoid) Toks = Toksoid (vaksin serap tetanus) ABT = antibiotika dosis tinggi yang sesuai untuk Clostridium tetani

Penatalaksanaan tetanus
Terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pemberian antitoksin tetanus Penatalaksanaan luka Pemberian antibiotika Penanggulangan kejang Perawatan penunjang Pencegahan komplikasi

Pemberian antitoksin tetanus. Pemberian serum dalam dosis terapetik untuk ATS bagi orang dewasa adalah sebesar 10.000 20.000 IU IM dan untuk anak anak sebesar 10.000 IU IM, untuk hypertet bagi orang dewasa adalah sebesar 300 IU 6000 IU IM dan bagi anak anak sebesar 3000 IU IM. Pemberian antitoksin dosis terapetik selama 2 5 hari berturut turut. Penatalaksanaan luka. Eksisi dan debridemen luka yang dicurigai harus segera dikerjakan 1 jam setelah terapi sera (pemberian antitoksin tetanus). Jika memungkinkan dicuci dengan perhydrol. Luka dibiarkan terbuka untuk mencegah keadaan anaerob. Bila perlu di sekitar luka dapat disuntikan ATS. Pemberian antibiotika. Obat pilihannya adalah Penisilin, dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM, selama 5 hari, sedang untuk anak anak adalah sebesar 50.000 IU/kg BB/hari, dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas. Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin. Dosis pemberian tetrasiklin pada orang dewasa adalah 4 x 500 mg/hari, dibagi dalam 4 dosis. Pengobatan dengan antibiotika ditujukan untuk bentuk vegetatif clostridium tetani, jadi sebagai pengobatan radikal, yaitu untuk membunuh kuman tetanus yang masih ada dalam tubuh, sehingga tidak ada lagi sumber eksotoksin. ATS atau HTIG ditujukan untuk mencegah eksotoksin berikatan dengan susunan saraf pusat (eksotoksin yang berikatan dengan susunan saraf pusat akan menyebabkan kejang, dan sekali melekat maka ATS / HTIG tak dapat menetralkannya. Untuk mencegah terbentuknya eksotoksin baru maka sumbernya yaitu kuman clostridium tetani harus dilumpuhkan, dengan antibiotik. Penaggulangan Kejang. Dahulu dilakukan isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan serangan kejang. Saat ini prinsip isolasi sudah ditinggalkan, karena dengan pemberian anti kejang yang memadai maka kejang dapat dicegah.
Jenis Obat Fenobarbital (Luminal) Klorpromazin (Largactil) Diazepam (Valium) Dosis Anak anak Mula mula 60 100 mg IM, kemudian 6 x 30 mg per oral. Maksimum 200 mg/hari 4 6 mg/kg BB/hari, mula mula IM, kemudian per oral Mula mula 0,5 1 mg/kg BB IM, kemudian per oral 1,5 4 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6 dosis Dosis Orang Dewasa

3 x 100 mg IM

3 x 25 mg IM

3 x 10 mg IM

Klorhidrat

3 x 500 100 mg per rectal

Bila kejang belum juga teratasi, dapat digunakan pelemas otot (muscle relaxant) ditambah alat bantu pernapasan (ventilator). Cara ini hanya dilakukan di ruang perawatan khusus (ICU = Intesive Care Unit) dan di bawah pengawasan seorang ahli anestesi. Perawatan penunjang. Yaitu dengan tirah baring, diet per sonde, dengan asupan sebesar 200 kalori / hari untuk orang dewasa, dan sebesar 100 kalori/kg BB/hari untuk anak anak, bersihkan jalan nafas secara teratur, berikan cairan infus dan

oksigen, awasi dengan seksama tanda tanda vital (seperti kesadaran, keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi, kecepatan pernapasan), trismus (diukur dengan cm setiap hari), asupan / keluaran (pemasukan dan pengeluaran cairan), temperatur, elektrolit (bila fasilitas pemeriksaan memungkinkan), konsultasikan ke bagian lain bila perlu. Pencegahan komplikasi. Mencegah anoksia otak dengan (1) pemberian antikejang, sekaligus mencegah laringospasme, (2) jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi (pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan trakheotomi berencana, (3) pemberian oksigen. Mencegah pneumonia dengan membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika. Mencegah fraktur vertebra dengan pemberian antikejang yang memadai.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul adalah : pneumonia, terutama karena aspirasi : asfiksi, terutama pada saat kejang, status konvulsivus, fraktur vertebra, akibat kejang. Beberapa pertimbangan Pengobatan dengan ATS hingga saat ini belum jelas hasilnya, karena itu ada ahli yang menggunakan dan ada yang tidak menggunakannya. Bila digunakan, keberatannya adalah mengenai harga, tetapi bila digunakanpun tidak berbahaya kecuali pada penderita yang hipersensitif. Kemampuan perlindungan ATS ini hanya berlangsung selama 2 3 minggu saja. Tes Sinsitivitas terhadap ATS Dilakukan untuk mengetahui apakah seorang penderita tahan terhadap ATS hewan atau tidak. Untuk melakukan tes tersebut ada dua cara yaitu tes kulit (skin test dan tes mata / eye test). Tes kulit. Sering dilakukan (lebih disukai dari pada tes mata). Caranya yaitu 0,1 cc serum diencerkan dengan akuades atau cairan NaC1 0,9 % menjadi 1 cc. Suntikkan 0,1 cc dari larutan yang telah diencerkan tadi pada lengan bawah sebelah voler secara intrakutan, tunggulah selama 15 menit. Reaksi positif (penderita hipersensitif terhadap serum) bila terjadi infiltrat / indurasi dengan diameter lebih besar dari 10 mm (1 cm), yang dapat disertai rasa panas dan gatal. Tes mata. Caranya yaitu dengan meneteskan 1 tetes cairan serum pada mata, tunggulah 15 menit. Reaksi positif bila mata merah dan bengkak.

You might also like