You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Parasit masih merupakan masalah utama dalam suatu negara berkembang.

Penyakit parasit pada manusia bisa disebabkan oleh Hewan bersel satu (Protozoa), cacing (Helminth), dan ada pula yang disebabkan oleh hewan beruas ruas (Anthropoda)1 Sekitar lebih dari 1,4 milyar orang penduduk didunia menderita penyakit cacingan. Penyakit ini dapat menyerang balita atau anak anak sampai orang dewasa dimana dalam jangka panjang penderita bisa mengalami kelemahan fisik dan intelektual2-3 Nematoda usus ada yang ditularkan melalui tanah atau soil-transmitted helminthes. Beberapa contoh cacing melalui tanah (Soil-transmitted helminthes) adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus dam Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang), dan Trichuris trichiura. Di indonesia terutama pada anak. Frekuensinya antara 60-90 %. Hal ini disebabkan kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah. Selain itu juga, Penggunaan tinja yang mengandung telur untuk pupuk di kebun sayuran juga merupakan sumber penularan telur cacing. Hasil penelitian Tjitra (2005) terdapat telur cacing Ascaris lumbricoides (6,16%) dan telur cacing tambang (36%) pada jenis sayuran terutama kol dan selada, dan juga terdapat telur Nematoda usus 36,8% pada air dan lumpur yang digunakan untuk menyiram dan menanam sayuran di Bandung. Pengolahan tanah pertanian/perkebunan dan pertambangan yang memakai tangan dan kaki telanjang atau tidak ada pelindung juga merupakan sumber penularan. Menurut Penelitian epidemiologi yang telah dilakukan hampir di seluruh Indonesia, terutama pada anak-anak sekolah dan umumnya didapatkan angka prevalensi tinggi yang bervariasi. Prevalensi askariasis di propinsi DKI Jakarta adalah 4-91%, Jabar 20-90%, Yogyakarta 12-85%, Jatim 16-74%, Bali 40-95%,

NTT 10-75%, Sumut 46-75%, Sumbar 2-71%, Sumsel 51-78%, Sulut 30-72% (Elmi et al., 2004). Data hasil penelitian (Setyawan, 2003) mengemukakan bahwa 80% infeksi kecacingan terjadi karena kontak dengan tanah melalui kuku yang kotor, makan menggunakan tangan dan sering lupa mencuci tangan sebelum makan yang semuanya merupakan potensi tertelannya telur cacing (yang akan menetas di dalam tubuh manusia). Selama ini obat obat yang digunakan adalah obat obatan kimia yang mempunyai efek samping yang kurang baik dan menimbulkan ketergantungan obat. Obat obat yang sering dipakai untuk nematode usus adalah Albendazol, Mebendazol, Pirantel pamoat dan Piperazin Sitrat. Maka diperlukan mencari obat cacing alternatif dimana murah, mudah didapat dan digunakan secara masal dan mempunyai efek samping minimal(Onggowaluyo, 2002). Di Indonesia, Tanaman yang tumbuh dan dapat digunakan sebagai obat tradisional sebenarnya cukup banyak. Salah satu tanamannya adalah Carica papaya L. Carica papaya L dapat tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis, tanaman ini mempunyai banyak manfaat yang bisa diperoleh mulai dari akar, batang, daun, getah, buah bahkan sampai bijinya diantaranya sebagai antimikroba, antifungal, anti-amuba, antimalarial, Hepatoprotective, immunomudulator, obat luka luar, antifertility
4-5

. Maka dilihat dari manfaat yang dapat diperoleh dari Carica

papaya L banyak dilakukan penelitian terhadap buah ini. Setelah melihat manfaat dari Carica papaya L maka dalam karya tulis ini, peneliti akan mencoba untuk mencari dan merangkum hal efektifitas Carica papaya L terhadap Nematoda Usus yang ditularkan melalui tanah (SoilTransmitted Helminthes) pada manusia 1.2. Perumusan Masalah Apakah Carica papaya L mempunyai efek antihelmentik terhadap Nematoda Usus yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmitted Helminthes) pada manusia?

1.3. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Efektifitas antihelmintik yang dimiliki oleh Carica papaya L terhadap Nematoda Usus yang ditularkan melalui tanah (S oilTransmitted Helminthes) pada manusia. 2. Tujuan Khusus Mengetahui Efek dari antihelmitik yang diperoleh dari Carica Papaya L 1.4. Manfaat Adapun manfaat dari penelitian: 1. Pelayanan Masyarakat Mencari Obat antihelmintik alternatif yang murah, mudah didapat dan dapat diproduksi masal, mempunyai efek samping yang minimal, sehingga dapat diterima di masyarakat 2. Bidang Ilmu Pengetahuan Menambah informasi tentang Antihelmintik dengan menggunakan Carica papaya L 3. Pengembangan Penelitian - Sebagai dasar untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam menemukan terapi alternatif untuk penyakit cacingan. - Sebagai pedoman dalam pengobatan menggunakan antihelmintik

BAB II DAFTAR PUSTAKA 2. HELMINTH (CACING) 2.1 Ciri -ciri umum cacing Helminth berarti cacing, baik yang hidup secara parasit maupun yang hidup bebas. Helminth (cacing) termasuk dalam golongan Metazoa (binatang bersel banyak) yang dilengkapi dengan jaringan ikat dan organ-organ yang berasal dari ektoderm, endoderm dan mesoderm. Kulit cacing atau kutikula dapat keras atau kuat dan elastis, relatif lembut. Kebanyakan resisten terhadap pencemaan. Dapat dilengkapai oleh spine (spina), Hooks (kait-kait),cutting plate, stylet, untuk melekat, menembus dan merusak jaringan host (inang). Bentukan-bentukan tersebot biasanya terdapat disekitar mulut. Beberapa spesies dilengkapi dengan kelenjer yang sektesinya masuk kedalam mulut cacing dan berfungsi mencema jaringan host(inang) yang digunakan sebagai makanannya atau dapatjuga menyebabkan cacing bermigrasi dalam jaringan host (inang). Tanda-tanda umum cacing adalah : 1. 2. 3. Multiseluler Bilateral Simetris mempunyai tiga lapis germ (tripblastik meazoa)

2.2 Habitat cacing A. USUS Habitat cacing (helminth) pada manusia berada pada bagian usus dan somatik. Pada bagian usus halus terdapat beberapa cacing yang hidup adalah Taenia saginata, Tily menolepisnana, Taenia solium, Ascaris lumbri coides,

Necator americanus, Strongilides stercoralis, trichinella spiralis, Capillaria philipinensis. Sedangkan pada bagian Caecum dan Appendine beberapa cacing yang hidup adalah Enterobias Vermicuralis, Trichuris trichiura.Dan di dalam Usus besar terdapat cacing, Enteroius vermicu caris. B. SOMATIK Didalam kelenjar somatik yaitu pada lyymphatik sistem beberapa cacing yang hidup adalah Wucheria brancofti, Brugia malayi, Brugia Timoris. Jaringan Subkutan juga hidup beberapa cacing seperti Loa-loa,Onchocerra volvulus, Dianculculus medinensis.Pada Paru-paru cacing Strongyloider stercoralis.Di Mesenterium beberapa cacing yang hidup adalah Acanthocheilonema perstans, Mansonella azzardi, dan di Konjungtiva adalah cacing Loa-loa 2.3 Klasifikasi cacing (helminth) Cacing-cacing yang penting untuk menusia dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu terdiri dari 2 phylum yakni Phylum Nemathelminthe dan Platyhelmintees, Phylum Nemathelmintes terdiri dari. 1. 2. Class yaitu Class nematoda. Phylum platyhelminthe Class yaitu Class cestoda dan klas trematoda. Adapun ciri-ciri cacng phylum nemathelminthes adalah Silindris, panjang, Tidak bersegmen, Sere: terpisah, Jantan dan betina, Saluran Pencemaan lengkap, Mempunyai rongga tubuh ( body cavity). Sedangkan ciri-ciri cacing phylum pthatyhelminthes adalah Pipih seperti daun, atau pita/bersegmen, Pada umumnya hemaphrodite, Saluran pencemaan tidak lengkap, Tidak mempunyai rongga tubuh.

2.4 Nematoda Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m. Nematoda yang ditemukan pada manusia terdapat dalam organ usus, jaringan dan sistem peredaran darah, keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan organ yang dihinggapi. Menurut tempat hidupnya Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua yaitu Nematoda Usus dan Nematoda Jaringan. Spesies Nematoda Usus banyak, tetapi yang ditularkan melalui tanah ada tiga yaitu: Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang (Onggowaluyo, 2001). Cara penularan (transmisi) Nematoda dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme penularan berkaitan erat dengan hygiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Penularan dapat terjadi dengan: menelan telur infektif (telur berisi embrio), larva (filariorm) menembus kulit, memakan larva dalam kista, dan perantaraan hewan vektor. Dewasa ini cara penularan Nematoda yang paling banyak adalah melalui aspek Soil-Trasmitted Helminth yaitu penularan melalui media tanah (Onggowaluyo, 2001) 2.4.1 Ciri - ciri umum : 1. mempunyai saluran pencernaan dan rongga badan, rongga badan tersebut dilapisi oleh selaput seluler sehingga disebut Speudosel atau Psedoseloma. 2. Potongan melintangnya berbentuk bulat, tidak bersegmen dan ditutupi oleh kutikula yang disekresi oleh lapisan hipodermis (lapisan sel yang ada dibawahnya).

2.4.2 Nematoda Usus yand ditularkan oleh tanah (Soil-Transmitted Helminthes) Soil Trasmitted Helminth adalah cacing golongan Nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangannya. Di Indonesia golongan cacing ini yang penting menyebabkan masalah kesehatan masyarakat adalah: Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang (Tjitra, 2005). A. Ascaris lumbricoides Klasifikasi Ascaris lumbricoides Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Secernemtea Ordo : Ascoridida Super famili : Ascoridciidea Genus : Ascaris Species : Ascaris lumbricoides

Ascaris adalah jenis cacing gilig yang besar. Bibirnya mempunyai


peninggian bergigi, tetapi tidak ada interlabia atau sayap servikal. Ekor cacing jantan berbentuk kerucut, tanpa sayap kaudal tetapi terdapat sejumlah papila. Salah satu jenis ini yang terdapat didalam Usus Manusia adalah lumbricoides, I. Hospes dan Penyakit Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan akan mengalami kopulasi serta akhirnya bertelur. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut Askariasis. Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides, yang merupakan penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit. Ascaris

II. Epidemiologi Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%. Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya antara 60-90%. Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini. Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang memiliki kelembapan tinggi dan pada suhu 25 - 30 C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. III. Daur Hidup dan Morfologi Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Stadium dewasa cacing ini hidup di rongga usus muda. Telur yang terdapat pada tinja Merupakan telur yang fertil, tak bersegmen (unsegmented ovum) dan tidak infektif. Pertumbuhan telur ditanah sampai menjadi telur infektif butuh waktu kurang lebih 3 minggu, dan lebih optimal ditanah yang teduh, berlumpur, dan bersuhu 25C, Unsegmental ovum bisa berkembang menjadi larva, menjadi telur yang berisi larva. Dalam tahap ini telur yang berisi larva merupakan bentuk infektif dari spesies. Kemudian Telur akan tertelan melalui mulut, menuju kedalam lumen usus, menetas dan larva akan keluar dibagian atas usus halus. Selanjutnya larva akan bergerak ke paru-paru ( Lung Migration ) Dimana larva yang baru menetes akan menembus dinding usus halus lalu sampai ke vena porta, menuju jantung sebelah kanan, mengikuti aliran darah sampai paru - paru dan berhenti serta tumbuh dan mengalami moulting 2 kali dalam alveoli paru. Migrasi ini berlangsung selama 10-15 hari. Selanjutnya dari alveoli bergerak kembali menuju bronkus, pharynx, larynx dan

akhirnya ikut tertelan masuk kedalam lambung dan Di usus halus moulting satu kali lagi, dan cacing tumbuh menjadi dewasa. Setelah dewasa dan terbentuk jantan dan betina maka cacing dewasa akan kawin dan akan bertelur, betina sudah dapat menghasilkan telur kurang lebih 2 bulan sejak infeksi pertama. Periode ini disebut dengan periode prepatent.6 Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu 3 minggu. Telur Ascaris yang berisi embrio diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut. B. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang) a) Klasifikasi Necator americanus Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Adenophorea Ordo : Enoplida Super famili : Rhabditoidea Genus : Necator Species : Necator americanus b) Klasifikasi Ancylostoma duodenale Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Secernemtea Ordo : Rhabditida

Super famili : Rhabditoidea Genus : Ancylostoma Species : Ancylostoma duodenale I. Hospes dan Penyakit Hospes definitif kedua cacing ini, adalah manusia. Cacing ini tidak mempunyai Hospes perantara. Tempat hidup jenis cacing ini ada di dalam usus halus terutama jejunum dan duodenum. Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut Nekatoriasis dan Ankilostomiasis. II. Epidemiologi Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia terutama dipedesaan khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiasaan defeksi dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk Necator americanus 28-32 C, sedangkan untuk Ancylostoma duodenale 23-25 C. Untuk menghindari infeksi salah satu antara lain, dengan memakai alas kaki (sepatu, sandal). III. Daur Hidup dan Morfologi Cacing betina Necator americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira sekitar 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan Necator americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Necator americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik.

Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari lalu akan terbentuk larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup dalam 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron. Telur yang keluar bersama faeces tidak infektif, biasanya berisi blastomere. Perkembangan telur di atas tanah dipengaruhi oleh beberapa keadaan yang optimal untuk pertumbuhan telur adalah ditanah yang lembab, gembur, berpasir, teduh dan hangat. Disini telur akan menetas dan keluar larva stadium 1 (rhabditoid larva) yang panjangnya kurang lebih 0,25-0,30 milimeter. Dimana merupakan stadium yang aktif yang memakan bahan-bahan organik dan bakteri di sekitarnya. Bentuk dari rhabditiform larva ini dapat dikenal dari buccal caviti yang terbuka panjang. Dan Oesphagus yang muskular dan berbentuk botol sepanjang 1/3 anterior panjang tubuh, Rectum yang pendek, Genital primordial yang tidak jelas, Pertumbuhan telur menjadi lambat pada faeces yang encer atau bahkan mungkin terhenti bila bercampur dengan urine, selanjutnya Larva terus tumbuh dan dalam waktu 6-8 hari kemudian setelah moulting dua kali tumbuh menjadi larva stadium III (filariform) yang dapat dikenal dari, Bentuknya yang relatif langsing panjang 500-600, Buccal cavity menutup, Oesoghagus yang muscular dan memanjang, Stadium ini menjadi bentuk yang non feeding dimana tubuhnya tertutup oleh selaput/sheath/cuticula mulai dari ujung anterior sampai posterior sebagai bahan protektive. Bentu ini infektif untuk manusia dan dapat bertahan lama di atas tanah sampai beberapa minggu. Pada stadium ini dapat dibedakan karena filariform larva Necator americanus sheath yang membungkus tubuh nampak adanya garis-garis / striae tansversal, sedang pada Ancylostoma duodenale tidak. Inokulasi dan Penetrasi melalui kulit kejaringan, Bila sebelum periode infektif (filariform larva ) teijadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larva akan menebus kulit dan masuk ke jaringan secara aktif. Biasanya yang

sering adalah kulit inter digiti melalui follicle rambut, atau epidermis yang mengulupas, penetrasi ke lapisan di bawahnya, sampai kelapisan corium dan lapisan subcutan sampai ke venulae biasanya mati dan diphagositisis. Larva yang berhasil mencapai peredaran darah melalui venulae/pembunuh lymphe, dengan mengikuti peredaran darah vena sampai kejantung kanan, paruparu (Lung migration) dan kembali tertelan masuk kedalam usus dan kemudian mengadakan moulting lagi yang ke 3. setelah sampai di usus halus larva melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mucosa / vili usus, tumbuh dan mengadakan deverensiasi sexuil sampai menjadi dewasa dan terbentuk mulut yang sempuma, waktu yang dibutuhkan meulai kulit sampai cacing dewasa betina menghasilkan telur kurang dari 5 mingu atau lebih, Infeksi juga bisa terjadi melalui mulut dimana filariform larva tertelan dan langsung sampai keusus dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung migration. C. Trichuris trichiura Klasifikasi : Trichuris trichiura Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Adenophorea Ordo : Enoplida Super famili : Tichinelloidea Genus : Trichuris Species : Trichuris trichiura I. Hospes dan Penyakit Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut Trikuriasis dan sering ditemukan bersama-sama Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia, terutama di daerah sekum dan kolon. Cacing ini juga kadang-kadang ditemukan di apendiks dan ileum (bagian

usus palaing bawah). Penularan terjadi secara langsung melalui telur infektif (L2), dan telur sangat bersifat resisten, perkembangan didalam induk semang berlangsung didalam lumen usus dan massa prepaten 2-3 bulan. Cacing ini sering ditemukan melekat pada caecum II. Epidemiologi Penyebaran penyakit tersering akibat kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan tduh dengan suhu optimum kirakira 30C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frkuensi di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30 90 %.Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencicu dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri yang memakai tinja sebagai pupuk. III. Daur Hidup dan Morfologi Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kirakira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknys membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Telur berukuran 50 54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kuning-kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur berisi sel telur (dalam tinja segar). Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan teduh. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar

melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur 30 90 hari. (Sotanto.I, Is Suhariah)

You might also like