You are on page 1of 52

MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK VI (KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX DAN HEMOTHORAX

Disusun Oleh Kelompok 6 Program A 2010 DEDE RENOVALDI RIZKY IKA WINDA TRI SASMI IRVA

Dosen Pembimbing : Siti Rahmalia Hairani. D, MNS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat dengan waktunya. Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Siti Rahmalia Hairani. D, MNS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam menyelesaikan makalah ini. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak ada kekurangan baik dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyampaika terimakasih kepada pembaca dan teman-teman sekalia yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.

Pekanbaru, September 2012

Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar..i Daftar Isi...ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.1 B. Rumusan Masalah....2 C. Tujuan..2 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Anatomi dan Fisiologis Paru-paru. 3 B. Pneumotoraks. 4 C. Hemotoraks10 Lampiran..20 BAB III TINJAUAN KASUS A. Kasus 1 (Pneumotoraks).24 B. Kasus 2 (Hemotoraks)34 C. Penatalaksanaan Farmakologis Pneumotoraks dan Hemotoraks...40 D. Health Education....41 E. Tujuan Pembelajaran..42 DAFTAR PUSTAKA.43 Lampiran WSD ..44

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pernapasan adalah salah satu sistem penting dalam tubuh manusia karena saat bernapas tubuh manusia menghirup oksigen yang sangat berfungsi sebagai gas kehidupan pada sel dan membuang karbondioksida yang merupakan zat sisa metabolisme. Oleh karena itu, gangguan apapun yang terjadi pada sistem ini akan berpengaruh secara sistemik pada sistem-sistem tubuh lainnya. Terdapat banyak gangguan yang berkemungkinan terjadi pada system pernapasan, diantaranya yaitu Pneumotoraks dan Hemotoraks. Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Sedangkan Hemotoraks adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura. (Price & Wilson, 1995). Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, gas, cairan ataupun darah, karena paru-paru membutuhkan pleura agar dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Sehingga jika terdapat benda asing pada pleura ini akan mengakibatkan paru-paru akan sulit berelaksasi dirongga dada dan mengalami kesulitan untuk mendapatkan asupan oksigen yang cukup bagi tubuh. Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya yang acak penyebabnya. Namun diketahui berdasarkan penelitian Seaton dkk. Menyebutkan bahwa pria lebih banyak mengidap pneumotoraks daripada wanita dengan perbandingan 5:1 dan sekitar 81% kasus pneumotoraks berada pada rentang umur dibawah 45 tahun. Di Olmested Country, Minessota, Amerika, Melton et al melakukan penelitian selama 25 tahun (tahun 1950-1974) pada pasien yang terdiagnosa pneumotoraks , didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic dan sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan (terjadi tiba-tiba tanpa ada penyebab). Pada kasus pneumotoraks spontan didapatkan angka insidensi yaitu 7,48,6/100.000 pertahun untuk pria dan 1,2/100.000 pertahun untuk wanita. (loddenkemper, 2003) Sedangkan untuk Hemotoraks sangat jarang terjadi untuk etiologi spontan karena kebanyakan kasus terdapatnya darah pada rongga pleura diakibatkan oleh cedera atau trauma
4

pada dada kecuali ada komplikasi lainnya. Menurut epidemiologinya, angka kejadian hemotoraks terkait trauma atau cedera di Amerika Serikat adalah sebanyak 300.000 kasus pertahun. Berdasarkan prevalensi dan angka kejadian yang cukup tinggi untuk pneumotoraks dan hemotoraks inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi suatu makalah, sehingga akan ditemui konsep mendalam dan asuhan keperawatan mengenai gangguan system pernapasan ini. B. Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumotoraks dan hemotoraks ? C. Tujuan Untuk mengetahui informasi mengenai pneumotoraks dan hemotoraks mulai dari definisi, penyebab, penatalaksanaan, hingga asuhan keperawatan dan akhirnya mampu mengaplikasikannya saat di lapangan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Anatomi dan Fisiologi Paru-paru Pleura merupakan membran tipis pembungkus paru yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. (Syaifuddin, 2009)

Normalnya rongga pleura selalu ada cairan serosa yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dan pleura parietalis, sehingga gerakan paru dapat mengembang dan mengecil dengan mulus tanpa terjadinya friksi. Cairan pleura merupakan filtrate dari plasma yang terus-menerus direabsorbsi sehingga selalu dalam keadaan yang tetap. Cairan fisiologis ini disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi kembali oleh pleura viseralis. Dalam keadaan normal cairan pleura berkisar antara kurang dari 5 ml 15 ml dan setiap peningkatan jumlah cairan di atas nilai ini dianggap sebagai efusi pleura (Syaifuddin, 2009).
6

Normalnya cairan pleura terbentuk karena tekanan hidrostatis pada pleura parietalis lebih besar dari tekanan onkotik, fitrat masuk rongga pleura.

B. Pneumotoraks 1. Definisi Pneumothoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura (Harrison, 2000). Luka tembus dada merupakan penyebab umum dari pneumotoraks traumatik pengumpulan udara dalam ruang potensial. Pneumotoraks adalah cedera dada hebat yang disebabkan karena adanya udara yang keluar dari paru kedalam ruang pleura (Brunner & Suddart, 2010). Pada pneumotoraks udara atau gas terakumulasi antara pleura parietal dan viseral. Banyaknya udara yang terjebak dalam ruangan intrapleura menentukan tingkat kolaps paru. Pneumotoraks diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya yaitu traumatik, spontan, dan terapeutik (Harrison, 2000). 2. Etiologi Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabrokhial, sehingga paru-paru akan berkembang mengikuti dinding toraks dan udara dari luar yang tekanannya nol akan masuk ke bronkus hingga sampai alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus ataupun dibronkus sehingga udara ditekan keluar melalui bronkus. Tekanan intra bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan inrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin, mengedan karena pada keadaan ini glottis menutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus itu akan pecah atau robek.
7

Pneumotoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bulla yang disebut granulomatous fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab sering terjadinya pneumotoraks karena bulla tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empiema. Pneumotoraks diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya yaitu traumatik, spontan, dan terapeutik. (Harrison, 2000) a. Pneumotoraks Traumatik Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu : 1). Pneumotoraks Traumatik bukan Iatrogenik, adalah pneumotoraks yang terjadi karena jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotrauma. 2). Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik, adalah pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini dibedakan menjadi 2 yaitu : Pneumotoraks traumatik Iatogenik Aksidental, adalah pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan parenthesis dada, biopsi dada, biopsi pleura, biopsy transbronkial, biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi mekanik). Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik Artifisial, adalah pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis atau untuk menilai permukaan paru. b. Pneumotoraks Spontan

Pneumotoraks spontan adalah pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tanpa penyakit paru-paru yang mendasarinya. Pneumotoraks akan terjadi apabila ada hubungan antara bronkus atau alveolus dengan rongga pleura, sehingga udara dapat masuk ke rongga pleura melalui kerusakan yang ada, menyebabkan pneumotoraks terbuka, tertutup, dan tekanan. Pneumotoraks spontan terbagi 2 yaitu : 1). Pneumotoraks Spontan Primer Pneumotoraks spontan primer terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis.Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk bleb dan bulla.Bulla merupakan suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotikyang menebal. 2). Pneumotoraks Spontan Sekunder Pneumotoraks spontan sekunder terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya.Patogenesis pneumototaks spontan sekunder umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), asma, fibrosis kistik, tuberculosis paru, penyakit-penyakit paru lainnya. Pneumotoraks Terbuka, yaitu terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronkus dengan lingkungan luar. Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pneumotoraks Tertutup, yaitu rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan tidak ada hubungan lagi dengan lingkungan luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum bisa berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.

Pneumotoraks Ventil, terjadi selama melakukan ventilasi mekanis atau upaya resusitatif. Tekanan pleura positif bersifat mengancam jiwa karena ventilasi sangat menurun dan juga karena tekanan positif diteruskan ke mediastinum, yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena kejantung dan turunnya curah jantung.

3. Manifestasi Klinis (LWW, 2011) Pneumotoraks Tanda dan Gejala Pneumotoraks yang luas dan cepat menimbulkan: Tertutup Nyeri tajam saat ekspirasi terutama pada paru yang sakit. Peningkatan frekuensi napas Kecemasan meningkat Produksi keringat berlebihan Penurunan tekanan darah Takikardi Inspeksi dan palpasi: penurunan sampai hilangnya pergerakan dada pada sisi yang sakit. Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit - Auskultasi: penurunan suara napas. Napas pendek dan timbul secara tiba-tiba tanpa ada trauma dari paru. - Inspeksi dan sesak napas berat, penurunan pergerakan dada. Terbuka Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit Auskultasi: penurunan suara napas. Terlihat ada luka terbuka dan suara mengisap di tempat luka. Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit

spontan

Ventil

- Auskultasi: penurunan suara napas. 4. Evaluasi Diagnostik (PDIPDI, 2009) a. Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologi pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
10

membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru. Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperti massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi. b. Saturasi oksigen Saturasi oksigen harus diukur biasanya normal kecuali adanya penyakit paru. c. Ultrasonografi atau CT Keduanya lebih baik dari poto toraks dalam mendeteksi pneumotoraks kecil dan biasanya digunakan setelah biopsi perkutan. 5. WOC (Web of Caution) Teoritis Kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronkus Tekanan intrabrokhial meningkat Pelebaran alveoli dan pecahnya septa alveoli Membentuk bulla, kemudian pecah menembus pleura

Terjadi hubungan langsung antara rongga pleura dengan udara lain Tekanan positif intra pleura menurun Gangguan ventilasi: pengembangan paru tidak normal Tanda dan gejala: Sesak napas Napas cuping hidung RR diatas 20x Terpasang bullow drainase/WSD Tanda dan gejala: mual, BB turun Tidak bisa makan akibat sesak
11

Tanda-tanda: Klien terlihat menahan nyeri, Respon nyeri, adanya luka pasca pemasangan bullow drainase
Nyeri
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan. Posisikan pasien (semifowler)

Pola nafas tidak efektif


Intervensi: -

Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan.


Intervensi:

Intervensi: Kaji skala nyeri Ajarkan tekhnik relaksasi Kolaborasi dengan

Kaji kebiasaan makan Anjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering

7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pneumotoraks bergantung pada jenis pneumotoraks yang dialaminya, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan penyulit yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang meliputi tindakan dekompresi yaitu membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara : (PDIPDI, 2009) a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion set. b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil : Penggunaan pipa Water Sealed Drainage (WSD). Pipa khusus (kateter toraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen), memasukkan pipa plastik (kateter toraks) dapat juga dillakukan melalui celah yang dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis aksila tengah atau pada garis aksila belakang.Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula tengah.Selanjutnya ujung selang plastic di dada dan pipa kaca WSD di hubungkan melalui pipa plastic lainnya.Posisis ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
12

Pengisapan Kontinu (continuous suction) Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetaap positif. Pengisapan dilakukan dengan cara memberi tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.

Pencabutan Drain Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditututp dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.

c. Tindakan Bedah Pembukaan dinding toraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang menyebabkan terjadinya pneumotoraks, lalu lubang tersebut dijahit. d. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi. Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali. C. Hemotoraks 1. Definisi Hemotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul dikantong pleura tidak bisa diserap oleh pleura (Muttaqin, 2008). Hemotoraks yaitu trauma pada rongga toraks yang berakibat pendarahan (Patrick, 2002). Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.
13

2. Etiologi Hemothoraks dapat dibagi berdasarkan penyebabnya : (LWW, 2011) a. Hemotoraks Spontan Oleh kerena primer ( rupture blep), sekunder (Infeksi keganasan). b. Hemotoraks yang didapat Oleh karena iatrogenic, barotrauma, trauma. Penyebab paling umumdari hemotoraks adalah trauma dada, misalnya : a. Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada b. Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemotoraks.

Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat menyebabkan hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Dapat juga terjadi pada pasien yang memiliki: Kematian jaringan paru-paru (paru-paru infark ) Kanker paru-paru atau pleura. Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paru-paru Operasi jantung Tuberkulosis Sebuah cacat pembekuan darah Trauma tumpul dada

14

Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga dapat disebabkan cedera benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan hipoksia. c. Manifestasi Klinis (LWW, 2011) Gangguan pengembangan dada Perubahan kedalaman pernapasan Sesak napas mendadak Nyeri dada Perkusi dada pekak Perdarahan nyata (massif) Sianosis Hipoksia Takikardi Hipotensi

d. Evaluasi Diagnostik a. Perkusi memperlihatkan bunyi napas yang samar dan saat auskultasi bunyi napas berkurang atau tidak ada di sisi yang diserang. b. Torasentesis menghasilkan darah atau cairan serosanguinosa c. Sinar-X dada menunjukkan cairan pleural dengan atau tanpa pergeseran mediastinal. d. Analisis gas darah arterial bias mendokumentasikan gagal respiratorik.
15

e. Kadar hemoglobin bisa turun, tergantung pada darah yang hilang.

e. WOC Teoritis Trauma pada Thoraks Pendarahan jaringan interstitium. Pendarahan intraalveolar, kolaps arteri dan kapiler-kapiler kecil, hingga tahanan perifer pembuluh darah paru meningkat. Reabsorpsi darah oleh pleura tidak memadai/ tidak optimal

Akumulasi darah di kantong pleura

Gangguan ventilasi: pengembangan paru tidak optimal, gangguan difusi, distribusi, dan transportasi oksigen

Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan, dan keletihan fisik, kecemasan, serta ketidaktahuan akan prognosis

Tanda-tandanya: Sesak napas Napas cuping hidung RR diatas 20x Tanda-tanda: Klien terlihat menahan nyeri, Respon nyeri, adanya luka pasca pemasangan bullow drainase

Terpasang bullow
drainase / WSD

Tanda: mual, BB turun

Ketidakefektifan pola nafas

Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan.


16

Intervensi: -

Nyeri
Intervensi: Kaji skala nyeri Ajarkan tekhnik relaksasi Kolaborasi dengan

Intervensi: Kaji kebiasaan makan Anjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering

f. kualitas, Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan.


Posisikan pasien (semifowler)

(Muttaqin, 2008)

6. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Diagnosa keperawatan Pneumotoraks dan Hemotoraks yang mungkin muncul secara teoritis : (Doenges, 2000) No. 1. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pertukaran gas pola pernapasan Intervensi Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan , laporkan setiap perubahan yang terjadi. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk. Rasional Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalamn pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bias maksimal. Observasi tandatanda vital (nadi, RR). Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 Auskultasi dapat menentukan kelainan
17

yang berhubungan dengan gangguan

jam.

suara napas pada bagian paru. Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru. Pada daerah kolaps paru, suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik da nada tidaknya atelectasis paru.

Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.

Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD.

Dengan memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap
18

mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negative pada interpleura. 2. Nyeri berhubungan dengan batuk menetap adanya selang dada, ditandai dengan nyeri dada, gelisah, keadaan umum lemah. Tentukan karakteristik nyeri Penggunaan skala/ rentang nyeri membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri, meningkatkan kontrol nyeri. Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien Ketidaksesuaian antara petunjuk verbal/ non verbal dapat menunjukkan derajat nyeri Dorong pasien untuk melakukan tehnik relaksasi Bantu aktivitas perawatan diri, pernapasan dan latihan tangan Meningkatkan relaksasi dan penglihatan perhatian Mendorong dan membantu fisik diperlukan untuk beberapa waktu sebelum pasien mampu untuk kreativitas karena nyeri/ takut nyeri. Berikan periode istirahat, berikan Penurunan kelemahan,
19

lingkungan tenang

menghemat energi dan meningkatkan koping.

Berikan analgesik rutin sesuai indikasi

Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari puncak periode nyeri

3.

Gangguan

pemenuhan

kebutuhan

Kaji kebiasaan makan makanan kesukaan atau ketidaksukaan

Mengidentifikasi defisiensi/kekurangan, menduga kemungkinan intervensi.

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Timbang berat badan klien setelah sakit

Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

Anjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering

Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaste/ peregangan .

Beri motivasi klien untuk menghabiskan porsi makanannya

Dengan memotivasi klien menghabiskan makanannya, klien lebih kuat untuk ingin sembuh.

Hidangkan makanan

Menambah nafsu
20

selagi hangat Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk proses penyembuhan

makan klien. Nutrisi penting untuk penyembuhan karna mengembalikan kestabilan sistem tubuh.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit makanan

Metode makan dan kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien /penggunaan energi.

Kolaborasi pemberian obat anti emetic

Obat antiemetik yaitu obat yang mengatasi mual dan muntah.

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan (LWW, 2011) a. Medis 1) Resusitasi cairan Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infuse cairan kristaloid secara cepat dan kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
21

dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi, bersamaan dengan pemberian infuse dipasang pula chest tube (WSD). 2) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage) WSD adalah suatu system drainase yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura. 3) Pasien yang sulit bernapas bisa memanfaatkan terapi oksigen supplemental. 4) Analgesic bisa diberikan untuk mengontrol nyeri. 5) Terapi IV bisa digunakan untuk mngembalikan volume cairan. 6) Auto transfuse diperlukan jika pasien kehilangan darah yang signifikan (lebih dari 1 liter) 7) Torafotomi diperlukan jika pipa dada tidak memperbaiki kondisi pasien, untuk mengevakuasi darah dan gumpalan dan untuk mengontrol perdarahan.

b. Penatalaksanaan Keperawatan Pneumotoraks dan Hemotoraks Menurut LWW (2011), penatalaksanaan pneumotoraks dan hemotoraks umumnya adalah sebagai berikut: No 1. Tindakan Lihat apakah klien pucat dan terengahengah. 2. Pantau tanda vital setiap jam Rasional Klien akan terlihat pucat dan terengahengah saat mengalami nyeri Untuk mengindikasikan syok, distress respiratorik, Tekanan darah turun, nadi naik dan tingkat respiratorik naik bisa mengindikasikan tingkat keparahan pneumotoraks. 3 Tempatkan pipa dada. Minta pasien batuk dan bernapas dalam. Kemudian beri analgesic.
22

Untuk mempermudah ekspansi dada. Analgesic dapat mengurangi nyeri.

4.

Pada pasien yang menjalani drainase pipa dada, lihat adakan kebocoran. Catat jumlah drainasenya.

Jika ada penggelembungan berarti mengindikasikan kelainan paru gagal menutup. Ventilator dapat membantu pasien mendapatkan oksigen yang cukup.

5.

Lihat apakah klien mengenakan ventilator. Lihat apakah klien sulit bernapas.

6.

Ganti pembalut disekitar masuknya pipa dada seperlunya. Berhati-hatilah untuk tidak memposisikan kembali pipa.

Kebocoran pipa drainase dapat memperburuk keadaan klien.

7.

Bantu pasien berjalan semampunya (biasanya sehari setelah operasi)

Untuk melatih inspirasi dalam dan ekspansi paru-paru. Menambah pengetahuan kesehatan pada klien. Biasanya klien pneumotoraks merasa paling nyaman saat duduk tegak lurus.

8.

Beri keyakinan pada pasien dan jelaskan mengenai pneumotoraks.

9.

Posisikan klien senyaman mungkin.

23

Lampiran Step I : Terminologi (Kata Sulit) : o Pneumotoraks Suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura. o Hematoraks Trauma pada rongga toraks yang berakibat pendarahan. o Hematoraks massif Terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc dalam rongga pleura. o Pneumotoraks Traumatik Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. o Pneumotoraks Traumatik bukan Iatrogenik Pneumotoraks yang terjadi karena jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotrauma. Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik Pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. o Pneumotoraks Spontan Pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tanpa penyakit paru-paru yang mendasarinya. o Pneumotoraks Spontan Primer Robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis. o Kolaps
24

Kelemahan anggota tubuh karena kegagalan peredaran darah. o Bulla Gelembung berisi cairan lebih besar dari pada vesikel. o Pneumotoraks Spontan Sekunder karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. o Pneumotoraks Terbuka Terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronkus dengan lingkungan luar. o Pneumotoraks Tertutup Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. o Pneumotoraks Ventil Terjadi selama melakukan ventilasi mekanis atau upaya resusitatif. o Biopsi Pengambilan sampel dengan menggunakan bagian tubuh. o Pleura Selaput yang menutupi permukaan paru-paru. o Hilus Tempat masuk dan keluar pembuluh-pembuluh darah dan saraf. o Septa Sekat atau dinding pembatas. o Obstruksi Penyumbatan atau keadaan tersumbat.
25

o Empiema Penanahan rongga badan, biasanya dirongga dada. o Predisposisi Kepekaan tersembunyi terhadap suatu penyakit yang dapat dicetuskan oleh keadaankeadaan tertentu. o Tuberkulosis Penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. o Torasentesis Tindakan mengaspirasi cairan pleural atau udara, dilakukan untuk menghilangkan tekanan, nyeri atau dispnea. o Serosanguinosa Trauma tumpul dada. o Bleb Kista (struktur abnormal seperti kantung yang bisa ditemukan di manapun di tubuh) berisi udara di dekat atau pada permukaan paru-paru. o WSD (Water Sealed Drainage) Tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. o Dekompresi Meniadakan atau mengurangi tekanan. o Dekortisasi Pengelupasan. o Frekuensi
26

Jumlah berapa kali suatu hal terjadi dalam satuan waktu tertentu. o Indikasi Petunjuk yang menjadi alas an dilakukannya tindakan. o Undulasi Pergerakan cairan di selang dan adanya gelembung udara yang keluar dari air dalam botol WSD. o Adekuat Cukup atau memadai. o Obstruksi Penyumbatan atau keadaan tersumbat. o Obat antiemetik Obat yang mengatasi mual dan muntah. o Spasme Ketegangan atau kekakuan otot. Step II : 1. Bagaimana pneumotoraks dan hemotoraks dapat menyebabkan hipoksia? 2. Bagaimana prognosis pneumotoraks dan hemotoraks? 3. Bagaimana penatalaksanaan nonfarmakologis untuk pneumotoraks dan hemotoraks?

Step III : 1. Pada kasus pneumotoraks dan hemotoraks terdapat gangguan ventilasi, difusi dan perfusi akibat dari kebocoran paru yang menembus dan substansi memenuhi pleura sehingga oksigen yang seharusnya diedarkan keseluruh tubuh mengalami deficit
27

akibat ekspansi paru yang tidak memadai untuk berkontraksi sehingga paru mengalami kolaps. 2. Pasien dengan pneumotoraks dan hemotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien yang dilakukan toraktomi terbuka. Pasien yang penatalaksanaannya baik umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks dan hemotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalnya pada pasien PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya. 3. Sampai saat ini penulis belum dapat menemukan penatalaksanaan

nonfarmakologisnya. Hal ini dimungkinkan karena jenis penyakit ini yang sangat membutuhkan tindakan medis yang lanjut.

28

BAB III TINJAUAN KASUS A. Kasus 1 1. Uraian Kasus (Pneumothorax) : Bapak K mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga. Dua tahun yang lalu didiagnosa TBC dengan riwayat putus obat. Saat ini dipasang WSD satu botol dan oksigen binasal 2 L/menit. Udara banyak keluar tetapi pasien masih sesak. Ekstremitas ferifer sianosis dan dingin, kesadaran samnolen. 2. Pengkajian a. Identitas Klien Nama Jenis kelamin : Tn. K : Laki-laki

b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Klien mengalami sesak hebat 2) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga. Dan saat ini dipasang WSD satu botol dan oksigen binasal 2 L/menit. 3) Riwayat Penyakit Sebelumnya Dua tahun yang lalu pasien didiagnosa TBC dengan riwayat putus obat.

3. Analisa Data a. Data Subjektif :


29

1) Pasien mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga b. Data Objektif : 1) Pasien terlihat sesak 2) Ekstremitas perifer pasien terlihat sianosis dan dingin 3) Kesadaran pasien samnolen 4) Pasien terpasang WSD satu botol 5) Pasien terpasang oksigen binasal 2 L/menit No. 1. Data DS : pasien mengalami sesak hebat olahraga. Hub. Langsung antara rongga DO : Pasien terlihat sesak.. Pasien terpasang WSD satu botol Pasien oksigen 2L/menit terpasang binasal Sesak napas Ketidakefektifan pola napas Kebocoran paru akibat robeknya pleura DO : Pasien terlihat sesak Kesadaran somnolen Hub. Langsung antara rongga pleura dan udara dalam pipa Gangguan ventilasi, difusi, distribusi dan transportasi
30

Etiologi Kebocoran paru akibat robeknya pleura

Masalah Keperawatan Ketidakefektifan pola pernapasan

setelah

melakukan

pleura dan udara dalam pipa Gangguan ventilasi (ekspansi paru - ), difusi, distribusi dan transportasi

2.

DS : pasien mengalami sesak.

Gangguan cerebral

perfusi

Gangguan oksigen pada jaringan otak Kesadaran menurun Gangguan perfusi cerebral Kebocoran paru akibat robeknya pleura Hub. Langsung antara rongga DO : pasien terlihat sesak. Ekstremitas dan dingin Suplai oksigen terganggu pada perifer Gangguan perfusi jaringan Kebocoran paru akibat robeknya pleura DO : Pasien terpasang WSD satu botol Hub. Langsung antara rongga pleura dan udara dalam pipa Gangguan ventilasi, difusi, distribusi dan transportasi Terpasang WSD Respon nyeri pasca pemasangan WSD Nyeri
31

3.

DS : pasien mengalami sesak hebat olahraga. setelah melakukan

Gangguan jaringan

perfusi

pleura dan udara dalam pipa perifer Gangguan ventilasi, difusi, distribusi dan transportasi

pasien terlihat sianosis

4.

DS : -

Nyeri

4. WOC Kasus Pneumotoraks

Mycobacterium tuberculosis membentuk granuloma fibrosis Bulla pecah menembus pleura kebocoran paru akibat robeknya pleura Hub. Langsung antara rongga pleura dengan udara dalam paru Tekanan positif intra pleura menurun
Gangguan ventilasi (Ekspansi paru berkurang)
Tanda-tandanya: Sesak napas Napas cuping hidung RR diatas 20x
Tanda-tanda: Klien terlihat menahan nyeri, Respon nyeri, adanya luka pasca pemasangan bullow drainase

Gangguan perfusi

Tanda: Pemasangan WSD Sianosis Akral dingin

Tanda: Gangguan perfusi jaringan bd. Gangguan pertukaran gas Intervensi: Kaji adanya pucat Kesadaran menurun GCS menurun

Ketidakefektifan pola nafas


Intervensi: Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan. Posisikan pasien (semifowler) Observasi TTV

Gangguan perfusi cerebral bd. Suplai O2 menurun

Nyeri
Intervensi: Kaji skala nyeri Ajarkan tekhnik relaksasi Kolaborasi dengan

Intervensi: Kaji tingkat kesadaran Pantau TTV

32

- Pantau Gangguan perfusi jaringan berhubungan TTV dengan gangguan pertukaran gas

5. Asuhan keperawatan No. 1. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola dengan menurunnya ekspansi peningkatan tekanan dalam Kriteria hasil : Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan rontgen toraks terlihat adanya pengembangan paru, bunyi napas terdengar jelas. Lakukan jam. auskultasi Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR). Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru Auskultasi dapat menentukan kelainan suara napas pada bagian paru.
33

Tujuan/Kriteria Hasil Tujuan : Dalam

Intervensi

Rasional

Keperawatan Kaji kualitas, Dengan mengkaji frekuensi, kedalaman dan kualitas, frekuensi, dan kedalamn

pernapasan waktu 3x24 jam diberikan intervensi pola paru pernapasan efektif.

yang berhubungan setelah

pernapasan ,laporkan pernapasan, kita dapat setiap perubahan yang mengetahui sejauh terjadi Baringkan dalam posisi klien yang mana perubahan kondisi klien. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

sekunder terhadap klien kembali

rongga pleura.

nyaman, atau dalam posisi duduk.

suara napas tiap 2-4

Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru. Pada daerah kolaps paru, suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan Bantu napas efektif. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. untuk Penekanan otot-otot tindakan dekompresi dada serta abdomen dengan pemasangan membuat batuk lebih Kolaborasi WSD. efektif. Dengan memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap
34

ajarkan fungsi paru yang baik klien untuk batuk dan da nada tidaknya dalam yang atelectasis paru

dan

mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negative pada interpleura.

2.

Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan menurunnya suplay oksigen

Tujuan : perfusi cerebral normal Kriteria hasil : kesadaran normal, TTV normal

Kaji faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya koma atau menurunnya perfusi jaringan otak.

hipoksia yang parah dapat menyebabkan perubahan tingkat kesadaran, koma dan dapat fatal.

Monitor status neurologis secara teratur.

status neurologis meliputi tingkat kesadaran, rangsang selaput otak, system motorik, system sensorik dan mental

Monitor tanda-tanda vital.

peningkatan RR dan takikardi merupakan adanya indikasi penurunan fungsi paru. peningkatan TD terjadi karena peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Demam
35

dapat mencerminkan kerusakan hipotalamus klien dengan keadaan Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi seperti: fungsi bicara jika pasien 3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan ganggauan pertukaran gas. Kriteria hasil: akral hangat, ttv dalam batas normal, capillary fill time <2 Kaji adanya pucat (sianosis) Tujuan : gangguan perfusi jaringan dapat diatasi Observasi perubahan yang tiba-tiba. pertukaran gas yang dapat dapat tidak normal kesadaran yang baik dapat memfungsikan seluruh panca indera

menyebabkan mempengaruhi

iskemik jaringan yang system tubuh sistemik. sirkulasi yang terhenti menyebabkan transport O2 keselurug tubuh sehingga menjadi dingin merupakan yang paling dengan jantung. pucat berhenti akral dan karena bagian jauh

peningkatan RR dan Observasi tanda-tanda takikardi vital. adanya penurunan terjadi merupakan indikasi fungsi karena
36

paru. peningkatan TD

peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. dapat kerusakan hipotalamus. Demam mencerminkan

kekuatan nadi perifer Kaji kekuatan nadi perifer Kaji tanda-tanda dehidrasi. menandakan kemampuan transportasi oksigen pada tubuh. dehidrasi dapat membuat keadaan vital pasien menjadi Observasi intake dan output cairan. untuk menghindarkan kelebihan dan kekuaran cairan yang dapat berujung pada Pantau pengisian kapiler (CRT) suplai darah kembali normal jika CRT kurang dari 2 detik dan menandakan suplai O2 kembali normal. 4. Nyeri Tujuan : nyeri Tentukan Penggunaan skala/
37

lebih komplikasi

dehidrasi.

berhubungan dengan pemasangan WSD

hilang/terkontro l Kriteria klien mengatakan nyerinya berkurang lebih rileks. dan hasil:

karakteristik nyeri

rentang nyeri membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri, meningkatkan kontrol nyeri Ketidaksesuaian antara petunjuk verbal/ non verbal dapat menunjukkan derajat nyeri

Kaji

pernyataan

verbal dan non verbal nyeri pasien

Dorong pasien untuk melakukan relaksasi tehnik

Meningkatkan relaksasi dan penglihatan perhatian

Bantu perawatan pernapasan

aktivitas diri, dan Mendorong dan membantu fisik diperlukan untuk beberapa waktu sebelum pasien mampu untuk kreativitas karena nyeri/ takut nyeri.

latihan tangan

Berikan istirahat, lingkungan nyaman. Berikan

periode ciptakan Penurunan kelemahan, yang menghemat energi dan meningkatkan koping. analgesik Mempertahankan
38

rutin sesuai indikasi

kadar obat lebih konstan menghindari puncak periode nyeri

B. Kasus 2 1. Uraian Kasus (Hemothoraks) Ny. A terjatuh dari motor dan dada membengkak serta membiru, Dibawa ke rumah sakit, dilakukan X-Ray dan ditemukan adanya perdarahan dirongga paru. Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik napas dalam. Vital sign : TD 110/70 mmHg, Nadi 110 x/menit, RR 29 x/menit.

2. Pengkajian a. Identitas Nama Jenis Kelamin : Ny.A : Perempuan

b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Dada membengkak serta membiru. Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik nafas dalam. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Adanya perdarahan dirongga paru. 3. Analisa Data a. Data Subyektif :
39

1) Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik nafas dalam. b. Data Obyektif : 1) Dada pasien membengkak dan membiru 2) Ditemukan adanya perdarahan di rongga paru 3) TTV pasien : TD Nadi RR : 110/70 mmhg : 110 x/menit : 29x/menit Masalah Keperawatan Ketidakefektifan pola pernapasan Cedera paru dan Perdarahan dalam pleura Reabsorbsi darah oleh pleura Dada membiru Ditemukan adanya perdarahan dirongga paru TD : 110/70 Sesak napas Ketidakefektifan pola napas pasien tidak memadai Akumulasi darah dalam pleura Gangguan ventilasi (ekspansi paru - ), difusi, distribusi dan transportasi membengkak dan

No. Data Etiologi 1. DS : Pasien mengeluh Trauma pada toraks sesak dan nyeri saat tarik napas dalam. DO : -

mmHg (Normal : 120/80) Nadi : 110 x/menit (normal : 60-80) RR : 29x/menit (normal : 16-20)

40

2.

DS : Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik napas dalam. DO : Dada membiru Ditemukan adanya perdarahan dirongga paru TD : 110/70 pasien

Trauma pada toraks Cedera paru dan Perdarahan dalam pleura Reabsorbsi darah oleh pleura tidak memadai Akumulasi darah dalam pleura Gangguan ventilasi (ekspansi paru - ), difusi, distribusi dan transportasi Nyeri saat tarik napas dalam

Nyeri

membengkak dan

mmHg (Normal : 120/80) Nadi : 110 x/menit (normal : 60-80) RR : 29x/menit

(normal : 16-20)

4. WOC KASUS HEMOTHORAKS

Trauma pada toraks akibat kecelakaan motor

Mencederai paru hingga perdarahan dirongga paru (pleura)

Reabsorbsi darah oleh pleura tidak memadai

Akumulasi darah dikantong pleura

41

Nyeri saat nafas dalam


Tanda-tanda: Klien terlihat menahan nyeri, Respon nyeri, adanya luka pasca pemasangan bullow drainase

Gangguan ventilasi (ekspansi dada terganggu), difusi, distribusi dan transportasi oksigen
Tanda-tandanya: Sesak napas Napas cuping hidung RR diatas 20x

Nyeri berhubungan dengan trauma dan akumulasi darah di pleura

Intervensi: Kaji skala nyeri Ajarkan tekhnik relaksasi Kolaborasi dengan

Ketidakefektifan pola nafas


Intervensi: Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan. Posisikan pasien (semifowler) Observasi TTV

5. Asuhan keperawatan No. 1. Diagnosa keperawatan Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura Kriteria hasil : Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, pada pemeriksaan Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan Tujuan / Kriteria Hasil Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien kembali efektif.

Intervensi Identifikasi penyebab spontan, keganasan, pernapasan.

Rasional

faktor Memahami kolaps penyebab dari trauma kolaps paru sangat infeksi penting untuk WSD pada pneumotoraks dan menentukan untuk intervensi lainnya. kualitas, dan Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalamn pernapasan, kita
42

komplikasi mekanik mempersiapkan

rontgen toraks terlihat adanya pengembangan paru, bunyi napas terdengar jelas.

,laporkan perubahan terjadi.

setiap dapat mengetahui yang sejauh mana perubahan kondisi klien.

Baringkan

klien Penurunan

dalam posisi yang diafragma nyaman, atau dalam memperluas daerah posisi duduk. dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru Auskultasi dapat Lakukan auskultasi menentukan suara napas tiap 2-4 kelainan suara napas jam. pada bagian paru. Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru. Pada daerah kolaps paru, suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang
43

Observasi RR).

tanda-

tanda vital (nadi,

kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik da nada tidaknya atelectasis paru Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. Dengan Kolaborasi tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD. untuk memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negative 2. Nyeri berhubungan dengan trauma dan akumulasi darah di pleura Tujuan : nyeri Tentukan karakteristik nyeri pada interpleura Penggunaan skala/ rentang nyeri membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri,
44

Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.

hilang/terkontrol Kriteria hasil: klien mengatakan

nyerinya berkurang dan lebih rileks

meningkatkan kontrol nyeri Ketidaksesuaian Kaji verbal pernyataan dan non antara petunjuk verbal/ non verbal dapat menunjukkan derajat nyeri Meningkatkan relaksasi dan penglihatan perhatian Mendorong dan membantu fisik diperlukan untuk beberapa waktu sebelum pasien mampu untuk kreativitas karena nyeri/ takut nyeri.

verbal nyeri pasien

Dorong untuk

pasien melakukan

tehnik relaksasi

Bantu perawatan pernapasan

aktivitas diri, dan

latihan tangan

Penurunan Berikan istirahat, lingkungan nyaman. periode kelemahan, ciptakan menghemat energi yang dan meningkatkan koping Mempertahankan Berikan analgesik rutin sesuai indikasi kadar obat lebih konstan
45

menghindari puncak periode nyeri

C. Penatalaksanaan Farmakologis Pneumotoraks dan Hemotoraks Darah atau udara yang memasuki rongga pleura biasanya akan dikeluarkan melalui selang WSD. Melalui selang tersebut juga bisa dimasukkan obat untuk membantu memecahkan pembekuan darah, misalnya Streptokinase dan Streptodonase. Jika perdarahan tersebut berlanjut walau sudah dikeluarkan melalui selang tersbut, maka harus dilakukan pembedahan. 1. Streptokinase-streptodornase adalah obat yang digunakan untuk memecahkan gumpalan darah yang telah terbentuk didalam pembuluh darah. 2. Penggunaan obat analgesic juga dipakai saat keadaan klien dengan hipoksemia kronik seperti Morfin dan Meperidin

D. Health Education Pneumotoraks adalah suatu keadaan yang tidak normal pada paru paru yaitu terdapatnya udara yang berlebihan pada rongga paru (pleura). Sedangkan hemotoraks adalah suatu keadaan yang juga tidak normal pada paru-paru yaitu terdapatnya darah pada rongga paru-paru.

46

Penyebabnya jarang diketahui secara spesifik namun yang paling jelas adalah akibat trauma fisik atau penyakit-penyakit paru lainnya yang bersifat iritatif pada lapisan paru. Pada umumnya, pasien yang tediagnosa pneumotoraks ataupun hemotoraks akan dilakukan penyedotan/aspirasi udara atau darah yang terdapat dalam rongga paru dengan menggunakan alat WSD (Water Sealed Drainage). Tips perawatan WSD adalah sebagai berikut: a. Pastikan bahwa selang tidak terlipat, tertindih , terlipat atau mengganggu pergerakan klien. b. Dengan perlahan pijat selang, pastikan adanya fluktuasi dari cairan yang menandakan aliran masih lancer. c. Pastikan tidak ada tanda kebocoran pada WSD, bisa dilihat dari tidak berjalannya cairan atau tidak adanya gelembung pada aquades dalam botol. d. Laporkan SEGERA jika ada tanda-tanda nafas cepat, dangkal dank lien terlihat pucat. e. Anjurkan klien untuk mengambil napas dalam dan batuk dalam rentang yang teratur. f. Jika klien akan dipindahkan, letakkan botol diatas area dada. Jika selang terlepas, segera laporkan pada perawat. g. Hindari udara yang tercemar dari sekitar klien. (Rokok, asap pembakaran, parfum dll) h. Laporkan pada perawat jika botol WSD sudah tiga hari atau sudah penuh. i. Amati dan laporkan pada perawat jika:
47

Tidak ada cairan yang keluar Tidak ada gelembung udara yang keluar Pernapasan klien tidak ada masalah/gangguan dan tidak ada kesulitan bernapas.

E. Tujuan Pembelajaran Setelah membaca makalah ini diharapkan tujuan pembelajaran mahasiswa adalah mengetahui informasi mengenai: a. Definisi pneumotoraks dan hemotoraks. b. Pathway dan Patofisiologi pneumotoraks dan hemotoraks. c. Penatalaksanaan medis dan keperawatan pneumotoraks dan hemotoraks. d. Asuhan keperawatan yang tepat dan benar mengenai pneumotoraks dan hemotoraks.

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Doenges, ME dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. Jakarta: EGC Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan: Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
48

Perhimpunan Dokter Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PDIPDI). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Internal Publishing Price, SA & Wilson, LM. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit, Jakarta: EGC Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Williams, L & Wilkins. 2011 Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: Indeks

Lampiran Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage) WSD adalah suatu system drainase yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura. Tujuan Pemasangan WSD: Mengeluarkan cairan atau darah udara dari rongga pleura dan rongga thorak. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
49

Mengembangkan kembali paru yang kolaps. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif hanya sedikit cairan pleura/lubricant.

Indikasi pemasangan WSD: a. Peneumotoraks: spontan >20% oleh karena rupture bleb, luka tusuk tembus, klem dada yang terlalu lama, kerusakan selang pada sistem drainase. b. Hemotoraks: Robekan pleura, kelebihan antikoagulan, pasca beda thoraks.. Kontra insikasi pemasangan WSD: indikasi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol. Tempat pemasangan WSD: - Bagian apex paru (apical) yaitu pada anterolateral interkosta ke 1-2 berfungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura. - Bagian basal yaitu pada posterior lateral intercostal 8-9 berfungsi untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura. Jenis-jenis WSD yaitu: a. WSD dengan satu botol WSD dengan satu botol merupakan sistem drainage sederhana, dimana drainage ini berdasarkan adanya gravitasi. digunakan pada kasus pneumotoraks. b. WSD dengan dua botol Botol pertama berfungsi sebagai penampung/drainase dan botol yang kedua sebagai water seal. Kedua botol ini dapat dihubungkan dengan suction kontrol. Keuntungan WSD dengan dua botol ini yaitu water seal tetap pada satu level.
50

Botol berfungsi selain

sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung, umumnya

c.

WSD denagn tiga botol Botol pertama berfungsi sebagai penampung/drainase, botol kedua sebagai water seal, dan botol ketiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol menggunakan manometer.

Cara pemasangan WSD yaitu: Tentukan tempat pemasangan, pada pasien pneumotoraks pada sela iga IV-V di linea aksilaris anterior dan media. Lakukan analgesia/ anesthesia pada tempat yang telah ditentukan. Buat insisi kulit dan sub kulit searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis. Masukkan Kelly klem melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura/ menyentuh paru. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan kelly forceps. Selang (chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada. Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan. Foto X-ray dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan. 8) Pasien yang sulit bernapas bisa memanfaatkan terapi oksigen supplemental. 9) Analgesic bisa diberikan untuk mengontrol nyeri. 10) Terapi IV bisa digunakan untuk mngembalikan volume cairan. 11) Auto transfuse diperlukan jika pasien kehilangan darah yang signifikan (lebih dari 1 liter)
51

12) Torafotomi diperlukan jika pipa dada tidak memperbaiki kondisi pasien, untuk mengevakuasi darah dan gumpalan dan untuk mengontrol perdarahan.

52

You might also like