You are on page 1of 23

MAKALAH

PEMANFAATAN PERALATAN ILMU FISIKA DALAM ILMU KEDOKTERAN

Disusun Oleh :

HAIRIL ANWAR
1.B 09.055
YAPENAS 21
KABUPATEN MAROS 2009 KATA PENGANTAR
1

Alhamdulillah puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunaia-Nya sehingga makalah yang berjudul Pemanfaatan Peralatan Ilmu Fisika dalam Ilmu Kedokteran dapat diselesaikan. Salam dan Taslim ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan petunjuk bagi kita semua agar tetap beraktivitas sebagai seorang hamba yang di ridhoi oleh Allah SWT. Cukup banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Meskipun demikian, atas petunjuk dan limpahan rahmat-Nya hambatan dan kesulitan tersebut dapat teratasi dengan adanya uluran tangan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga pada saatnya makalah ini dapat terwujud meskipun dalam bentuk sederhana. Untuk itu sudah sepantasnya jika penyususn menyampaikan penghormatan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, atas petunjuk dan bimbingan yang diberikan kepada Penyusun sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada rekan-rekan dan segenapa pihak yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data selama penyusunan makalah ini. Keberhasilan penyusunan makalah ini takkan ada tanpa restu dan dorongan kedua orang tua kamis tercinta. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya. Disadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritikan yang konstruktif senantiasa diharapkan demi perbaikan. Akhirnya kepada Allah SWT. penulis memohon doa restu atas segala jasa-jasa mereka dapat dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Amin. Maros, 18 Desember 2009 Penyusun, Hairil Anwar

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..............................................................................


2

DAFTAR ISI............................................................................................. BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... A. Latar Belakang .......................................................................... B. Rumusan Masalah..................................................................... C. Tujuan........................................................................................ D. Manfaat ..................................................................................... BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... A. Peralatan Fisika dalam Ilmu Kedokteran .................................. B. Jenis Peralatan Fisika dalam ilmu Kedokteran......................... BAB III PEMBAHASAN .......................................................................... A. Ilmu Kedokteran ........................................................................ B. Penggunaan Peralatan Fisika dalam Ilmu Kedokteran............. BAB IV SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... A. Simpulan .................................................................................. B. Saran ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

BAB I PENDAHULUAN
3

A. Latar Belakang Saat ini perkembangan dunia teknologi sangat berkembang pesat terutama dalam dunia IT (Informatic Technology). Perkembangan dunia IT berimbas pada perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek yang terkena efek perkembangan dunia IT adalah kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembengan teknologi untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan. Salah satu contoh pengaplikasian dunia IT di dunia kesehatan adalah penggunaan alat-alat kedokteran yang mempergunakan aplikasi komputer, salah satunya adalah USG (Ultra sonografi). USG adalah suatu alat dalam dunia kedokteran yang memanfaatkan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara yang memiliki frekuensi yang tinggi (250 kHz - 2000 kHz) yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam layar monitor. Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan penemuan gelombang ultrasonik kemudian bertahun-tahun setelah itu, tepatnya sekira tahun 1920-an, prinsip kerja gelombang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran. Penggunaan ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan untuk kepentingan terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Dalam hal ini yang dimanfaatkan adalah kemampuan gelombang ultrasonik dalam menghancurkan sel-sel atau jaringan berbahaya ini kemudian secara luas diterapkan pula untuk penyembuhan penyakit-penyakit lainnya. Misalnya, terapi untuk penderita arthritis, haemorrhoids, asma, thyrotoxicosis, ulcus pepticum (tukak lambung), elephanthiasis (kaki gajah), dan bahkan terapi untuk penderita angina pectoris (nyeri dada). Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai

memungkinkan untuk digunakan sebagai alat mendiagnosis suatu penyakit, bukan lagi hanya untuk terapi. Hal tersebut disimpulkan berkat hasil eksperimen Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli saraf dari Universitas Vienna, Austria.
4

Bersama

dengan

saudaranya,

Freiderich,

seorang

ahli

fisika,

berhasil

menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak besar dengan mengukur transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang tengkorak. Dengan menggunakan transduser (kombinasi alat pengirim dan penerima data), hasil pemindaian masih berupa gambar dua dimensi yang terdiri dari barisan titik-titik berintensitas rendah. Kemudian George Ludwig, ahli fisika Amerika, menyempurnakan alat temuan Dussik. Tahun 1949, John Julian Wild, ahli bedah Inggris yang bekerja di Medico Technological Research Institute of Minnesota, berkolaborasi dengan John Reid, seorang teknisi dari National Cancer Institute. Mereka melakukan investigasi terhadap sel-sel kanker dengan alat ultrasonik. Beberapa jenis alat yang dibuat untuk kepentingan investigasi tersebut antara lain B-mode ultrasound, transduser/alat pemindai jenis A-mode transvaginal, dan transrectal. Prinsip alat-alat tersebut mengacu pada sistem radar. Oleh sebab itu mereka kemudian menyebutnya sebagai Tissue Radar Machine (mesin radar untuk deteksi jaringan). Beberapa hasil penelitian lanjutan yang cukup penting dalam bidang obstetri ginekologi antara lain ditemukannya metode penentuan ukuran janin (fetal biometry), teknologi transduser/alat pemindai digital, transduser dua dimensi dan tiga dimensi modern penghasil tampilan gambar jaringan yang lebih fokus, dan penentuan jenis kelamin janin dalam kandungan (Fetal Anatomic Sex Assignment/FASA). Teknologi transduser digital sekira tahun 1990-an memungkinkan sinyal gelombang ultrasonik yang diterima menghasilkan tampilan gambar suatu jaringan tubuh dengan lebih jelas. Penemuan komputer pada pertengahan 1990 jelas sangat membantu teknologi ini. Gelombang ultrasonik akan melalui proses sebagai berikut, pertama, gelombang akan diterima transduser. Kemudian gelombang tersebut diproses sedemikian rupa dalam komputer sehingga bentuk tampilan gambar akan terlihat pada layar monitor. Transduser yang digunakan terdiri dari transduser penghasil gambar dua dimensi atau tiga dimensi. Seperti inilah hingga USG berkembang sedemikian rupa hingga saat ini.
5

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apa itu peralatan fisika dalam kedokteran ? 2. Bagaimana Penggunaan peralatan fisika dalam ilmu kedokteran ? 3. Apa peran peralatan fisika dalam ilmu Kedokteran ? C. Tujuan Dari rumusan masalah di atas maka tujuan makalah ini adalah 1. Untuk mengetahui peran peralatan fisika dalam ilmu kedokteran 2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu kedokteran dengan peralatan ilmu fisika D. Manfaat Dari rumusan masalah di atas maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Dapat mengetahui peran peralatan ilmu fisika dalam kedokteran 2. Dapat memberikan manfaat tentang begitu pentingnya peralatan fisika dalam dunia kedokteran 3. Dapat memberikan inspirasi untuk menciptakan suatu alat baru guna peningkatan peralatan kedokteran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Ilmu Fisika Dalam Kedokteran Mempelajari ilmu fisika tentunya hampir semua orang yang menempuh pendidikan mencapai sekolah lanjutan tingkat atas mengetahuinya. Contoh yang selalu disajikan dari SLTP ilmu fisika tidak jauh dari gerak peluru, pesawat pengebom, dan bola bilyard bertumbukan. Fisika Medis menjadi asing bagi telinga kita yang baru mendengar istilah ini, karena jauh dari contoh-contoh yang selalu disampaikan guru-guru kita. Secara harfiah Fisika Medis mempunyai makna ilmu fisika pada ilmu kedokteran, sehingga cakupan fisika medis memang sangat luas sebanding dengan luasnya ilmu kedokteran. Namun, dengan tingkat urgensinya fisika medis banyak berperan dalam ikut berkontribusi dalam pemanfaatan radiasi nuklir dalam bidang kesehatan yaitu bidang radioterapi, radiodiagnostik, dan kedokteran nuklir. Sehingga tenaga fisika medis di rumah sakit tidak jauh dari lulusan fisika nuklir atau radiasi. Secara profesi, fisika medis di Indonesia telah diakui menjadi tenaga kesehatan dengan amandemen terhadap peraturan pemerintah tentang tenaga kesehatan dengan peraturan menteri kesehatan dan dilajutkan dengan ditetapkannya keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara dan badan kepegawaian negara.
7

Secara internasional dengan payung lembaga International Organization for Medical Physics (IOMP), sedang dalam tahap memperjuangkan di forum International Labour Organization (ILO) untuk menjadi tenaga ksehatan seperti halnya dokter. Tugas utama dari fisikawan medis adalah berkontribusi dalam pelayanan rumah sakit dalam jaminan kualitas/kontrol kualitas peralatan sumber radiasi, pengukuran keluaran berkas radiasi, dan menghitung dosis radiasi. Selain itu, fisikawan medis dituntut untuk berkreasi atau meneliti untuk dapat meneliti keakurasian sistem, metode dan peralatan yang dipakai dalam menjaga keakuratan dosis radiasi. Lebih lanjut juga dapat membuat sistem atau perangkat yang dapat membantu dalam peranannya di rumah sakit, sehingga ketelitian dan keakuratannya meningkat. Melihat tugas di rumah sakit, fisika medis akan terfokus pada pengukuran, perhitungan, dan ketelitian dosis dan sumber radiasi. Hal ini mengingat filosofi pemanfatan radiasi untuk kesehatan harus mempunyai manfaat dengan dosis radiasi dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya. Pemanfaatan radiasi yang tidak bermanfaat dapat membahayakan baik pasien, pekerja, radiasi dan masyarakat umum. B. Jenis Peralatan Fisika dalam ilmu Kedokteran Fisika medis menggunakan alat fisik, termasuk optik dan radiasi pengion, USG, laser, panas dan kemaknitan teknologi, dalam diagnosis dan pengobatan penyakit. The high technology equipment used in diagnostic and therapeutic applications is often designed and maintained by medical physicists. Peralatan teknologi tinggi yang digunakan dalam aplikasi diagnostik dan terapeutik sering dirancang dan diurus oleh fisikawan medis. Kesehatan teknologi tinggi merupakan salah satu sektor industri terkemuka di dunia ekonomi terkemuka. The major killers and debilitating diseases of an aging population are cancer, heart disease, stroke, diabetes,
8

arthritis and neurological disorders. Pembunuh utama penyakit dan melemahkan populasi yang menua adalah kanker, penyakit jantung, stroke, diabetes, arthritis dan gangguan neurologis. Industry is spending hundreds of millions of dollars on research on new diagnostic and therapeutic tools. Industri menghabiskan ratusan juta dolar untuk penelitian baru alat diagnostik dan terapeutik. The NIST Physics Laboratory plays a major role in developing both research tools and national measurement standards that support US industry and allow our industries to compete, to gain, and to maintain market share in this intense international competition. Laboratorium Fisika yang NIST memainkan peran utama dalam pengembangan penelitian baik alat dan standar pengukuran nasional yang mendukung industri AS dan membiarkan industri kami untuk bersaing, untuk memperoleh, dan mempertahankan pangsa pasar di kompetisi internasional intens ini.

Medical Physics Fisika Medis


The role of NIST in developing national standards for medical physics is exemplified by the work of the Ionizing Radiation Division in standards for diagnostic and therapeutic radiology. Peran NIST dalam mengembangkan standar nasional untuk fisika medis ditunjukkan oleh karya Divisi Radiasi pengionan dalam standar-standar untuk radiologi diagnostik dan terapeutik. Xrays continue to provide some of the most effective screening tools in modern medicine. X-sinar terus menyediakan beberapa alat penyaringan yang paling efektif dalam pengobatan modern. There are approximately 26 million x-ray mammograms per year and helical computerized tomography (CT) is recognized as extremely effective in screening for early stage lung cancer and for atherosclerosis of coronary arteries. Ada sekitar 26 juta x-ray mammograms per tahun dan heliks computerized tomography (CT) diakui sebagai sangat efektif dalam penyaringan untuk tahap awal kanker paru-paru dan untuk aterosklerosis arteri koroner. NIST provides the x-ray standards for the medical physics community in North America through close collaborations with the American Association of Physicists in Medicine and the Food and Drug Administration
9

(FDA). NIST menyediakan x-ray standar bagi masyarakat fisika medis di Amerika Utara melalui kolaborasi erat dengan American Association of fisikawan dalam Obat dan Food and Drug Administration (FDA). We have recently moved to expand this support to the International Atomic Energy Agency to provide for mammography instrument calibrations for developing countries. Kami baru pindah untuk memperluas dukungan ini kepada Badan Energi Atom Internasional untuk menyediakan alat mamografi kalibrasi untuk negara berkembang. Biofisika menggunakan konsep dan alat-alat fisik kimia dan fisika molekular untuk menentukan dan menganalisis struktur, energetika, dinamika, dan interaksi dari molekul biologis. This field of research is leading to designs of new classes of instrumentation for use in the expanding fields of genomics, proteomics, and clinical diagnostics for a variety of biological markers. Bidang penelitian ini mengarah pada desain kelas baru instrumentasi untuk digunakan dalam bidang memperluas genomika, proteomics, dan klinis diagnostik untuk berbagai marker biologis Terahertz spektroskopi Suatu program sedang dilakukan untuk mengeksplorasi intramolekul dinamika frekuensi rendah protein dan DNA. Current efforts focus on obtaining THz spectra of models for proteins (eg, Nmethylacetamide) and small, synthetic DNA oligomers (eg, poly(A)4). Saat ini fokus pada upaya mendapatkan spektrum THz model untuk protein (misalnya, Nmethylacetamide) dan kecil, DNA sintetis oligomers (misalnya, poli (A) 4). We then plan to employ mid-infrared and far-infrared (THz) time-resolved spectroscopies to directly monitor low frequency, concerted motions of small proteins and helical DNA oligomers or related systems. Kami kemudian berencana untuk menggunakan inframerah pertengahan dan jauh-inframerah (THz) waktu-spectroscopies memutuskan untuk secara langsung memantau frekuensi rendah, gerakan terpadu protein kecil dan heliks DNA oligomers atau sistem terkait. Such measurements will extract protein-folding rates and determine mechanisms responsible for DNA base pair hydrogen-bonding, surface interactions and helix dynamics. Pengukuran seperti itu akan
10

mengekstrak protein-lipat mekanisme tarif dan bertanggung jawab untuk

menentukan pasangan basa DNA-ikatan hidrogen, interaksi dan heliks permukaan dinamika. These investigations use state-of-the-art pulsed THz generation and detection methods including GaAs antennas and ZnTe nonlinear crystals for broadband spectroscopic determinations and imaging of short-chain DNA probes on supports. Penyelidikan ini menggunakan state-of-the-art THz berdenyut generasi dan metode pendeteksian Gaas termasuk antena dan nonlinier ZnTe broadband spektroskopi kristal untuk penentuan dan pencitraan rantai pendek DNA probe pada mendukung. Application of molecular dynamics modeling and 2D correlation techniques are also being employed for identifying molecular motions responsible for observed THz spectra. Penerapan model dinamika molekuler dan teknik korelasi 2D juga sedang digunakan untuk mengidentifikasi gerakan molekuler THz bertanggung jawab untuk mengamati spektra. Enhanced Raman spectroscopy Raman spectroscopy is being applied to the conformational studies of small peptides in crystals, in rare-gas matrixes, and in solution. Enhanced Spektroskopi Raman spektroskopi Raman sedang diterapkan pada studi konformasi peptida kecil dalam kristal, di matrixes gas langka, dan dalam larutan. In addition, we are using polarized Raman spectroscopy to determine the secondary and tertiary structures of membrane proteins and their orientation with respect to the membrane. Selain itu, kami menggunakan terpolarisasi Raman spektroskopi untuk menentukan struktur sekunder dan tersier protein membran dan orientasi mereka terhadap membran. In these studies, the proteins are bound to synthetic lipid bilayers or bicelles and aligned in a high magnetic field for study. Dalam studi ini, protein terikat lipid sintetis bilayers atau bicelles dan selaras dalam medan magnet yang tinggi untuk belajar. The alignment is similar to what can be done with liquid crystals with electric or magnetic fields and has been successfully used in bimolecular NMR spectroscopy. Penjajaran serupa dengan apa yang dapat dilakukan dengan kristal cair dengan listrik atau medan magnet dan telah berhasil digunakan dalam bimolecular spektroskopi NMR. By studying these aligned proteins with polarized
11

Raman spectroscopy we obtain additional data about the orientation of the bondpolarizability tensors with respect to the known polarization direction of the laser. Dengan mempelajari kita ini selaras protein dengan spektroskopi Raman terpolarisasi memperoleh data tambahan tentang orientasi ikatan-

polarizability tensors sehubungan dengan arah polarisasi dikenal laser. This information is combined with molecular models to infer details about the structure of the protein. Informasi ini digabungkan dengan model molekular untuk menyimpulkan rincian mengenai struktur protein. The Raman spectrometer presently consists of a single-frequency Ar
+

laser, operating at various

frequencies between 455 nm and 514 nm, a He-Ne laser operating at 633 nm, or a single or frequency doubled Ti:Sapphire laser, with tunable frequency output from 700 nm to 975 nm and from 350 nm to 490 nm. Spektrometer Raman sekarang yang terdiri dari frekuensi tunggal Ar
+

laser, beroperasi pada berbagai

frekuensi antara 455 nm dan 514 nm, sebuah laser He-Ne yang beroperasi pada 633 nm, atau satu atau dua kali lipat frekuensi Ti: Sapphire laser, dengan output frekuensi merdu dari 700 nm ke 975 nm dan dari 350 nm ke 490 nm. The Raman-scattered light is analyzed with a 0.5 cm
-1 -1

resolution triple-grating

monochromator. The Raman-cahaya tersebar dianalisis dengan resolusi 0,5 cm triple-kisi monochromator. The selectivity of the monochromator is sufficient for
-1

resolving features to within 10 cm frekuensi eksitasi.

of the excitation frequency. The selektivitas


-1

dari monochromator cukup untuk menyelesaikan fitur untuk dalam 10 cm

dari

Near field scanning optical microscopy Single molecule probes have been used by others to study structure and dynamics of single proteins in a biological or biomimetic environment. Lapangan dekat mikroskop optik scanning probe molekul tunggal telah digunakan oleh orang lain untuk mempelajari struktur dan dinamika protein tunggal dalam biomimetic biologis atau lingkungan. In the next year we plan to extend these studies to include the behavior of single molecules in bioengineered materials. Pada tahun berikutnya kami merencanakan untuk memperluas studi ini mencakup perilaku molekul tunggal
12

dalam bahan-bahan buatan. As part of this effort we are constructing an instrument capable of fast full-field single-molecule imaging whose applications include studying translational diffusion. Sebagai bagian dari upaya ini kita membangun sebuah alat yang mampu cepat penuh bidang pencitraan molekul tunggal-aplikasi yang mencakup difusi translasi belajar. Traditionally, molecular diffusion has been studied in biological systems using fluorescence fluctuation correlation spectroscopy (FCS), a confocal technique. Secara tradisional, difusi molekuler telah dipelajari dalam sistem biologis menggunakan korelasi fluktuasi fluoresensi spektroskopi (FCS), sebuah teknik confocal. There is some concern that in FCS the diffusion of molecules is affected by the confocal beam. Dikhawatirkan bahwa dalam FCS difusi molekul dipengaruhi oleh sinar confocal. We plan to combine our single-molecule full-field imaging apparatus with a confocal beam to help elucidate the effect of light-forces on single fluorescent molecules in embedded in biological membranes. Kami berencana untuk menggabungkan satu-molekul kita penuh pencitraan lapangan aparat dengan berkas confocal untuk membantu menjelaskan efek cahaya-gaya pada fluorescent satu molekul dalam tertanam dalam membran biologis. Electron paramagnetic resonance (EPR) spectroscopy Oxidative and radiation damage to biological tissues result in formation of free radicals and these paramagnetic centers can be quantified by EPR spectroscopy. Resonansi paramagnetik elektron (EPR) spektroskopi oksidatif dan kerusakan radiasi jaringan biologis hasil dalam pembentukan radikal bebas dan pusat-pusat paramagnetik ini dapat diukur oleh EPR spektroskopi. NIST is one of the leaders in applying this technique to measurement of low levels of radiation doses in bone, tooth enamel and dentin. NIST adalah salah satu pemimpin dalam menerapkan teknik ini untuk pengukuran tingkat radiasi rendah dosis dalam tulang, gigi enamel dan dentin. In a collaboration with Russian scientists and the National Cancer Institute we are developing measurement methods to determine the radiation doses to residents near major nuclear facilities in the old Soviet Union. Dalam kerjasama dengan para ilmuwan Rusia dan National Cancer
13

Institute pengukuran kami sedang mengembangkan metode untuk menentukan dosis radiasi kepada penduduk di dekat fasilitas nuklir utama di Uni Soviet lama. Research is focused on improving the sensitivity and accuracy to the level that the method can be a quantitative tool in radiation epidemiology. Penelitian ini difokuskan pada peningkatan sensitivitas dan keakuratan ke tingkat yang metode kuantitatif dapat menjadi alat dalam radiasi epidemiologi. The weak signal from the irradiated hydroxy apatite is confounded by signals from other organic free radicals, and sample preparation techniques and instrumentation must be substantially improved to measure environmental doses. Sinyal yang lemah dari iradiasi hidroksi apatit yang bingung dengan sinyal dari radikal bebas organik lainnya, dan teknik-teknik persiapan sampel dan instrumentasi harus ditingkatkan secara substansial untuk mengukur dosis lingkungan.

14

BAB III PEMBAHASAN A. Ilmu Kedokteran Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi, termasuk disiplin ilmu dan teknologi kedokteran serta kesehatan. Terobosan penting dalam bidang ilmu dan teknologi ini memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit yang menjadi lebih penting secara epidemologis sebagai konsekuensi logis dari pembangunan di segala bidang yang telah meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tubercolusis pada kulit. Namun yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir adalah George C. de HEVESSY, dialah yang meletakkan dasar prinsip perunut dengan menggunakan radioisotop alam Pb-212. Dengan ditemukannya radioisotop buatan maka radioisotop alam tidak lagi digunakan. Radioisotop buatan yang banyak dipakai pada masa awal

perkembangan kedokteran nuklir adalah I-131. Akan tetapi pemakaiannya kini telah terdesak oleh Tc-99m selain karena sifatnya yang ideal dari segi proteksi radiasi dan pembentukan citra juga dapat diperoleh dengan mudah serta relatif murah harganya. Namun demikian I-131 masih sangat diperlukan untuk diagnostik dan terapi, khususnya kanker kelenjar tiroid. Perkembangan ilmu kedokteran nuklir yang sangat pesat tersebut dimungkinkan berkat dukungan dari perkembangan teknologi instrumentasi untuk pembuatan citra terutama dengan digunakannya komputer untuk pengolahan data sehingga sistem instrumentasi yang dahulu hanya
15

menggunakan detektor radiasi biasa dengan sistem elektronik yang sederhana, kini telah berkembang menjadi peralatan canggih kamera gamma dan kamera positron yang dapat menampilkan citra alat tubuh, baik dua dimensi maupun tiga dimensi serta statik maupun dinamik. Dewasa ini, aplikasi teknik nuklir dalam bidang kesehatan telah memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam menegakkan diagnosis maupun terapi berbagai jenis penyakit. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit syaraf, ilmu penyakit jantung, dan sebagainya telah mengambil manfaat dari teknik nuklir ini. Kedokteran Nuklir Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang

menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan). Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan sebagainya maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa: 1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging) 2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma atau kamera positron.
16

3.

Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging). Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun non-imaging

memberikan informasi mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan (imaging) pada kedokteran nuklir dalam beberapa hal berbeda dengan pencitraan dalam radiologi. Pada studi in-vitro, dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah pasien seperti insulin, tiroksin dll. Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini berkembang pesat. Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga berperanan dalam terapi-terapi penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap pemberian obatobatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi obat-obatan biasa. Bila untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam dosis yang besar
17

terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu. Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang), RS Jantung harapan Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati (Jakarta). Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera gamma, di samping masih terdapat 2 buah rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang lebih dikenal dengan nama Renograf B. Penggunaan Peralatan Fisika Dalam Ilmu Kedokteran Siapa sangka karya Rntgen yang mengantarkan dirinya mendapatkan hadiah nobel fisika pada 1901 ini akan menjadi sebuah alat yang sangat berguna sekali dalam kedokteran. Sinar-X itulah sebuah fenomena yang ditemukan oleh Roentgen pada laboratoriumnya. Sebuah fenomena yang kemudian menjadi awal pencitraan medis (medical imaging) pertama, tangan kiri istrinya menjadi uji coba eksperimen penemuan ini. Inilah menjadi titik awal penggunaan pencitraan medis untuk mengetahui struktur jaringan manusia tanpa melalui pembedahan terlebih dahulu. Penemuan ini juga menjadi titik awal perkembangan fisika medis di dunia, yang menkonsentrasikan aplikasi ilmu fisika dalam bidang kedokteran.

18

Eksperimen Rntgen terhadap tangan istrinya, menjadi inspirasi produksi alat yang dapat membantu dokter dalam diagnosa terhadap pasien, dengan mengetahui citra tubuh manusia. Citra atau gambar yang dihasilkan dari sinar-X ini sifatnya adalah membuat gambar 2 dimensi dari organ tubuh yang dicitrakan dengan memanfatkan konsep atenuasi berkas radiasi pada saat berinterakasi dengan materi. Gambar atau citra objek yang diinginkan kemudian direkam dalam media yang kemudian dikenal sebagai film. Dari Gambar yang diproduksi di film inilah informasi medis dapat digali sesuai dengan kebutuhan klinis yang akan dianalisis. Setelah puluhan tahun sinar-X ini mendominasi dunia kedokteran, terdapat kelemahan yaitu objek organ tubuh kita 3 dimensi dipetakan dalam gambar 2 dimensi. Sehingga akan terjadi saling tumpah tindih stukur yang dipetakan, secara klinis informasi yang direkam di film dapat terdistorsi. Inilah tantangan berikutnya bagi fisikawan untuk berkreasi. Tahun 1971, seorang fisikwan bernama Hounsfield memperkenalkan sebuah hasil invensinya yang dikenal dengan Computerized Tomography atau yang lazim dikenal dengan nama CT Scan. Invensi Hounsfield ini menjawab tantangan kelemahan citra sinar-X konvensional yaitu CT dapat dapat mencitrakan objek dalam 3 Dimensi yang tersusun atas irisan-irisan gambar (tomography) yang dihasilkan dari perhitungan algoritma(bahasa program) komputer. Karya Hounsfield ini menjadi revolusi besar-besaraan dalam dunia pencitraan medis atau kedokteran yang merupakan rangkaian yang berkaitan. Citra/gambar hasil CT dapat menujukan struktur tubuh kita secara 3 dimensi, sehingga secara medis dapat dijadikan sebagai sebuah alat bantu untuk penegakkan diagnosa yang dibutuhkan. Untuk mengabadikan penemunya dalam CT terdapat bilangan CT atau Hounsfield Unit (HU), namun penemuan ini juga meruapakan jasa Radon dan Cormack. Tahun 1990an, lahir kembali sebuah perangkat yang dikenal dengan nama Magnetic Resonance Imaging. Perangkat ini invensi yang tidak kalah hebatnya dengan CT, karena menggunakan sistem fisika yang berbeda. MRI istilah kerennya menggunakan pemanfaatan aktivitas fisis spin tubuh manusia
19

pada saat berada dalam medan magnet yang kuat dan kemudian dengan sistem gangguan gelombang radio yang sama dengan frekuensi Larmor, menghasilkan sebuah sinyal listrik. Sinyal inilah yang dikenal dengan Free Induction Decay yang kemudian dievaluasi dengan Transformasi Fourier menjadi citra 3 Dimensi. Invensi ini juga sangat fenomenal, karena terobosan baru yang tidak menggunakan radiasi pengion seperti CT dan sinar Roentgen untuk dapat menghasilkan sebuah citra dengan resolusi yang yang sangat baik dalam mencitrakan stuktur tubuh manusia khususnya organ kepala. Inventor MRI mendapat ganjaran hadiah nobel bidang fisologi dan kedokteran tahun 2003. Inilah sekelumit peranan fisika yang yang sangat revlusioner mengubah dunia kedokteran menjadi modern. Tanpa lahirnya sinar-X, CT, dan MR bagaimana kita dapat mengetahui posisi kelainan yang ada ditubuh kita bagian dalam atau kanker? Dengan karya fisikawan, insiyur, ahli komputer munculah sebuah teknologi yang digunakan untuk penegakkan diagnosa. Banyak teknologi lain yang dikembangkan oleh para fisikawan dan ilmuwan lain untuk kedokteran seperti halnya ultrasonografi, linear accelerator untuk radioterapi, dan juga CT dan USG 4 Dimensi. Marilah para ilmuwan bangsaku, berlombalah berkreasi. Minimalnya untuk kemandirian kita akan teknologi untuk melayani kebutuhan bangsa sendiri.. Fisikawan medis Indonesia teruslah berkarya.

BAB IV
20

PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu

Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan). Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan sebagainya maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa: 1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging) 2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma atau kamera positron. 3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).

21

B. Saran Dari kesimpulan di atas maka disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Menggunakan alat-alat kedoketaran dengan sebaik-baiknya 2. Membeli dan menggunakan alat-alat kedokteran dari luar guna melengkapai peralatan Rumah Sakit yang ada di Indonesia 3. Marilah para ilmuwan bangsaku, berlombalah berkreasi. Minimalnya untuk kemandirian kita akan teknologi untuk melayani kebutuhan bangsa sendiri.. Fisikawan medis Indonesia teruslah berkarya

22

DAFTAR PUSTAKA Browsing Internet 1. http://www.itagz.com/aang/ dibaca tanggal 1 Muharram 1431 H/ 18 Desember 2009 dan download tanggal 18 Desember 2009. 2. http://staff.blog.ui.ac.id/supriyanto.p/category/berita-seputar-fisika-medis/ posting 14 Maret Blog : Peranan Fisika dalam ilmu kedokteran dibaca tanggal 1 Muharram 1431 H/ 18 Desember 2009. 3. http://alifis.wordpress.com/2009/06/28/seri-fisika-kesehatan__radiasimanfaatnya-dalam-kedokteran-kesehatan/ dibaca tanggal 1 Muharram 1431 H/ 18 Desember 2009 dan download tanggal 18 Desember 2009 4. http://www.scribd.com/doc/2369186/Fisika-XII dibaca tanggal 1 Muharram 1431 H/ 18 Desember 2009 dan download tanggal 18 Desember 2009 5. http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0920563203909704 dibaca tanggal 1 Muharram 1431 H/ 18 Desember 2009 dan download tanggal 18 Desember 2009

23

You might also like