You are on page 1of 9

MAKALAH UJIAN KASUS FORENSIK KLINIK KASUS PENGANIAYAAN

Penguji: dr. Tjetjep Dwidja Siswaja, Sp.F

Disusun Oleh: Akbar Sidiq 030.08.014

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL CIPTO MANGUNKUSUMO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2013

ILUSTRASI KASUS Hasil pemeriksaan forensik klinis tanggal 23 Desember 2012 pukul 21.40 WIB

IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Agama Warga negara Pekerjaan Alamat : Tn. Teguh Iskandar : 32 tahun : laki-laki : Islam : Indonesia : Pegawai swasta : Jl. Bungur besar VIII No. 123 RT.009/003 Kel. Bungur Kec. Senen Jakarta pusat.

ANAMNESA/ WAWANCARA Pada tanggal 23 Desember 2012 pukul 17.40 WIB (4 jam sebelum pemeriksaan) korban mengaku dicakar diwajah dan digigit pada lengan kiri oleh lebih dari satu orang pelaku, yaitu tetangga korban. Saat ini korban merasakan nyeri pada daerah wajah dan lengan.

PEMERIKSAAN FISIK UMUM Keadaan umum Tekanan darah Frekuensi nadi : Sadar, Tampak sakit ringan ( GCS: 15) : 110/70 mmHg : 80x / menit

Frekuensi nafas Penampilan umum Pakaian

: 18x / menit : Baik dan kooperatif : Rapih

STATUS LOKALIS 1. Tepat pada kuping telinga kiri 12 cm dari GPD dan 2 cm dibawah liang telinga terdapat luka lecet berukuran 2 cm x 0,5 cm. 2. Pada lengan atas kiri sisi belakang 18 cm dibawah puncak bahu terdapat luka lecet berukuran 3 cm x 0,6 cm. 3. Pada lengan atas kiri sisi dalam 10 cm diatas lipat siku terdapat beberapa memar berwarna merah kebiruan dengan ukuran terbesar 0,8 cm x 1 cm dan ukuran terkecil 0,3 cm x 0,2 cm meliputi area seluas 8 cm x 7 cm.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan

TINDAKAN PENGOBATAN Tidak dilakukan

KESIMPULAN Pada pemeriksaan korban laki laki berusia 32 tahun ini ditemukan luka memar pada lengan atas kiri dan luka lecet pada pada lengan dan telinga kiri akibat kekerasan tumpul yang

tidak memerlukan pengobatan atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan dan pencaharian.

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jl. Salemba Raya 6, Jakarta 10430 telp. 021 3106197, fax 021 3154626 Nomor : 145/VER/XII/2012/SEK.SN Jakarta, 23 Desember 2012

Perihal Lampiran

: Hasil Pemeriksaan Korban bernama Teguh Iskandar :-

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

Yang bertandatangan di bawah ini Dr. Akbar Sidiq, dokter pada Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, atas permintaan dari Kepolisian Sektor Senen Jakarta Pusat dengan suratnya nomor 145/VER/XII/2012/SEK.SN tertanggal 23 Desember 2012 dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal dua puluh tiga desember dua ribu dua belas pukul dua puluh satu lewat empat puluh menit Waktu Indonesia bagian Barat bertempat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 376.65.17 yang menurut surat tersebut adalah:----------------------------------------------------------------------------------

Nama

: Teguh Iskandar -------------------------------------------------------------------32

Umur : Tahun-----------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin : laki-laki ----------------------------------------------------------------------------Warga negara : Indonesia ---------------------------------------------------------------------------Pekerjaan Agama Alamat : Karyawan swasta------------------------------------------------------------------: Islam -----------------------------------------------------------------------------: Jl. Bungur Besar VIII No.123 RT 009/03 Kelurahan: Bungur, Kecamatan: Senen ------------------------------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN: --------------------------------------------------------------------------1) Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum baik.----------------2) Korban mengaku, empat jam sebelum pemeriksaan korban dicakar diwajah dan digigit di lengan kiri oleh lebih dari 1 orang pelaku, yaitu tetangga korban, setelah kejadian terasa nyeri diwajah dan lengan kiri-----------------------------------------3) Pada korban ditemukan: --------------------------------------------------------------------1. Keadaan umum baik, kesadaran baik --------------------------------------------

2.

Tekanan darah seratus sepuluh per tujuh puluh milimeter air raksa, frekuensi nadi delapan puluh kali per menit, frekuensi pernafasan delapan belas kali per menit.------------------------------------------------------------------Tepat di depan kuping telinga kiri dua belas sentimeter garis pertengahan depan, dua sentimeter dibawah liang telinga terdapat luka lecet dengan ukuran dua sentimeter kali nol koma lima sentimeter ---------------------------

3.

4. pada lengan atas kiri...... DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jl. Salemba Raya 6, Jakarta 10430 telp. 021 3106197, fax 021 3154626 Lanjutan visum et repertum nomor: 145/VER/XII/2012/SEK.SN Halaman 2 dari 2 halaman

4.

Pada lengan atas kiri sisi belakang delapan belas sentimeter dibawah puncak bahu terdapat luka lecet dengan ukuran tiga sentimeter kali nol koma enam sentimeter. Pada lengan atas kiri sisi dalam sepuluh sentimeter diatas lipat siku terdapat beberapa memar berwarna merah kebiruan dengan ukuran terbesar adalah nol koma delapan sentimeter kali satu sentimeter dan ukuran terkecil nol koma tiga sentimeter kali nol koma dua sentimeter meliputi area seluas delapan sentimeter kali tujuh sentimeter.

5.

KESIMPULAN: -------------------------------------------------------------------------------------Pada korban laki-laki usia tiga puluh dua tahun, ditemukan luka lecet pada wajah dan lengan kiri dan lengan kanan akibat kekerasan tumpul. Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menyelesaikan pekerjaan atau jabatan atau mata pencaharian sehari-hari-----------------------------------------------------------------------------Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. --------------------------------------------------------------------------------

Dokter tersebut di atas,

Dr. Akbar sidiq 030.08.014

PEMBAHASAN KASUS

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan. Rumusan yang jelas tentang pengertian VeR telah dikemukakan pada seminar forensik di Medan pada tahun 1981 yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, yang memuat pemberitaan tentang segala hal atau fakta yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut.8 Menurut Budiyanto et al, dasar hukum VeR adalah sebagai berikut: Pasal 133 KUHAP menyebutkan: (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik tersebut adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena VeR adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta VeR, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP. Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik adalah sanksi pidana : Pasal 216 KUHP: Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Prosedur pengadaan VeR berbeda dengan prosedur pemeriksaan korban mati, prosedur permintaan VeR korban hidup tidak diatur secara rinci di dalam KUHAP. Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan apa saja yang harus dan boleh dilakukan oleh dokter. Hal tersebut berarti bahwa pemilihan jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada dokter dengan mengandalkan Penentuan Derajat Luka Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam KUHP. Penentuan derajat luka sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman, keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan sebagainya. Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan. Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara), penganiayaan (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidana maksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan korban yang bersangkutan.

Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1) KUHP menyatakan bahwa penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan . Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati penyakit akibat kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut dimasukkan dalam kategori tersebut. Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah : jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu panca indera; mendapat cacat berat; menderita sakit lumpuh; terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI ; 1997 2. Peraturan perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI, cetakan ke II ; 1994. 3. Staf pengajar FKUI.Teknik Autopsi Forensik.Bagian Ilmu kedokteran Forensik.FKUI.Ed. I ,Cetakan III,;2000

You might also like