You are on page 1of 8

Penguatan (reinforcement) Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau

menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.

a. Positive Reinforcement (Penguatan Positif) Penguatan positif (positive reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Sebagai contoh,

seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah anak tersebut membacakan cerita, guru memberikan pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan hilang. Rangsangan yang diberikan untuk penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman, sex, dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif. Dua hal penting dalam menggunakan penguatan positif adalah timing (pengaturan waktu) dan konsistensi dalam pemberian penguatan. Timing (pengaturan waktu) -> stimulus positif harus diberikan dalam jangka waktu yang singkat mengikuti respon dari objek. Consistency -> merupakan sifat dasar dari awal proses blajar berdasarkan jadwal pemberian penguatan positif dimana penguat positif harus diberikan setelah ada respon dari objek. Penguatan berkesinambungan merupakan penguatan perilaku setiap kali perilaku tersebut muncul. Ketika penguatan berkesinambungan muncul maka seseorang akan belajar dengan cepat, tetapi ketika penguatan berkesinambungan tersebut berhenti maka perilaku juga ikut mengalami pelenyapan. Penguatan sebagian ( partial reinforcement) mengikuti sebuah perilaku hanya sebagian waktu. Setiap orang tidak memenangkan setiap pertandingan kapan saja, setiap orang tidak selalu mendapat penguatan ketika mendapat masalah. Jadwal penguatan adalah jadwal untuk menentukan kapan sebuah perilaku akan dikuatkan.

Terdapat empat jadwal pemberian penguatan positif, antara lain: 1. Fixed Ratio (Jadwal rasio tetap) merupakan penguatan positif yang diberikan untuk memperkuat prilaku setelah sejumlah respon. Sebagai contoh,hal ini sering digunakan

dalam dunia bisnis , dimana dalam perusahaan, setiap karyawan akan diberikan penguatan positif berupa bonus apabila karyawan tersebut melakukan empat kali kinerja yang sangat baik, tetapi bukan sesudah setiap kali melakukan kinerja baik.

2. Variable Ratio (Jadwal rasio bervariasi) merupakan penguatan positif yang diberikan setelah respon muncul beberapa kali, tetapi dalam basis yang tidak tetap dan tidak dapat diprediksi. Misalnya, seorang guru memuji respon murid-muridnya, pujian guru rata-rata diberikan setelah respon ke lima, tetapi selanjutnya bisa berubah yaitu pada respon ke dua, pada respon ke delapan, pada repon ke tujuh, pada respon yang ke tiga, dan pada respon yang lainnya yang tidak dapat ditentukan.

3. Fixed Interval (Jadwal interval tetap), dimana objek menyadari waktu kapan ia akan menerima penguat positif sehingga selama jangka waktu dia tidak menerima penguat positif, respon objek akan berkurang kemudian akan meningkat lagi ketika mendekati waktu mendapat penguat positif. Sebagai contoh, seorang pelajar yang mendapat hadiah dari orangtuanya karena memperoleh nilai bagus di semester awal akan bersemangat belajar saat awal memulai pelajaran baru dalam semester berikutnya, tetapi semangat tersebut akan berangsur-angsur turun selama pertengahan semester dan akan kembali meningkat saat mendekati ujian semester (dikarenakan dia tahu bahwa dia akan mendapat penguat positif berupa hadiah kembali jika memperoleh nilai bagus).

4. Variable Interval (Jadwal interval bervariasi) dimana suatu respon diperkuat setelah sejumlah variasi waktu berlalu. Sebagai contoh, seorang guru memuji keaktifan para muridnya pada menit ke tiga, kemudian memuji setelah menit ke lima, setelah delapan menit berlalu, setelah lima belas menit berlalu, dan seterusnya. Guru tersebut juga akan memberi tugas pada interval yang berbeda-beda. Pada dasarnya, jadwal interval bervariasi akan menjadi penguat yang lebih baik dibandingkan jadwal interval tetap. Sebagai

contoh, jika seorang guru memberikan tugas dalam waktu yang tidak dapat ditentukan, murid-murid akan lebih bersiap dan lebih bekerja keras setiap waktu. Hal ini akan berbeda jika jadwal pemberian tugas itu bersifat tetap, misalnya hanya pada setiap hari Jumat, maka para murid tersebut hanya akan bersiap ketika mendekati hari jumat dan pada hari lainnya mereka tidak akan bekerja keras sehingga akan timbul pola bersiapberhenti.

Shaping adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku yang mirip dengan perilaku sasaran. Sebagai contoh pada awalnya , kita memperkuat setiap respon yang mirip dengan perilaku yang diharapkan, kemudian kita memperkuat respon yang lebih mirip dengan sasaran, dan seterusnya sampai seseorang melakukan perilaku sasaran tersebut. Shaping (Pembentukan) dapat dilihat contohnya dalam dunia pendidikan. Seorang guru memiliki murid yang memiliki nilai bahasa Inggris kurang dari 50. Guru tersebut memasang target nilai 100 untuk anak tersebut dengan adanya pemberian ganjaran berupa hadiah jika setiap kali anak tersebut mendapat nilai mendekati nilai 100. Secara berkala anak tersebut pasti akan mulai terus mendapat nilai semakin mendekati 100, yaitu 70, 80, 90, kemudian mencapai target yang dibuat oleh guru tersebut. Shaping akan sangat efektif digunakan dalam kehidupan kita. sekunder. 1. Primary reinforcers (Penguat primer) merupakan penguat secara alami yang tidak memerlukan pembelajaran untuk menghasilkan efek menyenangkan. Misalnya, seseorang secara alami dapat menentukan makanan kesukaan sehingga ketika stimulus yang diberikan berupa makanan kesukaan orang tersebut maka ia akan memberikan respon yang positif. Terdapat dua tipe penguat positif, yaitu penguat primer dan penguat

2. Secondary reinforcers (Penguat sekunder) merupakan penguat yang diperoleh dari hasil pembelajaran (berupa pengalaman). Misalnya, seroang anak mendapat pujian atau hadiah setelah menolong orang lain sehingga ia kelak akan suka menolong orang lain.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektivan Reinforcement 1. Immediacy/Kesegeraan Waktu antara munculnya perilaku dan konsekuensi yang menguatkan adalah faktor yang penting. Untuk konsekuensi yang lebih efektif, konsekuensi tersebut harus diberikan segera setelah munculnya tingkah laku. Contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari adalah bila kita mengutarakan sebuah lelucon kepada teman kita dan dengan segera teman kita tertawa karenanya, maka kita cenderung akan kembali mengutarakan lelucon tersebut di kemudian hari. Namun jika setelah kita mengutarakan lelucon tersebut ternyata teman kita terlambat tertawa, maka kita akan cenderung untuk tidak mengulangi mengutarakan lelucon tersebut. 2. Contingency Ketika respon secara konsisten diikuti oleh konsekuensi yang segera, konsekuensi tersebut akan lebih efektif untuk menguatkan (reinforce) respon tersebut. Saat respon tersebut

menghasilkan konsekuensi dan konsekuensi tersebut tidak muncul kecuali respon tersebut hadir terlebih dahulu, kita katakan bahwa contingency hadir diantara respon dan konsekuensi. Contohnya saat kita menekan tombol starter pada motor kita dan dengan segera motor tersebut dapat nyala, maka kita akan cenderung menyalakan mesin motor kita hanya dengan menekan tombol stater tersebut. Namun jika ternyata suatu saat tanpa menekan tombol stater motor kita dapat menyala, maka perilaku menekan tombol stater ini akan melemah. Contoh lain adalah, ibu yang berjanji pada anaknya, bahwa setiap kali anaknya berhasil mendapatkan peringkat I di kelasnya maka ia akan memberikan anaknya hadiah berlibur ke pulau Bali, hal ini dapat membuat anak menjadi rajin belajar dan berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan peringkat I. Namun jika suatu saat ia diajak ibunya untuk berlibur ke pulau Bali meskipun ia tidak mendapatkan peringkat I, maka perilaku rajin belajar dan usaha keras anak bisa jadi melemah.

3. Eshtablishing OperationsAdalah kejadian yang mengubah nilai sebuah stimulimenjadi sebuah penguat. Contoh: Saat kita dalam kondisi haus, air akan lebih bermakna dibandingkan saat kita dalam kondisi normal.

4. Individual Differences/Perbedaan Individual Reinforcer (penguat) akan berbeda pada setiap individu. Contoh: permen mungkin akan menjadi penguat pada anak kecil, namun (mungkin) tidak pada orang dewasa.

5. Magnitude/Kwantitas Dengan establishing operations yang sesuai, biasanya, efectiveness suatu stimulus sebagai reinforcer adalah lebih besar jika jumlah atau penting/besar suatu stimulus lebih besar. Contohnya: Kita akan lebih berusaha keras untuk keluar dari bangunan yang sedang terbakar dibandingkan dengan usaha kita untuk keluar dari suatu tempat yang panas terkena matahari.

Pembuatan/Pengambilan Keputusan dalam Dilema Etik Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis, seseorang harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan dengan pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).

Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya dalam membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis, Hartley, 1980).

Teori dasar pembuatan keputusan Etis a. Teleologi Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleologi dan utilitarianisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987). Teori teleologi atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule utilitarianisme dan act utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip

bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada manusia. Act utilitarianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh penerapan teori ini misalny a bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat.

b. Deontologi (Formalisme) Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah. Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.

Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-matkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan.

Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis. Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan. 2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.

3. Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut. 4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat. 5. Mendefinisikan kewajiban perawat. 6. Membuat keputusan. Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat diatas, penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik. Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu pengetahuan/tehnologi,

legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995).

Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu: a. Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya. b. Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada pelanggaran hukum/legal. c. Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan diskusikan dalam suatu tim (komite etik). d. Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih. e. Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan siapa yang harus melaksanakan putusan. f. Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak yang timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative keputusan dan bila mungkin dapat dijalankan.

You might also like