You are on page 1of 27

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Perasaan dan emosi adalah suatu satuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya terbukti saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Perasaan sendiri terdapat dalam diri manusia, tidak diungkapkan keluar. Perasaan terdapat berbagai macam jenis. Dan perasaan memiliki pula berbagai faktor yang dapat mempengaruhi. Perasaanlah yang dapat memicu ledakkan emosi hebat serta timbulnya kemarahan dalam diri manusia. Perasaan bisa lenyap kalau seseorang meninggal dunia, seperti halnya fungsi-fungsi psikis (kejiwaan) yang lainnya, perasaan juga menentukan perilaku kita sehari-hari. Manusia adalah makhluk yang rasionaI. Manusia mengutamakan cara berfikir rasional yang berusaha memuaskan motif dengan cara yang intelegen. Sampai taraf tertentu manusia hanya berbuat seperti itu, tetapi manusia juga makluk yang emosional - lebih emosional dari yang sering disadari. Bahkan, hampir semua affair kehidupan sehari-hari diwamai dengan perasaan dan emosi. Kenikmatan dan kesengsaraan, kegairahan dan kekecewaan, cinta dan takut, daya tarik dan hal yang menjijikkan, harapan dan kecemasan - semua itu dan lebih banyak lagi perasaan sering manusia alami dalam kehidupan sehari-hari. Hidup akan terasa kering tanpa perasaan-perasaan seperti itu. Mereka memberi warna dan bumbu dalam kehidupan; mereka adalah saus yang menambah kesenangan dan kenikmatan untuk hidup kita. Manusia mengantisipasi pesta dan kencan dengan kesenangan; manusia mengingat dengan sinar yang hangat kepuasan yang didapatkan dari mendapatkan prestasi yang baik, bahkan manusia sering mengingat kembali sebagai hiburan kekecewaan yang pahit di masa keciI. Dengan kata lain, bila emosi terialu intens dan terialu mudah dipengaruhi, mereka dengan mudah menyebabkan kita dalam bahaya. Mereka dapat rnernbengkokkan penilaian kita, rnengubah ternan rnenjadi rnusuh, dan rnernbuat kita sengsara, seperti kita sakit demam. Perbedaan antara perasaan dan emosi tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena keduanya merupakan suatu kelangsungan kualitatif yang tidak jelas batasnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu kita ketahui mengenai Perasaan dan Emosi, maka terlebih dahulu kita mengetahui masalah-masalah yang ada. 1. Apa yang dimaksud definisi perasaan ? 2. Apa yang dimaksud reaksi perasaan? 3. Apa yang dimaksud gejala perasaan ? 4. Apa yang dimaksud intensitas perasaan ? 5. Apa yang dimaksud dimensi perasaan menurut Wundt ? 6. Apa yang dimaksud teori perasaan ? 7. Apa yang dimaksud perasaan dan gejala-gejala kejasmanian ? 8. Apa yang dimaksud macam perasaan ? 9. Apa yang dimaksud tipe perasa ? 10. Apa yang dimaksud affek dan stemming (suasana hati) ? 11. Apa yang dimaksud fungsi perasaan ? 12. Apa yang dimaksud definisi emosi? 13. Apa yang dimaksud komponen-komponen emosi? 14. Apa yang dimaksud respon fisiologis tubuh dalam emosi? 15. Apa yang dimaksud otak dan emosi? 16. Apa yang dimaksud intensitas emosional dan keterbangkitan? 17. Apa yang dimaksud pertumbuhan emosi? 18. Apa yang dimaksud teori emosi? 19. Apa yang dimaksud ekspresi wajah emosi? 1.3 TUJUAN MASALAH Dari beberapa rumusan masalah diatas, kita dapat menjawab berbagai masalah tersebut dan mengartikannya sebagai tujuan dari penulisan makalah ini. 1. Menjelaskan yang dimaksud dengan definisi perasaan 2. Menjelaskan yang dimaksud dengan reaksi perasaan 3. Menjelaskan yang dimaksud dengan gejala perasaan 4. Menjelaskan yang dimaksud dengan intensitas perasaan 5. Menjelaskan yang dimaksud dengan dimensi perasaan menurut Wundt 6. Menjelaskan yang dimaksud dengan teori perasaan 7. Menjelaskan yang dimaksud dengan perasaan dan gejala-gejala kejasmanian 8. Menjelaskan yang dimaksud dengan macam perasaan 9. Menjelaskan yang dimaksud dengan tipe perasa 10. Menjelaskan yang dimaksud dengan affek dan stemming (suasana hati) 11. Menjelaskan yang dimaksud dengan fungsi perasaan 12. Menjelaskan yang dimaksud dengan definisi emosi 13. Menjelaskan yang dimaksud dengan komponen-komponen emosi 14. Menjelaskan yang dimaksud dengan respon fisiologis tubuh dalam emosi 15. Menjelaskan yang dimaksud dengan otak dan emosi
2

16. Menjelaskan yang dimaksud dengan intensitas emosional dan keterbangkitan 17. Menjelaskan yang dimaksud dengan pertumbuhan emosi 18. Menjelaskan yang dimaksud dengan teori emosi 19. Menjelaskan yang dimaksud dengan ekspresi wajah emosi

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Perasaan 1. Definisi Perasaan Perasaan biasanya disifatkan sebagai suatu keadaan (state) dari diri organism atau individu pada suatu waktu. Misalnya orang merasa sedih, senang, terharu dan sebagainya bila melihat sesuatu, mendengar sesuatu, mencium bau dan sebagainya. Perasaan termasuk gejala jiwa yang dimiliki oleh semua orang hanya corak dan tingkatannya yang tidak sama. Perasaan tidak termasuk gejala mengenal walaupun perasaan sering berhubungan dengan gejala pengenalan. Lalu apakah yang disebut perasaan itu ? Ada ahli yang mengungkapkan bahwa: a. perasaan adalah reaksi rasa dari segenap organism psikofisik manusia (Kartini Kartono, 1996:87). b. Perasaan itu sesuatu yang abstrak karena tidak dapat dilihat bentuknya dan memang tak terbentuk dan selamanya ia melekat pada diri kita (Rudy Hariyono, 2002:9) c. Dan ada juga yang mengatakan perasaan adalah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif (Abu Ahmadi, 1998: 101) 2. Reaksi Perasaan Reaksi perasaan dari masing-masing orang terhadap keadaan itu tidak sama benar satu dengan lainnya. Karena itu dalam perasaan adanya beberapa sifat tertentu, yaitu; a. Bersangkut paut dengan pengenalan. Perasaan yang berhubungan dengan peristiwa persepsi, merupakan reaksi kejiwaan terhadap stimulus yang mengenainya. Ada yang mengalami keadaan yang sangat menyenangkan, tetapi sebaliknya juga ada yang biasa saja, dan bahkan mungkin ada yang mengalami perasaan yang kurang senang. Dengan demikian, sekalipun stimulusnya sama, tetapi perasaan yang ditimbulkan oleh stimulus tersebut dapat berlain-lainan. b. Peristiwa bersifat subjektif, lebih subjektif bila dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa kejiwaan yang lain. Sekalipun stimulusnya sama, perasaan yang ditimbulkan dapat bermacam-macam sifatnya sesuai dengan keadaan masing-masing individu. c. Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang yang tingkatannya tidak sama. Walaupun demikian ada sementara ahli yang mengemukakan
4

bahwa perasaan senang dan tidak senang hanyalah merupakan salah satu dari dimensi perasaan saja. Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang sama. Sebagai contoh, ada 2 orang yang bersama-sama menyaksikan suatu lukisan. Seorang diantaranya menanggapi lukisan tersebut dengan rasa senang dan kagum, singkatnya dia menilai bahwa lukisan itu bagus. Seorang yang lain menanggapi lukisan tersebut dengan acuh tak acuh, tampaknya lukisan tersebut tidak menarik perhatiaannya Dengan kata lain dia menilai lukisan itu tidak bagus. Baik penilain bagus atau tidak bagus kesemuanya bersifat subyektif dan subyektifitas ini berhubungan erat dengan keadaan pribadi masing-masing. Karena adanya sifat subyektif pada perasaan inilah maka gejala perasaan tidak dapat disamakan dengan gejala mengenal, tidak dapat disamakan dengan pengamatan, fikiran dan sebagainya. Pengenalan hanya bersandar pada hal-hal yang ada, berdasarkan pada kenyataan. Sedangkan perasaan sangat dipengaruhi oleh diri sendiri dari orang yang mengalaminya. 3. Gejala Perasaan Perasaan tidak merupakan suatu gejala kejiwaan yang berdiri sendiri, tetapi bersangkut paut atau berhubungan erat dengan gejala-gejala jiwa lain, antara lain dengan gejala mengenal. Kadang-kadang gejala perasaan diiringi oleh peristiwa mengenal dan sebaliknya pada suatu ketika ada gejala perasaan yang menyertai peristiwa mengenal. Gejala perasaan kita tergantung pada: a. Keadaan jasmani, misalnya badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung daripada kalu badan kita dalam keadaan sehat dan segar. b. Pembawaan, ada orang yang mempunyai pembawaan berperasaan halus, sebaliknya ada pula yang kebal perasaannya. c. Perasaan seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu. Karena itu mudah dimengerti bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan corak dalam perkembangan perasaannya. Maka selain faktor yang mempengaruhi perasaan seperti tersebut di atas masih banyak hal-hal lain yang dapat mempengaruhi perasaan manusia, misalnya keadaan keluarga, jabatan, pergaulan sehari-hari, cita-cita hidup dan sebagainya. Dalam kehidupan modern banyaklah bermacam-macam alat yang dipergunakan untuk memperkaya rangsang emosi, seperti : televise, radio, film, gambar, majalah-majalah dan sebagainya.

Contoh tersebut di atas mungkin dapat menimbulkan perasaan terhadap sementara orang. Karena itu perasaan selain tergantung kepada stimulus yang dating dari luar, juga bergantung kepada : a. Keadaan jasmani individu yang bersangkutan. Kalau keadaan jasmani kurang sehat misalnya, hal ini dapat mempengaruhi soal perasaan yang ada pada individu itu. Pada umunmya orang yang dalam keadaan sakit, sifatnya lebih perasa bila dibandingkan dengan keadaan jasmani yang sehat. Suatu peristiwa tidak menimbulkan sesuatu perasaan pada waktu sehat tetapi dapat menimbulkan sesuatu perasaan pada waktu individu itu dalam keadaan sakit. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara keadaan jasmani dengan keadaan psikis individu. b. Keadaan dasar individu. Hal ini erat hubungannya dengan struktur pribadi individu. Misalnya ada orang yang mudah marah, sebaliknya ada orang yang sukar. Sehingga dengan demikian struktur pribadi individu akan turut menentukan mudah tidaknya seseorang mengalami suatu perasaan. c. Keadaan individu pada suatu waktu, atau keadaan yang temporer seseorang. Misalnya orang yang pada suatu waktu sedang kalut pikirannya, akan mudah sekali terkena perasaan bila dibandingkan individu itu dalm keadaan yang normal. 4. Intesitas Perasaan Perasaan itu mempunyai intensitas (kekuatan atau derajat) sendiri-sendiri, dan tidak bergantung pada perangsang-perangsang atau kesan-kesan dari luar. Perangsang yang sama, bias menimbulkan perasaan yang berbeda-beda intensitasnya pada pribadi-pribadi yang berlainan. Unsur senang dan tidak senang itu tidak menentukan kualitas perasaan, hingga berupa gembira atau duka, nyaman atau segan, simpati atau antipasti, indah atau buruk, dan lain-lain. Tingkat kekuataan perasaan menurut DR. Kartini Kartono bergantung pada beberapa faktor yaitu : a. Kekuatan perasaan pengamatan itu pada umunya lebih besar daripada intesitas pada tanggapan, fantasi dan ingatan. Misalnya, kepedihan waktu bertemu untuk terakhir kali dengan seseorang kekasih, kemuakan sewaktu minum jamu yang anyir pahit, kebencian melihat musuh bebuyutan, kegembiraan di kala bertemu kembali dengan si anak yang hilang, semua perasaan itu memiliki intesitas yang lebih besar daripada sewaktu peristiwa-peristiwa tersebut sudah menjadi barang kenangan belaka. b. Perasaan-perasaan pengamatan dengan indera pembau dan pengecap akan lebih intens daripada pengamatan penglihatan dan pendengaran. Rasa jijik muak membaui bangkai itu lebih kuat/intens daripada sewaktu melihat kombinasi warna yang buruk, atau mendengar nyanyian yang sumbang. c. Intensitas perasaan itu terpengaruh sekali oleh kondisi-kondisi jiwani dan badani kita (faktor psikis dan fisik). Tugas yang kemarin kulaksanakan
6

dengan rasa enggan, hari ini kukerjakan dengan penuh animo (rasa senang, gembira). d. Turunnya intensitas perasaan, biasanya disebablan oleh ulangan yang terusmenerus, atau sudah berlangsung lama sekali. Dalam kondisi sedemikian itu perasaan kita menjadi menumpul, karena kita terbiasa terhadap perangsang-perangsangnya. Suapan-suapan yang kita makan pertama-tama kali akan terasa paling sedap. Namun masakan-masakan yang paling lezat pun akan terasa memuakkan apabila kita terasa sudah kenyang. e. Sifat lain dari perasaan yang perlu kita ketahui adalah kelincahan atau kecepatannya. Rasa-rasa simpati, marah, cemas bisa cepat atau lambat timbul di hati, dan secepat itu pula lenyap dari kalbu kita. Oleh sifat kelincahan perasaan inilah maka suasana hati dan kehidupan itu begitu mudah berganti-ganti, begitu cepat timbulnya atau tiba-tiba saja berubahnya. f. Emosionalitas adalah besar kecilnya kepekaan terhadap perasaan. Dominasi perasaan-perasaan yang menyenangkan disebut eukoloi. Pribadi bersangkutan cenderung melihat semua pengalamannya dengan rasa optimis dan dengan segera ia melihat segi-seginya yang indah serta menyenangkan. Sebaliknya, dominasi perasaan-perasaan yang negatif dan tidak menyenangkan, disebut dyskoloi. Individu yang dihinggapi dyskoloi itu cenderung melihat segala kejadian dengan rasa duka, tidak senang, cemas atau takut, penuh pesimisme. 2.2 Tiga Dimensi Perasaan Menurut Wund Telah kita ketahui bahwa perasaan itu dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang. Namun demikian ada yang memandang bahwa soal senang dan tidak senang bukannya satu-satunya demensi perasaan. Menurut W.Wundt perasaan tidak hanya dapat dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang, tetapi masih dapat dilihat dari dimensi lain. Memang salah satu segi perasaan itu dialami sebagai perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Hal ini dinyatakan oleh Wundt sebagai dimensi yang pertama. Di samping itu masih terdapat dimensi lain yaitu bahwa perasaan itu dapat dialami sebagi suatu hal yang excited atau sebagai innert feeling, hali ini oleh Wundt dipergunakan sebagai dimensi yang kedua. Sesuatu perasaan yang dialami oleh individu itu dapat disertai tingkah laku perbuatan yang menampak, misalnya orang menari-nari karena gembira sekali sehabis menerima uang banyak atau lulus ujian, tetapi ada pula sekalipun ia menerima uang banyak atau lulus ujian dan mengalami sesuatu perasaan, tetapi ia tetap tenang saja tanpa adanya perbuatan-perbuatan atau tingkah laku yang menampak seperti pada orang yang pertama. Di samping itu masih adanya dimensi yang lain yang dipergunakan sebagai dimensi yang ketiga yaitu expextancy dan release feeling. Sesuatu perasaan dapat dialami oleh individu sebagai sesuatu yang masih dalam penghargaan, tetapi pula perasaan yang dialami individu karena peristiwa atau keadaan itu telah nyata terjadi atau telah release (Woodworth & Marquis, 1957).
7

Dengan demikian apat diketahui bagaimana pendapat dari Wundt mengenai perasaan. Menurut Woodworth dan Marquis apa yang diajukan Wundt itu memang berharga, tetapi tidak adanya suatu alasan mengapa hanya tiga dimensi saja, tidak lebih dan tidak kurang. Sehubungan dengan soal waktu dan perasaan, Stern juga membedakan perasaan dalam 3 golongan yaitu : 1. Perasaan-perasaan presens, yaitu yang bersangkutan dengan keadaan-keadaan sekarang yang dihadapi. Hal ini berhubungan dengan situasi yang aktual. 2. Perasaan-perasaan yang menjangkau maju, merupakan jangkauan ke depan dalam kejadian-kejadian yang akan datang, jadi masih dalam pengharapan. 3. Perasaan-perasaan yang berhubungan dengan waktu-waktu yang telah lalu, atau melihat ke belakang yang telah terjadi. Misalnya orang merasa sedih, karena teringat pada waktu zaman ke-emasannya beberapa tahun yang lampau (Kohnstamm, Bigot dan Palland, 1950).

2.3 Teori Mengenai Perasaan Macam-macam aliran dan sekolah dalam psikologi mengembangkan teori masingmasing mengenai perasaan, yaitu sebagai berikut : a. Teori skolastik : menganggap perasaan itu sebagai stadium awal dari keinginan atau sebagai satu bentuk keinginan, namun belum diiringi dengan dorongan aktivitas. Merupakan kesiapan untuk menumbuhkan keinginan. b. Teori biologis : melihat perasaan itu sebagai onderdil pengikat antara pengamatan dan perbuatan. Perasaan itu memberikan nilai kepada pengamatan, yaitu merupakan gaya gerak untuk perbuatan reaktif. Dalam hal ini, perasaan-perasaan itu bersifat teologis, yaitu terarah pada suatu tujuan. c. Teori intelektualistis (khususnya ajaran Herbart) : perasaan itu merupakan perihal tanggapan. Disebabkan oleh sifatnya yang sangat dinamis, tanggapan-tanggapan yang jelas dan terasosiasi satu sama lain akan memperlancar berlangsungnya perasaan. d. Teori voluntaristis : yang primer bukannya pengenalan, akan tetapi perasaan dan kemauan. Awal dari kemauan itu disebut perasaan. e. Teori sensualitas atau teori fisiologis : psikolog-psikolog Amerika James dan Deen Lange beranggapan, bahwa gejala-gejala fisik (jasmania) yang muncul sewaktu kita mendapat kesan-kesan tertentu misalnya, berupa perubahan pernafasan, kontraksi otot, dan lain-lain adalah mula sebab dari emosi-emosi. James berpendapat, bahwa kita tidak menangis disebabkan oleh suatu kesedihan, akan tetapi kita menjadi sedih karena kita menangis. Apa yang umunya jadi akibat, oleh James dijadikan sebab oleh suatu peristiwa. James berpendapat, manusia itu mereaksi terhadap kesan-kesan tertentu dengan gerakan-gerakan ungkapan dan gejala-gejala tertentu; misalnya berupa perubahan pernafasan, percepatan peredaran darah, kontraksi otot, penyipitan mata, dan lain-lain. Menurut James perasaan tersebut ada di dalam tanggapantanggapan dari gejala-gejala ungkapan organis dan motoris itu. Jadi, perasaan
8

merupakan akibat atau produk dari gejala-gejala organis dan motoris tadi. Sehubungan dengan itu, James menganggap unsure cinta, kasih, takut, cemas, marah, sedih, dan lain lain itu sebagai bentuk refleks-refleks. 2.4 Perasaan dan Gejala-Gejala Kejasmanian Di awal telah dikatakan bahwa gejala perasaan tidak berdiri sendiri, melainkan bersangkut paut dengan gejala-gejala jiwa yang lain bahkan perasaan dengan keadaan tubuh ini memang tidak dapat dipisahkan. Contoh : Jika ada orang bercakap-cakap biasanya disertai dengan gerakan tangan. Gerakan ini tidak lain dari ungkapan perasaan untuk memperjelas apa yang dikatakannya. Orang yang sedang menghormat orang lain, biasanya disertai gerakan tangan dengan caranya masing-masing. Gerakan tangan yang menyertai penghormatan tidak sama dengan gerakan tangan yang menyertai perasaan marah, dan tidak sama pula dengan gerakan orang yang sedang ketakutan. Dari contoh-contoh di atas jelaslah bahwa ada hubungan antara gejala emosi dengan keadaan tubuh. Hubungan ini tidak hanya merupakan pengaruh searah, melainkan benar-benar ada hubungan timbal balik. Keadaaan tubuh dapat mempengaruhi perasaan dan ada pula perasaan yang menimbulkan gerakan tubuh. Kenyataan tersebut banyak kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan kita dapat mengira-kirakan apa yang dirasakan orang lain dengan memperhatikan gerakan-gerakannya secara visual misalnya: dari gerakan matanya, lirikan matanya, dan sebagainya. Dengan memperhatikan kerut keningnya, gerak mulutnya kita dapat mengetahui apakah orang itu sedang marah atau sedang suka, atau jemu dan sebagainya. Banyak perasaan yang timbul bersamaan dengan peristiwa tubuh. Tertawa, membentak-bentak, mengepalkan tangan, tidak lain adalah gerakan yang menyertai perasaan. Tarian-tarian, senam irama adalah gerakan untuk mengungkapkan perasaan. Tanggapan-tanggapan tubuh terhadap dapat berwujud: 1. Mimik, gerakan roman muka. 2. Pantomimik, gerakan-gerakan anggota badan bagi orang bisu tuli, terdiri dari gerakan-gerakan yang termasuk mimik dan pantomimik. 3. Gejala pada tubuh, seperti denyut jantung bertambah cepat dari biasanya, muka menjadi pucat dan sebagainya. 2.5 Macam-macam Perasaan Dalam kehidupan kita sehari-hari sering di dengar adanya perasaan yang tinggi dan perasaan yang rendah. Keadaan ini menunjukkan adanya suatu klasifikasi perasaan. Seorang filosof Jerman, Max Scheler (1874-1928) mengajukan pendapat bahwa ada 4 macam tingkatan dalam perasaan, yaitu : 1. Perasaan tingkat sensoris : perasaan ini merupakan perasaan yang berdasarkan atas kesadaran yang berhubungan dengan stimulus pada kejasmanian, misalnya rasa sakit, panas, dingin. 2. Perasaan ini bergantung pada keadaan jasmani seluruhnya, misalnya rasa segar, lelah dan sebagainya.
9

3. Perasaan kejiwaan : perasaan ini merupakan perasaan seperti rasa gembira, susah, takut. 4. Perasaan kepribadian : perasaan ini merupakan perasaan yang berhubungan dengan keseluruhan pribadi, misalnya perasaan harga diri, perasaan putus asa, perasaan puas (Bigot, Kohnstamm, Palland, 1950). Di samping itu Kohnstamm memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut : 1. Perasaan keinderaan : perasaan ini adalah perasaan yang berhubungan dengan alat-alat indera. Diantaranya ialah sebagai berikut : a. Indra pengecapan : ialah organ tubuh yang berfungsi merasakan cita rasa sesuatu. Bentuk kenyataannya ialah lidah. Dari lidah kita bias merasakan asin, asam, manis, pahit dan anyir. Sebab jika lidah ini terkena penyakit infeksi misalnya maka cita rasa yang kita nikmati pun akan tidak sempurna. Dari lidah akhirnya di kirim ke otak dan ke seluruh organ tubuh. Lidah memberikan pengalaman kepada kepada jiwa kita tentang cita rasa makanan. Sehingga jika pada waktu lampau (ketika kecil) kita mengecap garam terasa asin, maka saat sekarang meskipun tanpa kita kecap, kita akan membayangkan bahwa garam itu memang rasanya demikian. b. Indra pembau : ialah suatu organ tubuh yang mempunyai fungsi dan tugas untuk membau (merasakan) aroma bau-bauan. Yang berperan sebagai indra membau adalah hidung, karena ada hidung yang normal sehingga kita bias tahu keadaan berbau anyir. Karena indra yang berupa hidung kita bias merasakan sesuatu berbau wangi yang berbagai macam baunya dan lain sebagainya. Dengan hidung kita bias mengetahui bahwa sekitar kita ada bangkai dan lain sebagainya. Jika organ tubuh yang satu ini tidak berfungsi maka seseorang tidak mungkin bias membedakan mana yang busuk dan mana yang sedap. Indra pembau ini memberikan pengalaman kepada kita untuk pertama kalinya saat masih kecil bahwa bangkai itu baunya busuk, bunga melati itu baunya harum. Sekarang misalnya kita hanya melihat lukisan bunga melati, maka perasaan kita sudah lain jika dibandingkan melihat lukisan bangkai. c. Indra pendengaran : dalam organ tubuh masnusia berupa telinga. Telinga ini fungsinya menangkap suara-suara dari luar, yang kemudaian dip roses. Dari organ inilah seseorang belajar untuk bias berbicara, belajar memahami sesuatu, dan belajar mengenal seseorang. Jika fungsi organ ini rusak atau terkena gangguan, maka seseorang yang bersangkutan akan mengalami kesulitan juga dalam berkomunikasi, terutama menerima informasi dari orang lain. d. Indra peraba : berupa kulit sebagai salah satu dari kelima indra. Kulit ini disamping berfungsi sebagai pembalut dan pelindung organ tubuh lainnya (yang ada di dalam) juga merupakan alat perasa. e. Indra penglihatan : dalam tubuh kita ini berupa kedua biji mata dan seluruh jaringan yang ada di sana. Jaringan itu berupa urat-urat kecil yang
10

berhubungan dengan otak, jika salah satu jaringan terganggu, maka terganggu pula kelangsungan komunikasi dengan indra mata. Dari mata kita bias membedakan warna-warna, bias mengenal suatu tempat lain dan tempat tertentu. Mata merupakan suatu sarana untuk menyalurkan bentuk rupa sesuatu yang dilihat kemudian direkam dalam otak. Akhirnya rekaman itu kelak akan muncul jika ingatan seseorang berjalan dengan seimbang dan normal. 2. Perasaan psikis (kejiwaan) Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa selaim perasaan indrawi masih ada satu lagi perasaan yang disebut perasaan psikis (kejiwaan). Perasaan yang satu inilah yang akan menjadi pokok bahasan selanjutnya yang berhubungan dengan perasaan emosional (kemarahan) seseorang. Perasaan-perasaan psikis (kejiwaan) ini mencakup beberapa hal berikut di bawah ini: a. Perasaan intelektual : perasaan intelektual ini termasuk kategori kepuasaan batin. Dimana masih ada kaitannya dengan pengetahuan seseorang. Contohnya demikian : jika suatu ketika kita dihadapkan oleh suatu masalah yang rumit, kemudain kita mampu memecahkan dengan baik, maka perasaan hati kita merasa puas dan senang, sebaliknya jika dalam menghadapi suatu masalah kita tak mampu menyelesaikannya, maka tentu ada beban batin yang berat dan menindih jiwa kita atau tanpa sadar terkadang kita meluapkannya menjadi suatu bentuk kemarahan. Ukuran dari perasaan intelektual ini bias dilihat dari tinggi rendahnya intelegensi seseorang, jika intelegensi seseorang itu rendah maka ia akan sering merasa putus asa dalam menghadapi masalah bahkan lebih banyak menemukan kesedihan serta meluapkan kemarahan. Masalahnya ialah ia tidak mampu memecahkannya dengan tuntas segala masalah yang dihadapinya. Namun bila suatu ketika ia mampu menjawab masalamasalah yang dihadapinya, maka ia merasa puas, gembira dan berbangga hati. Pada situasi yang demikian ia berubah menjadi penyabar dan orang yang mudah senyum., inilah yang disebut perasaan intelektual yang dapat mengendalikan perasaan seseorang. b. Perasaan Ethis (Susila) Perasaan ethis (susila) disbut juga dengan perasaan moril. Perasaan ini peka sekali dengan masalah-masalah salah atau benar, buruk atau jahat, baik atau tercela. Yang bias merasakan dan mengukur perasaan ini ialah hati nurani. Bagaimanapun manusia seringkali berpikir dan menilai dengan hati nuraninya dalam hidup ini. Penilaian terhadap sesuatu yang didasarkan oleh hati nurani karena sejak kecil kita telah diajarkan normanorma susila. Contohnya, kita sudah sering mendapat ajaran dari orangtua kalau berbohong atau menipu adalah perbuatan tercela. Maka jika suatu ketika kita telah melakukan penipuan maka hati nurani selalu memberontak, mengadakan pennilaian bahwa perbuatan itu memang buruk. Dari perasaan inilah apabila kita mendapatkan perlakuan yang baik
11

atau kita telah melakukan sebuah perbuatan yang baik, maka hati kita akan merasa senang, perasaan kita bahagia. Namun sebaliknya jika kita mendapatkan suatu perlakuan yang buruk atau kita telah melakukan suatu perlakuan yang buruk terhadap orang lain, maka hati kita akan gelisah karena merasa tidak senang atau marah. c. Perasaan Estetis (Keindahan) Perasaan estetika atau keindahan ialah sesuatu nilai rasa yang menyelimuti hati kita ketika melihat atau mendengarkan bahkan meraba sesuatu yang kita anggap indah. Nilai keindahan ini tak bias dipisahkan dengan perasaan manusia, seperti perasaan-perasaan lainnya. Semua manusia menyukai keindahan walaupun kadangkal seseorang yang suka dengan keindahan itu tidak menyadari, namun hati nuraninya tetap mengakui bahwa yang dipandang oleh matanya atau didengarnya itu indah. Yang membedakan diantara kita ialah kepekaan hati nurani dalam menanggapi sesuatu yang indah. Ada kalanya seseorang sangat peka sekali dengan sesuatu yang indah. Namun ada kalanya orang yang kurang peka. Orang yang kurang peka terhadap keindahan karena dipengaruhi oleh emosinya. Maksudnya getaran hati nurani yang menerima keindahan dan mengaguminya itu bias terkalahkan dengan emosinya yang keras dan kasar. d. Perasaan Sosial Bagaimanapun kita sebagai manusia, tidak bias lepas dari pergaulan dengan masyarakat, dengan orang lain. Sebab manusia dinamakan sebagai makluk makluk sosial, yaitu makluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Manusia tidak bisa hidup dengan berdiri sendiri tanpa da orang lain di dekatnya. Seseorang yang mempunyai rasa social yang kuat, maka jika ia mendapatkan suatu masalah atau kesulitan hidup, ia segera membukakan diri kepada orang lain. Tujuannya ialah agar orang lain ikut merasakan kesulitannya yang selanjutnya akan mapu memberikan bantuan jalan keluarnya. Cinta dan kebencian, termasuk perasaan sosial. Sebab seseorang mempunyai perasaaan cinta kepada orang lain. Jika seseorang merasa menyintai orang lain, maka segalanya dirasakan sebagai suatu ikatan dengannya. Ia senang membagi duka dan membagi suka kepada seseorang yang dicintainya. Segala masalah akan dicurahkannya. Perasaannya sudah merupakan satu kesatuan dengan orang yang dicintainya. Sebaliknya jika ia tidak suka maka timbul suatu perasaan benci kepada orang yang bersangkutan dan tidak jarang akan terlahir dalam sebuah sikap emosinya ia mempunyai pendapat, kemudian ada pendapat lain dari orang, maka segera pendapatnya yang semula dianggap baik itu dibuang jauh-jauh. Lalu pendapat orang lain yang sebenarnya tak baik dipakai dengan perasaan puas. Dalam pergaulan sosial orang yang mempunyai sifat ini selalu merasa rendah diri dan minder. Selalu tampil belakang. e. Perasaan Religius (Keagamaan)
12

Perasaan yang keenam dalm kelompok (kejiwaan) ini ialah perasaan religious. Ada yang menyebutnya perasaan trasendental, ada pula yang menyebutnya absolut. Namun perbedaan istilah tidak mempengaruhi makna yang berkaitan dengan Perasaan kita terhadap Tuhan, jika ada suatu pertanyaan. Apakah mungkin semua manusia di dunia ini mempunyai Perasaan religius ? Jawabnya pasti. Meskipun seseorang tidak mengenal agama, namun dalam hatinya mempunyai sesuatu yang dianggap menguasai dirinya, sesuatu yang ghaib dan menentukan nasibnya. Jika orang yang beragama sudah jelas memiliki kepastian terhadap Tuhan. Tahu siapa yang disembah dan yang menguasai dirinya dengan suatu kejelasan. Orang yang memiliki perasaan ini akan dapat mudah mengendalikan emosi yang dimilikinya. Ada satu jenis perasaan yang ada di dalam diri manusia, yaitu perasaan malu (Dianne Doubtfire, 1993). Perasaan malu ini berkaitan dengan sifat pemalu dan dalam beberapa hal, keduanya hampir tidak dapat dibedakan. Perbedaan utamanya adalah bahwa sifat pemalu merupakan keadaan yang terus menerus, sedangkan perasaan malu menyerang diri kita pada saat-saat tertentu karena alasan-alasan tertentu. Karena perasaan malu kadang-kadang membuat muka kita merah atau menggagap. Para wanita yang merasa malu dapat menjadi begitu kecewa, oleh karena itu mereka cenderung menghindari orang lain. 2.6 Tipe Perasa Perasaan adalah fungsi rasional. Orang biasanya tidak menganggap sesuatu bernilai pada saat tertentu dan pada saat orang lain menjadi tidak berharga. Tipe perasaan mempunyai pola yang teratur tentang sesuatu. Hirarki nilai yang mereka pegang teguh dan mempunyai pengertian yang kuat tentang sejarah dan tradisi. Perasaan adalah fungsi pembedaan (discriminating function). Perasaan adalah utama dalam hubungan dengan manusia dan dengan nilai (atau tiadanya) nilai dari orang lain dan bermacam perilaku yang satu terhadap yang lainnya. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika perasaan merupakan unsure penting dalam banyak agama khusunya Kristen dan Buddhisme. Perasaan dapat menonjol daripada fungsi-fungsi yang lain, yang disebut tipe perasa. Ada dua tipe perasa menurut C.G Jung, yaitu : 1. Tipe perasa ekstrovert Tipe ini dapat menyesuaikan diri dengan baik pada dunia, secara keseluruhan menilai apa yang umunya dinilai orang dan tidak mengalami kesulitan dalam menyesuiakan dengan waktu dan lingkungan pergaulan. Contohnya jika wanita menikah, ia akan memperoleh suami yang sangat cocok sehingga orang menganggap ia telah merencanakannya, walaupun sebenarnya ia jatuh cinta pada orang yang tepat. Tipe perasa ekstrovert sangat terlibat dengan hubungan pribadi dan seringkali mempunyai daya tarik dan kebijaksanaan, dapat memperhalus situasi yang keras dan menuangkan minyak pada air yang keruh, ialah yang memungkinkan kehidupan sosial dan keluarga berlangsung. Apabila dia seorang nyonya, ia adalah nyonya rumah yang baik dan merasa senang di
13

dalam kelompok. Dalam keadaan senang ia ramah, mudah menolong dan baik. Dalam keadaan buruk, ia adalah seorang yang dangkal dan tidak sehat. 2. Tipe perasa introvert Tipe ini dikuasai oleh faktor-faktor subjektif dan penampilannya sangat berbeda dengan penampilan tipe ekstrovert. Tipe perasa introvert member kesan dingin. Walaupun tampak pendiam, tipe ini mudah memahami teman-teman akrabnya dan menaruh perhatian kepada mereka atau siapapun yang menderita. Contohnya pada wanita, perasaan diam sering tertuju pada anak-anaknya. Ia tidak demonstrative tetapi memiliki kasih saying yang sama besarnya yang akan jelas terlihat bila anaknya sakit. Tipe perasa introvert tidak mudah menyesuaikan diri. Ia benar-benar membingungkan, dan jika dipaksa memainkan suatu peran tertentu ia mudah hancur, dan karena lasan ini kadang-kadang disebut schizoid (orang yang suka mengasingkan diri). Tetapi di lingkungannya, mempunyai ikatan emosional yang kuat, nilainya dapat dimengerti, dan dapat membuat persahabatan yang stabil dan dapat dipercaya. 2.7 Affek dan Stemming (Suasana Hati) Affek merupakan peristiwa psikis dapat diartikan sebagai rasa ketegangan hebat kuat, yang timbul dengan tiba-tiba dalam waktu singkat, tidak disadari dan disertai dengan gejala-gejala jasmaniah yang hebat pula. Sebagai akibatnya, pribadi yang dihinggapi affek tersebut tidak mengenal atau tidak menyadari lagi terhadap sesuatu yang diperbuatnya. Kejahatan dan perbuatan durjana lainnya banyak dilakukan orang, oleh karena didorong affek yang hebat itu. Affek ini pada umunya tidak pernah berlangsung lama, karena sifatnya yang terlalu kuat. Misalnya: ketakutan, kemurkaan, ledakan dendam kesumat, kebencian yang menyala-nyala, cinta birahi, kestase (kehanyutan jiwa), dan lain sebagainya. Wilhelm Wundt, tokoh psikologi eksperimental dalam sebuah analisis intropeksi telah menemukan affek dalam 3 kompnoen, yakni : 1. Affek yang disertai perasaan senang dan tidak senang. 2. Affek yang menimbulkan kegiatan jiwa tau melemahkan. 3. Affek yang berisi penuh jetegangan dan affek penuh relaks. Sedanglan Immanuel Kant membagi affek tersebut dalam dua kategori, yaitu : 1. Affek Sthenis, dengan mana individu menyadari kemampuan dan kekuatan tenaganya, sehingga aktivitas dan rohani bias dipertinggi. Misalnya: dorongan untuk bekerja. 2. Affek Asthenis, ialah affek yang membawa perasaan kehilangan kekuatan, sehinggan aktifitas fisik dan psikisnya terlumpuhkan karenanya. Misalnya kejutan hebat sehingga melumpuhkan diri, dan lain sebagianya. Sedangkan stemming adalah suasana hati yang berlangsung agak lama, lebih tenag, lebih berkesinambungan dan ditandai dengan perasaan senang atau tidak senang dan diterima sebagai keadaan sadar.

14

2.8 Fungsi Perasaan 1. Semua perasaan sebagiamana tertera di atas mempunyai pengaruh yang besar kepada setiap perbuatan dan kemauan kita 2. Perasaan itu cepat dan mudah menular. Guru yang mempunyai stemming dasar lincah, gembira, memiliki banyak humor dan simpatik akan memberikan pengaruh kepada pendidikan yang menguntungkan. 3. Menyangkut perasaan indrawi seperti panas, dingin, sejuk, sedap, dan lain-lain, juga perasaan vital (senang, bahagia, sedih, dan lain-lain), perlu dilakuakna pembiasaan, demi pengembangan kepribadian. 4. Di sekolah dan dirumah seyogyanya senatiasa ditumbuhkan perasaan intelektual ini, dalam upaya untuk membangkitkan kesenangan belajar. 5. Bahwa gangguan yang serius dan kronis pada kehidupan perasaan bisa mengakibatkan timbulnya tingkah laku abnormal dan gejala neurosa. 2.9 Konsep Dasar Emosi 1. Definisi Emosi Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, yaitu perasaan senang atau perasaan tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari itu disebut warna efektif. Warna efektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau samar-samar saja. Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa ( a strid up state ) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt behavior. Perbedaan antara perasaan dan emosi tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena keduanya merupakan suatu kelangsungan kualitatif yang tidak jelas batasnya. Pada suatu saat tertentu, suatu warna efektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Jadi, sukar sekali kita mendefinisikan emosi. Oleh karena itu, yang dimaksudkan dengan emosi di sini bukan terbatas pada emosi atau perasaan saja, tetapi meliputi setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai dengan warna efektif, baik pada tingkat yang lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang (mendalam). Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciriciri sebagai berikut : a. Lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir. b. Bersifat fluktuatif ( tidak tetap ). c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.

2. Komponen-komponen Emosi Suatu emosi yang kuat mencakup beberapa komponen umum. Salah satu komponen adalah reaksi tubuh. Jika marah, misalnya, tubuh kadang-kadang
15

genetar atau suara kita menjadi tinggi, walaupun kita tidak menginginkannya. Komponen lain adalah kumpulan pikiran dan keyakinan yang menyertai emosi, dan gal itu tampaknya terjadi secara otomatis. Mengalami suatu kebahagiann itu, contohnya Saya berjasil-saya diterima di perguruan tinggi. Komponen ketiga suatu pengalaman emosional adalah ekspresi wajah. Jika kita merasa muak atau jijik, misalanya kita mungkin mengerytkan dahi, embuka mulut lebar-lebar, dan kelopak sedikit menutup. Akhirnya, komponen keempat adalah reaksi kita terhadap pengalaman tersebut. Reaksi ini mencakup reaksi spesifik-kemarahan mungkin menyebabkan agresi, misalnya- dan reaksi yang lebih global-emosi negative mungkin menggelapkan pandangan kita kedunia. Jadi, daftar komponen emosi mencakup : a. Reepons tubuh internal, terutama yang melibatkan system saraf otonomik. b. Keyakinan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif atau negative tertentu. c. Ekspresi wajah. d. Reaksi terhadap emosi. 3. Respon Fisiologis Tubuh dalam Emosi Jika kita mengalami suatu emosi yang kuat, seperti rasa takut atau marah, kiya mungkin merasakan sejumlah perubahan pada tubuh termasuk denyut jantung dan pernapasan yang cepat, rasa kering di tenggorokan dan mulut, berkeringat, gemetaran, dan perasaan tertekan di lambung. Sebagian besar perubahan fisiologis yang terjadi akibat aktivitasi cabang simpatik dari system saraf otonomik untuk mempersiapkan tubuh melakukan tindakan darurat. System simpatik bertanggung jawab untuk terjadinya perubahan-perubahan berikut (semuanya tidak harus terjadi sekaligus). a. Tekanan darah dan kecepatan denyut jantung meningkat. b. Pernapasan menjadi lebih cepat c. Pupil mata mengalami dilatasi. d. Keringat meningkat sementara sekresi saliva dan mukus menurun. e. Kadar gula darah meningkat untuk memberikan lebih banyak energi. f. Darah membeku lebih cepat untuk persiapan kalau-kalau terjadi luka. g. Motilitas saluran gastroinstestinal menurun. Darah dialihkan dari lambung dan usus ke otak dan otot rangka. h. Rambut di kulit menjadi tegak, menyebabkan merinding. System saraf simpatis mempersiapkan oragnisme untuk mengeluarkan energi. Saat emosi menghilang, system parasimpatik-sistem penghemat energimengambil alih dan mengembalikan organism ke keadaan normalnya. Aktivitas system saraf otonomik tersebut dipicu oleh aktivitas di daerah otak tertentu, termasuk hipotalamus dan system limbik. Impuls di area-area tersebut ditranmisikan ke nuklei di batak otak yang mengendalikan fungsi system saraf otonomik. System saraf otonomik kemudian bekerja langsung pada otot dan organ internal untuk menimbulkan beberapa perubahan tubuh yang dijelaskan sebelumnya, dan bekerja secara tidak langsung dengan menstimulasi hormon adrenal untuk menimbulkan perubahan tubuh lainnya. Perhatikan bahwa jenis rangsangan fisiologis yang meningkat yang telah dijelaskan di atas adalah karakteristik untuk keadaan emosional seperti marah dan ketakutan, selama mana organism harus bersiap-siap melakukan tindakanmisalnya, untuk melawan atau melarikan diri. Pola dari aktivitas dalam emosi ini

16

dikenal sebagai reaksi darurat (emergency) atau flight-or-flight (repson lari atau lari). Contohnya, dalam dua situasi marah dan takut, denyut jantung biasanya meningkat, pembuluh darah dalam otot melebar sehingga tubuh lebih siap untuk bertindak, gula darah dimobilisasi dari hati, hormon epinephrine dan norepenephrin dikeluarkan dari kelenjar adrenal, pupil mata melebar, pembuluh darah tepi dari kulit mengerut; sehingga mengurangi kemungkinan pendarahan dan membuat darah lebih banyak digunakan oleh otot. Ketegangan otot dan tingkat pemafasan yang diperantarai oleh sistem syaraf somatis cenderung meningkat dalam keadaan takut dan marah. Kebalikan dengan reaksi darurat ketika ketakutan dan marah adalah reaksi tubuh ketika dalam keadaan tenang, yaitu suatu keadaan emosional yang meditatif. Reaksi ini mengulas apa yang disebut dengan respon relaksasi. Pola dari respon tubuh selama relaksasi termasuk menurunnya aktivitas pada sistem syaraf simpatetik dan somatik, bersamaan dengan naiknya kegiatan sistem syaraf parasimpatetik. Sejauh aktivitas simpatetik dan somatik ini selaras, respon relaksasi hampir selalu berlawanan dengan reaksi darurat. 2.10 Otak dan Emosi Otak dilibatkan dalam persepsi dan evaluasi situasi yang meningkatkan emosi. Jika situasi dihasilkan dalam suatu keadaan emosi, otak mengontrol pola somatic dan otonomi sebagai ciri aktivitas emosi; dengan kata lain otak mengontrol ekspresi fisiologis dari emosi. Tentu saja otak juga terlibat dalam mengarahkan perilaku yang didrorong oleh keadaan emosi dan ini perlu untuk perasaan emosional yang kita miliki. Sejumlah struktur dalam inti otak secara langsung melibatkan pengaturan dan pengkoordinasian pola-polaaktivitas ciri dariemosi yang lebihkuat, khususnya takut, marah, dan kesenangan. Inti ini bagian dari otak termasuk hipothalamus dan suatu kelompok yang kompleks yang dikenal dengan namasistem limbik. Istilah limbik berasal daribahasa Latin yang artinya "batas". Struktur dari sistem ini berbentuk cincin atau lingkaran diseputar batang otak dari otak bawah. Percobaan-percobaan telah menunjukkan bahwa kerusakan dalam struktur sistem limbik ini menghasilkan perubahan besar perilaku emosi binatang, membuat binatang buas menjadi jinak atau binatang jinak menjadi buas. Stimulasi pada bagian-bagian tertentu dari sistem limbikdan hipothalamusmenghasilkan pola-pola perilaku yang sangat mirip dengan emosi yang terjadi secara alamiah. Stimulasi listrik di bagian sistem limbik dan hipothalamus, seperti halnya bagian otak lainnya, disenangi binatang dan menyenangkan bagi manusia. Keadaan keterbangkitan bagian dari emosi dilakukan untuk meningkatkan kegiatan dari sel-sel otak dalam cerebral korteks, sistem limbik, dan hipothalamus. Aktifitas sel-sel di daerah otak ini secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh serabut-serabut syaraf yang menyebar dari daerah intiotak- formasi retikuler- mencapai semua daerah otak yang terlibat dalam pengaturan emosi. Ketikakegiatan serabutserabutdari formasi retikuler harus naik atau mendaki, untuk mencapai daerah otak yang lebih tinggi terlibat emosi, pengaktifan bagian dari formasi retikuler disebut ARAS (ascending reticuler activating system). Suatu ketika, ketika anda tidak bisa rileks, arahkan ARAS anda. ARAS secara mendasar terlibat untuk membuat kita tetap terjaga, berjaga-jaga dan curiga. 2.11 Intensitas Emosional dan Keterbangkitan Seringkali kita cukup memhami emosi yang kita alami, kita tahu apakah kita marah, takut, atau hanya gembira. Tetapi respons fisiologis dalam ketiga kondisi itu
17

sama. Rasa takut membuat detak jantung kita lebih cepat dan napas kita lebih kencang, demikian pula dengan rasa marah atau rupa orang yang disintai. Wajah kita bias memerah tau memucat ketika kita marah (tergantung individunya), dan respons yang sama terjadi bila kita merasa takut. Meskipun terdapat ukuran yang cukup akurat untuk menunjukkan kapan seseorang terbangkitkan secara emosional, namun sejauh ini penelitian belum berhasil mengungkapkan pola fisiologis yang unik untuk emosi yang berbeda. Ini merupakan masalah penting. Kendati telah dilakukan penelitian panjang, para peneliti belum dapat mengindentifikasi pola keterbangkitan fisiologis yang berbeda dari suatu emosi ke emosi yang lain. Walaupun sensasi tubuh tidak berkaitan dengan emosi tertentu, sensasi tersebut menentukan intensitas emosi yang kita alami. 2.12 Pertumbuhan Emosi Pertumbuhan dan perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Seorang bayi yang baru lahir sudah dapat menangis, tetapi ia hampir mencapai tingkat kematangan tertentu sebelum ia dapat tertawa. Kalau anak itu sudah lebih besar, maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa dapat digunakan untuk maksud-maksud tertentu pada situasi-situasi tertentu. Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang nampak sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis dan meronta. Pengaruh kebudayaan besar sekali terhadap perkembangan emosi, karena dalam tiap-tiap kebudayaan diajarkan cara menyatakan emosi yang konvensional dan khas dalam kebudayaan yang bersangkutan, sehingga ekspresi emosi tersebut dapat dimengerti oleh orang-orang lain dalam kebudayaan yang sama. Klineberg pada tahun 1938 menyelidiki literatur-literatur Cina dan mendapatkan berbagai bentuk ekspresi emosi yang berbeda dengan cara-cara yang ada di dunia Barat. Ekspresi-ekspresi itu antara lain : a. Menjulurkan lidah kalau keheranan. b. Bertepuk tangan kalau kuatir. c. Menggaruk kuping dan pipi kalau bahagia. Yang juga dipelajari dalam perkembangan emosi adalah obyek - obyek dan situasi-situasi yang menjadi sumber emosi. Seorang anak yang tidak pernah ditakuttakuti di tempat gelap, tidak akan takut pada tempat gelap. Warna efektif pada seseorang mempengaruhi pula pandangan orang tersebut terhadap obyek atau situasi di sekelilingnya. Ia dapat suka atau tidak menyukai sesuatu, misalnya ia suka kopi, tetapi tidak suka teh. Ini disebut preferensi dan merupakan bentuk yang paling ringan daripada pengaruh emosi terhadap pandangan seseorang mengenai situasi atau obyek di lingkungannya. Dalam bentuknya yang lebih lanjut, preferensi dapat menjadi sikap, yaitu kecenderungan untuk bereaksi secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap pada seseorang, setelah beberapa waktu, dapat menetap dan sukar untuk diubah lagi, dan menjadi prasangka. Prasangka ini sangat besar pengaruhnya terhadap tingkah laku, karena ia akan mewarnai tiap-tiap perbuatan yang berhubungan dengan sesuatu hal, sebelum hal itu sendiri muncul di hadapan orang yang bersangkutan. Sikap yang disertai dengan emosi yang berlebih-lebihan disebut kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negatif terhadap diri sendiri yang disertai perasaan malu, takut, tidak berdaya, segan bertemu orang lain dan sebagainya. Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya : a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai.

18

b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi). c. Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervou ) dan gagap dalam berbicara. d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati. e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Emosi Terpesona Marah Terkejut Kecewa Sakit / Marah Takut / Tegang Takut Tegang Perubahan Fisik Reaksi elektris pada kulit Peredaran darah bertambah cepat Denyut jantung bertambah cepat Bernafas Panjang Pupil mata membesar Air liur mengering Bulu roma berdiri Pencernaan terganggu, otototot menegang atau bergetar (tremor)

1. Takut Takut adalah perasaan yang mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu. Bentuk ekstrim dari takut adalah takut yang pathologis yang disebut phobia. Phobia adalah perasaan takut terhadap hal-hal tertentu yang demikian kuatnya, meskipun tidak ada alasan yang nyata, misalnya takut terhadap tempat yang sempit dan tertutup (claustrophobia), takut terhadap ketinggian atau takut berada di tempat tempat yang tinggi (acrophobia), takut terhadap kerumunan orang, takut tempat tempat ramai (ochlophobia). Rasa takut lain yang merupakan kelainan kejiwaan adalah kecemasan (anxiety) yaitu rasa takut yang tak jelas sasarannya dan juga tidak jelas alasannya. Kecemasan yang terus menerus biasanya terdapat pada penderita-penderita Psikoneurosis. 2. Khawatir Kuatir atau was-was adalah rasa takut yang tidak mempunyai obyek yang jelas atau tidak ada obyeknya sama sekali. Kekuatiran menyebabkan rasa tidak senang, gelisah, tegang, tidak tenang, tidak aman. Kekuatiran seseorang untuk melanggar norma masyarakat adalah salah satu bentuk kekuatiran yang umum terdapat pada tiap-tiap orang dan kekuatiran ini justru positif karena dengan demikian orang selalu bersikap hati-hati dan berusaha menyesuaikan diri dengan norma masyarakat. 3. Cemburu Kecemburuan adalah bentuk khusus dan kekuatiran yang didasari oleh kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari seseorang. Seorang yang cemburu selalu mempunyai sikap benci terhadap saingannya. 4. Gembira
19

Gembira adalah ekspresi dari kelegaan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan. Biasanya kegembiraan disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba (surprise) dan kegembiraan biasanya bersifat spesial, yaitu melibatkan orang-orang lain di sekitar orang yang sedang gembira tersebut. 5. Marah Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk sampai pada tujuannya. Dengan demikian, ketegangan yang terjadi dalam aktivitas itu tidak mereda, bahkan bertambah. Untuk menyalurkan keteganganketegangan itu individu yang bersangkutan menjadi marah. 6. Motif Motif, atau dalam bahasa Inggris-nya '"motive", berasal dari kata ''motion", yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Jadi istilah motif, pun erat hubungannya dengan "gerak", yaitu dalam hal ini gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga per-buatan atau tingkah laku. Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkahlaku. Di samping istilah "motif", dikenal pula dalam psikologi istilah motivasi. Motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk kepada seluruh proses gerakan itu, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Ada beberapa pendapat mengenai apa sebenarnya motif itu. Salah satu pendapat mengatakan bahwa motif itu merupakan energi dasar yang terdapat dalam diri seseorang. Sigmund Freud adalah salah seorang sarjana yang berpendapat demikian. Tiap tingkah laku, menurut Freud didorong oleh suatu energi dasar yang disebut instink-instink ini oleh Freud dibagi dua : a. Instink kehidupan atau instink seksual atau libido, yaitu dorongan untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan keturunan. b. Instink yang mendorong perbuatan-perbuatan agresif atau yang menjurus kepada kematian. Tokoh-tokoh lain yang juga mengakui motif sebagai energi dasar antara lain adalah: a. Bergson dengan teori "elan vital" yang mengakui adanya faktor yang bersifat non material yang mengatur tingkah laku. b. McDougail dengan teori "bormic", yang mengatakan bahwa tingkah laku ditentukan oleh hasrat, kecenderungan yang bekerjanya analog dengan kenyataankenyataan dalam dunia ilmu. alam dan ilmu kimia. Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai perantara pada organisme atau manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Suatu perbuatan dimulai dengan adanya suatu ketidak seimbangan dalam diri individu, misalnya lapar atau takut. Keadaan tidak seimbang ini tidak menyenangkan bagi individu yang bersangkutan, sehingga timbul kebutuhan untuk meniadakan ketidak seimbangan ini, misalnya mencari makanan atau mencari perlindungan. Kebutuhan inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motif untuk berbuat sesuatu. Setelah perbuatan itu dilakukan maka tercapailah keadaan seimbang dalam diri individu, dan timbul perasaan puas, gembira, aman dan sebagainya. Kecenderungan untuk mengusahakan keseimbangan dari ketidak seimbangan terdapat dalam diri tiap organisme dan manusia, dan ini disebut prinsip homeostasis.
20

Pada manusia, lingkaran motivasi bersifat dinamis, ini disebabkan karena keseimbangan pada manusia seringkali merangsang ketidakseimbangan lain yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini tidak terdapat pada hewan, misalnya, karena pada hewan ketidak seimbangan-ketidak seimbangan yang timbul selalu sama dan waktu ke waktu sampai hewan ini mati. Oleh karena itu lingkaran motivasi pada hewan bersifat statis. Motif adalah instansi terakhir bagi terjadinya tingkah laku. Meskipun misalnya ada kebutuhan, tetapi kebutuhan ini tidak ber-hasil menciptakan motif, maka tidak akan terjadi tingkah laku. Hal ini disebabkan karena motif tidak saja ditentukan oleh faktor-faktor dalam diri individu, seperti faktor-faktor biologis tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan kebudayaan. 2.13 Teori Emosi Ahli psikologi, fisiologis dan filsafat telah bekerja untuk merumuskan beberapa prinsip umum untuk pedoman kita berfikir tentang emosi. Gagasan umum ini adalah teori-teori tentang emosi, dan ada banyak hal tentang emosi. Tidak semua teori emosi memiliki dasar yang sarna. Ada yang menekankan hubungan antara keadaan tubuh seseorang dengan emosi yang mereka rasakan. Ahli lain berusaha mengklasifikasikan dan menerangkan emosi yang mereka rasakan. Sedangkan yang lainnya lagi mencoba menerangkan bagaimana emosi terlibat dalam perilaku, terutama bagaimana mereka ini dihubungkan dengan motivasi. 1. Emosi dan Keadaan Tubuh Berikut ini akan dibahas tiga teori yang berkaitan dengan Emosi dan Keadaan Tubuh. a. Teori James-Lange Ada dua macam pendapat tentang terjadinya emosi. Pendapat yang nativistik mengatakan bahwa emosi-emosi itu pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir, sedangkan pendapat yang empiristik mengatakan bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar. Salah satu penganut paham nativistik adalah Rene Descartes (1596-1650). la mengatakan bahwa manusia sejak lahirnya telah mempunyai enam emosi dasar yaitu : Cinta, Kegembiraan, Keinginan, Benci, Sedih dan Kagum. Di pihak kaum empiristik dapat kita catat nama-nama William James (1842-1910, Amerika Serikat) dan Carl Lange (Denmark). Kedua orang ini menyusun suatu teori tentang emosi yang dinamakan teori JamesLange. Menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap rangsang-rangsang yang datang dari luar. Jadi, kalau seorang misalnya melihat seekor harimau, maka reaksinya adalah darah makin cepat beredar karena denyut jantung makin cepat, paruparu pun lebih cepat memompa udara dan sebagainya. Respons-respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Jadi, orang itu bukan berdebardebar karena takut setelah melihat harimau melainkan karena ia berdebar-debar maka timbul rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul, ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang yang bersangkutan dari pengalamannya telah mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai takut. Teori ini sering juga disebut teori perifer. Dalam teori ini disebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi psikologik. Emosi merupakan hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuh sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Selain itu, gejala kejasmanian bukanlah akibat emosi yang dialami oleh individu, melainkan emosi
21

merupakan akibat dari gejala kejasmanian. Seseorang tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya, orang tersebut susah karena menangis (Sunaryo, 2004). Menurut James & Langei , bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi. Teori yang dikemukakan oleh William James dan Carl Lange kira-kira seabad yang lalu, yang dikenal dengan Teori James Lange, mengemukakan proses-proses terjadinya emosi dihubungkan dengan faktor fisik dengan urutan sebagai berikut: 1. Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi. 2. Memberikan reaksi terhadap situasi dengan pola-pola khusus melalui aktivitas fisik. 3. Mempersepsikan pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya emosi secara khusus. Uraian ini disingkat menjadi : Lingkungan - otak - perubahan pada tubuh + emosi Perubahan emosi karena perasaan yang menekan, mempengaruhi fungsi pencernaan Sebagaimana diketahui, pencernaan dilakukan di dalam lambung melalui asam lambung; biasanya lambung menghasilkan asam lambung dalam jumlah sesuai dengan yang dibutuhkan dan berhenti kalau tugas mencerna makanan selesai. Pengeluaran asam lambung ini diatur oleh susunan saraf parasimpatis sebagai bagian dari susunan saraf otonom. Dalam keadaan stres, asam lambung dihasilkan secara berlebihan dan kalau ini terjadi tanpa dipergunakan untuk mencerna makanan, menyebabkan peradangan pada permukaan lambung dan dapat menimbulkan luka. Stres adalah suatu keadaan pikiran (jiwa) seseorang yang menimbulkan emosi yang tidak menyenangkan, tidak enak, menekan, yang timbul dari lingkungan dan tidak dapat atau sulit diatasi. Stress muncul karena keadaan tersebut menekan terlalu berat dan orang tersebut tidak kuat menahannya. b. Teori Cannon-Bard Emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah kejadian yang berdiri sendirisendiri. Ditahun I920-an, teori lain tentang hubungan antara keadaan tubuh dan emosi yang dirasakan diajukan oleh Walter Cannon, berdasarkan pendekatan pada riset emosi yang dilakukan oleh Philip Bard. Teori Cannon-Bard menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan reaksi tubuh dalam emosi tidak tergantung satu sarna lain, keduanya dicetuskan secara bergantian. Menurut teori ini, kita pertama kali menerima emosi potensial yang dihasilkan dari dunia luar; kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti hipothalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini kemudian mengirim out put dalam dua arah: (1) ke organ-organ tubuh dalam dan otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi tubuh, (2) ke korteks cerebral, dimana pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai emosi yang dirasakan. Kebalikan dengan teori James-Lange, teori ini menyatakan bahwa reaksi tubuh dan emosi yang dirasakan berdiri sendirisendiri dalam arti reaksi tubuh tidak berdasarkan pada emosi yang dirasakan. Teori ini telah mengarahkanke riset besar-besaran, meskipun kita tahu bahwa hipothalamus dan daerah otak di bagian lebih bawah terlibat dalam ekspresi emosi, tetapi kita tetap
22

masih tidak yakin apakah persepsi tentang kegiatan otak lebih bawah ini adalah dasar dari emosi yang dirasakan. c. Teori Schachter-Singer (Interpretasi Tentang Pembangkitan Tubuh) Teori kontemporer ini menyatakan bahwa emosi yang kita rasakan adalah benar dari interpretasi kita tentang sesuatu yang membangkitkan/menaikkan keadaan tubuh. Schachter dan Singer berpendapat bahwa keadaan tubuh dari keterbangkitan emosional adalah sarana untuk hampir semua emosi yang kita rasakan dan itu terjadi jika ada perbedaan psikologis dalam pola respon tubuh. Ketika terjadi perubahan dalam tubuh yang membingungkan, teori ini mengatakan bahwa terdapat emosi lain yang dapat dirasakan dari naiknya kondisi tubuh. Orang dikatakan memiliki perbedaan subjektif dalam emosi karena perbedaan dalam cara mereka mengartikan atau mempersepsikan keadaan psikologis mereka. Dengan kata lain, pemberian keadaan terbangkit (arousal), kita merasakan emosi yang nampaknya cocok dengan siuasi dimana kita menemukan diri kita sendiri. Rangkaian kejadian dalam memproduksi perasaan emosi menurut teori ini adalah: (I) persepsi dari situasi potensial yang menghasilkan emosi, (2) keadaan tubuh yangterbangkitkan dengan hasil dari persepsi ini yang ambigius (mendua), dan (3 interpretasi dan menamai keadaan tubuh sehingga cocok dengan situasi yang diterima. 2. Teori Penilaian-Kognitif Tentang Emosi Uraian Teori Scahchter-Singer yang baru saja kita bahas sering disebut teori kognitifkarena teori itu melibatkan pikiran untuk mengetahui sebab dari keadaan yang diterima dari keterbangkitan. Teori kognitiflain adalahteori dariRichardLazarus dan koleganya (Morgan, 1986). Teori ini menekankan pada penilaian informasi dari beberapa sumber. Ketika penilaian melibatkan kognisi, atau pemrosesan informasi dari lingkungan, tubuh, dan ingatan, dan dengan demikian teori ini adalah teori kognitif. Teori ini menyatakan bahwa emosi yang kita rasakan hasil dari penilaian, atau evaluasi tentang informasi yang datang dari situasi lingkungan dan dari dalam tubuh. Ingatan masa lalu berhadapan dengan situasi yang sarana, kecenderungan untuk menanggapi dengan cara tertentu, dan mempertimbangkan konsekuensi tindakan yang mungkin hasil dari keadaan emosi masuk ke dalam penilaian. Hasil dari penilaian yang kompleks dari semua informasi ini aalah emosi seperti yang dirasakan. Peran dari penilaian dalam emosi telah diteliti dalam banyak percobaan. Salah satu penelitian paling terkenal tentang eksperimen ini menggambarkan hubungan antara emosi yang dirasakan dan penilaian situasi lingkungan (Spiesman dkk. dalam Morgan, 1986). Subjek siswa ditunjukkan suatu film yang menghasilkanemosi menggambarkan situasi upacara orang Aborigin Australia. Upacara ini melibatkan operasi kasar dalam organ seks anak umur 13 dan 14 tahun. Tiga sound track berbeda disiapkan dan mengikuti pemutaran film. Satu kelompok siswa mendengar suara "trauma", yang didesain untuk meningkatkan detaildetail yang penuh lumurandarah. Kelompok kedua mendengarkan suara "denial" yangdisiapkan untukmemudahkan subjek bahwa film tidak mengganggu mereka. Kelompok ketiga mendengar sound track "intelektualisasi", dimana upacara itu dipandang dari sudut pandang ilmiah seorang ahli antropologi. Kelompok keempat melihat film tanpa suara.

Denyut jantung dan konduktor kulit yaitu GSR (galvanic skin response) diukur ketika film sedang diputar. Ditemukan bahwa reaksi stres- misalnya tinggi dalam
23

konduktor kulit - tertinggi untuk sound track trauma, kemudian diikuti gambar bisu, dan tingkat yang terendah adalah untuk denial dan intelektualisasi. Jadi sound track menyebabkan subjek membuat penilaian situasi yang berbeda dari stimulus yang sarna yaitu film. Orang yang melakukan percobaan menyimpulkan bahwa reaksi emosi yang berbeda pada stimulus yang sarna terjadi karena perbedaan dalam penilaian subjek terhadap stimulus. Penilaian kembali (reaprraisal) terhadap situasi yang secara potensial menghasilkan emosi adalah bagian penting dari teori kognitif. Reappraisal juga suatu cara menghadapi situasi yang stresful. Orang yang menilai kembali emosi yang dihasilkan situasi dengan penyangkalan ("ini bukan benar-benar stresful, berfikirlah positip"), intelektualisasi ("ini semua menarik"), reaksi formasi ("ini bukan hal yang membuat stres, dan kenyataannya, ini adalah pengalaman belajar yang menakjubkan") atau mekanisme pertahanan diri yang normal lainnya, bisa membuat kita mampu mengurangi intensitas perasaan emosi yang mengganggu dan mengikuti situasi yang menekan. 2.14 Ekspresi Wajah Emosi Aristoteles (384-322 SM) menulis, Terdapat beberapa eksprse wajah tertentu yang mengikuti rasa marah, takut, rangsangan erotis, dan semua perasaan kuat lainnya.Dua ribu tahun kemudian, Charles Darwin (1872-1965) menambahkan sebuah penjelasan evolusioner terhadap observasi Aristoteles. Ekspresi wajah manusiasenyum, mengerutkan dahi, meringis, menatap tajam menurut Darwin, memiliki kemiripan dengan kepakan sayap yang cepat pada seekor burung yang ketakutan, dengkuran seekor kucing yang sedang merasa senang, atau geraman seekor serigala yang merasa terancam. Ekspresi-ekspresi tersebut berevolusi untuk membantu nenek moyang kita membedakan dengan cepat orang asing yang bersahabat dengan orang asing yang berbahaya. Ekspresi memungkinkan kita menunjukkan perasaan dan niat kita terhadap orang lain, dan ekspresi juga berfungsi sebagai alat komunikasi antara bayi dengan ibunya. Fungsi ekspresi wajah. Menariknya, ekspresi wajah tidak hanya merefleksikan perasaan kita, tetapi juga dapat mempengaruhi perasaan kita. Pada proses facial feedback (umpan balik raut wajah), otot wjah mengirimkan pesan ke otak mengenai emosi dasar yang sedang diekspresikan: senyuman menunjukkan bahwa kita sedang bahagia, dahi yang berkerut menunjukkan kita sedang marah atau sedang bingung. Saat orang diminta tersenyum atau menampilkan ekspresi senang atau bahagia, perasaan positif mereka akan meningkat; sedangkan saat mereka diminta terlihat marah, tidak senang atau jijik, perasaan positif tersebut akan mengalami penurunan. Facial feedback akan mempengaruhi kondisi emosi seseorang bahkan saat orang tidak secara khusus diminta menirukan suatu emosi, melainkan sekedar menstimulasi otot-otot wajah mereka. Sebagai contoh, saat orang diminta mengontraksikan otot-otot wajah yang terlibat dalam senyuman (meskipun tidak diberikan instruksi secara khusus untuk tersenyum), dan kemudian dipertontonkan sebuah film kartun, mereka merasa film kartun tersebut lebih lucu dibandingkan saat mereka diminta mengontraksikan otot-otot wajah yang tidak terlihat dalam senyuman. Ekspresi wajah dalam konteks sosial dan budaya Meskipun sebagian besar orang dari beragam budaya mampu mengindetifikasi emosi dasar yang ditunjukkan dalam foto, terkadang sejumlah orang dari kaum minoritas tidak mampu mengindentifikasi emosi dasar yang ditunjukkan tersebut. Dibawah ini merupakan penyebabnya :
24

1. Familiaritas mempengaruhi kemampuan mengenali ekspresi wajah. Kemampuan seseorang mengindentifikasi emosi yang diekspresikan orang lain jauh lebih baik apabila orang lain tersebut berasal dari etnis yang sama. 2. Ekspresi wajah dapat memiliki arti yang berbeda pada saat yang berbeda, tergantung pada konteks sosial dan maksud yang dimiliki orang menunjukkan ekspresi tersebut. 3. Budaya-budaya di dunia memiliki perbedaan dalam fokus perhatian mereka pada konteks ekspresi emosi. 4. Selain menggunakan eksprsi wajah untuk menunjukkan perasaannya, banyak orang menggunakan ekspresi wajahnya untuk berbohong mengenai perasaan yang mereka miliki.

25

BAB 3 PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Perasaan merupakan reaksi rasa dari segenap orgnisme, yang dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sedang dialami oleh orgabisme tersebut. Perasaan dapat dicegah menjadi emosi yang buruk.Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda. Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Jenis emosi yang secara normal dialami antara lain: cinta, gembira, marah, takut, cemas, sedih dan sebagainya.

26

DAFTAR PUSTAKA Atkinson, Richard C.1983.Pengantar Psikologi Edisi Delapan Jilid 2. Jakarta:Erlangga Atkinson, Rita L.2010.Pengantar Psikologi Jilid 2.Tangerang:INTERAKSARA Ahmadi, Abu.1998.Psikologi Umum.Jakarta: PT RINEKA CIPTA Bigot, L.C.T, Kohnstan, Psychologie.Jakarta:Groningen P.H., Palland, B.C.1950.Leerboekder

Doubtfire, Dianne.1993.Mengatasi Perasaan Malu, Petunjuk bagi Wanita.Jakarta; Binarupa Aksara Fardham, Frieda.1988.Pengantar Psikologi C.G Jung.Jakarta: Bhratara Karya Aksara Hariyono, Rudy.200.Langkah Praktis Meredakan Emosi dan Stress.Surabaya:Putra Pelajar Imam, Kam.2009.Quantum Emotion.Jogjakarta:Garailmu Kartono, Kartini.1996.Psikologi Umum.Bandung:Penerbit Mandar Maju Wade, Carole.2007.Psikologi.Jakarta:Erlangga Morgan, C.T. 1986. Introduction to Psychology, 7the d . New York: Mc Grew Hill Company Woodworth, Robert S, and Donald Marquis.1957. Psychology.New York:Henry Holt and Company Emosi dan stress.2010. Stress.pdf (Online), (http://google.com, diakses tanggal 02 Juli 2011) Konsep Dasar Emosi.2009.Emosi.pdf (Online), (http://google.com, diakses tanggal 29 Juni 2011)

27

You might also like