You are on page 1of 16

MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI ENDOKRIN

KASUS II PENYAKIT ASMA

OLEH : KELOMPOK E / TEORI 3 / SEMESTER 6-FKK 1. 2. 3. 4. 5. SUSI YANTI TANJUNG IRWANTO TIKA NOVITA SARI TITIS DWI JAYANTI TRI HARTUTI 16102981A 16102983A 16102984A 16102986A 16109287A

UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2013

I.

JUDUL PENYAKIT

: PENYAKIT ASMA KRONIK

II. DASAR TEORI Penyakit Asma adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas. Atau penyakit peradangan saluran nafas kronik akibat terjadinya peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan. Penyakit asma bronkiale di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasakangok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktifintermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang hilang timbul. Timbulnya gejala asma seperti batuk, sesak napas dapat disebabkan oleh faktorfaktor yang tidak spesifik, penyebab dasar munculnya gejala adalah menyempitnya saluran nafas (bronchus), pembengkakan permukaan saluran nafas (edema bronchus) dan berlebihannya produksi lendir (hipersekresi) . Penyebab lain yaitu udara dingin, polusi, perubahan tekanan udara, faktor psikis dan kelelahan. Langkah pertama pencegahan adalah menghindari pencetusnya. Beberapa faktor bisa menjadi pencetus. Yaitu makanan tertentu, seperti susu, telur dan ikan. Obat tertentu seperti aspirin dan penicilin, bahan yang digunakan untuk membersihkan rumah, tungau debu rumah, debu industri, uap dan asap, perubahan cuaca, polusi udara, kegiatan jasmani, ketegangan/emosi dan kelelahan dan infeksi, terutama pilek, bronkitis dan tonsilitis. Ada dua jenis obat yang digunakan untuk mengatasi asma. Yaitu obat asma yang berfungsi sebagai anti peradangan dan obat asma yang hanya berfungsi untuk melegakan nafas agar hilang gangguan sesak nafasnya.

Tapi penderita asma jadi salah kaprah. Artinya, obat tersebut hanya berfungsi sebagai pelega nafas, tapi proses penyakit asmanya masih tetap terjadi. Cara terbaik adalah menggunakan kedua jenis obat tersebut, yaitu obat anti peradangan dan anti sesak nafas. Adapun tanda dan gejala penyakit asma diantaranya : Pernafasan berbunyi (mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation). Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma. Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale). Batuk berkepanjangan keluhan di waktu malam yang hari atau cuaca dada dingin. sempit.. Adanya penderita merasakan

Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan. Pemicu yang menyebabkan bronkokonstriksi antara lain : Perubahan cuaca dan suhu udara Polusi udara Asap rokok Infeksi saluran pernafasan Gangguan emosi Olahraga yang berlebihan MIGREN Migren adalah sakit kepala kambuhan dengan intensitas sedang sampai berat yang terkait dengan sindrom anatomis , neurologis dan saluran cerna. Pada migren dengan aura , gejala neurologis fokal yang rumit akan mendahului atau menyertai serangan sakit kepala. III. EPIDEMIOLOGI SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA (SKRT) Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun

1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.

PENELITIAN LAIN Berbagai penelitian menunjukkan bervariasinya prevalensi asma , bergantung kepada populasi target studi, kondisi wilayah, metodologi yang digunakan dan sebagainya. Asma pada anak : Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak dengan hipereaktiviti bronkus 2,4% dan hipereaktiviti bronkus serta gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuesioner yang kembali dengan rata-rata umur 13,8 0,8 tahun didapatkan

prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/ recent asthma) 6,2% yang 64% di antaranya mempunyai gejala klasik. Bagian Anak FKUI/ RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat pada 1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS 1978, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8% dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2234 anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood), dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma ) 8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%. Asma pada dewasa : Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia danRespiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%.

IV. KLASIFIKASI
Klasifikasikan Keparahan :Ciri Klinis Sebelum Penanganan Pengobatan yang Diperlukan untuk Pemeliharaan Kontrol Jangka Panjang Gejala /Siang Gejala/Malam PEF atau FEV1 Variabilitas PEF LANGKAH 4 Parah Persisten Kontinyu sering 60% >30% Pengobatan Utama Dosis tinggi inhalasi kortikosteroid dan Inhalasi 2 agonis kerja panjang dan jika dibutuhkan Kortikosteroid tablet atau sirup (2mg/kg/hari,tidak boleh melabihi 60mg/hari.) (pemakaian berulang dapat mereduksi kortikosteroid sistemik dan untuk pemiliharaan gunakan kortikosteroid dosis tinggi ) LANGKAH 3 Sedang Persisten Setiap hari >1 /minggu malam >60% - <80% 20-30% Pengobatan Utama Dosis rendah-menengah inhalasi kortikosteroid dan inhalasi 2 agonis kerja panjang Alternatif Pengobatan Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang atau Dosis rendah sampai tinggi inhalasi kortikosteroid dan salah satu modifikasi leukotrien atau teofilin Jika dibutuhkan (khususnya pada pasien dengan eksaserbasi parah) Pengobatan Utama Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang dan ditambahkan inhalasi 2agonis kerja panjang Alternatif Pengobatan Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang dan ditambahkan salah satu modifikasi leukotrien atau teofilin LANGKAH 2 Ringan persisten >2/mgg 1x/hari >2 malam/minggu tp 80% 20-30% Pengobatan Utama Dosis rendah inhalasi kortikosteroid Alternative Pengobatan Kromolin ,leukotrien,nedocromil,atau sustained release teofilin dengan konsentrasi serum 5 15 mcg/ml LANGKAH 1 Ringan terkadang 2hari /minggu 2 /bulan malam 80% <20% Tidak dibutuhkan pengobatan harian Eksaserbasi akan terjadi dalam waktu lama dengan fungsi paru normal dan tidak ada gejala.Direkomendasikan Pengobatan Sehari-hari

kortikosteroid sistemik.

Penanganan Semua Pasien

Cepat

1.

Bronkodilator kerja pendek :inhalasi 2 agonis kerja pendek 2-4 hirupan digunakan pada yang masih gejala Intensitas pengobatan akan tergantung pada kerasnya eksaserbasi :mulai pengobatan pada interval 20 menit atau menggunakan nebulizer tunggal,jika diperlukan

2.

V. ANATOMI DAN PHATOFISIOLOGI A. ANATOMI

Paruparu adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada. Paru-paru kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paruparu kiri memiliki 2 lobus.

Paruparu kiri lebih kecil, karena jantung membutuhkan ruang yang lebih pada sisi tubuh ini. Paruparu membawa udara masuk dan keluar dari tubuh, mengambil oksigen dan menyingkirkan gas karbon dioksida (zat residu pernafasan). Lapisan di sekitar paruparu disebut pleura, membantu melindungi paruparu dan memungkinkan mereka untuk bergerak saat bernafas. Batang tenggorokan (trakea) membawa udara ke dalam paruparu. Trakea terbagi ke dalam tabung yang disebut bronkus, yang kemudian terbagi lagi menjadi cabang lebih kecil yang disebut bronkiol. Pada akhir dari cabangcabang kecil inilah terdapat kantung udara kecil yang disebut alveoli.

Di bawah paruparu, terdapat otot yang disebut diafragma yang memisahkan dada dari perut (abdomen). Bila Anda bernapas, diafragma bergerak naik dan turun, memaksa udara masuk dan keluar dari paruparu. Itulah peranan penting paruparu. Organ yang terletak di bawah tulang rusuk ini memang mempunyai tugas yang berat, belum lagi semakin tercemarnya udara yang kita hirup serta berbagai bibit penyakit yang berkeliaran bebas di udara. Ini semua dapat menimbulkan berbagai penyakit paruparu. Secara umum gangguan pada pada saluran napas dapat berupa sumbatan pada jalan napas (obstruksi) atau gangguan yang menyebabkan paru tidak dapat berkembang secara sempurna (restriktif). Misalnya, tumor yang besar di paru dapat menyebabkan sebagian paru dan/saluran napas kolaps, sedangkan tumor yang terdapat dalam saluran napas dapat menyebabkan sumbatan pada saluran napas. Tumor yang menekan dinding dada dapat menyebabkan kerusakan/destruksi tulang dinding dada dan menimbulkan nyeri. Cairan di rongga pleura yang sering ditemukan pada kanker paru juga menganggu fungsi paru.

B. PATOFISIOLOGI ASMA Karakteristik utama asma termasuk obstruksi jalan udara dalam berbagai tingkatan(terkait bronkospasmus, edema dan hipersekresi), BHR, dan inflamasi jalan udara. Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui maupun yang diketahui seperti paparan terhadap alergen, virus, atau polutan dalam maupun luar rumah, dan masing-masing faktor ini dapat menginduksi respon inflamasi. Alergen yang terhirup menyebabkanreaksi alergi fase awal ditanddai dengan aktivasi sel yang menghasilkan antibodi IgE yang spesifik alergen. Terdapat aktivasi yang cepat dari sel mast dan makrofag pada jalan udara, yang membebaskan mediator proinflamasi seperti histamin dan eikossanoid yang menginduksi kontraksi otot polos jalan udara, sekresi mukus, vasodilatasi dan eksudasi pada plasma jalan udara. Kebocoran plasma pada protein menginduksi penebalan, dan pembengkakan dinding jalan udara serta penyempitan lumenya disertai dengan sulitnya pengeluaran mukus.

Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6 sampai 9 jam setelah serangan alergen dan melibatkan aktivasi eosinofil, limfosit T, basofil, netrofil, dan makrofag. Eosinofil bermigrasi kedalam jalan udara dan membebaskan mediator inflamasi (leukotrien, dan protein granul), mediator sitotoksik, dan sitokin.

Aktivasi limfosit T menyebabkan pembebasan sitokin dari sel t-helper tipe 2 (TH2) yang memperantarai inflamasi alergik (interleukin(IL)-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-13). Sebaliknya sel T helper tipe 1 (TH)menghasilkan IL-2 dan interferon gamma yang penting unuk mekanisme pertahanan seluler .inflamasi asmatik alergik dapat di timbulkan oleh ketidakseimbangan antara sel TH1 dan sel TH 2 .

Degranulasi sel mas t sebagai respon terhadap allergen mengakibatkan pembesaran mediator seperti histamin ;faktor kemotaksis eosinofil dan neutrofil ;leukotrien C4,D4dan E4;prostaglandin ;dan faktor pengaktivasi platelet (PAF) .histamin mampu enginduksi konstriksi otot polos dan bronkospasme dan berperan dalam edema mukosa serta kesekresi mukus .

Makrofak alveolar membebaskan sejumlah mediator inflamasi ,termasuk PAF dan leukotrien B4,C4,dan D4 .produksi faktor khemotaktik neurofil dan eosinofil memperkuat proses inflamasi.

Neutrofil juga merupakan sumber mediator (PAF,prostaglandin,tromboksan dan leukotrien )yang berkontriksi pada BHR dan inhalasi jalan udara Jakur 5-lipoksigenase dari asam pemecahan asam anhidronat bertanggung jawab pada produksi leukotrien.Leukotrien C4,D4,dan e4 (sistenil leukotrien)menyusun zat reaksi lambat anafilaksis(slow reacting substance of anaphylaxis ,SRS A).Leukotrien ini dibebaskan selama proses infamasi di paru paru dan menyebabkan bronkokonstriksi,sekresi mucus,permeabilitas mikrovaskular dan edema jalan udara.

Sel epitel bronchial juga berpartisipasi dalam inflamasi dengan membebaskan eikosanoid ,pepsidase,protein matrik,sitokin dan nitrit oksida .Pengikisan epitel mengakibatkan peningkatan responsifitas dan perubahan permeabilitas mukosa jalan udara,pengurangan factor relaksan yang berasal dari mukosa dan kehilangan enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian neuropeptida inflames.

Proses inflamasi eksudatif danpeningkatan sel epitel ke dalam lemen jalur udara merusak transport mukosiliar.Kelenjar brokus menjadi berukuran besar dan sel goblet meningkat baik ukuran maupun jumlahnya yang menunjukan peningkatan

produksi mukus.Mukus yang dikeluarkan oleh penderita asma cenderung memiliki viskositas tinggi. Jalan udara dipersyarafi oleh syaraf parasimpatik,simpatik dan syaraf inhibisi nonadrenalikk.Tonus istirahat normal otot polos jalan udara dipelihara oleh aktifitas eferen vagal,bronkokonstriksi dapat diperantarai oleh stimulasi vagal pada bronci berukuran kecil.Semua otot polos jalan udara mengandung reseptor beta adernegik yang tidak reseptor dipersyarafi alfa adrenergic yang dalam menyebabkan asma tidak

bronkodilatasi.Pentingnya

diketahui.sistem yang nonadrenergik ,nonkolinergik pada trakea dan bronchi dapat memperkuat inflamasi pada asma dengan melepaskan nitrit oksida. MIGREN Nyeri migren di anggap sebagai hasil dari aktifitas di dalam sistem trigeminovaskular yang menyebabkan pelepasan neuropeptida vasoaktif sehingga terjadi vasodilatasi , ekstravasasi plasma dural ,dan peradangan perivaskular. Patogeneis migren mungkin di sebapkan oleh ketidak seimbangan aktifitas sel saraf (neuron) yang mengandung serotanin dan /jalur noradrenergik di inti (neclei)batang otak yang mengatur pembuluh darah otak dan persepsi nyeri .ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan vasodilitasi pembuluh darah intrakranial serta aktivasi sistem trigeminovaskular. Serotanin (5-hidroksitriptamin ,atau 5-HT) ,erupakan mediator migren yang penting .obat inti migren akut seperti alkaloid ergot dan turunan triptan merupakan agonis dari subtipe reseptor 5-HT vaskuler dan neuronal sehingga meyebabkan vasokonstriksi dan hambatan pelepasan neuropeptida vasoaktif dan transmisi sinyal nyeri . obat profilaksis migren meningkatkan ambang batas menstabilkan neurotransmisi serotinin dan dengan cara mengatur pembuangan

nyeri

(discharge)serotinin neuronal.

VI.

DIAGNOSIS. RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA : Serangan asma 2 kali dalam seminggu Tidak ada riwayat alerg i Sering menderita migrane Diagnose mild persisten asma

RIWAYAT PENGOBATAN Teofilin 130 mg 3 kali sehari Terbutalin inhalasi Untuk migran paracetamol dan aspirin DIAGNOSIS FEV1 nya 65 % kurang dari 80% HR 120 x permenit lebih dari 60 100 permenit RR 27 xpermenit lebih dari 16 permenit Bapak warigin mengunakan teofilin dengan salah satu efek samping sakit kepala Sehingga bapak Warigin dapat disimpulkan menderita ASMA SEDANG PERSISTEN.

VII. FAKTOR RESIKO Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Faktor Risiko pada asma Faktor Pejamu Prediposisi genetik Atopi Hiperesponsif jalan napas Jenis kelamin Ras/ etnik Faktor Lingkungan Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma Alergen di dalam ruangan Mite domestik

Alergen binatang Alergen kecoa Jamur (fungi, molds, yeasts) Alergen di luar ruangan Tepung sari bunga Jamur (fungi, molds, yeasts) Bahan di lingkungan kerja Asap rokok Perokok aktif Perokok pasif Polusi udara Polusi udara di luar ruangan Polusi udara di dalam ruangan Infeksi pernapasan Hipotesis higiene Infeksi parasit Status sosiol ekonomi Besar keluarga Diet dan obat Obesitas Faktor Lingkungan Mencetuskan eksaserbasi dan atau`menyebabkan gejala-gejala asma menetap Alergen di dalam dan di luar ruangan Polusi udara di dalam dan di luar ruangan Infeksi pernapasan Exercise dan hiperventilasi Perubahan cuaca Sulfur dioksida Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan Ekspresi emosi yang berlebihan Asap rokok Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

VIII. MANIFESTASI KLINIK ASMA KRONIK Asma Klasik di tandai dengan episode dispnea yang di sertai dengan bengek, tapi gambaran kelinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit dada, bentuk (terutama pada malam hari ), atau bunyi saat bernapas. Hal ini sering terjadi pada saat latihan fisik tapi dapat terjadi secara sepontan berhubungan dengan alergen tertentu Tanda tandanya termasuk bunyi saat ekspirasi dengan pemiriksaan auskultasi, batuk kering yang berulang, atau tanda atopi. Asma dapat berfariasi dari gejala harian kronik sanpai gejala yang berselang.terdapat keparahan dan remisi berulang, dan interfal antar gejala dapat mingguan bulanan atau taunan. Keparahan di tentukan oleh fungsi paru paru dan gejala sebelum terpi di samping jumlah obat yang di perlukan untuk mengontrol gejala. Pasien dapat mennunjukan gejala berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau hanya penggunaan sewaktu waktu agonis beta inhalasi kerja cepat, pasien dapat juga menunjukan asma keronik walau sedang menjalani pengobatan berganda. MIGREN UMUM Migren adalah sakit kepala yang lazim di temui ,bersifat berat dan kambuhan (recurrent) yang mempengaruhi fungsi tubuh normal. Migren termasuk ke dalam gangguan sakit kepala primer dan di bagi menjadi dua subtipe besar ,yaitu mingren dengan aura dan tanpa aura. GEJALA Migren di tandai dengan episode berulang nyeri berulang nyeri kepala yang tersa seperti bgelombang yang menghantam (throbbing/pulsating )dan biasanya hanya terjadi di sebelah kepala berat dan menyebabkan `mual ,muntah,peka terhadap cahaya ,suara ,dan /gerakan .tidak semua gejala akan muncul saat terjadi serangan . TANDA Tanda tanda sakit kepala migren meliputi pola yang setabil ,tidak di derita sepanjang hari(daily headache),dalam riwayat keluarga terdapat pasien migren ,pemeriksaan neurologis yang normal /tidak ada kelainan ,adanya makanan sebagai pemicu migren ,berkaitan dengan

menstruasi ,riwayat penyakit migren telah lama di derita ,membaik saat tidur ,dan evolusi subkutan. Aura bisa menjadi tanda migren ,tetapi tidak menjadi penentu dalam diagnosis.

IX. TERAPI Secara Farmakologi Kombinasi Terapi Pengontrol Guideline NAEPP 2002 merekomendasikan kombinasi kortikosteroid hirup dan agonis 2 hirup kerja lama untuk tahap 3 asma persisten sedang.Kombinasi ini lebih kuat daripada menduplikasi dosis kortikosteroid hirup atau menambahkan antagonis leukotrien ke kortikosteroid hirup. Kombinasi flutikason (100,250,500 mcg)dengan salmeterol dosis tetap ( 50 mcg) untuk mengobati bronkokonstrisi asma persisten sedang hingga parah.Kombinas ini mempunyai onset yang cepat (dalam 1 minggu),dan

salmoterol dapat mengurangi dosis kortikosteroid hirup hingga 50% pada pasien dengan asma persisten. SALMETEROL Indikasi : Obstruksi saluran napas reversible (termasuk asma nocturnal dan asma karena latihan fisik)pada pasien yang memerlukan terapi bronkodilator jangka lama ,yang seharusnya juga menjalani pengobatan dengan anti inflamasi inhalasi (misalnya kortikosteroid dan /atau natrium kromoglikat)atau kortikosteroid oral.(Catatan salmeterol tidak bias untuk mengatasi serangan akut dengan cepat dan pengobatan kortikosteroid yang sedang berjalan tidak boleh dikurangi dosisnya atau dihentikan.) Efek samping : Berpotensi menyebabkan bronkopasme paradoksial Dosis : Inhalasi :50 mcg (2 hirupan ) 2 kali sehari hingga 100 mcg (4 hirupan ) 2 kali sehari pada obstruksi yang lebih berat.Untuk ANAK di bawah 4 tahun tidak dianjurkan.Anak diatas 4 tahun 50 mcg ( 2 hirupan ) @ kali sehari. FLUKTIKASON PROPIONAT Indiaksi Peringatan :Profilaksis asma,pengobatan asma eksaserbasi akut :peningkatan dan penurunan doss serta penghentian pengobatan harus dengan pengawasan medis, kehamilan,dan menyusui.

Interaksi

:Penghambat kuat CYP3A4 (seperti ketokonazol ,ritonavir)

Kontraindikasi : Hipersensivitas terhadap obat dan komponen obat. Efek samping : Suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan ,reaksi hipersensitif pada kulit,jarang ditemukan efek udem wajah dan

orofaring,mungkin

menyebabkan

sistemik

supresi

adrenal,pertumbuhan terhambat pada anak-anak ,menurunkan densitas mineral pada tulang ,katarak,gloukoma. Dosis :Dewasa dan anak di atas 16 tahun 500 2000mcg 2 kali sehari ,anak anak 4 sampai 16 tahun 1000mcg 2 kail sehari ,dosis dapat disesuaikan dengan respon klinis psien.Lama pengobatan eksaserbasi asma 7 hari setelah eksaserbasi. Non Farmakologi Olah raga didalam ruangan ketika suhu diluar sangat ekstrim atau tingkat ozon yang tinggi

X. MONITORING Yang perlu dimonitoring pada kasus penyakit asma kronik adalah sebagai berikut : 1. Kecepatan respirasi 2. Interval terjadinya serangan asma 3. Merekam PEVs untuk pemantauan asma 4. Monitoring terapi obat Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam terapi obat hipoglikemik oral : Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obatobat tersebut. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat. 5. Monitoring efek samping obat Dalam hal ini, salmeterol Berpotensi menyebabkan bronkopasme paradoksial Suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan ,reaksi hipersensitif pada kulit,jarang ditemukan udem wajah dan orofaring,mungkin menyebabkan efek sistemik supresi adrenal,pertumbuhan terhambat pada anak-anak ,menurunkan densitas mineral pada tulang ,katarak,gloukoma.

XI. KESIMPULAN Bapak Waringin Karyo dapat disimpulkan menderita asma sedang persisten

dengan terapi kombinasi terkontrol mengunakan kombinasi kortikosteroid hirup dan agonis sediaan nya Seretide Inhalasi.Bapak Waringin dulu mengkonsumsi teofilin dengan efek samping sakit kepala sehingga kita menghentikan pemberian teofilin untuk mengurangi sakit kepalanya. XII. RESEP R/ Seretide

XIII. DAFTAR PUSTAKA

ISO FARMAKOTERAPI IONI ISO

KASUS II

Bapak Waringin Karyo (58) masuk rumah sakit karena serangan akut. Nafasnya sesak dengan suara jelas. Hasil dari uji fungsi paru memperlihatkan FEV 1 nya 65%.Dia sering mendapatkan serangan asma, biasa lebih dari 2 kali seminggu. Tidak ada riwayat alergi, ia memiliki berat badan 65 kg dan tinggi 173 cm.untuk asma yang dideritanya ia menggunakan teifilin 130 mg 3 kali sehari dan terbutalin inhalasi untuk serangan akutnya. Ia juga kerap menderita migraine dan menggunakan otc untuk mingrainnya yang berisi parasetamol, namun mingrainnya tidak berkurang sehingga ia menggunakan aspirin untuk sakit kepala. Pemeriksaan : FEV :65% Tidak dapat menyelesaikan kalimatnya tiap bicara HR :120xpermenit RR :27X Per menit Diagnosa :mild persisten asma Pertanyaan: Berikan tatalaksana terapi (farmakologi dan non farmakologi )yang tepat dan monitor serta feed back bagi penyakit nya.....

You might also like