You are on page 1of 6

1

MAKALAH
AN-NAFSH Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ujian Akhir Semester ILMU TASAWUF Dosen pembina : Mutamakkin S. Fil. MA.

Oleh :

Muhammad Atabik Rohmatulloh


Nim: 11. 01. 0157

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM STAI MAHAD ALY AL HIKAM MALANG 2013

BAB I PENDAHULAN Orang-orang yang menapaki jalan Allah ia pasti dalam perjalannya menghadapi cobaan baik lahir mapun batin. Dan barang siapa yang bisa menghadapi ujian itu dengan sabar dan lapang dada serta penuh ketundukan dangan perintah Allah, ia akan memperoleh kesuksesan baik didunia dan akhirat. Cobaan yang batin inilah yang menjadi pangkal dari kita dalam sukses tidaknya mengendalikan diri kita. Karena apa? Didalam diri manusia terdapan Nafsu yang mana jika seseorang dapat mengendalikan nafsu yang ada didalam diri nya itu ia akan menjadi makhluk yang mulia dan ia akan mendapat kesuksesan didunia dan akhirat. Dan sebaliknya jika ia tidak dapat mengendalikan nafsunya itu ia akan terjerumus dalam jurang kenistaan dan tpu daya setan yang akan menjerumuskan diri kita kedalam neraka. Untuk itu kita perlu mengetahui nafsu apa yang ada dalam diri kita, gar kita dapat mengenalinya. Sehingga kita dapat mengambil langkah-langkah jika kita berada dalam kesesatan danagar kita dapat mengembalikan posisi yang lebih baik sehingga kita dapat memperoleh jiwa yang tenang.

BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI NAFS (AN-NAFS) Nafs merupakan gabungan dari dua makna (polisemi). Pertama. Yang menghimpun dari dua amarah dan Syahwat dalam diri manusia. Kedua. Luthf yang mengenali dan mengetahui dalm diri manusia. Luthf yang telah kami sebutkan yaitu hakikat diri dan esensi manusia.1 Adapun nafsu terbagi menjadi tiga tingkatan yang penjelasanya adalah sebagai berikut: 1. Nafsu Muthmainnah Apabila nafsu tenang bersama Allah, tentram ketika mengingat-Nya, selalu merindukan-Nya dan senang ada didekat-Nya, itulah nafsu muthmainnah dialah nafsu yang disaat ajal menjelang, akan dikatakan Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hambaKu,masuklah ke dalam syurga-Ku.(Q. S. Al- Fajr 27-30). Ibnu Abbas r. a. berkata: Muthmainnah artinya yang membenarkan dan Qatadah berpendapat : Hanyalah orang yang beriman, yang jiwana tenang terhadap apa yang dijanjikan Allah.2 Orang yang berjiwa muthmainnah ini akan tercermin pada perilaku dan raut mukanya. Ia tampak tenang , berseri penuh keceriaan dan bersabar diri, serta menerima setiap cobaan dari Allah dengan lapang dada. Ia sedikitpun tidak gundah , geliswh dan berputus asa, dan tidak pula terlalu bersuka cita bila mendapat kebahagiaan, sebab semuanya itu telah digauiskan oleh Allh Swt.sejak manusia masih dalam kandungan seorang ibu. Adapun sikap thumaninanah ihsan ialah rasa tentram ketika melaksanakan perintahperintah-Nya dengan penuh ikhlas untuyk mengharap ridha dan pahala daro Allah serta membimbing orang lain untuk mengikuti jejaknya. Sikap yang demikian inilah menurut Nabi Saw ikatakan sebagai siatu keimanan yang nyata (Sharih Al-Iman). Jiwa yang berhijrah dari yang dibencu dan dilarang oleh Allah menuju kepada perbuatan yang diridhai Allah , baru dikatakan jiwa yang Muthmainnah. Misalnya , dari sifat ragu-ragu (shubhat) memperoleh keyakinan hati , dari bodoh lantas berilmu, dari lalai kemudian ingat kepadaNyakhianat menuju tobat, riya menjadi ikhlas dan sebagainya.

Al Ghazali, Pilar-pilar Rohani, hal. 41 Dr. Ahmad Faried, Menyucikan Jiwa konsep Ulama Salaf., hal. 71

Pangkal dari itu semua adalah

yaqadzah3

yakni tinggidan respektif terhadap

setiapgejolak-gejolak jiwanya, yang akan menyingkap tabir kealpaan hatinya selama bertahun-tahun dan menyinarinya dengan pantulan cahaya surgawi. Yaqadzahini merupakan titik awal dari tingkatan nafsu muthmainnah, dan bila ia brpegang teguh merupakan bekal awal menuju Allah dan negeriu akhirat.padanya 2. Nafsu Lawwamah Ada sebagian pendapat menyatakan, nafsu lawwamah ialah nafsu yang tidak pernah konsisten atau stabil diatas satu keadaan. Ia seringkali berubah (labil) baik dalam sendirian maupun perilaku. Antara ingat dan lalai, ridha dan marh, cinta dan benci, serta taat dan berdoakepada allah atau bahkan malah berpaling dari-Nya. Sebagian lainnya berpendapat, nafsu lawwamah adalah nafsu orang yang beriman. Hasan Al Bishri berkata Sesungguhnya orang Mukmin mustahil bila tidak pernahsekali saja mencela dirinya. Lawwamah dibedakan lagi menjadi dua jenisnya: lawwamah yang tercela dn lawwamah yang terpuji (hak). Lawwamah yang tercelaialah nafsu yang bodoh dan zalim, dimana itu semua dicela oleh Allah. Sedangkan nafsu lawwamah yang terpuji ialah nafsu yng senantiasa berfungsi sebagai korektor atas semua tindakan pemiliknya. 4 3. Nafsu Ammarah Bis-Suu Nafsu Ammarah Bis-Suu, ialah nafsu yang tercela, sebab ia memiliki watak selalu mengajak kearah kezaliman. Tidak seorang pun yang terlepas dari watak buruk nafsu ini, kecuali orang yang memperoleh pertolongan Allah Swt. Sifat zalim memang merupakan pembawaan alamiah setiap mahluk hidup dan hal ini terdapat dalam wujud nafsu aamrah yang korelasinya sampai pada tindak kriminalitas, baik ringan atau berat. Jadi, sebenarnya nafsu itu hanya ada satu, tetapi ia bisa menjadi bersifat ammarah, kemudian lawwamah yang akhirnya meningkat menjadi muth mainnah. Dan muth mainnah inilah puncak kesempurnaan dan kebaikan manusia. Nafssu ammarah selalu menjadi penghalang bagi nafsu muthmainnah untuk untuk mencapai tingkat kesempurnaan. Setiapkali nafsu muthmainnah berniat untuk berbuat baik maka nafsu ammarah dengan menghadirkan impian-impian buruk akibat perbuatan itu. Misalnya, ia memberikan ilustrasi ilustrasi hakikat jihad fi sabilillah sebenarnya, yaitu

Ibid, hal. 73 Ibid, hal.75

bahwa ia akan terbunuh , istrinya akan dinikahi orang lain , anak- anaknya menjadi yatim dan hartany akan dibagi ahli warisnya. Dan lain sebagainya. B. MENYIASATI NAFSU ( INTROSPEKSI DIRI ) Untuk melawan nafsu ammarah atas hati orang mikmin adalah dengan menyiasati (muhasbah) dan tidak memperturutkan kemauan-kemauannya. Sebagaimana disebut dalam hadits Rasulullah Saw. Orang yang pandai adalah orang yang mau menyiasati nafsunya dan beramal utuk bekal kehidupan sesudah mati. Dan orang yang lamah ialah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah (dengan angan-angan kosong). (HR. Imam Ahmad). Dan Allah Swt berfirmn dalam surat Al Haqaah ayat 18:


pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).

C. FAEDAH INTROSPEKSI NAFSU 1. Untuk mengenali aib (kekurangan) pada diri sendiri 2. Supaya tahu akan hak Allah yang wajib atas dirinya. Berangkat dari kesadaran inilah, akan lahir sikap membenci nafsu sendiri dan membersihkannya dari sikap ujub dan membanggakanamal perbuatannya.5

BAB III KESIMPULAN Nafs merupakan gabungan dari dua makna (polisemi). Pertama. Yang menghimpun dari dua amarah dan Syahwat dalam diri manusia. Kedua. Luthf manusia.
5

yang mengenali dan

mengetahui dalm diri manusia. Luthf yang telah kami sebutkan yaitu hakikat diri dan esensi

Ibid , hal. 85

Nafsu

terbagi

menjadi

tiga

tingkatan.

Tingkatan

pertama

yaitu

Nafsu

muthmainnahyakni nafsu tenang bersama Allah, tentram ketika mengingat-Nya, selalu merindukan-Nya dan senang ada didekat-Nya. Tingkatan kedua yaitu nafsu lawwamah yakni nafsu yang tidak pernah konsisten atau stabil diatas satu keadaan. Ia seringkali berubah (labil) baik dalam sendirian maupun perilaku. Tingkatan ketiga yaitu Nafsu ammarah bis-suu ialah nafsu yang tercela, sebab ia memiliki watak selalu mengajak kearah kezaliman. Untuk menyiasati diri kita agar tidak terjerumus dalam nafsu ammarah dan syshwat perlu dilakukan Introspeksi diri (muhasabah) dan tidak memperturutkan kemauankemauannya. Faedahnya ialah Pertama. Untuk mengenali aib (kekurangan) pada diri sendiri. Kedua. Supaya tahu akan hak Allah yang wajib atas dirinya. DAFTAR PUSTAKA Kurniawan, Irwan. 1998. Pilar-pilar Rohani Al-Gazali. Jakarta. PT. LENTERA BASRITAMA Faried, Ahmad. 1986. Menyucikan Jiwa Konsep Ulama Salaf. Surabaya. RISALAH GUSTI

You might also like