You are on page 1of 53

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 16

Tutor: dr. Zulkarnaen Musa

Rabecca Beluta Ambarita Nurul Hayatun Lupus Muhammad Agung Wijaksana Maulia Wisda Era Chresia Fitri Hidayati Putri Nilam Sari Tiara Eka M Yuni Paradita Djunaidi Raisa Putri Secioria Bhagaskara Muhammad Syahid Nyimas Nursyarifah Arief Tri Wibowo Retno Anjar Sari

04111001007 04111001008 04111001009 04111001010 04111001015 04111001025 04111001035 04111001042 04111001095 04111001101 04111001107 04111001113 04111001119 04111001144

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

KATA PENGANTAR

Marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial blok 16 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini merupakan tugas akhir dari proses tutorial yang telah kami lakukan selama dua kali secara berkelompok. Laporan ini berisi hasil seluruh kegiatan tutorial blok 16 dengan membahas skenario C. Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Dalam dinamika kelompok ini pula ditunjuk moderator serta notulis. Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, text book, jurnal, dan media internet. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini.Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang.Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Terima kasih.

Palembang, April 2013

Penulis

SKENARIO C BLOK 16
Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk dan sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum: Tampak sakit berat, kesadaran: kompos mentis, RR: 68x/menit, Nadi: 132x/menit, reguler, Suhu: 38,60C Panjang badan: 72 cm, Berat badan: 8,5 kg Keadaan spesifik: Kepala: nafas cuping hidung (+), Toraks: Paru: Inspeksi: simetris, retraksi intercostal, supraclavicula, Palpasi: stem fremitus kiri=kanan, Perkusi: redup pada basal kedua lapang paru, Auskultasi: peningkatan suara nafas vesikular, ronki basah halus nyaring, tidak terdengar wheezing Pemeriksaan lain dalam batas normal Informasi tambahan: Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga Pemeriksaan Laboratorium: Hb: 11,9 gr/dl, Ht:34 vol%, Leukosit: 15.000/mm3, 220.000/mm3, Hitung jenis: 0/2/1/75/20/2, CRP: (-) Pemeriksaan Radiologi: Thoraks AP: infiltrat di parahilar kedua paru LED: 18 mm/jam, Trombosit:

I.

KLARIFIKASI ISTILAH
1. Demam: Peningkatan temperatur tubuh diatas normal (37,20C) 2. Batuk: Ekspulsi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari paru 3. Sukar bernafas: kesulitan untuk bernafas 4. Composmentis: Kejernihan fikiran atau waras 5. Retraksi intercostal: Penarikan otot sela iga ketika penderita berusaha keras untuk bernafas 6. Stem fremitus: Getaran yang terasa pada saat palpasi thoraks 7. Nafas cuping hidung: Cuping hidung bergerak saat inspirasi dan ekspirasi 8. Atopi: Predisposisi genetik menuju perkembangan reaksi hipersensitifitas cepat dan padat antigen lingkungan umum (alergi atopik) 9. Suara nafas vesicular: suara nafas yang terdengar saat auskultasi pada bagian perifer pada paru 10. Infiltrat di parahilar: Difusi atau penimbunan substansi yang secara normal tidak terdapat pada sel atau jaringan di dekat hilus paru yang melebihi normal pada jaringan tersebut 11. Wheezing: Suara bersuit yang dibuat dalam bernafas 12. Ronki basah: Bunyi yang dihasilkan oleh udara dan cairan di dalam alveolus akibat turbulensi udara 13. CRP: C-reactive Protein yang menandakan adanya infeksi bakteri

II.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan dengan keluhan batuk dan sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat. 2. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum: Tampak sakit berat, kesadaran: kompos mentis, RR: 68x/menit, Nadi: 132x/menit, reguler, Suhu: 38,60C Panjang badan: 72 cm, Berat badan: 8,5 kg Keadaan spesifik: Kepala: nafas cuping hidung (+), Toraks: Paru: Inspeksi: simetris, retraksi intercostal, supraclavicula, Palpasi: stem fremitus kiri=kanan, Perkusi: redup pada basal kedua lapang paru, Auskultasi: peningkatan suara nafas vesikular, ronki basah halus nyaring, tidak terdengar wheezing Pemeriksaan lain dalam batas normal Informasi tambahan: Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga 3. Pemeriksaan Laboratorium: Hb: 11,9 gr/dl, Ht:34 vol%, Leukosit: 15.000/mm3, LED: 18 mm/jam,

Trombosit: 220.000/mm3, Hitung jenis: 0/2/1/75/20/2, CRP: (-) 4. Pemeriksaan Radiologi: Thoraks AP: infiltrat di parahilar kedua paru

III.

ANALISIS MASALAH
1. Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan dengan keluhan batuk dan sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat.

a. Bagaimana Anatomi dari Sistem Pernafasan? (Sintesis) b. Bagaimana Histologi dari Sistem Pernafasan? (Sintesis) c. Bagaimana Fisiologi dari Sistem Pernafasan? (Sintesis) d. Bagaimana etiologi dari: Batuk Iritasi jalan nafas o Terisap: asap, debu, dll. o Aspirasi: cairan lambung, sekret mulut, benda asing. o Post nasal drip Penyakit jalan nafas: o Infeksi saluran nafas atas o Bronkitis akut/kronik o Bronkiektasis o Neoplasma o Komprsi eksternal (oleh KGB,tumor) o Asma bronkial Penyakit parenkim paru: o Pneumonia o Abses paru o Penyakit interstisial paru Gagal jantung Efek samping obat: ACEI

Sukar bernafas Gangguan sistem pernafasan: o Penyakit saluran nafas: Asma bronkial, PPOK. Penyumbatan jalan nafas o Penyakit parenkim paru: Pneumonia, Acute Respiratory Distress Syndrome, penyakit interstisial paru o Penyakit vaskular paru: emboli paru o Penyakit pleura: Pneumotoraks, efusi pleura Gangguan sistem kardiovaskular o Gagal jantung kiri o Penurunan curah jantung o Anemia Ankiektasis/psikosomatik Gangguan pada sisitem neuromuskuloskeletal: o Polimiositis o Miastemia gravis o Sindrom Guilian Barre o Kifoskoliosis

Demam Infeksi Infeksi oleh bakteri, virus, jamur, maupun parasit dapat menyebabkan terjadinya demam. Non infeksi Penyakit autoimun dan adanya keganasan juga bisa menyebabkan terjadinya demam. Fisiologis

Seperti adanya dehidrasi, suhu yang terlalu tinggi, dan pasca imunisasi juga bisa menyebabkan demam.

e. Bagaimana mekanisme dari: Batuk

Benda asing/ iritan pada saluran nafas bawah impuls aferen dari nervus vagus ke otak respon inspirasi 2,5 L udara secara cepat epiglottis dan pita suara menutup untuk menjerat udara dalam paru otot abdomen berkontraksi mendorong diafragma serta otot pernafasan (mis, m. intercostalis internus) juga berkontraksi pita suara dan epiglotis membuka tiba-tiba udara bertekanan tinggi keluar dari paru-paru dengan cepat disertai dengan batuk. Sukar bernafas

Infeksi mikroorganisme : di alveolus aktivasi makrofag pelepasan sitokin-stitokin peningkatan permeabilitas vaskular & aktivasi dan kemotaksis netrofil reaksi inflamasi di alveolus eksudat di aveolus - paru- paru lebih sulit utuk mengembang & gangguan pertukaran gas di alveolus sukar bernafas/ sesak juga menginvasi saluran nafas (bronkiolus) respon inflamasi di bronkiolus peningkatan sekresi mukus penyempitan saluran nafas udara sulit lewat sukar bernafas/sesak Demam

Infeksi mikroorganisme di alveolus aktivasi makrofag pelepasan sitokin-stitokin ( IL-1, IL-6, TNF- ) memicu sintesis PGE2 PGE2 meningkatkan setpoint tubuh di hipotalamus demam f. Mengapa keluhan bertambah berat pada hari ketiga? Penyakit yang diderita Didi tergolong penyakit akut, salah satu penyakit akut pada pernafasan yang sering terjadi pada anak-anak adalah pneumonia. Pada kasus pneumonia, kemungkinan kondisi pada Didi telah memasuki tahapan

perkembangan pneumonia yang kedua, yaitu hepatisasi merah (48 jam berikutnya), dengan kondisi, paru tampak merah dan bergranula, karena sel-sel darah merah, leukosit PMN dan fibrin yag mengisi alveoli. Semakin hari semakin bertambah

sesak, karena alveoli tidak dapat mengerjakan tugasnya secara normal (tempat pertukaran gas). Pada kasus ini yang terjadi adalah penyakit tipe akut. Seperti yang kita ketahui progresivitas penyakit akut akan sangat cepat dalam hitungan hari. Selain itu, karena timbul mendadak tubuh belum siap untuk beradaptasi, sehingga keluhan cepat bertambah berat (hanya dalam waktu 2 hari saja). g. Apasaja imunisasi yang harus diberikan pada bayi dengan usia 9 bulan? Berikut jadwal imunisasi anak umur 0 18 tahun berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2011

Keterangan:

2. Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum: Tampak sakit berat, kesadaran: kompos mentis, RR: 68x/menit, Nadi: 132x/menit, reguler, Suhu: 38,60C Panjang badan: 72 cm, Berat badan: 8,5 kg Keadaan spesifik: Kepala: nafas cuping hidung (+), Toraks: Paru: Inspeksi: simetris, retraksi intercostal, supraclavicula, Palpasi: stem fremitus kiri=kanan, Perkusi: redup pada basal kedua lapang paru, Auskultasi: peningkatan suara nafas vesikular, ronki basah halus nyaring, tidak terdengar wheezing Pemeriksaan lain dalam batas normal Informasi tambahan: Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari : Didi, 9bln Keadaan Umum : Tampak sakit berat Kesadaran : Compos mentis RR:68x/menit Compos mentis 1 bulan 1 th: 30 60 Rata2 waktu tidur: 30 Nadi:132x/menit Reguler Istirahat (tidur): 80 150 Istirahat (bangun): 70 120 Aktif demam: Sampai 200 Suhu:38,6 oC Panjang badan:72cm Berat badan: 8,5 kg Keadaan Spesifik : Kepala : Nafas cuping hidung (+) Kompensasi dari tubuh untuk membantu proses pernafasan Toraks Paru : Simetris, Kompensasi dari 36,5-37,2 oC Demam Normal Takikardi Normal Takipneu Normal Sehat Interpretasi Abnormal

Inspeksi: simetris,retraksi intercostal,supraclavicula

(-) retraksi intercostal

tubuh untuk membantu proses pernafasan

Palpasi: stemfremitus kiri = kanan

stemfremitus kiri = kanan

stemfremitus kiri dan kanan sama

Perkusi: redup pada basal kedua lapangan paru

Sonor

Ada infeksi yg menyebabkan konsolidasi paru

Auskultasi: peningkatan suara nafas vesikuler,

Suara nafas pokok: Vesikuler

Ada infeksi yg menimbulkan penyempittan bronkus Normal

wheezing (-) ronki basah halus nyaring

wheezing (-)

Merupakan suara napas tambahan beupa vibrasi terputus putus akibat getaran yg terjadi krn dilalui udara

Mekanisme Abnormal : Nafas cuping hidung (+):

Untuk melakukan ventilasi optimal karena terjadi gangguan ventilasi pada alveoli Retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal:

Terjadi penarikan ke dalam otot-otot interkostal, subcostal, dan suprasternal. Hal ini menunjukkan penggunaan otot-otot bantu pernafasan sebagai kompensasi untuk

mengeluarkan udara

Gbr.5. Retraksi pada dinding dada

Perkusi pekak pada seluruh lapangan paru:

Normalnya suara yang didapat pada saat perkusi paru adalah sonor karena paru yang normal berisi udara. Apabila ada perubahan menjadi pekak, artinya paru berisikan akumulasi cairan, kemungkinan adanya konsolidasi pada paru. Suara nafas menurun:

Suara napas yang melemah dapat terjadi karena ada mucus atau cairan yang menyebabkan penyumbatan lumen bronkus, sehingga hantaran suara menurun dan alveolus yang memadat menyebabkan butuhnya udara untuk perfusi, hal inilah yang membuat suara nafas menurun. Ronki basah halus nyaring pada kedua lapangan paru:

Ronkhi basah (dalam bahasa Inggris disebut rales) adalah suara napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran yang terjadi karena cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Ronkhi basah dapat dibedakan menjadi ronkhi basah halus, sedang, dan kasar berdasarkan lokasi cairan pada saluran napas. Ronkhi basah halus terjadi bila cairan berada di duktus alveolus, bronkiolus, dan bronkus halus. Ronkhi basah sedang terjadi bila cairan berasal dari bronkus kecil dan sedang. Ronkhi basah kasar terjadi bila cairan berasal dari bronkus di luar jaringan paru. b. Mengapa riwayat atopi dalam keluarga perlu ditanyakan? Bila bayi dalam kasus ini memiliki riwayat atopi , maka salah satu jenis penyakit yang mungkin dialaminya saat ini adalah asma. c. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada bayi? Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum Kesan sakit Kesadaran Kesan status gizi

Tanda Vital Tekanan Darah

Pengukuran seperti pada dewasa, tetapi memakai manset khusus untuk anak, yang ukurannya lebih kecil dari manset dewasa.Besar manset antara setengah sampai dua per tiga lengan atas.Tekanan darah waktu lahir 60 90 mmHg sistolik, dan 20 60 mmHg diastolik.Setiap tahun biasanya naik 2 3 mmHg untuk kedua-duanya dan sesudah pubertas mencapai tekanan darah dewasa. Nadi Perlu diperhatikan, frekuensi/laju nadai (N: 60-100 x/menit), irama, isi/kualitas nadi dan ekualitas (perabaan nadi pada keempat ekstrimitas Nafas Perlu diperhatikan laju nafas, irama, kedalaman dan pola pernafasan. Suhu Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara : Rectal

Anak tengkurap di pangkuan ibu, ditahan dengan tangan kiri, dua jari tangan kiri memisahkan dinding anus kanan dengan kiri, dan termometer dimasukkan anus dengan tangan kanan ibu. Oral

Termometer diletakkan di bawah lidah anak.Biasanya dilakukan untuk anak 6 tahun. Aksiler

Termometer ditempelkan di ketiak dengan lengan atas lurus selama 3 menit.

Data Antropometrik Berat Badan

Berat badan merupakan parameter yang paling sederhana dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat.Interpretasi : 1. BB/U dipetakan pada kurve berat badan

2. BB/U dibandingkan dengan acuan standar, dinyatakan persentase : 120% : gizi baik - 80% : tanpa edema, gizi kurang; dengan edema, gizi buruk

Tinggi Badan

Dinilai dengan : 1. TB/U pada kurva

-10 : perlu evaluasi untuk membedakan apakah perawakan pendek akibat defisiensi nutrisi kronik atau konstitusional 2. TB/U dibandingkan standar baku (%) - 110% : baik/normal - 89% : tinggi kurang

Kulit

Pada pemeriksaan kulit yang harus diperhatikan adalah : warna kulit, edema, tanda perdarahan, luka parut (sikatrik), pelebaran pembuluh darah, hemangioma, nevus, bercak caf au kait, pigmentasi, tonus, turgor, pertumbuhan rambut, pengelupasan kulit, dan stria. Kelenjar Limfe

Kelenjar limfe yang perlu diraba adalah : submaksila, belakang telinga, leher, ketiak, bawah lidah, dan sub oksipital. Apabila teraba tentukan lokasinya, ukurannya, mobil atau tidak. Kepala

Pada pemeriksaan kepala perlu diperhatikan : besar, ukuran, lingkar kepala, asimetri, sefalhematom, maulase, kraniotabes, sutura, ubun-ubun, pelebaran pembuluh darah, rambut, tengkorak dan muka. Kepala diukur pada lingkaran yang paling besar, yaitu melalui dahi dan daerah yang paling menonjol daripada oksipital posterior. Muka

Pada pemeriksaan muka perhatikan : simetri tidaknya, paralisis, jarak antara hidung dan mulut, jembatan hidung, mandibula, pembengkakan, tanda chovstek, dan nyeri pada sinus. Mata

Pada pemeriksaan mata perhatikan : fotofobia, ketajaman melihat, nistagmus, ptosis, eksoftalmus, endoftalmus, kelenjar lakrimalis, konjungtiva, kornea, pupil, katarak, dan kelainan fundus. Strabismus ringan dapat ditemukan pada bayi normal di bawah 6 bulan. Hidung

Untuk pemeriksaan hidung, perhatikan : bentuknya, gerakan cuping hidung, mukosa, sekresi, perdarahan, keadaan septum, perkusi sinus. Mulut

Pada pemeriksaan mulut, perhatikan :

hiperemis/tidak.

Tenggorok

Pemeriksaan tenggorok dilakukan dengan menggunakan alat skalpel, anak disuruh mengeluarkan lidah dan mengatakan ah yang keras, selanjutnya spaltel diletakkan pada lidah sedikit ditekan kebawah. Perhatikan : uvula, epiglotis, tonsil besarnya, warna, paradangan, eksudat, kripte) Telinga

Pada pemeriksaan telinga, perhatikan : letak telinga, warna dan bau sekresi telinga, nyeri/tidak (tragus,antitragus), liang telinga, membrana timpani. Pemeriksaan menggunakan heat lamp dan spekulum telinga. Leher

Pada leher perhatikanlah : panjang/pendeknya, kelenjar leher, letak trakhea, pembesaran kelenjar tiroid, pelebaran vena, pulsasi karotis, dan gerakan leher. Thorax

Untuk pemeriksaan thorax seperti halnya pada dewasa, meliputi urutan :

Pada anak < 2 tahun : lingkar dada lingkar kepala. Perhatikan a. Bentuk thorax : funnel chest, pigeon chest, barell chest, dll b. Pengembangan dada kanan dan kiri : simetri/tidak, ada retraksi.tidak c. Pernafasan : cheyne stokes, kusmaul, biot

d. Ictus cordis

Perhatikan : 1. Pengembangan dada : simetri/tidak 2. Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak 3. Sela iga : retraksi/tidak 4. Perabaan iktus cordis

Dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan satu jari/tanpa bantalan jari lain, atau secara tidak langsung dengan menggunakan 2 jari/bantalan jari lain. Jangan mengetok terlalu keras karena dinding thorax anak lebih tipis dan ototnya lebih kecil. Tentukan : 1. Batas paru-jantung 2. Batas paru-hati : iga VI depan 3. Batas diafragma : iga VIII X belakang. Bedakan antara suara sonor dan redup.
Auskultasi

Tentukan suara dasar dan suara tambahan : Suara dasar : vesikuler, bronkhial, amforik, cog-wheel breath sound, metamorphosing breath sound. Suara tambahan : ronki, krepitasi, friksi pleura, wheezing Suara jantung normal, bising, gallop. Abdomen

Seperti halnya pada dewasa pemeriksaan abdomen secara berurutan meliputi ;

Perhatikan dengan cara pengamatan tanpa menyentuh : 1. Bentuk : cekung/cembung 2. Pernafasan : pernafasan abdominal normal pada bayi dan anak kecil 3. Umbilikus : hernia/tidak 4. Gambaran vena :spider navy 5. Gambaran peristaltik Perhatikan suara peristaltik, normal akan terdengar tiap 10 30 detik.

Normal akan terdengar suara timpani. Dilakukan untuk menentukan udara dalam usus, atau adanya cairan bebas/ascites.

Palpasi dilakukan dengan cara : anak disuruh bernafas dalam, kaki dibengkokkan di sendi lutut, palpasi dilakukan dari kiri bawah ke atas, kemudian dari kanan atas ke bawah. Apabila ditemukan bagian yang nyeri, dipalpasi paling akhir.Perhatikan : adanya nyeri tekan , dan tentukan lokasinya. Nilai perabaan terhadap hati, limpa, dan ginjal. HATI Palpasi dapat dapat dilakukan secara mono/bimanual Ukur besar hati dengan cara : 1. Titik persilangan linea medioclavicularis kanan dan arcus aorta dihubungkan dengan umbilikus. 2. Proc. Xifoideus disambung dengan umbilicus. Normal : 1/3 1/3 sampai usia 5 6 tahun. Perhatikan juga : konsistensi, permukaan, tepi, pulsasi, nyeri tekan. LIMPA Ukur besar limpa (schuffner) dengan cara : Tarik garis singgung a dengan bagian arcus aorta kiri. Dari umbilikus tarik garis b tegak lurus a bagi dalam 4 bagian.Garis b diteruskan ke bawah sampai lipat paha, bagi menjadi 4 bagian juga. Sehingga akan didapat S1 S8. GINJAL Cara palpasi ada 2 : Jari telunjuk diletakkan pada angulus kostovertebralis dan menekan keras ke atas, akan teraba ujung bawah ginjal kanan. Tangan kanan mengangkat abdomen anak yang telentang.Jari-jari tangan kiri diletakkan di bagian belakang sedemikian hingga jari telunjuk di angulus kostovertebralis kemudian tangan kanan dilepaskan.Waktu abdomen jatuh ke tempat tidur, ginjal teraba oleh jari-jari tangan kiri. Ekstremitas

Perhatikan : kelainan bawaan, panjang dan bentuknya, clubbing finger, dan pembengkakan tulang. Persendian Periksa : suhu, nyeri tekan, pembengkakan, cairan, kemerahan, dan gerakan. Otot Perhatikan : spasme, paralisis, nyeri, dan tonus. Alat Kelamin

Perhatikan : Untuk anak perempuan : a. Ada sekret dari uretra dan vagina/tidak.

b. Labia mayor : perlengketan / tidak c. Himen : atresia / tidak d. Klitoris : membesar / tidak. Untuk anak laki-laki : a. Orifisium uretra : hipospadi = di ventral / bawah penis Epsipadia = di dorsal / atas penis. b. Penis : membesar / tidak c. Skrotum : membesar / tidak, ada hernia / tidak. d. Testis : normal sampai puber sebesar kelereng. e. Reflek kremaster : gores paha bagian dalam testis akan naik dalam skrotum Anus dan Rektum

Anus diperiksa rutin sedangkan rektum tidak. Untuk anus, perhatikan : a. Daerah pantat adanya tumor, meningokel, dimple, atau abces perianal. b. Fisura ani c. Prolapsus ani Pemeriksaan rektal : anak telentang, kaki dibengkokkan, periksa dengan jari kelingking masuk ke dalam rektum. Perhatikan : a. Atresia ani b. Tonus sfingter ani c. Fistula rektovaginal d. Ada penyempitan / tidak. 3. Pemeriksaan Laboratorium: Hb: 11,9 gr/dl, Ht:34 vol%, Leukosit: 15.000/mm3, LED: 18 mm/jam, Trombosit: 220.000/mm3, Hitung jenis: 0/2/1/75/20/2, CRP: (-) a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari: No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal 1. 2. 3. Hb Ht Leukosit 11,9 gr/dl 34 vol% 15.000/mm3 10 17 gr/dl 29 40 vol% 6000 17.000/mm3 4. LED 18 mm/jam Wintrobe : 0 -13 mm/jam Meningkat Normal Normal Normal?? Interpretasi

5.

Trombosit

220.000 mm3

200.000 475.000 mm
3

Normal

6.

Hitung Jenis

0/2/1/75/20/2

Basofil: 0-1 Eusinofil: 1-3 Netrofil: Batang: 5-11 Segmen: 5-35 Limfosit: 45-76 Monosit: 3-6

Basofil: Normal Eusinofil: Normal Netrofil: Meningkat Batang: Menurun Segmen: Meningkat Limfosit: Menurun Monosit: Sedikit

menrun (tidak terlalu bermakna) 7. CRP (-) (-) Infeksi akut

Normal

Mekanisme Abnormal: o LED : 18 mm/jam Peningkatan LED menunjukkan reaksi inflamasi akut. LED meningkat dikarenakan oleh banyaknya neutrofil, dan sel radang lainnya yang terakumulasi di darah akibat proses inflamasi, sehingga kadar zat terlarut dalam darah menjadi lebih besar dibandingkan cairan (plasma). Keadaan ini akan meningkatkan laju endap darah (LED). o Diff count : 00/2/1/75/20/2 Terjadinya peningkatan jumlah neutrofil segmen menandakan jadi infeksi dalam fase akut. Selain makrofag, PMN yang akan bekerja adalah neutrofil. Neutrofil akan dikirim ke pusat infeksi dalam upaya untuk menghilangkan focus infeksi. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil dalam darah. b. Apasaja indikasi pemeriksaan CRP? 1. Infeksi 2. Luka pada jaringan 3. Proses inflamasi 4. Orang-orang yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap penyakit jantung, yakni mereka yang pernah mengalami serangan jantung, memiliki keluarga dengan sejarah penyakit jantung, memiliki kadar kolesterol dan LDL yang tinggi, wanita yang sudah mengalami menopause, perokok, dan mereka yang menderta diabetes dan obesitas serta kurang melakukan aktivitas fisik.

c. Bagaimana cara pemeriksaan CRP pada bayi? Tujuan Metode Prinsip : Untuk mendeteksi adanya infeksi kerusakan jaringan, inflamasi : Kualitatif : Aglutinasi pasif terbalik dimana latex dilapisi antibodi CRP dan

yang dideteksi adalah antigen CRP dalam serum dengan kadar tinggi, aglutinasi terlihat dalam waktu 2 menit Alat Pemeriksaan : Kaca obyek, transferpet + tip, pengaduk Bahan Reagen Cara Kerja : Serum : Latex (suspensi polysterin latex) : Masukkan 50 mikroL serum dalam test slide, tambahkan satu tetes

suspensi, campurkan suspensi dengan cara digoyang. Putar test slide selama dua menit lihat aglutinasi yang terjadi. Interpretasi Hasil : Hasil positif = aglitunasi kasar ; positif lemah = aglutinasi halus ; hasil negatif = tidak ada aglutinasi 4. Pemeriksaan Radiologi: Thoraks AP: infiltrat di parahilar kedua paru a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari:

Gambaran radiologis pada bronkopneumonia, biasanya ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Pada kasus ini hasil pemeriksaan radiologis menunjukkan adana infiltrat parahilar pada kedua paru, gambaran ini mengarah pada bronkopneumonia. Mekanisme Abnormal : Infeksi mikroorganisme :

di alveolus aktivasi makrofag pelepasan sitokin-stitokin peningkatan permeabilitas vaskular & aktivasi dan kemotaksis netrofil reaksi inflamasi di alveolus eksudat di aveolus gambaran infiltrat pada rontgen.

juga menginvasi saluran nafas (bronkiolus) respon inflamasi di bronkiolus eksudat di bronkiolus gambaran infiltrat pada rontgen.

5. Tambahan
a. Bagaimana cara penegakkan diagnosis? Anamnesis: Batuk Sukar bernafas Demam

Pemeriksaan Fisik: Kepala : Pernafasan cuping hidung ( +) kesulitan saat bernafas Thorax:Paru: Inspeksi : retraksi intercostal dan supracalvicula sesak nafas Perkusi : Redup pada basal kedua lapangan paru adanya proses konsolidasi akibat eksudat dalam bronkhiolus dan alveolus Auskultasi : ronkhi basah halus nyaring adanya eksudat pada saluran nafas

Pemeriksaan Penunjang: Pem. Laboratorium LED : meningkat infeksi akut Hitung jenis : netrofil segmen meningkat ( shift to the left) infeksi akut

Pem. Radiologi Infiltrat di parahilar kedua paru eksudat pada paru.

b. Apasaja DD pada kasus ini? Didi, 9bln Batuk Sukar bernafas Demam Bronkopneumonia + + Demam tinggi Bronkitis + + Demam ringan Bronkiolitis + + Demam ringan/normal

c. Apa diagnosis pada kasus ini? Bronkopneumonia berat d. Apasaja etiologi pada kasus ini? Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikrorganisme (bakteri, virus, mycoplasma dan jamur) atau dapat juga karena hal lain, seperti akibat aspirasi benda asing. Berdasarkan usia, etiologi pneumonia pada Neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp, dan Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dana anak balita, pneumonia sering disebabkan karena Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus. Pada anak yang lebih besar dan remaja , selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Di negara berkembang pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenzae , dan Staphylococcus aureus. e. Apasaja epidemiologi pada kasus ini? Di Negara maju seperti Amerika dan Eropa diperkirakan tiap tahunnya 30-45 dari 1000 anak pada umur dibawah 5 tahun. 16-20 dari 1000 anak pada umur 5-9 tahun, dan 6-12 dari 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.

Di RSU dr. Sutomo surabayamaningkata dari tahun ke tahun : Tahun 2003 : 190 pasien Tahun 2004 : 231 pasien dan usia terbanyak pada usis < 1 tahun Tahun 2005 : < 5 tahun sebanyak 547 dengan jumlah terbanyak pada usia 1-12 bulan sebanyak 337 anak.

Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya umur. Di Negara dengan 4 musim infeksi biasa terjadi pada musim dingin dan awal musim semi. Di Negara tropis biasanya terjadi pada musim hujan

f. Apasaja faktor resiko pada kasus ini? Faktor anak Umur Jenis kelamin Riwayat bayi berat lahir rendah (BBLR) Pemberian ASI Status gizi Status imunisasi Defisiensi vitamin A Pemberian makanan terlalu dini

Faktor orang tua Pendidikan ibu Pengetahuan ibu Sosial ekonomi

Faktor lingkungan Polusi udara di dalam rumah Kepadatan hunian Ventilasi rumah Kondisi fisik rumah

g. Bagaimana manisfestasi klinis pada kasus ini? Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual muntah atau diare, kadang-kadang dijumpai gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratori yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

h. Bagaimana Patogenesis pada kasus ini? Biasanya organisme penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam paru paru dengan cara terinhalasi oleh pasien, kemudian organisme tersebut melalui saluran nafas masuk ke paru paru perifer. Pada saluran nafas, organisme penyebab dapat mengakibatkan terjadinya reaksi jaringan yang berupa edema, hal ini akan mempermudah terjadinya proliferasi dan penyebaran organisme penyebab. Selanjutnya bagian paru paru yang terkena akan mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN ( polimorfonuklear ), fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman di alveoli. Selanjutnya proses peradangan yang terjadi pada paru paru mengikuti empat stadium berikut ini : 1. Stadium kongesti dimana mulai terjadi pelebaran dan kongesti kapiler, serta mulai terdapatnya eksudat jernih, bakteri dalm jumlah yang banyak, beberapa neutrofil dan makrofag di dalam alveolus. 2. Stadium hepatisasi merah dimana lobus dan lobulus yang terkena mengalami konsolidasi, menjadi padat dan tidak mengandung udara, warnanya berubah menjadi merah, dan pada perabaan menjadi seperti perabaan hepar. Selain itu di dalam alveolus banyak di dapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman, stadium ini berlangsung singkat. 3. Stadium hepatisasi kelabu dimana lobus paru masih tetap padat namun warna merah berubah menjadi pucat kelabu, permukaan pleura menjadi suram karena diliputi oleh fibrin, alveolus terisi fibrin dan leukosit, kapiler sudah tidak lagi mengalami kongestif. 4. Stadium resolusi, merupakan stadium dimana eksudat mulai berkurang, namun dalam alveolus makrofag bertambah, sementara leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak, fibrin diabsorbsi dan menghilang. i. Bagaimana tatalaksana dan preventif pada kasus ini? Tatalaksana : Rawat inap rumah sakit untuk kasus bronkopneumonia (berat) Suportif Terapi oksigen Pembersihan jalan nafas Cairan intravena Koreksi gangguan kesseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.

Simptomatis Demam antipiretik (parasetamol)100 mg, 3-4 kali sehari; intravena

Kausatif Pemberian antibiotik 7-10 hari secara parenteral, antibiotik yang dapat diberikan : Ampicilin 100mg / kgBB / hari dalam 3-4 dosis Klorampenikol > 6 bulan : 50-75 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis Gentamisin 3-5mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Preventif : Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. influenza Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

j. Apasaja Komplikasi pada kasus ini? Empyema Pyopneumothorax Pneumothorax Perikarditis purulenta Infeksi ekstrapulmoner (bila terjadi bakterimia), seperti meningitis purulenta, artritis supuratif, endokarditis, meningitis, peritonitis,dll. Mengganggu tumbuh kembang anak

k. BagaimanaPrognosis pada kasus ini? Quo et vitam Quo et fungsionam : bonam : bonam

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak yang berada dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi. l. Apasaja Pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan pada kasus ini? Pemeriksaan Laboratorium Leukosit normal atau sedikit meningkat pada pneumonia virus dan pneumonia mikoplasma. Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN pada pneumonia bakteri. Leukositosis hebat (>30.000) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada bakteremi, risiko tinggi untuk terjadi komplikasi. Terkadang ditemukan eusinofilia pada infeksi Chlamydia pneumonia. Terkadang terdapat anemia ringan dan LED meningkat. Namun, secara umum pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen thoraks. Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari : Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperareasi. Infiltar alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Kosolidasi dapat menegnai 1 lobus (Pneumonia lobaris), atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Bronkopneumonia, terdapat gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Lesi pneumonia pada anak banyak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal ini merupakan prediktor perjalan penyakit yang lebih berat dengan risiko pleuritis meningkat. CXR dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Pneumonia virus kecenderungan terlihat penebalan peribronkhial, infiltrat daerah perifer paru,

interstisial merata, dan hiperinflasi. Sedangkan pada infeksi bakteri terlihat infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air bronchogram. CXR pada pneumonia mikoplasma sangat gambarannya mirip dengan CXR infeksi virus. Serologis. Uji ini mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang rendah pada infeksi bakteri tipik, kecuali pada infeksi Streptococcus group A yang dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi, seperti antistreptolisin O. Namun, untuk mendeteksi infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan Mikrobiologi bervariasi. Beberapa kasus

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui organisme penyebab pneumonia dan penting pada pneumonia berat. Spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Pada anak yang lebih besar dapat dilakukan pemeriksaan sputum berupa kultur dan pewarnaan gram. Namun, hal ini sulit untuk dilakukan karena biaya yang cukup mahal dan waktu yang diperlukan juga lama. m. Bagaimana KDU pada kasus ini? Kompetensi Dokter Umum Tingkat Kemampuan 3b Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan (misal labor sederhana dan x ray). Dokter dapat memutuskan dan memberikan terapi awal serta merujuk kepada spesialis yang relevan dan menangani kasus gawat darurat

IV.

HIPOTESIS

Didi, laki-laki usia9 bulan mengalami bronkopneumonia dengan keluhan batuk dan sukar bernafas disertai demam

V.

SINTESIS Anatomi Sistem Pernafasan


Organ-organ system pernapasan terdiri dari : 1. Hidung 2. Phaynx 3. Larynx 4. Trachea 5. Bronchii dan bronchioles 6. Alveolus 7. Paru-paru

Hidung dan cavitas Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : -Dihangatkan - Disaring - Dan dilembabkan Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke pharynx. Batas batas Posterior : os ethmoideus dan vomer

Pharynx Batas batas

Anterior Medial Lateral

: hyaline cartilage : septum : maxilla,os. Ethmoid dan concha inferior

Pharynx adalah tabung sepanjang 12 hingga 14cm yang memanjang dari basis tengkorak ke level vertebrae cerviks yang keenam Superior Inferior Anterior dan larynx Posterior : tisue areolar,involuntary muscle : permukaan inferior dari basis tengkorak : bersambungan dengan oesophagus : dindingnya tak sempurna kerana pembukaan ke dalam hiding,mulut

Pharynx terbagi kepada nasopharynx (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius), oropharynx (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah) dan laryngopharynx (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Fungsi proteksi-tisu lymphatic pharyngeal dan tonsil laryngeal produse antibodi laluan udara dan makanan indera rasa dan pendengaran warming and humidifying speech

Larynx Anatomi Terdiri dari tiga struktur yang penting Tulang rawan krikoid Selaput/pita suara Epilotis Glotis

Terletak di hadapan laryngopharynx Superior Inferior Anterior : Dari basis lidah dan tulang hyoid ke trachea : bersambungan dengan trachea : ototpada tulang hyoid dan leer

Posterior

: laryngopharynx

Lateral : lobus thyroid gland

Fungsi : produksi suara oleh vocal cords yang terletak di interior larynx laluan untuk udara proteksi saluran respirasi bawah

Trachea Anatomi Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan esofagus. Fungsi support reflex batuk warming,humidifying,filtering of air Sambungan dari larynx Superior: larynx Inferior : broncus kiri dan kanan Anterior : isthmus thyroid gland dan arcus aorta Posterior ; esophagus memisahkan trachea dari tulang belakang Lateral : peparu dan thyroid gland

Bronchi dan bronchiole Anantomi Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.

Alveolus Merupakan tempat pertukaran gas asinus terdiri dari bronkhiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Pulmo Anatomi Kedua pulmo dilekatkan pada cord an trachea oleh radix pumonalis dan ligamentum pulmonalenya bila tidak pulmo bebas dalam cavitasnya Ada 2 pulmo:sinister dan dexter pulmo dexter ada 3 lobus : lobus superius,medius dan inferius pulmo sinister ada 2 lobus:lobus sUperius dan inferius

kedua pulmo berbentuk kubah dengan apex di cranial dan basis di caudal di samping apex dan basis ada facies costalis,facies mediastinalis,margo anterior,margo inferior dan hilusradix pulmonalis

Rongga dan Dinding Dada Rongga ini terbentuk oleh: Otot otot interkostalis Otot otot pektoralis mayor dan minor Otot otot trapezius Otot otot seratus anterior/posterior Kosta- kosta dan kolumna vertebralis Kedua hemi diafragma Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.

Otot pernafasan tambahan: o Sternokleidomastoideus o Scalenus o Trapezius o Pectoralis mayor o Cuping hidung

Sistem pembuluh darah untuk sirkulasi sistem pernapasan, merupakan sistem yang unik karena mempunyai 2 sumber darah yaitu: Arteri pulmonalis yang berfungsi dalam mekanisme respirasi

Arteri pulmonalis akan bercabang sesuai dengan percabangan dari saluran napas. Arteri ini keluar dari ventrikel kanan dan membawa darah vena, sampai ke jaringan kapiler halus yang mengitari alveolus untuk melakukan fungsinya dalam pertukaran O2 dan CO2. Arteri bronkialis memberikan bahan makanan untuk paru

Arteri bronkialis berasal dari aorta torakalis yang berjalan sepanjang dinding belakang dari bronkus. Vena bronkialis akan masuk ke dalam vena cava superior. Sirkulasi bronkial ini tidak berperan dalam pertukaran gas, akan tetapi memegang peranan penting dalam mekanisme terjadinya batuk berdarah.

Histologi Sistem Pernafasan


1. Saluran udara konduktif a. Hidung Hidung dapat dipisahkan menjadi dua bagian: External nose dan internal nose. External nose merupakan bagian luar dari hidung yang terdiri dari tulang (os frontale, os nasales, dan maxillae) dan hyaline cartilage (septal nasal cartilage, lateral nasal cartilage, dan alar cartilage) yang dilapisi oleh otot, kulit, dan membran mukosa. Internal nose merupakan suatu rongga yang berada di bagian posterior dari nasal vestibule, inferior dari nasal bone, dan superior terhadap mulut. b. Pharynx Pharynx (faring) adalah suatu pipa berukuran sekitar 13 cm yang memanjang mulai dari internal nares sampai cricoid cartilage. Terdiri dari tiga bagian: Nasopharynx (di bagian posterior dari nasal cavity), Oropharynx (merupakan lanjutan dari nasopharynx dan berada posterior dari oral cavity), dan Laryngopharynx (disebut juga hypopharynx; dimulai sejajar dengan tulang hyoid) c. Larynx Larynx (Laring) atau kotak suara (voice box) adalah suatu suatu saluran pendek yang menghubungkan laryngopharynx dan trakea. Terletak pada bagian anterior dari esophagus dan cervical vertebrae ke-4 sampai ke-6 (C4 - C6). Dinding larynx terdiri dari sembilan kartilago: Thyroid cartilage, epiglottis, cricoid cartilage, corniculate cartilage, arytenoid cartilage, dan cuneiform cartilage. Corniculate, arytenoid, dan cuneiform cartilage muncul sepasang. d. Trakea Trakea merupakan suatu saluran udara yang terletak anterior dari esofagus dan memanja/ng mulai dari laring sampai batas superior dari thoracic vertebrae ke-5 (T5). Pada T5, trakea akan terbagi menjadi dua dan membentuk primary bronchus kanan dan kiri. Trakea

tersusun dari 16-20 kartilago berbentuk cincin tak sempurna (seperti huruf C) yang dihubungkan satu sama lainnya dengan jaringan ikat padat (dense connective tissue). e. Bronkus dan bronkiolus Pada thoracic vertebrae ke-5 (T5), trakea akan terbagi menjadi dua primary bronchus: primary bronchus kanan yang menuju ke paru-paru kanan dan primary bronchus kiri yang menuju ke paru-paru kiri. Saluran respiratorius terminal a. Alveoli b. Paru-paru c. Dada, diagfragma, dan pleura d. Sirkulasi pulmoner

Beda saluran nafas pada anak-anak dan bayi dengan saluran nafas orang dewasa:

1. Dinding dada Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot interkostalis yang belum sempurna menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas. 2. Saluran nafas Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dewasa. Besar trakea neonatus sekitar 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus dewasa. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan sekitar 75%.

3. Alveoli Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan elastic recoil untuk

mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada anak, alveoli agak relatif lebih besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya usia bayi dan anak, jumlah alveoli bertambah sehingga menambah elastic recoil

Fisiologi Sistem Pernafasan


Paru merupakan organ respirasi yang berfungsi menyediakan O2 dan mengeluarkan CO2. Selain itu paru juga membantu fungsi nonrespirasi, yaitu: Pembuangan air dan eliminasi panas Membantu venus return Keseimbangan asam basa Vokalisasi Penghidu

Terdapat dua jenis respirasi, yaitu: 1. Respirasi internal (seluler), merupakan proses metabolisme intraseluler, menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka membentuk energi dari nutrien 2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang melibatkan pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel tubuh. Tahap respirasi ekstrenal: a. Pertukaran udara atmosfir dan alveoli dengan mekanisme ventilasi b. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal melalui mekanisme difusi c. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke jaringan d. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah dengan proses difusi melintasi kapiler sistemik Tahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem sirkulasi Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga kelompok : 1. Ventilasi pulmonar adalah proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan alveoli paru-paru.

2. Difusi adalah proses pertukaran O2 dan CO2 antara alveoli dan darah. 3. Transportasi adalah proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam dan cairan tubuh ke dan dari sel-sel.

Pneumonia Bronko
Morfologi Bronkopneumonia Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang terkena. Substansi paru di sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan edematosa, tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus peradangan berhubungan dengan pleura, tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi meninggalkan sisa fokus fibrosis. Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan dalam eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang diharapkan, abses ditandai oleh nekrosis dari arsitektur dasar. Etiologi Bronkopneumonia Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia. Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas

aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi sesuai agen etiologinya. Epidemiologi Bronkopneumonia a. Distribusi Bronkopneumonia Berdasarkan Orang

Berdasarkan hasil SKRT 2001, angka prevalensi ISPA 2% dari lima penyakit yang disurvei (ISPA, infeksi saluran nafas kronik, hipertensi, kulit, dan sendi), dengan prevalensi tinggi pada golongan bayi (39%) dan balita (42%). ISPA merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan balita dengan CFR masingmasing (27,6%), dan (22,8%). Angka kematian bayi dan balita menjadi indikator derajat kesehatan masyarakat. Prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan Surkesnas (Survei Kesehatan Nasional) 2001 masih sangat tinggi yaitu 38,7% pada umur dibawah 1 tahun dan 42,2% umur 1-4 tahun. Cause Specific Death Rate (CSDR) pneumonia pada anak umur <1 tahun laki-laki 940 per 100.000 penduduk dan perempuan 652 per 100.000 penduduk, pada anak umur 1-4 tahun laki-laki 44 per 100.000 penduduk dan perempuan 40 per 100.000 penduduk. Proporsi kematian balita akibat ISPA 28% artinya dari 100 balita yang meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, prevalensi ISPA tinggi pada perempuan (24%) daripada laki-laki (23%). Menurut hasil penelitian Taisir (2005) di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan dengan menggunakan desain Cross Sectional, berdasarkan jenis kelamin IR ISPA balita pada laki-laki (43,3%) lebih tinggi daripada perempuan (33,7%). Menurut hasil penelitian Barus (2005) di tiga Kelurahan Kecamatan Medan Baru dengan menggunakan desain Cross Sectional, diketahui bahwa kelompok umur >19 tahun merupakan anggota rumah tangga terbanyak yaitu 568 jiwa (66,7%), demikian juga kasus ISPA terbanyak pada kelompok umur ini, yaitu 280 kasus (65,6%). Namun bila dihitung angka Age Specific Morbidity Rate tertinggi adalah pada kelompok 5 tahun (79,4%). b. Distribusi Bronkopneumonia Berdasarkan Tempat dan Waktu Berdasarkan hasil Surkesnas 2001 proporsi kematian karena penyakit sistem pernapasan pada bayi sebesar 23,9% di Jawa Bali, 15,8% di Sumatera, dan 42,6% di Kawasan

Timur Indonesia. Pada balita sebesar 16,7% di Jawa Bali, 29,4% di sumatera, dan 30,3% di Kawasan Timur Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, prevalensi ISPA di pedesaan (25%) lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan (22%). Prevalensi ISPA untuk kawasan Sumatera 20%, sementara untuk kawasan Jawa-Bali adalah 23% dan kawasan KTI (Kalimantan, Sulawesi, dan NTB/NTT/Papua) 29%. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, pneumonia yang terjadi pada balita berdasarkan laporan 26 provinsi, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi berturut-turut adalah provinsi Nusa Tenggara Barat 56,50%, Jawa Barat 42,50% dan Kepulauan Bangka Belitung 21,71%. Sedangkan cakupan terendah adalah provinsi DI Yogyakarta 1,81%, Kepulauan Riau 2,08%, dan NAD 4,56%.3Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2004 prevalensi ISPA (97,9 %) dan di kota Makasar (29,47%). Determinan Bronkopneumonia a. Faktor Host 1. Umur ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. ISPA ini menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun setiap tahunnya, sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (khususnya bayi muda). Hampir seluruh kematian karena ISPA pada bayi dan balita

disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA), paling sering adalah pneumonia. Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia bayi dan balita. Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada bayi dan balita yang sedang menderita pneumonia.Menurut hasil penelitian Taisir (2005) di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan dengan menggunakan desain Cross Sectional, IR ISPA balita pada kelompok umur 0-11 bulan (59,1%) lebih tinggi daripada kelompok umur 12-59 bulan (33,7%). 2. Jenis kelamin Berdasarkan konsep epidemiologi, secara umum setiap penyakit dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Selain umur, jenis kelamin merupakan determinan perbedaan kedua yang paling signifikan di dalam peristiwa kesehatan atau dalam faktor risiko suatu

penyakit. Menurut penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya, balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 1,524 kali lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki. 3. Status gizi Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan balita. Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitasnya. Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran antropometri dengan melihat kriteria yaitu : Berat Badan per Umur (BB/U), Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB). Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh balita terhadap infeksi. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama. Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya, balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 6,04 kali lebih besar mempunyai riwayat gizi kurang dibandingkan gizi baik atau sedang. Status gizi berhubungan dengan daya tahan tubuh, makin baik status gizi makin baik daya tahan tubuh, sehingga memperkecil risiko pneumonia. 4. Status imunisasi Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada bayi dan balita. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat meningkatakan insidens ISPA terutama pneumonia. Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak. Peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam

upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya, balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 1,76 kali lebih besar mempunyai status imunisasi yang tidak lengkap dibandingkan yang lengkap. Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan, dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,3 kali lebih besar tidak diimunisasi campak dibandingkan yang telah diimunisasi campak. b. Faktor Agent Bronkopneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, Mycoplasma pneumonia. Pada zaman sebelum ditemukan antibiotik, pneumokokus merupakan penyebab pneumonia paling sering (95-98%) dari semua pneumonia yang dirawat di rumah sakit, dan menyebabkan kematian pada 60% penderita pneumonia dengan bakteriemia dan pada 20% penderita pneumonia non bakteriemia. Kini, hanya 62% pneumonia disebabkan oleh kuman pneumokokus dan menyebabkan kematian hanya pada 32% penderita pneumonia dengan bakteriemia dan 6% menderita pneumonia non bakteriemia. Dahulu kuman gram negatif jarang menyebabkan pneumonia dan menyebabkan angka kematian 97%, tapi sekarang gram negatif menyebabkan pneumonia 20% dari seluruh penderita pneumonia, menggantikan stafilokokus sebagai penyebab kedua yang paling sering. Pneumonia sebab gram negatif tetap mempunyai angka kematian yang tinggi 79%. c. Faktor Lingkungan Sosial 1. Pekerjaan Orang Tua Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan, dan gizi balita yang memadai.

Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia. Menurut hasil penelitian Heriyana, dkk (2005) di Makassar, dapat dikatakan bahwa bayi yang mengalami pneumonia kemungkinan 1,3 kali lebih besar pada bayi yang memiliki keluarga yang berpenghasilan kurang (dibawah Upah Minimal Propinsi <Rp. 510.000,00) dibandingkan bayi yang memiliki keluarga yang berpenghasilan cukup (Rp. 510.000,00). 2. Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak yang menderita ISPA. Menurut hasil penelitian Notosiswoyo, dkk (2001) di Indramayu. Dilihat dari pengetahuan ibu bayi/anak balita masih terdapat : tidak mengetahui istilah ISPA (70%), tidak tahu istilah pneumonia (76,2%), tidak tahu adanya hubungan antara penyakit ISPA dan pneumonia (75,0%), tidak tahu penyebab penyakit ISPA (72,6%), tidak tahu cara mencegah penyakit ISPA (56,5%). Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan pendidikan ibu dan pengetahuan ibu berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur 9-59 bulan, dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,04 kali lebih besar memiliki ibu yang berpendidikan rendah dibandingkan yang berpendidikan tinggi dan 2,4 kali lebih besar memiliki ibu yang berpengetahuan rendah dibandingkan yang berpengetahuan tinggi. 3. Pola Asuhan Anak Dalam Keluarga Berdasarkan Jumlah Anak Orang tua yang menerapkan pola asuh secara tepat artinya pola asuh yang diterapkan orang tua bersifat dinamis, sesuai, konsisten, penerapan pola asuh yang kompak antara kedua orang tua, serta adanya contoh perilaku yang positif dari kedua orang tua. Pola asuh yang dinamis artinya pola asuh yang diterapkan sejalan dengan usia balita misalkan pemberian jenis makanan pada anak yang berumur 1 tahun tentu berbeda dengan jenis makanan anak yang berumur 5 tahun, pola asuh bersifat sesuai artinya orang tua menerapkan pola asuh sesuai dengan kondisi balita itu sendiri karena pola asuh pada balita yang memiliki gangguan kesehatan tentu berbeda dengan pola asuh pada balita normal. Pola asuh yang baik yaitu pola asuh yang bersifat konsisten dalam penerapan pola asuh cenderung bersifat tetap sebagai

contoh balita boleh bermain asal ditempat yang bersih dan saat tiba waktu makan balita harus berhenti bermain dulu unuk makan, berbagi dan berkasih sayang dengan saudara dan anggota keluarga yang lain, lama kelamaan balita akan terbiasa dengan hal tersebut dan pada akhirnya balita akan mengerti hal mana yang boleh atau baik dan hal mana yang tidak boleh atau tidak baik Pada orang tua yang melakukan pola asuh tidak tepat, artinya pola asuh yang diterapkan orang tua bersifat terlalu over protektif dimana balita tidak diberi kepercayaan sama sekali seperti tidak memperbolehkan bermain diluar rumah dan harus didalam rumah terus membuat anak stres sehingga dapat membuatnya sakit, dan pola asuh yang diterapkan terlalu bebas artinya disini orang tua memperbolehkan segala sesuatu tanpa menuntut seperti saat si balita tidak mau makan dibiarkan saja padahal balita tersebut perlu nutrisi yang kuat untuk meningkatkan kualitas gizinya sehingga pada akhirnya status gizi si balita semakin buruk dan orang tua tidak memperdulikan lingkungan sekitar yang mungkin kurang baik bagi kesehatan sehingga membuatnya mudah terserang penyakit. Adapun faktor lain adalah ekonomi keluarga yang tidak yang terlihat pada pendapatan keluarga yang kurang dan ditambah lagi faktor jumlah anak.Bagi orang tua yang memiliki anak tunggal, secara ekonomis menguntungkan. Orang tua tidak perlu bersusah payah mencari penghasilan yang besar karena tanggung jawab untuk memberi atau memenuhi kebutuhan fisik anaknya relatif tidak besar. Berlainan bila mempunyai banyak anak, di mana tiap anak memunyai kebutuhan-kebutuhan sendiri yang harus dipenuhi oleh kedua orang tuanya seperti kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan perumahan atau tempat tinggal yang lebih luas, dan kebutuhan lainnya. `Pada masyarakat petani, di mana tanah-tanah masih banyak yang harus digarap, memang benar bahwa banyaknya anak akan berarti banyaknya tanah yang dapat digarap dan berarti pula penghasilan akan bertambah. Berlainan dengan masyarakat kota yang mengandalkan penghasilan sebagai pegawai. Bila lowongan pekerjaan cukup besar, hal ini tidak menjadi persoalan. Tetapi realitas ternyata berpendapat lain. Dari uraian di atas, terlihat bahwa dengan memiliki anak banyak, maka persoalan yang harus diatasi menjadi banyak pula. Apakah hal ini berarti juga sebaliknya, artinya dengan memiliki sedikit anak, berarti sedikit pula persoalan yang harus dihadapi oleh keluarga atau orang tua tersebut. Secara ekonomis mungkin benar, tetapi secara psikologis belum tentu. Dengan hanya memiliki seorang anak atau anak tunggal, maka perhatian orang tua memang akan terfokus kepada anak tersebut seperti dalam hal kasih sayang, perhatian,

kebutuhan kesehatan, dan kebutuhan lain. Anak tidak akan merasa kekurangan kebutuhan yang diinginkan daripada orang tua yang memiliki banyak anak, maka orang tua harus membagi kasih sayang, perhatian, dan memenuhi kebutuhan yang lebih banyak karena setiap anak berbeda kebutuhan termasuk kesehatan anak. Anak yang memiliki banyak saudara harus bisa saling berbagi dengan saudara yang lainnya berbeda dengan anak tunggal sehingga anak tungga sering tidak bisa berbagi, egois dan ini merupaka permasalahan yang harus dihadapi oleh orang tua yang memiliki anak tunggal. Pembentukan kepribadian dan kesehatan anak sangat bergantung kepada pola asuh orang tua yang baik, dinamis,konsisten, dan sesuai. d. Faktor Lingkungan Fisik 1. Polusi Udara Dalam Ruangan/Rumah Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran nafas. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah bersatu dengan kamar tidur dan ruang tempat bayi dan balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga lebih sering terhirup udara yang pencemaran tentunya akan lebih tinggi. Rumah kecil yang tidak memiliki sirkulasi udara memadai yang penuh asap yang berasal dari asap anti nyamuk bakar, asap rokok, dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak akan mendukung penyebaran virus atau bakteri, dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya, balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,31 kali lebih besar tidur di kamar yang memakai anti nyamuk bakar dibandingkan yang tidak memakai anti nyamuk bakar. Menurut hasil penelitian Heriyana, dkk (2005) di Makassar, maka anak umur <1 tahun yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,35 kali lebih besar tinggal di dalam rumah dengan ada anggota keluarga merokok dibandingkan yang tidak ada anggota keluarga merokok. Menurut penelitian Taisir (2005) di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan, IR ISPA pada balita meningkat dengan bertambahnya jumlah rata-rata rokok yang dihisap dalam ruang rumah perhari yaitu 1-9 batang rokok perhari (38,3%), 10-20 batang perhari (47,2%), >20 perhari (55,6%).

Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera, hasil analisis statistik menunjukkan polusi asap dapur berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur 9-59 bulan, dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia

kemungkinan 2,99 kali lebih besar tinggal di rumah yang memiliki polusi asap dapur dibandingkan yang tidak memilki polusi asap dapur. 2. Kepadatan Hunian Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, dua orang minimal menempati luas kamar tidur 8m. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya. Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan, dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 3,25 kali lebih besar tinggal di rumah yang memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat dibandingkan yang memenuhi syarat. Gambaran Klinis Bronkopneumonia Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, inspeksi : perlu diperhatikan adanya tachipnue, dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, retraksi sela iga, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachicardia). Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit. Auskultasi, auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang bronkopneumonia akan terdengar stridor.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Klasifikasi ISPA 1. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur <2 bulan a. Bronkopneumonia berat, adanya nafas cepat (fast breating) yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing). b. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada. 2. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan <5 tahun a. Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing). b. Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak umur 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 - <5 tahun adalah 40 kali atau lebih permenit. c. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada. Patogenesis Bronkopneumonia Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : 1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya) Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari) Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari) Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Patofisiologi Bronkopneumonia Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biak di saluran nafas atau sampai di paru-

paru. Bila mekanisme pertahanan seperti sistem transport mukosilia tidak adekuat, maka kuman berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas, sebagai respon peradangan akan terjadi hipersekresi mukus dan merangsang batuk. Mikroorganisme berpindah karena adanya gaya tarik bumi dan alveoli menebal. Pengisian cairan alveoli akan melindungi mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran organisme ke alveoli lain. Keadaan ini menyebabkan infeksi meluas, aliran darah di paru sebagian meningkat yang diikuti peradangan vaskular dan penurunan darah kapiler. Gambar menunjukan gambaran perbedaan alveoli normal dan alveoli pada pasien bronkopneumonia.

Gambar 2.2 Perbedaan Bronkus normal dan bronkopneumonia. Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan mengurangi kapasitas paru, penurunan produksi cairan surfaktan lebih lanjut, menurunkan compliance dan menimbulkan atelektasis serta kolaps alveoli. Sebagai tambahan proses bronkopneumonia menyebabkan gangguan ventilasi okulasi partial pada bronkhi dan alveoli, menurunkan tekanan oksigen arteri, akibatnya darah vena yang menuju atrium kiri banyak yang tidak mengandung oksigen sehingga terjadi hipoksemia arteri. Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang disebut endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai hipotalamus, maka suhu tubuh akan meningkat dan meningkatkan kecepatan metabolisme. Pengaruh dari meningkatnya metabolisme adalah penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan darah menurun sebagai akibat dari vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume darah karena dehidrasi, panas dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan melalui kulit (keringat) dan saluran pernafasan sehingga menyebabkan dehidrasi. Penatalaksanaan Bronkopneumonia

Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Mansjoer (2000) dan Ngastiyah (2005) dibagi dua yaitu penataksanaan, medis &keperawatan. 1. Penatalaksanaan medis Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan : a. Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti Ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 5 hari. b. Pemberian oksigen dan cairan intervensi. c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri. d. Pasien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di Rumah Sakit. 2. Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanan keperawatan dalam hal ini yang dilakukan adalah : a. Menjaga kelancaran pernafasan Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru. Agar klien dapat bernapas secara lancar, lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan memberikan O2 2 L/menit secara rumat. b. Kebutuhan Istirahat Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan tenang dan nyamn agar psien dapat istirahat sebaik-baiknya. c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekukrangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5 % dan NaCl 0 ,9%.

d. Mengontrol Suhu Tubuh Pasien bronkoneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hiperpireksia. Untuk ini maka harus dikontrol suhu tiap jam. Dan dilakukan kompres serta obat-obatan satu jam setelah dikompres dicek kembali apakah suhu telah turun. Pencegahan Bronkopneumonia 1. Pencegahan Primer Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian bronkopneumonia. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain : a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali (pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia 2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak 3 kali (0-9 bulan). b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita. c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar ruangan. d. Mengurangi kepadatan hunian rumah. 2. Pencegahan Sekunder Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain : a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari. b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi. c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam. 3. Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain : a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit. b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses pemberian makan. c. Berikan anak cairan tambahan untuk minum. d. Tingkatkan pemberian ASI. e. Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman. f. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi sulit, pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan.

VI.

KERANGKA KONSEP

Didi bayi laki-laki 9 bulan terinfeksi mikro organisme

ISPA Akut

Menyebar ke saluran nafas bawah

Batuk

Infeksi pada parenkim paru

Respon inflamasi

Leukositosis

Diffcount bergeser ke kiri

Vasodilatasi dan permealibitas kapiler meningkat

Demam LED meningkat

Dedema

Terbentuk eksudat

Perkusi Redup

Ronki basah

Gambaran infiltrat

Ventilasi terganggu

Sukar nafas (retraksi intercostal, cuping hidung, dan vesicular sound meningkat)

VII. KESIMPULAN
Didi bayi laki-laki berusia 9 bulan, mengalami Bronkupneumonia yang disebabkan oleh infeksi bakteri

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C, Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedoteran Edisi 11. Jakarta : EGC Kliegman, Robert.2007. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Philadelphia : Saunders, Elsevier Kuehnel. 2003. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy 4th ed. Stuttgart: Thieme. Price, Sylvia A dan larraine M Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.Jakarta: EGC Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI Robbins, Kumar, Ramzi S.Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC Snell, S.Richard.2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : EGC

You might also like