You are on page 1of 20

LAPORAN MINGGUAN KIMIA FISIKA 2

NO/JUDUL PERCOBAAN TANGGAL PERCOBAAN

:1/Distribusi Solute Antara Dua Pelarut yang Tak Bercampuran : 16 Maret 2012

Disusun oleh : Nama : Fima Ayu Lidia NIM Kelompok Asisten : 1007035016 : 1B : Retno Anggraini

NIM asisten : 0907035068

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK, ANORGANIK DAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 latar belakang masalah Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih, jadi pada system heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padatan dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama. Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara yaitu dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan utntuk kesetimbangan kimia yang berisi gas. Yang kedua dengan hukum distribusi Nernest, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut. Yang terakhir yaitu dengan hukum fase, untuk kesetimbangan yang umum. Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain yang diketahui,asalkan kedua pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain. Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Oleh karena hukum distribusi ini banyak digunakan dalam penentuan tetapan kesetimbangan, maka dari itu dilakukanlah percobaan distribusi solute antara dua pelarut yang tak bercampur agar dapat menentukan konstanta kesetimbangan suatu pelarut yang tidak bercampur.
1.2 Tujuan

Untuk mengetahui fungsi kegunaan asam asetat dan NaOH pada praktikum kali ini Untuk mengetahui fungsi titrasi pada saat pembakuan asam asetat

Untuk mengetahui fungsi pengocokan pada pencampuran asam asetat dengan petroleum eter

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bila dua macam pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan kedalam suatu tempat, maka akan terlihat suatu batas, dimana hal ini menunjukkan dua pelarut tersebut tidak bercampur. Jika solut yang dapat bercampur baik dalam pelarut I maupun pelarut II ditambahkan pada kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut yang terdistribusi dalam kedua pelarut tersebut. Prinsip tersebut diatas dapat diaplikasikan pada metode pemisahan senyawa kimia yaitu ekstraksi yang menggunakan prinsip perbedaan kelarutan senyawa diantara dua pelarut tak bercampur. Salah satu jenis ekstraksi yaitu cair-cair yang menggunakan pelarut yang sama fasanya yaitu cair. Solut yang terdistribusi pada kedua pelarut mempunyai harga potensial kimia () sebagai berikut i = i + RT ln ai dimana ai adalah aktivitas solut dalam pelarut Pada saat kesetimbangan kecepatan solut yang keluar dari pelarut yang satu sama dengan kecepatan solut yang keluar ke pelarut yang lain sehingga potensial kimia pada kedua pelarut sama. Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padat dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama. Hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan : 1. Pengaruh perubahan konsentrasi Bila kedalam sistem ditambahkan gas oksigen, maka posisi keseimbangan akan bergeser untuk menetralkan efek penambahan oksigen. 2. Pengaruh tekanan

Bila tekanan dinaikkan, keseimbangan akan bergeser ke kiri yaitu mengarah pada pembentukan NO2. Dengan bergesernya ke kiri, maka volume akan berkurang sehingga akan mengurangi efek kenaikan tekanan. 3. Penagruh perubahan suhu Reaksi pembentukan bersifat endotermik dan eksotermik. Jika suhu dinaikkan, maka keseimbangan akan bergeser ke kanan, kearah reaksi yang endotermik sehingga pengaruh kenaikkan suhu dikurangi. Satu jenis kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu spesies terlarut antara dua fase pelarut yang tidak dapat bercampur. Misalkan dua larutan tak tercampur seperti air dan karbon tetraklorida dimasukkan kedalam bejana. Larutan-larutan ini terpisah menjadi dua fase dengan zat cair yang kerapatannya lebih rendah, dalam hal ini air berada dibagian atas larutan satunya. Contoh penggunaan hukum distribusi dalam kimia yaitu dalam proses ekstraksi dan proses kromatografi. faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya: 1. Temperature yang digunakan Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k 2. Jenis pelarut Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan k 3. Jenis terlarut Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k 4. Konsentrasi Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k (anonimous, http;//www.chemicamp.blogspot.com) Menurut hukum distribusi nernest, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka

akan terjadi pembagian solute dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut tersebut ummumnya pelarut organic dan air. Dalam praktek solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solute didalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi, yang dinyatakan dengan rumus : atau

Dengan KD = Koefisien distribusi, dan CO dan Ca adalah kosentrasi solute pada pelarut organic dan air. Sesuai dengan kesepakatan, kosentrasi solute dalam pelarut organic dituliskan diatas dan kosentrasi solute dalam pelarut di tuliskan di bawah. Dari rumus tersebut jika harga KD besar, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organic begitu pula terjadi sebaliknya. (http://brown13zt.blogspot.com/koefisien distribusi-iod.html.) Rumus tersebut diatas hanya berlaku bila : 1. Solute tidak terionisasi dalam salah satu pelarut 2. Solute tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut 3. Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksireaksi lain. Definisi teknik isolasi adalah pemisahan suatu senyawa yang diperlukan dari suatu unsur. Macam-macam teknik isolasi yaitu sebagai berikut: ekstraksi pelarut, penukar ion, kromatografi adsorpsi, kromatografi adsorpsi, kromatografi partisi, kromatografi gas, kromatografi cair berkemampuan tinggi, kromatografi eksklusi, elektromatografi (Khopkar, 2007). Hukum fase Gibbs menyatakan bahwa: P+V=C+2 di mana P = fase,

C = komponen V = derajat kebebasan. Apabila suatu solute membagi diri diantara dua cairan yang tidak bercampur, maka hubungan tertentu antara kedua konsentrasi solute di dalam dua fasa pada keseimbangan. Nernst mengemukakan pernyataan pertama yang jelas tentang hokum distribusi (1891), suatu solute akan membagikan diri antara dua cairan yang tidak bercampur sedemikian rupa hingga perbandingan konsentrasi pada keseimbangan pada suhu tetap adalah tetap. Tapi dalam termodinamika, perbandingan perbandingan aktivitaslah yang seharusnya tetap. Aktivitas suatu zat kimia dalam suatu fasa mempertahankan suatu perbandingan yang tetap terhadap aktivitas zat sama dalam fasa cair yang lain ( Underwood,1990). Banyak ion anorganik dapat diendapakan denagn reagensia organic tertentu yang disebut pengendap organic. Sejumlah reagensia ini berguna, tidak hanya untuk pemisahan lewat pengendapan, tetapi juga lewat ekstraksi pelarut. Secara umum dapat dikatakan pengendapan organic yang dikenal baik yang membentuk senyawa kelat dengan kation-kation, mengandung baik gugus fungsi basa (donor electron) maupun suatu gugus fungsi asam. Logam itu yang berinteraksi dengan kedua gugus ini, menjadi anggota suatu cincin heterosiklik itu sendiri. Dari teori tegangan dalam kimia organic, diharapkan bahwa cincin-cincin jenis ini umumnya akan berupa cincin 5- dan 6anggota,serta molekul tersebut harus bersikap sedemikian suatu terhadap yang lain, sehingga cincin semacam itu dapat menutup ( terbentuk) (Underwood,1990). Kelebihan dari presipitan ini adalah : 1. Banyak senyawa logam sangat tak dapat larut dalam air, sehingga logam itu dapat diendapkan secara kuantitatif 2. Bobot molekul pengendap organic itu sering sekali mempunyai bobot molekul yang besar. Jadi sedikit logam dapat menghasilkan endapan yang tepat 3. Beberapa reagensia organic itu cukup selektif, hanya mengendapkan sejumlah terbatas kation. Pernah orang-orang tertentu mengharapkan bahwa akhirnya akan tersedia suatu reagensia yang benar-benar khas (spesifik) untuk tiap

kation. Dengan mengendalikan factor-faktor semacam pH dan konsentrasi reagensia penopang, keselektifan suatu reagensia organic seringkali dapat jauh ditingkatkan. 4. Endapan-endapan yang diperoleh dengan reagensia organic seringkali kasar dan bervolume meruah, dank arena itu mudah ditangani 5. Dalam beberapa kasus, suatu logam dapat diendapkan dengan suatu reagensia oragnik, endapannya ditampung dan dilarutkan dan molekul organiknya dapat dititrasi; maka diperoleh metode titrimetrik tak-langsung bagi logam itu. Ada beberapa kekurangan dalam penggunaan presipitan organik, yaitu : 1. Banyak senyawa kelat tidak mempunyai bentuk penimbangan yang bagus dan digunakan hanya untuk pemisahan, bukan penentuan
2. Ada suatu bahaya yang mencemarkan endapan dengan agen kelat itu sendiri

karena kelarutan terakhir yang terbatas dalam air (Underwoood,1990). Molekul dan atom dapat menempel pada permukaan dengan dua cara. Dalam fisisorpsi (kependekan dari adsorpsi fisika), terdapat interaksi van der Waals antar adsorpat dan substrat. Antaraksi van der Waals mempunyai jarak jauh, tetapi lemah, dan energi yang dilepaskan jika partikel terfisiorpsi mempunyai orde besaran yang sama dengan entalpi kondensasi. Kuantitas energi sekecil ini dapat diadsorpsi sebagai vibrasi kisi dan dihilangkan sebagai gerakan termal. Molekul yang melambung pada permukaan seperti batuan itu akan kehilangan energinya perlahan-lahan dan akhirnya teradsorpsi padapermukaan itu, dalam proses yang disebut akomodasi. Entalpi fisorpsi dapat diukur dengan mencatat kenaikan temperatur sampel dengan kapasitas kalor yang diketahui, dan nilai khasnya berada di sekitar 20 kJ mol-1. Perubahan entalpi yang kecil ini tidak cukup untuk menghasilkan pemutusan ikatan, sehingga molekul yang terfisisorpsi tetap mempertahankan identitasnya, walaupun molekul itu dapat terdistorsi dengan adanya penukaran (Atkins, 1994). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi anatara dua pelarut yang tak dapat bercampur, maka pada suatu temperature yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi

yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla,1990).

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Buret Klem Statif Pipet volume Bulp Beaker glass Erlenmeyer Corong pisah Labu ukur Pipet tetes Corong pisah 3.1.2 Bahan
CH3COOH

NaOH Indikator pp Petroleum eter Aquades tissue 3.2 Prosedur percobaan 3.2.1 Pembakuan CH3COOH dengan larutan standar NaOH
Bibuat masing-masing 50 ml larutan CH3COOH konsentrasi 1.0, 0.6, dan 0.4 M Diambil 10 ml CH3COOH dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

Ditambah 1 tetes indikator pp Dititrasi dengan NaOH untuk diketahui untuk konsentrasi 0.6 dan 0.4 M 3.2.2 Distribusi solute antara CH3COOH dan Petroluem eter
Diambil 10 ml larutan CH3COOH dengan konsentrasi 1 M

Dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah 10 ml petroleum eter Dikocok 10 menit, didiamkan

Diambil 10 ml fase bawah pada campuran Ditambah indikator pp Dititrasi dengan NaOH yang sedikit merah lembayung Diamatai dan diukur volume NaOH hasil titrasi Diulangi prosedur untuk konsentrasi 0,6 dan 0,4 M

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Hasil pengamatan [CH3COOH] (M) 1 0,4 0,6 [CH3COOH] mula-mula (M) 1,215 0,795 0,445 [CH3COOH] mula-mula (M) 1,215 0,795 0,445 4.2 Perhitungan [V CH3COOH] (ml) 10 10 10 V.CH3COOH (ml) 8 ml 7 ml 9,9 ml [CH3COOH] setimbang (M) 1,375 0,529 0,079 [NaOH] (M) 0,5 0,5 0,5 [NaOH] (M) 0,5 0,5 0,5 [CH3COOH] dalam PE (M) | 0,16 | 0,266 0,366 V. NaOH (ml) 24,3 15,9 8,9 V. NaOH (ml) 22 7,4 15,7 [CH3COOH] mulamula (M) 1,215 0,795 0,445 CH3COOH setimbang (M) 1,375 0,529 0,079 CH3COOH

ln CH3COOH ln dalam PE (M) -1.83 -1.32 -1.01 (M) 0.32 -0.64 -2.54

setimbang

= 0.16

4.3 Pembahasan Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organic dan air. Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air.

Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernest, yaitu terlarut dengan perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak saling melarut atau bercampur seperti eter, kloroform, karbon sulfide. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan asam. Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Fase rafinat merupakan fase residu, berisi diluen dan sisa solut. Sedangkan fase ekstrak adalah fase yang berisi solute dan solven. Pemilihan solven menjadi sangat penting. Dipilih solven yang memiliki sifat antara lain: 1. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven pada suhu tinggi 2. solven sedikit atau tidak melarutkan diluen, 3. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi, 4. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali, 5. Tersedia dan tidak mahal. 6. Menghasilkan Kristal yang baik dari senyawa yang dimurnikan
7. Mempunyai titik didih relatif rendah

8. Dapat melarutkan senyawa lain Langkah pertama dilakukan pembakuan asam asetat dengan larutan standar NaOH yaitu dengan cara dibuat asam asetat 50 ml pada kosentrasi 1.0, 0.4, dan 0.6 M. Kemudian diambil 10 ml CH3COOH (asam asetat) dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu asam asetat dititrasi dengan NaOH menggunakan indikator pp sampai berubah warna dari tidak berwarna menjadi merah lembayung. Titrasi ini

bertujuan untuk mengetahui berapa besar massa asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air. Langkah berikutnya, 10 ml asam asetat 1M diekstraksi dengan mencampurkan pada pelarut organik seperti petroleum eter sebanyak 10 ml. Ketika dimasukkan ke dalam corong pisah, kedua fasa tersebut tidak saling campur. Campuran ini kemudian dikocok selama 10 menit, sehingga mengakibatkan terjadinya distribusi asam asetat ke dalam fasa organik dan fasa air. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa. Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. fasa atas dan fasa bawah. Dari kedua fsa tersebut yang diambil adalah fasa bawah karena pada fasa tersebut dicurigai terdapat asam asetat. Pada pelarut eter, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut petroleum eter berada di lapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air lebih besar di banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis petroleum eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99) Kemudian fasa bawah yang telah diambil ditambah dengan indikator pp dan dititrasi dengan NaOH hingga menghasilkan warna merah lembayung pada larutan. Diamati dan diukur hasil yang diperoleh kemudian dilakukan perlakuan yang sama untuk konsentrasi o,4 M dan 0,6 M. Adapun fungsi bahan dan alat sebagai berikut : asam cuka (CH3COOH) berfungsi sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya. Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar untuk menitrasi asam cuka (titran). Indicator Phenolphtalein (pp) berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi dan untuk aquades berfungsi sebagai pelarut. Fungsi petroleum eter adalah sebagai pelarut organic yang digunakan untuk melarutkan asam asetat. Untuk fungsi alatnya yaitu : pipet tetes berfungsi untuk mengambil indikator dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer sendiri berfungsi sebagai wadah zat yang akan dititrasi. Statif dan klem berfungsi sebagai penyanggah berdirinya

buret. Fungsi buret itu sendiri adalah sebagai wadah untuk tiytrannya. Beaker glass berfungsi sebagai wadah campuran yang diaduk. Corong pisah disini berfungsi untuk memasukkan larutan standar ke dalam buret. Maupun ke dalam Erlenmeyer. Dan fungsi untuk batang pengaduk adalah alat untuk mengaduk dua zat yang dicampur agar terbentuk larutan yang homogen. Sifat fisika dari asam asetat adalah memiliki rumus molekul CH3COOH, massa molar 60.05 gr/mol, densitas dan fase 1.049 g/cm3, cairan. 1.266 g/cm3, padatan. Titik lebur 16.50C (289.6 0,5 K) (61.60F). titik lebur sebesar 118.10C (391.2 0.6 K) (244.50F). Penampilan cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan sifat kimianya adalah melarut dengan mudah dalam air, bersifat higroskopis dan korosif, asam asetat merupakan asam lemah dan monobasic. Asam asetat dapat merubah kertas lakmus biru menjadi merah. Asam asetat membebaskan CO2 dari karbonat dan asam asetat menyerang logam yang melibatkan hidrogen. Sifat fisika untuk NaOH adalah memiliki densitas dan fase 2.100 g/cm3, cairan. Memiliki titik lebur dan titik didih sebesar 318 0C dan 1390 0C. penampilan yaitu cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan untuk sifat kimianya yaitu mudah menyerap gas CO2, senyawa ini sangat mudah larut dalam air. Merupakan larutan basa kuat, sangat korosif terhadap jaringan organik dan tidak berbau. Sifat fisika untuk indikator pp yaitu memiliki rumus molekul C20H14O4. Penampilan berupa padatan Kristal tak berwarna. Memiliki massa jenis 1,227, berbentuk larutan. Termasuk asam lemah dan larut dalam air. Sedangkan untuk sifat kimianya adalah trayek pH berkisar pada 8,2-10. Merupakan indikator dalam analisis kimia, tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indicator. Larut dalam 95 % etil alkohol, merupakan asam dwiprotik. Tidak berwarna saat asam dan saat kondisi basa akan berwarna merah lembayung. Adapun sifat fisik dan kimia dari n-heksan yaitu memiliki rumus molekul C6H14, mssa molar sebesar 86,18 g/mol. Tampilan berupa cairan tak berwarna, memiliki massa jenis sebesar 0,6548 g/ml. titik leleh dan titik didihnya sebesar 950C (178 K, 139 0F), dan 69 0C ( 342 K, 156 0F). Kelarutannya dalam air yaitu 13 mg/L pada suhu

20 0C. Kekentalannya mencapai 0,294 cP, dapat terbakar, titik picu nyala -23,3 0C, titik nyala otomatis 233.9 0C. merupakan zat yang berbahaya. Adapun faktor kesalahan dalam percobaan kali ini yaitu : Kesalahan pada saat penitrasian, kemungkinan titik akhir titrasi terlalu terlampaui
Kesalahan pada saat pengenceran asam asetat, kemungkinan larutan tidak tepat

pada batas tera.

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Fungsi dari asam asetat yaitu sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya sedangkan fungsi dari NaOH adalah sebagai larutan standar untuk menitrasi asam cuka (titran).

Fungsi dari titrasi pada saat pembakuan asam asetat yaitu untuk mengetahui berapa besar massa asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air

Fungsi dari pengocokan yaitu untuk memperbesar luas permukaan agar membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa.

5.2 Saran Disarankan agar pada percobaan selanjutnya di gunakan indikator lain seperti metil orange, agar di ketahui perbedaan hasil yang di dapat. Selainkan disarankan agar digunakan pelarut organik lain seperti dietil eter.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym.2010. koefisien Distribusi Iod. http://brown13zt.blogspot.com/koefisien distribusi-iod.html. anonymous, http://chemicamp.blogspot.com Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press Svhela. 1990. Vogel. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro bagian 1. Jakarta. PT Kalman Media Pustaka Underwood, A.L dan Day A. R. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga

You might also like