You are on page 1of 12

Suparmin/E.

4B005062/Magister Kesling UNDIP 1

KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA

A. LATAR BELAKANG
Masuknya daging ilegal dari India, berbagai kejadian keracunan makanan katering,
tingginya residu pestisida pada produk-produk agroindustri, issue tentang pertanian transgenik
dan terakhir adalah issue tentang formalin dan boraks, menandai adanya suatu permasalahan
dalam sistim keamanan pangan di Indonesia.
Idealnya pangan yang beredar harus aman, bermutu, dan bergizi. Karena pangan
sangat penting bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta
kecerdasan masyarakat. Masyarakat perlu dilindungi dari pangan yang merugikan dan
membahayakan kesehatan.
Upaya untuk mewujudkan keadaan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yang menggariskan hal-hal
yang diperlukan untuk mewujudkan pangan yang aman, bermutu, dan bergizi. Pada peraturan
tersebut juga ditetapkan bahwa tanggung jawab dan hak setiap pihak yang berperan sebagai
pilar pembangunan keamanan pangan adalah pemerintah, pelaku usaha pangan, dan
masyarakat konsumen. Namun adanya PP Nomor 28/ 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan belum cukup untuk mewujudkan pangan yang aman, bermutu, dan bergizi karena luas
dan kompleknya permasalahan yang di hadapi di lapangan.
Terdapat beberapa faktor yang diidentifikasi mempengaruhi keamanan pangan di
Indonesia yaitu: sistem pangan, sosial budaya, mata rantai teknologi makanan, faktor
lingkungan, aspek nutrisi dan epidemiologi.
B. PEMBAHASAN
Pangan yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar memenuhi
ukuran kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas. Unsur kuantitas sering
dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi, yang bagi sebagian orang hanya
berfungsi 'untuk mengganjal perut'. Bagi mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang, atau
yang penting sudah makan. Sedangkan ukuran kualitas adalah terkait dengan nilai-nilai
intrinsik dalam makanan tersebut seperti keamanannya, gizi dan penampilan makanan
tersebut.

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 2

Sementara itu dengan mudah kita dapat menjumpai kelompok masyarakat lain yang
lebih beruntung, mampu, dan berkesempatan untuk memilah dan memilih pangan yang akan
dikonsumsinya. Mereka bisa mempertimbangkan faktor-faktor keamanan, mutu, dan gizi yang
terkandung dalam pangan tersebut. Bahkan, ada dari antara mereka yang memilih karena
alasan 'gengsi', pergaulan, kepuasan batin, dan alasan-alasan lain yang tidak terkait dengan
fungsi utama pangan bagi tubuh. Dengan demikian dasar pertimbangan untuk memilih pangan
akan bervariasi tergantung keadaan ekonomi, pengetahuan dan kesadaran masing-masing
orang tentang pangan. Mungkin ada yang mengutamakan keamanan, yang lain mensyaratkan
keamanan, mutu dan gizi. Bahkan, saat ini berkembang iklim yang menempatkan pangan
sekaligus sebagai pencegah atau obat berbagai penyakit.
Beberapa indikator dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu pangan tidak
aman. Tanda-tanda yang mudah ditemukan antara lain berbau busuk atau tengik, terdapat
kotoran berupa kerikil, potongan kayu atau kaca atau terdapat belatung. Namun, masih ada
bahan-bahan lain yang tidak kasat mata yang dapat menyebabkan pangan berbahaya bagi
kesehatan, yaitu mikroorganisme misalnya virus atau bakteri serta racun yang dihasilkannya,
yang mungkin terdapat pada sayuran, susu, kacang tanah, daging, ikan dan lain-lain.
Beberapa permasalahan keamanan pangan di Indonesia adalah :
1. Food System (Sistim Pangan)
Sistim pangan yang dimaksud adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dari produksi, proses,
penyiapan, distribusi dan konsumsi bahan pangan. Di dalam sistim ini terkait beberapa sub
sitem antara lain:
Low income rural system, yaitu suatu sistem pengelolaan pangan yang terbentuk karena
rendahnya pendapatan masyarakat pedesaan. Permasalahan umum yang ditemukan antara
lain:
a. Kebanyakan kontaminasi berasal dari bahan mentah yang mengandung spora dari
mikroorganisme seperti clostridium dan bacillus
b. Kontaminasi melalui penggunaan air yang tidak bersih untuk menyiram atau mencuci
tumbuhan/tanaman sayur
c. Praktek pengelolaan pangan yang tidak baik pada saat persiapan, pengolahan dan
penyajian.

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 3

Low income urban system yaitu suatu sistem pengelolaan pangan yang terbentuk karena
rendahnya pendapatan masyarakat di perkotaan. Permasalahan umum yang ditemukan antara
lain:
a. Kebanyakan kontaminasi berasal dari bahan mentah yang mengandung spora dari
mikroorganisme seperti clostridium dan bacillus
b. Pertumbuhan dari pasar yang terpusat sebagai distribusi utama pangan dari pedesaan ke
perkotaan
c. Perkembangan sejumlah pemrosesan dan penyiapan makanan di dalam atau di luar rumah
dan kebanyakan diprodukasi dalam skala kecil.
d. Sistem retail kepada skala kecil penjualan, serta penjualan dengan jumlah kecil suatu
bahan mentah, bahan yang telah diproses atau makanan siap saji.
High income system, yaitu suatu sistem pengelolaan pangan yang terbentuk pada golongan
masyarakat yang berpenghasilan tinggi. Permasalahan umum yang ditemukan antara lain:
a. Sejalan dengan peningkatan pendapatan, maka orang cenderung untuk mengurangi waktu
mereka dalam menyiapkan makanan.
b. Dimilikinya teknologi dan tempat menyimpan pangan
c. Kemungkinan terjadinya kontaminasi silang antara bahan mentah dan matang yang
bersama-sama disimpan, kurang sesuainya suhu penyimpanan dan cara masak yang
kurang tepat.
Antisipasi berbagai permasalahan sistem pangan tersebut adalah memperbaiki
pengelolaan pangan dengan 6 (enam) prinsip sanitasi makanan yaitu :
a. Sumber bahan pangan
Untuk mendapatkan bahan makanan yang terhindar dari pencemaran maka sanitasi
sumber ini haruslah dipelihara dengan baik. Ambillah contoh daerah pertanian misalnya ,
hendaknya dihindari pemakaian insektisida yang dapat meracuni bahan makanan atau
pemakain pupuk kotoran manusia pada sayur – sayuran yang dimakan mentah .
b. Penyimpanan bahan makanan
Bahan makanan sangat penting dalam penyimpanannya terutama pada jenis bahan
makanan yang rawan busuk . Faktor yang sangat berpengaruh adalah suhu dan
kelembaban .
c. Pengolahan makanan

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 4

Makanan diolah di dapur , disini sanitasinya harus pula diperhatikan dengan baik .
Untuk makanan yang dimakan mentah perlu dilakukan pencucian yang baik dan benar
agar parasit atau kotoran yang melekat pada sayuran tersebut hilang .
d. Pengangkutan makanan
Makanan yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan pengangkutan untuk
disimpan atau disajikan . Kemungkinan pengotoran terjadi sepanjang pengankutan bila
cara pengangkutannya kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik dari segi kualitasnya
e. Penyimpanan makanan yang telah diolah
Dalam penyimpanan makanan yang telah diolah soal sanitasinya harus pula diperhatikan
seperti tudung saji , dimasukkan dalam lemari , agar terhindar dari pencemaran bakteri .
f. Penyajian makanan
Sanitasi ketika penyajian makanan ini perlu pula diperhatikan dengan baik agar dapat
menambah selera makan .
2. Socio Cultural
M. Khumaidi (1994, hal.30) menyatakan bahwa kebutuhan untuk makan
bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar, akan tetapi disamping itu ada
kebutuhan fisiologis dan psikologis yang ikut mempengaruhi. Setiap kelompok mempunyai
suatu pola tersendiri dalam memperoleh, menggunakan dan menilai makanana yang akan
merupakan ciri kebudayaan dari kelompok masing-masing.
Pada beberapa masyarakat, makanan memegang peranan penting dalam
peristiwa-peristiwa sosial atau keagamaan dalam kehidupan manusia. Menghidangkan
makanan merupakan suatu simbol dari suatu persaudaraan, kekeluargaan, penerimaan dan
kepercayaaan
Peralatan dapur, jenis bahan bakar, lamanya waktu yang dipergunakan kaum
wanita bekerja di dalam dan di luar rumah akan mempengaruhi susunan makanan yang
diberikan (M.Khumaidi, hal.37).
Faktor sosial budaya yang lain yaitu kebiasaan yang secara spesifik
memberikan dampak terhadap keamanan makanan seperti: jumlah makan dalam sehari,
teknologi pengawetan yang tersedia, pandangan tentang makanan, kesehatan dan kesakitan,
kebiasaan (tradisi) yang positif maupun negatif terhadap pangan.

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 5

3. Food Chain Technology


Pada masyarakat non industri, biasanya di daerah penggiran (pedesaan)
sebagian besar mereka menghasilkan sendiri makanannnya. Pada pasar lokal makanan
dijajakan dalam wadah yang terbuka, atau diletakkan saja di tanah sehingga terekspose
debu dan lalat. Air yang kualitasnya buruk (air kali, saluran irigasi, dll.) kadangkala
digunakan untuk menyegarkan jualan mereka saat dijajakan. Pengawetan dilakukan di
rumah dimana kondisi kurang higienis, kadang pula makanan disiapkan dalam rentang
waktu yang cukup lama untuk dimakan tanpa dimasukkan pendingin.
Pada masyarakat urban dan industri, makanan harus melalui jarak yang
cukup jauh untuk sampai ke konsumen, karena letak sentra produksi pangannya di luar
kota. Rantai makanan menjadi lebih komplek dan banyak tangan terlibat. Sebagian besar
makanan diproduksi masal di kebun kemudian diolah di pabrik dan didistribusikan untuk
lokal, nasional dan internasional.
4. Ecologycal Factor
Pencemaran kerang-kerangan oleh bahan kimia akibat buangan limbah ke
laut/badan air seperti yang terjadi di Teluk Jakarta dan pantai Kenjeran Surabaya (Umar
Fahmi, 1991) menjadi ancaman bagi konsumennya. Buruknya suplai air bersih, sanitasi
lingkungan yang buruk dan pembuangan air limbah/tinja yang tidak memenuhi syarat akan
berakibat timbulnya penyakit yang berbasis, air, makanan dan vektor (food borne disease,
water borne disease and vector borne disease).
5. Nutritional Aspect
Pada proses penyimpanan dan penyiapan makanan untuk dikonsumsi dapat
terjadi degradasi nutrisi sehingga pemeliharaan dan pengembangan kualitas nutrisi yang
diberikan merupakan komponen penting dari keamanan pangan. Pemakaian bahan
tambahan makanan mempengaruhi kualitas nutrisi, demikian pula kontaminasi logam
berat seperti timbal mempengaruhi absorpsi vitamin D dan Cd.
Disamping permasalahan di atas maka secara laten permasalahan keamanan pangan
juga terpengaruh oleh:
a. Tingkat Ekonomi Konsumen

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 6

Masyarakat dari kelas ekonomi menengah ke atas akan menuntut produk olahan
pangan yang bermutu baik meski harganya lebih mahal. Sebaliknya, kelompok masyarakat
bawah akan mencari produk yang lebih murah sekalipun kerap diragukan tingkat
keamanannya.
Contoh kasus adalah murahnya daging sapi impor ilegal. Pemerintah mengatakan agar
masyarakat berhati-hati jika membeli daging sapi di pasar-pasar di Jakarta dan kota-kota
lainnya karena beredar daging sapi impor ilegal yang dikhawatirkan mengandung penyakit
mulut dan kuku? Apakah di balik praktik penyeludupan daging ilegal itu tak berlaku hukum
ekonomi, yakni harga murah akan mendongkrak permintaan barang? Daging-daging sapi
ilegal itu dijual dengan harga Rp 10.000 per kilogram, sementara di pasaran harga daging
impor legal Rp 21.000 per kilogram. Bandingkanlah dengan harga daging lokal yang hampir
empat kali lipat, yakni Rp 38.000 per kilogram. Bukankah kemiskinan adalah pencetus
perdagangan daging ilegal? Dengan daya beli masyarakat Indonesia yang masih rendah,
daging produk India yang harganya relatif murah akan dapat dibeli oleh masyarakat dari
lapisan menengah dan bawah.
Seiring dengan itu, dari sekian banyak faktor yang memengaruhi keamanan pangan,
tingkat pendapatan masyarakat yang masih rendah, alias kemiskinan, menjadi mesin
pendorong buruknya keamanan pangan di Indonesia. Hasrat untuk mengonsumsi daging sapi,
guna memenuhi kecukupan protein hewani, merangsang masyarakat menengah dan bawah
membeli daging ilegal itu meski tidak aman dikonsumsi. Dari sudut ini, keracunan pangan
lebih kerap terjadi di tengah masyarakat berpendapatan rendah. Sebab, rendahnya daya beli
mendorong mereka membeli makanan murah yang sering kali tidak memenuhi syarat mutu
kesehatan dan keamanan. Ini membuktikan pemerintah belum sepenuhnya melindungi
konsumen pangan karena membiarkan impor daging ilegal itu terjadi.
b. Pengetahuan Produsen dan Konsumen Tentang Produksi dan Pengawetan Makanan
Agenda keamanan pangan belum mampu diterjemahkan secara baik oleh pihak
produsen maupun konsumen pangan. Rendahnya pemahaman terhadap keamanan pangan
sering menghadirkan produk pangan katering yang berasal dari industri jasa boga menjadi
penyebab keracunan. Dari pemberitaan kasus keracunan makanan di berbagai media massa,
yang dilaporkan adalah yang menyerang sekelompok karyawan pabrik atau anak sekolah
setelah mengonsumsi makanan yang dipesan dari pengusaha katering. Jika ditelusuri lebih

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 7

jauh, ada tiga penyebab utama kasus keracunan makanan katering di Indonesia, yaitu
penggunaan bahan mentah yang tercemar mikroba patogen karena terjadi kontaminasi silang,
makanan didiamkan cukup lama sebelum dikonsumsi, dan proses pemanasan kembali yang tak
cukup.
Dengan pemahaman yang memadai tentang teknologi pengawetan pangan,
sesungguhnya ketiga masalah utama di atas bisa diatasi guna mengurangi risiko keracunan.
Sayangnya, kebanyakan industri jasa boga masih berskala rumah tangga yang amat minim
tenaga-tenaga terampil yang paham tentang teknologi pengolahan pangan. Dengan kondisi ini,
kesiapan industri jasa boga kerap tak memadai untuk menerima pesanan dalam jumlah besar
sehingga makanan katering acap dipersiapkan pada malam hari untuk dihidangkan saat makan
siang pada hari berikutnya, sementara proses pemanasan kembali tak sempat dilakukan sebab
jumlah makanan yang dipersiapkan terlalu banyak. Kondisi ini dapat menjadi media yang baik
untuk pembentukan racun bakteri yang relatif tahan panas, seperti enterotoksin Staphylococcus
aureus.
Beberapa alternatif penanganan keamanan pangan
a. Membentuk Jaringan Keamanan Pangan
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Prof Dr
Dedi Fardiaz (www.kompas.com) menyatakan, keamanan pangan harus dikaji dari hulu
sampai hilir. Untuk itu perlu sistem keamanan pangan terpadu yang melibatkan tiga jejaring,
yaitu Food Intelligence, yang mengkaji risiko keamanan pangan; Food Safety Control, yang
mengawasi keamanan pangan; dan Food Safety Promotion, yang mengkomunikasikan
keamanan pangan.
Food Intelligence adalah jejaring yang menghimpun informasi kegiatan pengkajian
risiko keamanan pangan dari lembaga terkait (data surveilan, inspeksi, riset keamanan
pangan, dsb). Food Safety Control adalah jejaring kerja sama antarlembaga dalam kegiatan
yang terkait dengan pengawasan keamanan pangan (standardisasi dan legislasi pangan,
inspeksi dan sertifikasi pangan, pengujian laboratorium, ekspor-impor, dan sebagainya). Food
Safety Promotion adalah jejaring keamanan pangan, meliputi pengembangan bahan promosi
(poster, brosur) dan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan keamanan pangan untuk
industri pangan, pengawas keamanan pangan, dan konsumen.
Secara grafis jaringan pengamanan pangan yang diusulkan adalah sebagai berikut:

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 8

Gambar. Kelompok Kerja Keamanan Pangan Nasional


(Sumber: www.bpom.org.id.)
Produk pangan dalam negeri diberi nomor pendaftaran MD dan ML diberikan untuk
produk pangan impor. Produk pangan yang dihasilkan oleh industri rumah tangga memperoleh
nomor SP (sertifikat penyuluhan) atau P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dari Dinas
Kesehatan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Dalam rangka peningkatan mutu dan keamanan produk pangan IRT, Badan POM telah
bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melatih tenaga Penyuluh Keamanan
Pangan dan tenaga Inspektur Pangan (DFI, District Food Inspector) di lingkungan Pemerintah
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
Dengan target minimum 6000 DFI, saat ini sudah ada sekitar 1.200 DFI yang bertugas
melakukan pengawasan IRT Pangan di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, kepada para konsumen
dihimbau untuk selalu membeli produk pangan yang sudah bernomor MD atau ML atau SP dan
P-IRT. Badan POM yang didukung oleh 26 Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia selalu
melakukan pengujian terhadap contoh-contoh yang diambil secara acak dari seluruh pelosok
tanah air. Pengujian dilakukan untuk memantau mutu dan keamanan pangan dari produk-produk
yang beredar, baik terhadap produk MD, ML, SP, P-IRT, maupun produk-produk lainnya seperti
makanan jajanan atau air minum dari depot air minum.
Dalam rangka peningkatan keamanan pangan di Indonesia, Badan POM membahas
kembali standar dan regulasi yang berkaitan dengan persyaratan keamanan pangan berdasarkan
analisis risiko bahaya dari parameter yang dipersyaratkan.

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 9

Selain itu Badan POM juga berupaya untuk meningkatkan kesadaran para produsen dan
konsumen akan pentingnya keamanan pangan bagi hidup yang sehat, melalui kegiatan
penyuluhan maupun kampanye keamanan pangan.
Karena penanganan masalah keamanan pangan adalah tanggung jawab kita bersama baik
pemerintah, pihak produsen pangan maupun konsumen, Badan POM meminta para produsen
pangan untuk selalu mengendalikan produknya agar mutu dan keamanan pangannya terjamin,
dan menghimbau para konsumen untuk selalu kritis dalam memilih produk pangan yang
dibutuhkannya dan selalu menghindari produk pangan yang tidak sesuai dengan persyaratan
keamanan pangan.
b. Membuat Kriteria Aman dan Law Enforcement
Suatu pangan dikatakan aman apabila bebas dari bahaya yang ditimbulkan akibat dari
keberadaan cemaran tersebut. Kata bebas dalam hal ini tidak selalu berarti sama dengan nol
atau tidak ada sama sekali. Karena berbagai alasan beberapa bahan tersebut tidak dapat
dihilangkan dengan seksama, namun melalui berbagai penelitian dan pengkajian nasional dan
internasional ditetapkan standar atau batas maksimal keberadaan dari masing-masing bahan
tersebut.
Umumnya standar atau batas maksimal tersebut ditetapkan dengan memperhatikan
kesehatan manusia dan diatur secara spesifik untuk masing-masing jenis pangan. Dengan
demikian setiap pangan harus memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan agar tidak
mengganggu, merugikan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Cemaran biologis merupakan tantangan yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia.
Hal tersebut tidak saja berkenaan dengan iklim tropis yang 'nyaman' bagi pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dan patogen. Tetapi, juga terkait dengan keterbatasan pengetahuan,
sikap dan perilaku bersih masyarakat pada umumnya, baik konsumen maupun yang terlibat
dalam pengolahan pangan. Salah satu upaya yang ditetapkan untuk mencapai keamanan
pangan adalah pelaksanaan sanitasi pada setiap rantai pangan. Rantai pangan dimulai sejak
penanaman hingga pemanenan dan penanganan pascapanen yang menghasilkan pangan segar.
Selanjutnya adalah pengolahan pangan segar hingga menghasilkan pangan olahan yang siap
dikonsumsi seperti mi instan, daging kaleng, dan biskuit.
Pengolahan pangan segar juga dapat menghasilkan pangan olahan lain yang
merupakan bahan baku seperti terigu dan tepung telur. Mata rantai lainnya adalah

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 10

pengangkutan, distribusi, dan pemasaran pangan. Mata rantai terakhir adalah penyiapan
pangan sebelum dikonsumsi, baik di dapur masing-masing konsumen maupun di rumah
makan umum seperti restoran, kafe, atau warung.
Tentang sanitasi tersebut, menteri kesehatan menetapkan persyaratan tentang sanitasi
pada fasilitas, terhadap pelaksanaan kegiatan, dan pekerja. Persyaratan sanitasi dipenuhi
melalui penerapan cara-cara yang baik yakni, Cara Budidaya Yang Baik (tanaman,
peternakan, perikanan), Cara Produksi Pangan Segar Yang Baik (hasil pertanian,
peternakan, perikanan), Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik, Cara Distribusi
Pangan yang Baik, Cara Ritel Pangan Yang Baik, dan Cara Produksi Pangan Siap Saji
yang Baik. Untuk melaksanakan cara-cara tersebut pemerintah menyiapkan berbagai
pedoman yang diperlukan, melakukan pembinaan, dan pengawasan yang diperlukan.
Pedoman Cara Budidaya yang Baik disiapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab
di bidang pertanian, perikanan, atau kehutanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-
masing. Pedoman ini antara lain memuat tentang pemilihan lahan pertanian, pengendalian
cemaran biologis, serta penyakit hewan dan tanaman yang mengancam keamanan pangan.
Dalam pedoman tersebut juga ditekankan perihal meminimalkan residu kimia akibat
penggunaan pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan, dan obat hewan.
Pedoman Cara Produksi Pangan Segar yang Baik mengatur tentang cara pencegahan
kontaminasi pangan segar dari udara, tanah, air, pakan, pupuk, pestisida, obat hewan, serta
pengendalian kesehatan hewan dan tanaman. Pedoman ini disiapkan oleh Menteri yang
bertanggungjawab di bidang pertanian atau perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan
masing-masing.
Menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian atau perikanan menyiapkan
Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik, yang antara lain menjelaskan tentang pencegahan
kontaminasi, pemusnahan atau mencegah tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme
patogen, pengendalian proses, pemilihan bahan baku, bahan tambahan pangan, kemasan, dan
penyimpanan serta pengangkutan. Khusus untuk pangan olahan tertentu antara lain pangan
untuk bayi, ibu hamil atau menyusui, dan yang menderita penyakit tertentu, pedoman tersebut
disiapkan oleh badan yang bertanggung jawab di bidang pengawasan obat dan makanan.
Pangan yang telah diproduksi dengan cara-cara yang baik masih dapat mengalami
kerusakan akibat penanganan yang tidak benar selama pengangkutan dan penyimpanan.

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 11

Karena itu, pelaksanaan cara distribusi yang baik penting untuk dilaksanakan. Pedoman Cara
Distribusi Pangan Yang Baik ditetapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang
perindustrian, pertanian, atau perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing.
Dalam pedoman ini dapat disimak hal-hal yang berkenaan dengan cara bongkar muat,
pengendalian suhu, kelembaban dan tekanan udara selama distribusi dan penyimpanan serta
sistem pencatatan untuk penelusuran distribusi pangan.
Di Indonesia telah diterbitkan peraturan perundangan terkait dengan keamanan pangan
berupa Undang-Undang sampai dengan Keputusan Menteri (misal: UU Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan
Gizi Pangan, Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,
Menteri Kesehatan, Dan Menteri Negara Pangan Dan Hortikultura Nomor :
998.1/Kpts/OT.210/9/99, 790.a/Kpts-IX/1999, 1145A/MENKES/SKB/IX/1999,
015A/NmenegPHOR/09/1999, tentang Keamanan Hayati Dan Keamanan Pangan Produk
Pertanian Hasil Rekayasa Genetik, dll).
c. Pendidikan konsumen
Salah satu hal yang paling penting dilakukan dalam kaitan ini adalah pendidikan
keamanan pangan untuk konsumen guna meningkatkan kesadaran masyarakat. Mereka harus
tahu dan memahami bahwa penyakit karena pangan disebabkan oleh bahaya kimia, bahaya
biologi, bahaya fisik, dan mana makanan yang bebas bahaya.
Cara yang ditempuh oleh BPOM untuk menyosialisasikan keamanan pangan adalah
dengan mengedarkan CD (compact disk) yang berisi 10 poster tentang keamanan pangan. CD
yang berisi 10 poster akan dibagikan kepada stakeholder, seperti industri pangan, pemerintah
daerah, universitas, asosiasi pangan, atau asosiasi lainnya yang berkaitan dengan keamanan
pangan, juga diberikan kepada individu-individu yang peduli. Diharapkan poster dalam CD
dapat diedarkan dan digandakan oleh mereka yang peduli secara multilevel. Poster yang
diedarkan antara lain berisi imbauan pentingnya menutup makanan yang telah matang sebelum
dimakan agar terhindar dari cemaran mikroba yang dibawa oleh lalat, kecoa, dan sebagainya.
Selain menggunakan poster, keamanan pangan juga diinformasikan kepada konsumen
atau produsen melewati promosi, seperti pendidikan, melalui talk show di beberapa televisi,
memberikan selipan informasi di koran-koran, juga penyuluhan kepada industri kecil pangan.

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.


Suparmin/E.4B005062/Magister Kesling UNDIP 12

C. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
a. Selain faktor ekonomi, kurangnya pengetahuan konsumen dan produsen serta lemahnya
penegakan aturan hukum dalam hal keamanan pangan, beberapa faktor yang
diidentifikasi mempengaruhi keamanan pangan di Indonesia antara lain : sistem
pangan, sosial budaya, mata rantai teknologi makanan, faktor lingkungan, aspek nutrisi
dan epidemiologi
b. Di Indonesia telah diterbitkan peraturan perundangan terkait dengan keamanan pangan
berupa Undang-Undang sampai dengan Keputusan Menteri (misal: UU Nomor 7 Tahun
1996 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan, Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan Dan
Perkebunan, Menteri Kesehatan, Dan Menteri Negara Pangan Dan Hortikultura Nomor :
998.1/Kpts/OT.210/9/99, 790.a/Kpts-IX/1999, 1145A/MENKES/SKB/IX/1999,
015A/MENEG/PHOR/09/1999, tentang Keamanan Hayati Dan Keamanan Pangan Produk
Pertanian Hasil Rekayasa Genetik , selain peraturan perundang-undangan telah dibentuk
pula Kelompok Kerja Keamanan Pangan Nasional.

2. Saran
a. Salah satu hal yang paling penting dilakukan dalam kaitan ini adalah pendidikan
keamanan pangan untuk konsumen guna meningkatkan kesadaran masyarakat. Mereka
harus tahu dan memahami bahwa penyakit karena pangan disebabkan oleh bahaya
kimia, bahaya biologi, bahaya fisik, dan mana makanan yang bebas bahaya.
b. produsen pangan untuk selalu mengendalikan produknya agar mutu dan keamanan
pangannya terjamin, dan menghimbau para konsumen untuk selalu kritis dalam
memilih produk pangan yang dibutuhkannya dan selalu menghindari produk pangan
yang tidak sesuai dengan persyaratan keamanan pangan.
c. Koordinasi dari berbagai instansi terkait dan penegakan aturan hukum (law
enforcement) masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya agar program keamanan pangan
di Indonesia berjalan dengan baik.

Manajemen Makanan & Minuman/Dra.Sulistiyani,M.Kes.

You might also like