You are on page 1of 27

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM DUNIA

PENDIDIKAN

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Pendidikan

Oleh :
Riksa Rifqi Fuadi
08510387

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
SILIWANGI BANDUNG
2008
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat

penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena

pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

sumber daya manusia. Seiring dengan perkembangan teknologi komputer dan

teknologi informasi, maka dunia pendidikan pun tidak lepas dari pengaruh

perkembangan tersebut. Secara khusus untuk pendidikan pengaruhnya akan

dirasakan dengan adanya kecenderungan :

(a) Bergesernya pendidikan dan pelatihan dari sistem yang berorientasi pada

guru/dosen/lembaga ke sistem yang berorientasi pada

siswa/mahasiswa/peserta didik.

(b) Tumbuh dan makin memasyarakatnya pendidikan terbuka/jarak jauh.

(c) Semakin banyaknya pilihan sumber belajar yang tersedia.

(d) Diperlukannya standar kualitas global dalam rangka persaingan global.

(e) Semakin diperlukannya pendidikan sepanjang hayat (life long learning).

Aplikasi teknologi komunikasi dan informasi telah memungkinkan

terciptanya lingkungan belajar global yang berhubungan dengan jaringan yang

menempatkan siswa di tengah-tengah proses pembelajaran, dikelilingi oleh

berbagai sumber belajar dan layanan belajar elektronik. Untuk itu, sistem

pendidikan konvensional seharusnya menunjukkan sikap yang bersahabat dengan

alternatif cara belajar yang baru yang sarat dengan teknologi.


1.1. Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi

Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk

mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,

memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang

berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan

untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang

strategis untuk pengambilan keputusan.

Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data,

system jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang

lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar

data dapat disebar dan diakses secara global. Arti teknologi informasi bagi dunia

pendidikan seharusnya berarti tersedianya saluran atau sarana yang dapat dipakai

untuk menyiarkan program pendidikan. Pemanfaatan teknologi informasi dalam

bidang pendidikan sudah merupakan kelaziman. Membantu menyediakan

komputer dan jaringan yang menghubungkan rumah murid dengan ruang kelas,

guru, dan administrator sekolah. Semuanya dihubungkan ke Internet, dan para

guru dilatih menggunakan komputer pribadi.

Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah

mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang

kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains,

teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama

antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang
lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi,

ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran.

Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan,

dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal

dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan

secara elektronik.

1.2. Implikasi Teknologi Informasi Pada Pendidikan

Sejarah IT dan Internet tidak dapat dilepaskan dari bidang pendidikan.

Internet di Amerika mulai tumbuh dari lingkungan akademis (NSFNET), seperti

diceritakan dalam buku “Nerds 2.0.1”. Demikian pula Internet di Indonesia mulai

tumbuh dilingkungan akademis (di UI dan ITB), meskipun cerita yang seru justru

muncul di bidang bisnis. Mungkin perlu diperbanyak cerita tentang manfaat

Internet bagi bidang pendidikan.

Adanya Internet membuka sumber informasi yang tadinya susah diakses.

Akses terhadap sumber informasi bukan menjadi malasah lagi. Perpustakaan

merupakan salah satu sumber informasi yang mahal harganya. (Berapa banyak

perpustakaan di Indonesia, dan bagaimana kualitasnya?.) Adanya Internet

memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses perpustakaan di Amerika

Serikat. Mekanisme akses perpustakaan dapat dilakukan dengan menggunakan

program khusus (biasanya menggunakan standar Z39.50, seperti WAIS¹), aplikasi

telnet (seperti pada aplikasi hytelnet²) atau melalui web browser (Netscape dan
Internet Explorer). Sudah banyak cerita tentang pertolongan Internet dalam

penelitian, tugas akhir. Tukar menukar informasi atau tanya jawab dengan pakar

dapat dilakukan melalui Internet. Tanpa adanya Internet banyak tugas akhir dan

thesis yang mungkin membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk diselesaikan.

Kerjasama antar pakar dan juga dengan mahasiswa yang letaknya

berjauhan secara fisik dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dahulu, seseorang

harus berkelana atau berjalan jauh untuk menemui seorang pakar untuk

mendiskusikan sebuah masalah. Saat ini hal ini dapat dilakukan dari rumah

dengan mengirimkan email. Makalah dan penelitian dapat dilakukan dengan

saling tukar menukar data melalui Internet, via email, ataupun dengan

menggunakan mekanisme file sharring. Bayangkan apabila seorang mahasiswa di

Irian dapat berdiskusi masalah kedokteran dengan seoran pakar di universitas

terkemuka di pulau Jawa. Mahasiswa dimanapun di Indonesia dapat mengakses

pakar atau dosen yang terbaik di Indonesia dan bahkan di dunia. Batasan

geografis bukan menjadi masalah lagi. Sharring information juga sangat

dibutuhkan dalam bidang penelitian agar penelitian tidak berulang (reinvent the

wheel). Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat

digunakan bersama-sama sehingga mempercepat proses pengembangan ilmu dan

teknologi.

Distance learning dan virtual university merupakan sebuah aplikasi baru

bagi Internet. Bahkan tak kurang pakar ekonomi Peter Drucker mengatakan

bahwa “Triggered by the Internet, continuing adult education may wll become our
greatest growth industry”. (Lihat artikel majalah Forbes 15 Mei 2000.) Virtual

university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan

pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya dilakukan

dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam satu kelas?

Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 50 orang. Virtual university dapat

diakses oleh siapa saja, darimana saja.

Inisiaif-inisiatif penggunaan IT dan Internet di bidang pendidikan di

Indonesia sudah mulai bermunculan. Salah satu inisiatif yang sekarang sedang

giat kami lakukan adalah program “Sekolah 2000”, dimana ditargetkan sejumlah

sekolah (khususnya SMU dan SMK) terhubung ke Internet pada tahun 2000 ini.

(Informasi mengenai program Sekolah 2000 ini dapat diperoleh dari situs Sekolah

2000 di http://www.sekolah2000.or.id) Inisiatif seperti ini perlu mendapat

dukungan dari kita semua.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Paradigma Pemanfaatan Teknologi Informasi (TI)

Yang perlu diperhatikan sejak awal adalah bahwa penggunaan TI tidak

sama dengan otomatisasi. TI tidak hanya memecahkan masalah dengan

menggantikan pekerjaan yang selama ini dilakukan dengan manual menjadi

berbantuan teknologi. Jika paradigma berpikir itu yang digunakan, maka

pemanfaatan TI, menurut Hammer dan Champy (1993), tidak akan membawa

perubahan radikal. Cara berpikir deduktif (deductive thinking) seperti ini tidak

banyak memunculkan perubahan yang radikal terkait dengan pemanfaatan TI

dibandingkan jika berpikir secara induktif (inductive thinking).

Orang yang berpikir secara deduktif, pertama kali mencari masalah yang

akan dipecahkan dan kemudian mengevaluasi sejumlah alternatif solusi yang akan

digunakan. Jika TI ingin dioptimalkan pemanfaatannya dalam organisasi maka

manajer/pemimpin harus berpikir induktif. Potensi TI harus dikenali dengan baik

terlebih dahulu, kemudian mencari masalah yang mungkin dipecahkan. Masalah

ini mungkin bahkan tidak dikenali sebelumnya atau tidak dianggap sebagai

masalah.

Pertanyaan yang harus dimunculkan bukannya, “Bagaimana kita dapat

menggunakan kemampuan TI untuk meningkatkan apa yang telah kita kerjakan?”,

tetapi “Bagaimana kita dapat menggunakan TI untuk mengerjakan apa yang

belum kita kerjakan?.” Pertanyaan yang pertama lebih terkait dengan otomatisasi,
yang juga dapat meningkatkan efisiensi, namun tidak sebaik yang dihasilkan oleh

rekayasa-ulang (reengineering) berbantuan TI. Rekayasa ulang ini banyak

dilakukan oleh dunia industri.

Dengan sudut pandang yang lain, Davenport dan Short (1990)

mendefinisikan 10 peran yang dapat dimainkan oleh TI, yaitu transactional,

geographical, automatical, analytical, informational, sequential, knowledge

management, tracking, dan disintermediation. Semua peran TI ini dapat

dikontekstualisasikan dengan kebutuhan dunia pendidikan. Dalam bahasa yang

lain, Al-Mashari dan Zairi (2000) menyatakan bahwa manfaat TI adalah pada

kemampuannya yang :

1. enabling parallelism;

2. facilitating integration;

3. enhancing decision making; dan

4. minimizing points of contact.

Pemahaman terhadap peran yang dapat dimainkan oleh TI atau potensi

yang ditawarkan oleh TI merupakan modal awal dalam berpikir induktif. Dengan

demikian, akhirnya, TI dapat diekspoitasi untuk mendapatkan manfaat yang

maksimal.
2.2. Peran Teknologi Informasi (TI) Dalam Modernisasi Pendidikan

Menurut Resnick (2002) ada tiga hal penting yang harus dipikirkan ulang

terkait dengan modernisasi pendidikan:

1. Bagaimana kita belajar (how people learn);

2. Apa yang kita pelajari (what people learn);

3. Kapan dan dimana kita belajar (where and when people learn).

Dengan mencermati jawaban atas ketiga pertanyaan ini, dan potensi TI yang bisa

dimanfaatkan seperti telah diuraikan sebelumnya, maka peran TI dalam

moderninasi pendidikan bangsa dapat dirumuskan. Hubungan antara TI dan

reformasi pendidikan secara grafis diilustrasikan pada Gambar 2.1.

Pertanyaan pertama, bagaimana kita belajar, terkait dengan metode atau

model pembelajaran. Cara berinteraksi antara guru dengan siswa sangat

menentukan model pembelajaran. Terkait dengan ini, menurut Pannen (2005),

saat ini terjadi perubahan paradigma pembelajaran terkait dengan ketergantungan

terhadap guru dan peran guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran

seharusnya tidak 100% bergantung kepada guru lagi (instructor dependent) tetapi

lebih banyak terpusat kepada siswa (student-centered learning atau instructor

independent). Guru juga tidak lagi dijadikan satu satunya rujukan semua

pengetahuan tetapi lebih sebagai fasilitator atau konsultan (Resnick, 2002).


Bagaimana kita belajar ? Apa yang kita pelajari ?

Dimana dan kapan kita belajar ?

Teknologi Informasi
Gambar 2.1. Intervensi TI dalam reformasi pendidikan

Intervensi yang bisa dilakukan TI dalam model pembelajaran ini sangat

jelas. Hadirnya elearning dengan semua variasi tingkatannya telah memfasilitasi

perubahan ini. Secara umum, e-learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran

yang disampaikan melalui semua media elektronik termasuk, Internet, intranet,

extranet, satelit, audio/video tape, TV interaktif, dan CD ROM (Govindasamy,

2002). Menurut Kirkpatrick (2001), e-learning telah mendorong demokratisasi

pengajaran dan proses pembelajaran dengan memberikan kendali yang lebih besar

dalam pembelajaran kepada siswa. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip

penyelenggaraan pendidikan nasional seperti termaktub dalam Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang

menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan

berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,

nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.

Secara umum, intervensi e-learning dalam proses pembelajaran dapat

dikelompokkan menjadi dua: komplementer dan substitusi. Yang pertama


mengandaikan bahwa cara pembelajaran dengan pertemuan tatap-muka masih

berjalan tetapi ditambah dengan model interaksi berbantuan TI, sedang yang

kedua sebagian besar proses pembelajaran dilakukan berbantuan TI. Saat ini,

regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga telah memfasilitasi pemanfaatan

e-learning sebagai substitusi proses pembelajaran konvensional. Surat Keputusan

Menteri Pendidikan Nasional No. 107/U/2001 dengan jelas membuka koridor

untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh di mana e-learning dapat masuk

memainkan peran.

Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang kita pelajari. Pertanyaan-

pertanyaan seperti apakah kurikulum telah sesuai dengan kebutuhan siswa dan

apakah kurikulum telah dirancang untuk menyiapkan siswa untuk hidup dan

bekerja pada masa yang akan datang perlu sekali lagi dilontarkan. Perkembangan

TI yang sangat pesat harus dipertimbangkan dalam menjawab pertanyaan-

pertanyaan ini. Menurut Resnick (2002), selain TI akan sangat mewarnai masa

depan, TI juga mengubah tidak hanya terhadap apa yang seharusnya dipelajari

oleh siswa, tetapi juga apa yang dapat dipelajari. Sangat mungkin banyak hal

yang seharusnya atau dapat dipelajari siswa tetapi tidak bisa dimasukkan ke dalam

kurikulum karena “ruang” yang terbatas atau kompleksitas yang tinggi dalam

mengajarkannya. Terkait dengan ini, paradigma pembelajaran yang sebelumnya

mengandaikan bahwa sumberdaya pembelajaran hanya terbatas pada materi di

kelas dan buku harus diubah. Hadirnya TI, terutama Internet, telah menyediakan

sumberdaya pembelajaran yang tidak terbatas. Pertanyaan sederhana yang muncul


adalah bagaimana mereka belajar? Jawabannya sangat lugas: akses terhadap

komputer dan Internet telah memungkinkan hal itu terjadi. Contoh lain, yang

tertarik dengan teknologi informasi tetapi tidak mempunyai kesempatan untuk

duduk di bangku sekolah/kuliah bisa mengunjungi www.ilmukomputer.com yang

menyediakan sumberdaya pembelajaran gratis.

Diskusi seperti ini dapat diperpanjang untuk tidak membatasi

pembelajaran hanya pada institusi formal. Sudah saatnya learning society

dikampanyekan sebagai salah satu manifestasi kesadaran semangat pembelajaran

sepanjang hayat (long-life learning). Bukankah kita tidak jarang merasa tidak tahu

apa yang harus dipelajari karena tidak tersedia sarana/informasi tentang itu?

Karenanya, gerakan untuk membuka akses informasi dan pengetahuan seluas-

seluasnya kepada masyarakat menjadi sebuah keharusan. Teknologi informasi,

terutama Internet, dalam hal ini memberikan peluang untuk itu.

Kapan dan dimana belajar dilakukan adalah pertanyaan ketiga yang perlu

dipikirkan kembali jawabannya. Apakah harus dalam ruangan kelas dalam waktu

tertentu atau tidak terbatas ruang dan waktu? Model pembelajaran tatap-muka

yang banyak membatasi waktu dan tempat belajar. Sebagai komplemen (atau

substitusi), teknologi e-learning hadir untuk memberikan kebebasan kepada siswa

dalam memilih tempat, waktu, dan ritme belajar (Kirkpatrick, 2004). Interaksi

yang difasilitasi oleh TI ini dapat terjadi secara sinkron (pada waktu yang sama)

maupun asinkron (dalam waktu yang berbeda).


E-learning dapat difasilitasi secara online maupun offline tetapi

berbantuan TI. Produksi CD-ROM dengan konten materi pembelajaran termasuk

di dalamnya. Kini, kita bisa dapatkan banyak CD-ROM untuk pembelajaran di

pasaran; mulai untuk balita. Bahkan beberapa CD-ROM telah memfasilitasi siswa

belajar sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan dengan kemasan yang

menarik. Dalam hal ini, TI dapat menghadirkan digital excitement dalam proses

pembelajaran. Salah satu perusahaan yang memproduksi CD-ROM semacam ini

adalah Akal (www.akalinteraktif.com).

Untuk menfasilitasi e-learning dengan bantuan koneksi Internet, dalam

beberapa tahun terakhir, telah dikembangkan banyak aplikasi yang dirancang

untuk mendukung proses pembelajaran. Aplikasi ini sering disebut dengan

Learning Management System (LMS). LMS ini mengintegrasikan banyak fungsi

yang mendukung proses pembelajaran seperti menfasilitasi berbagai macam

bentuk materi instruksional (teks, audio, video), e-mail, chat, diskusi online,

forum, kuis, dan penugasan. Beberapa contoh LMS adalah WebCT

(www.webct.com), Blackboard (www.blackboard. com), Macromedia Breeze

(www.macromedia.com/software/breeze/), dan Fronter (www.fronter.no). LMS

sudah banyak diadopsi oleh banyak lembaga pendidikan di dunia. Sebagi contoh,

WebCT telah digunakan lebih dari 2200 PT di seluruh dunia (Pituch dan Lee,

2004). Blackboard juga sudah banyak digunakan oleh pendidikan setingkat SMU

(www.blackboard.com).
Banyak kritik dialamatkan kepada penggunaan LMS yang dianggap tidak

membertimbangkan aspek pedagogis. Karenanya, menurut Institute for Higher

Education Policy, Amerika (dalam Govindasamy, 2002) terdapat tujuh parameter

yang perlu diperhatikan dalam menerapkan e-learning yang mempertimbangkan

prinsip-prinsip pedagogis, yaitu:

1. Institutional support;

2. Course development;

3. Teaching and learning;

4. Course structure;

5. Student support;

6. Faculty support;

7. Evaluation and assessment.

Karenanya, dalam bahasan yang lain, Soekartawi (2003) mengidentifikasi bahwa

keberhasilan implementasi e-learning sangat tergantung kepada penilaian apakah:

a. E-learning itu sudah menjadikan suatu kebutuhan;

b. Tersedianya infrastruktur pendukung seperti telepon dan listrik

c. Tersedianya fasilitas jaringan internet dan koneksi Internet;

d. Software pembelajaran (learning management system);

e. Kemampuan dan ketrampilan orang yang mengoperasikannya;

f. Kebijakan yang mendukung pelaksanaan program e-learning.

Dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan,

berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di


Amerika, Alavi dan Gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI,

yaitu :

1. Memperbaiki competitive positioning;

2. Meningkatkan brand image;

3. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran;

4. Meningkatkan kepuasan siswa;

5. Meningkatkan pendapatan;

6. Memperluas basis siswa;

7. Meningkatkan kualitas pelayanan;

8. Mengurangi biaya operasi;

9. Mengembangkan produk dan layanan baru.

Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini banyak perguruan tinggi di Indonesia

yang berlombalomba berinvestasi dalam bidang TI untuk memenangkan

persaingan yang semakin ketat.

2.3. Analisis SWOT Terhadap Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi (TI)

Untuk menyatakan peran dan fungsi teknologi informasi pada pendidikan maka

perlu dianalisis dengan metode SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat).

Adapun tahap analisis SWOT menurut Rangkuti (1977) adalah :

a. Identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal

b. Memberi nilai peubah dengan pembobotan serta rating dari 1 sampai 5.

Bobot dikalikan rating dari setiap faktor untuk mendapatkan skor untuk

faktor-faktor tersebut.
Sesuai dengan pola empat sel kuadran metode SWOT berikut ini akan dijelaskan

posisi institusi pendidikan dalam perpaduan antara kondisi internal dan eksternal

untuk menyatakan peran dan fungsi teknologi informasi

Peluang Lingkungan
(Opportunities)

Sel 1 : Mendukung Strategi


Sel 3 : Mendukung Strategi Agresif
Turn Around

Kelemahan Internal Kekuatan Internal


(Weaknesses) (Strengths)

Sel 4 : Mendukung Strategi Sel 2 : Mendukung Strategi


Defensif / Survival Diversifikasi

Ancaman Lingkungan
(Threats)
Gambar 2.2 Diagram Analisis SWOT

Sel satu adalah situasi yang paling menguntungkan, institusi pendidikan

menghadapi beberapa lingkungan dan mempunyai kekuatan yang mendorong

dalam pemanfaatan peluang yang ada.

Sel dua adalah situasi dimana institusi pendidikan dengan kekuatan

internal menghadapi suatu lingkungan yang tidak menguntungkan.

Sel tiga adalah institusi pendidikan menghadapi lingkungan yang sangat

menguntungkan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menangkap peluang.


Sel empat adalah situasi perusahaan yang paling tidak menguntungkan.

Institusi pendidikan menghadapi ancaman lingkungan yang utama dari suatu

posisi yang relative lemah.

Berikut untuk memperjelas posisi institusi pendidikan serta peran dan

fungsi teknologi informasi maka akan dipetakan posisi institusi pendidikan berupa

matrik SWOT yaitu akan dilihat gabungan antara pemanfaatan kekuatan untuk

menangkap peluang, mengatasi kelemahan dengan mengambil kesempaatan,

menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman, meminimalkan kelemahan

dan menghindarkan ancaman.:

Eksternal factor Opportunities (O) Threats (T)


Identifikasi Peluang Identifikasi Ancaman
1.Tersedia alat-alat teknologi 1 Tidak tersedia alat-alat
informasi (sarana dan teknologi informasi (sarana
prasarana) dan prasarana)
2. Lingkungan pendidikan 2. Lingkungan pendidikan
yang terjangkau networking yang tidak terjangkau
3.Tersedia lembaga –lembaga networking
pendukung pendidikan 3. Tidak tersedia lembaga –
4. Sumber Daya alam yang lembaga pendukung
mendukung. pendidikan
4. Sumber Daya alam yang
Internal Faktor tidak mendukung.
Strengths (S) Strategi SO Strategi ST
Identifikasi Pendidikan SDM yang uggul, dana yang SDM yang uggul, dana yang
1. Sumber Daya Manusia yang tersedia dan tersedia dan
akrab dengan teknologi persetujuan seluruh anggota persetujuan seluruh anggota
informasi merupakan merupakan
2. Tersedianya dana kekuatan yang dapat kekuatan tetapi mendapat
3. Persetujuan seluruh anggota menangkap peluang ancaman dari
yang terlibat. untuk menyediakan sarana dan lingkungan berupa sarana dan
prasarana, prasarana
menyediakan networking serta yang tidak tersedia,
mendapat networking tidak
dukungan dari lembaga terjangkau, lembaga terkait
pendidikan dan tidak
dapat memanfaatkan SDA mendukung, SDA yang tidak
yang ada. memadai.
Keadaan ini institusi Keadaan institusi pendidikan
pendidikan disarankan disarankan
menggunakan kekuatan yang
menggunakan kekuatan untuk dimiliki
memanfaatkan peluang. untuk menghindarkan
ancaman.

Weaknesses (W) Strategi WO Strategi WT


Identifikasi Kelemahan SDM yang jelek, dana yang SDM yang jelek, dana yang
1. Sumber Daya Manusia yang tidak tersedia tidak tersedia
asing dengan teknologi dan tidak ada persetujuan dari dan tidak ada persetujuan dari
informasi anggota anggota
2. Kurang tersedianya dana merupakan kelemahan yang merupakan kelemahan yang
3. Tidak ada Persetujuan berakibat tidak diperparah oleh
seluruh anggota yang terlibat. dapat menangkap peluang ancaman dari lingkungan
berupa sarana berupa sarana dan
dan prasarana, lingkungan prasarana yang tidak tersedia,
yang tersedia tidak
networking, lembaga terjangkaunya networking,
pendidikan yang tidak mendapat
mendukung serta sumber daya dukungan dari lingkungan
alam yang terkait, SDA
memadai. Keadaan institusi yang tidak tersedia. Keadaan
pendidikan institusi
disarankan untuk pendidikan disarankan bersifat
memanfaatkan peluang defensive
ada dengan meminimalkan dan berusaha meminimalkan
kelemahan yang kelemahan
ada. yang ada serta menghindari
ancaman.

Gambar 2.3 Matriks SWOT

Disinilah peran dan fungsi teknologi informasi untuk menghilangkan

berkembangnya sel dua, tiga dan empat berkembang di banyak institusi

pendidikan yaitu dengan cara:

1. Meminimalisir kelemahan internal dengan mengadakan perkenalan

teknologi informasi global dengan alat teknologi informasi itu sendiri

(radio, televisi, computer )

2. Mengembangkan teknologi informasi menjangkau seluruh daerah dengan

teknologi informasi itu sendiri (Wireless Network connection, LAN )


3. Pengembangan warga institusi pendidikan menjadi masyarakat berbasis

teknologi informasi agar dapat berdampingan dengan teknologi informasi

melalui alat-alat teknologi informasi.

Peran dan fungsi teknologi informasi dalam konteks yang lebih luas, yaitu

dalam manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI

di dunia pendidikan terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003)

menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu :

1. Memperbaiki competitive positioning;

2. Meningkatkan brand image;

3. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran;

4. Meningkatkan kepuasan siswa;

5. Meningkatkan pendapatan;

6. Memperluas basis siswa;

7. Meningkatkan kualitas pelayanan;

8. Mengurangi biaya operasi;

9. Mengembangkan produk dan layanan baru.

Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini banyak institusi pendidikan

di Indonesia yang berlombalomba berinvestasi dalam bidang TI untuk

memenangkan persaingan yang semakin ketat. Maka dari itu untuk memenangkan

pendidikan yang bermutu maka disolusikan untuk memposisikan institusi

pendidikan pada sel satu yaitu lingkungan peluang yang menguntungkan dan

kekuatan internal yang kuat.


2.4. Faktor-Faktor Pendukung Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi (TI)

Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi (TI) memiliki peran menggeser

lima cara dalam proses pembelajaran yaitu:

1. Dari pelatihan ke penampilan.

2. Dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja.

3. Dari kertas ke “on line” atau saluran.

4. Fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja.

5. Dari waktu siklus ke waktu nyata, Rosenberg (2001).

Teknologi informasi yang merupakan bahan pokok dari e-learning itu

sendiri berperan dalam menciptakan pelayanan yang cepat, akurat, teratur,

akuntabel dan terpecaya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ada

beberapa factor yang mempengaruhi teknologi informasi yaitu:

1. Infrastruktur

2. Sumber Daya Manusia

3. Kebijakan

4. Finansial

5. Konten dan Aplikasi.

Maksud dari faktor diatas adalah agar teknologi informasi dapat

berkembang dengan pesat , pertama dibutuhkan infrastruktur yang

memungkinkan akses informasi di manapun dengan kecepatan yang mencukupi.

Kedua, faktor SDM menuntut ketersediaan human brain yang menguasai

teknologi tinggi. Ketiga, faktor kebijakan menuntut adanya kebijakan berskala


makro dan mikro yang berpihak pada pengembangan teknologi informasi jangka

panjang. Keempat, faktor finansial membutuhkan adanya sikap positif dari bank

dan lembaga keuangan lain untuk menyokong industri teknologi informasi.

Kelima, faktor konten dan aplikasi menuntut adanya informasi yang disampai

pada orang, tempat, dan waktu yang tepat serta ketersediaan aplikasi untuk

menyampaikan konten tersebut dengan nyaman pada penggunanya.

Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi (TI) yang merupakan salah satu

produk teknologi informasi tentu juga memiliki faktor pendukung dalam

terciptanya pendidikan yang bermutu, adapun factor - faktor tersebut ; Pertama,

harus ada kebijakan sebagai payung yang antara lain mencakup sistem

pembiayaan dan arah pengembangan. Kedua, pengembangan isi atau materi,

misalnya kurikulum harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dengan

demikian, nantinya yang dikembangkan tak sebatas operasional atau latihan

penggunaan komputer. Ketiga, persiapan tenaga mengajar, dan terakhir,

penyediaan perangkat kerasnya.

2.5. Masalah Akibat Penggunaan TI

Seperti teknologi lain yang telah hadir ke muka bumi ini, TI juga hadir

dengan dialektika. Selain membawa banyak potensi manfaat, kehadiran TI juga

dapat membawa masalah. Khususnya Internet, penyebaran informasi yang tidak

mungkin terkendalikan telah membuka akses terhadap informasi yang tidak

bermanfaat dan merusak moral. Karenanya, penyiapan etika siswa juga perlu
dilakukan. Etika yang terinternalinasi dalam jiwa siswa adalah firewall terkuat

dalam menghadang serangan informasi yang tidak berguna.

Masalah lain yang muncul terkait asimetri akses; akses yang tidak merata.

Hal ini akan menjadikan kesenjangan digital (digital divide) semakin lebar antara

siswa atau sekolah dengan dukungan sumberdaya yang kuat dengan siswa atau

sekolah dengan sumberdaya yang terbatas (lihat juga Lie, 2004). Minimal, hal ini

memberikan sinyal adanya kesenjangan digital antar kelompok dalam masyarakat,

baik dikategorikan menurut lokasi geografis maupun tingkat ekonomi.

Untuk masalah kesenjangan ini, semua pihak (e.g. pemerintah, lembaga

swadaya masyarakat (LSM), dunia pendidikan, dan industri) dapat mulai

memikirkan program untuk meningkatkan dan memeratakan aksesterhadap

teknologi informasi di dunia pendidikan. Program yang difasilitasi oleh

Sekolah2000 (www.sekolah2000.or.id) dengan membagikan komputer layak

pakai ke sekolah-sekolah adalah sebuah contoh menarik. Tentu saja program

seperti ini harus diikuti dengan penyiapan infrastruktur lain seperti listrik dan

telepon. Pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan melek (literacy) TI juga pintu

masuk lain yang perlu dipikirkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap

potensi TI, yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan kesadaran (awareness).

Tanpa awareness, pemanfaatan TI tidak optimal, dan yang lebih

mengkhawatirkan lagi sulit untuk berkelanjutan (sustainable). Dalam kaitan ini,

program untuk peningkatan awareness yang berkelanjutan seperti pendidikan

berkelanjutan lewat berbagai media (e.g. pelatihan konvensional dan media


massa) dan lomba website sekolah (seperti yang diadakan oleh Sekolah 2000

setiap tahun) merupakan sebuah alternatif yang perlu dipikirkan.


BAB III

KESIMPULAN

Sistem pendidikan di Indonesia bagaikan “bangunan antik”, dimana yang

terjadi adalah pemujaan terhadap sistem pendidikannya, seperti yang kita lihat

sekarang, siswa menjadi kaset yang menghafal materi yang diberikan guru dan

menjawab soal ulangan mirip dengan materi yang telah direkamnya sebelumnya.

Hakikat filosofis dari pendidikan yang aktif dan kritis dikubur oleh pendidikan

konsep bank, seperti kata Freire. “Pantha Rhei!” ketika dunia menuju kemajuan -

yang terjadi dengan sang pendidikan Indonesia malah mundur alias berinvolusi.

Quo vadis pendidikan Indonesia? Mengenalkan IT kepada dunia pendidikan kita

dapat menjadi stimulan untuk memutarbalik proses pemunduran yang terjadi.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, informasi menjadi semakin

“berlimpah ruah” dan urgensi untuk mendapatkannya juga semakin meningkat.

Namun kekayaan informasi yang segudang ini apabila tidak disertai dengan kunci

gudangnya maka percuma saja. Maka diperlukan kunci untuk membuka gudang

informasi ini, yakni IT.

Namun untuk mencegah “kebanjiran” informasi, diperlukan tenaga

edukatif sebagai pengontrol langsung dilingkungan akademik dan orang tua

dilingkungan rumah untuk bersama-sama memberikan penjelasan secara

gamblang / tidak ditutup-tutupi kepada peserta didik. Sehingga dengan demikian

mereka mendapatkan informasi yang tepat dan berguna. Lalu kemanakah perginya
sang guru / dosen ? Mereka ditempatkan pada posisi yang pernah disiapkan oleh

Sokrates, yakni menjadi moderator yang akan membimbing murid-muridnya

untuk mencari pengetahuannya sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan yang

diajukannya; Atau seperti sistem pendidikan Post Problem Learning, yang

langsung memperhadapkan siswa dengan masalah yang hendak diselesaikan.

Dalam konteks jaman sekarang proses pendidikan filosofis seperti yang

telah disiratkan sebelumnya, akan dipermudah dengan adanya IT sebagai akses

menuju informasi yang membangun pengetahuan.

Namun yang menjadi pertanyaan dilematis adalah, “Siapkah kita untuk

mengimplementasikan IT tersebut?”. Energi dari pemerintahan kita tampak sudah

habis untuk mengurusi yang lainnya, sehingga kendala-kendala pembiayaan selalu

menjadi permasalahan utama pendidikan kita. Diperlukan pembiayaan yang lebih,

yang mungkin bisa didapatkan melalui jalan sebagai berikut:

1. Meningkatkan pajak barang-barang mewah, dan regulasi-regulasi

lainnya terhadap kalangan ekonomi atas, sehingga APBN meningkat,

lalu dialokasikan ke bidang Pendidikan.

2. Menjalin kerjasama dengan Luar negeri dalam bidang Pendidikan &

Budaya. Seperti yang dilakukan oleh FISIP UI dengan Amerika

Serikat,

3. Atau solusi terakhir - adalah dengan swastanisasi pendidikan (disebut

juga Badan Hukum Pendidikan - BHP) sehingga dapat meningkatkan


mutu, namun tetap dikontrol oleh pemerintah agar dapat dinikmati oleh

seluruh strata sosial.


DAFTAR PUSTAKA

Priyanto, P. (2008) Implikasi IT di Dunia Pendidikan. [Online]. Tersedia :


priyanto1.files.wordpress.com/2008/07/implikasi-it-di-dunia-
pendidikan.pdf [26 Juli 2008]

Muslim. (2005) ICT Dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia :


tutomu.files.wordpress.com/2007/02/ict-dalam-pendidikan.pdf []

Wahid, F. (2005) Simposium Nasional Peduli Pendidikan. [Online]. Tersedia :


www.geocities.com/fathulwahid/Simposium_nasional_peduli_pendidikan.
pdf [09 Juni 2005]

Juniwati. (2007) Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Dunia Pendidikan.


[Online]. Tersedia : www.kamadeva.com/index-menu-news-newsid-
tiduniapendidikan.htm [03 Oktober 2007]

Triono, L. (2007) E-learning. [Online]. Tersedia :


fortip.org/wp-content/uploads/2007/12/e-learning.pdf []

Hartanto, KT. (2007) Teknologi Informasi dan Dunia Pendidikan. [Online].


Tersedia : http://media.diknas.go.id/media/document/5021.pdf [09
November 2007]

You might also like