You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri

Pada Pasien M dengan Vulnus Laceratum Di Bangsal Dahlia Rumah Sakit Goeteng Taroenadibrata

Oleh Eris Fitriasih Fardani, S.Kep

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NURSE PURWOKERTO

2011

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Vulnus laceratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan. Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan sel-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano sensitive (Price. 2005) Nyeri adalah sensasi subyektif rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu dengan menyebabkan individu menjauhi suatu rangsangan yang berbahaya atau tidak memiliki

fungsi, seperti pada nyeri kronik. Nyeri dirasakan apabila reseptorreseptor nyeri terspesifik teraktivasi. Nyeri dijelaskan secara subyektif atau obyektif berdasarkan lama, kecepatan sensasi, dan letak (Corwin, 2000). Nyeri bisa menjadi salah satu keluhan utama dan dapat mengganggu kenyamanan seseorang sehingga dapat mempengaruhi dan membatasi aktivitas seiring dengan derajat nyeri yang lebih berat. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk meminimalkan rasa nyeri melalui asuhan keperawatan yang tepat sesuai kebutuhan pasien.

2.

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mahasiswa dapat: a. Memahami konsep gangguan rasa nyaman : nyeri. b. Memahami asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang berhubungan dengan gangguan rasa nyaman terutama nyeri.

B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for The Study of Pain (IASP), nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi. Nyeri bersifat subjektif dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi (Price and Lorraine, 2005). Nyeri merupakan mekanisme pertahanan bagi tubuh, timbul apabila jaringan dirusak yang menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton and Hall, 2008). Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial atau gambaran adanya kerusakan (NANDA, 2005).

2.

Etiologi Etiologi yang dapat menyebabkan nyeri antara lain : a. Agen cedera fisik : penyebab nyeri karena trauma fisik b. Agen cedera biologi : penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ atau jaringan tubuh. c. Agen cedera psikologi : penyebab nyeri yang bersifat psikologik seperti kelainan organik, neuro traumatik. d. Agen cedera kimia: penyebab nyeri karena bahan kimia.

3.

Faktor Predeposisi Adanya injuri fisik, kimia, thermal yang meningkatkan transmisi maupun menghambat nyeri, zat yang dapat meningkatkan transmisi nyeri histamin, bradikinin, asetilkolin dan prostaglandin. Inhibitor transmisi nyeri : endorfin dan enkefalin.

4.

Patofisiologi Price and Lorraine (2005) menyatakan bahwa proses fisiologik nyeri terdiri dari beberapa proses yang meliatkan stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri yaitu : a. Transduksi nyeri Proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Rangsangan ini dapat berupa fisik, suhu, dan kimia. b. Transmisi nyeri Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri yang disalurkan oleh serabut A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. c. Modulasi nyeri Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi nyeri melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Ada beberapa sistem analgesik endogen meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin yang memiliki efek menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. d. Persepsi nyeri Pengalaman subjektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.

5.

Tanda Dan Gejala a. Respon fisiologis terhadap nyeri 1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial) a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate b) Peningkatan heart rate

c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP d) Peningkatan nilai gula darah e) Diaphoresis f) Peningkatan kekuatan otot g) Dilatasi pupil h) Penurunan motilitas GI 2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam) a) Muka pucat b) Otot mengeras c) Penurunan HR dan BP d) Nafas cepat dan irreguler e) Nausea dan vomitus f) Kelelahan dan keletihan b. Respon tingkah laku terhadap nyeri 1) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur) 2) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir) 3) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan 4) Menghindari penurunan percakapan, rentang menghindari Fokus kontak pd sosial, aktivitas

perhatian,

menghilangkan nyeri).

6.

Pemeriksaan Penunjang Intensitas nyeri seseorang dapat diketahui dari alat-alat pengkajian yang digunakan pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga

tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut: a. Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana Skala intensitas nyeri nyeri deskriptif sederhana ini menggunakan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda. Skala ini dapat dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.

b. Skala intensitas nyeri numerik 0-10

c. Skala analog visual (VAS)

d. Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan : 0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai,

dapat

menunjukkan

lokasi

nyeri,

dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

7.

Pathway
Injury Fisik, Kimia, Thermal

Trauma Tajam

Trauma Tumpul

Perdarahan

Sulit Bergerak

Gangguan Perfusi Jaringan

Cemas

Nyeri

Kurang Pengetahuan

Deficit Self Care

Gangguan Mobilitas Fisik

8.

Pengkajian Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk: a. Menetapkan data dasar b. Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat c. Menyeleksi terapi yang cocok d. Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan. Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan. Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut: a. Ekspresi klien terhadap nyeri.

Banyak klien tidak melaporkan atau mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian. b. Klasifikasi pengalaman nyeri Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas. c. Karakteristik nyeri 1) Onset dan durasi Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama. 2) Lokasi Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar 3) Keparahan Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawat bisa menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bisa berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yang digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa

ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat). 4) Kualitas Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendeskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan katakatanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan. 5) Pola nyeri Perawat meminta klien untuk mendeskripsikan aktivitas yang menyebabkan nyeri dan meminta klien untuk

mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri. 6) Cara mengatasi Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri. 7) Tanda lain yang menyertai Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta

memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri. d. Efek nyeri pada klien Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress dan dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:

1) Tanda dan gejala fisik Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena adanya nyeri yang dirasakan klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh. 2) Efek tingkah laku Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan interaksi sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan bagian vital dari pengkajian, perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha memahami klien. Tidak semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang dirasakan, untuk hal yang seperti itu perawat harus mewaspadai perilaku klien yang mengindikasikan nyeri. 3) Efek pada ADL Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi secara rutin dalam aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini menunjukkan sejauh mana kemampuan dan proses

penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan diri. Penting juga untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial klien. 4) Status neurologis Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri. Setiap faktor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan persepsi nyeri yang normal akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang nyeri. Penting bagi perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena klien yang mengalami gangguan neurologis tidak sensitif terhadap nyeri. Tindakan preventif perlu dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis yang mudah mengalami cidera.

9.

Diagnos Keperawatan Yang Mungkin Muncul Diagnosa yang mungkin muncul yaitu a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan berhubungan dengan cedera jaringan.

b. Gangguan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar daerah injury, kerusakan jaringan. c. Deficit self care : makan, mandi/higiene, berpakian/berdandan, atau toileting berhubungan dengan keterbatasan mobilitas. d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan pembengkakan, injury, gangguan peredaran darah. e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis. f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

10. Rencana Asuhan Keperawatan


No 1 Diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi Kriteria hasil Intervensi Setelah dilakukan 1. Manajemen nyeri : Lakukan pengkajian tindakan keperawatan yang menyeluruh 3x 24 jam diharapkan mengenai nyeri yang pasien dapat : dialami pasien 1. Mengontrol nyeri meliputi lokasi, Pasien karakteristik, mengetahui frekuensi, kualitas, faktor intensitas nyeri, durasi penyebab nyeridan faktor nyeri. pencetus timbulnya Pasien dapat nyeri. menggunakan Observasi secara sumbernonverbal penyebab sumber ketidaknyamanan kemampuan pasien. klien. Ajarkan teknik Pasien dapat relaksasi kepada menggunkan pasien dan keluarga analgetik untuk mengurangi untuk nyeri pada saat rasa mengurangi nyeri itu timbul. nyeri. Pastikan pasien Pasien dapat mendapatkan analgetik mengenali secara tepat. tanda-tanda Gunakan komunikasi nyeri. terapeutik untuk 2. Tingkat nyeri mengetahui respon pasien berkurang pasien terhadap nyeri Pasien dapat yang dialaminya. melaporkan Evaluasi bersama nyerinya pasien mengenai berkurang. perawatan dan Rasionalisasi Mengetahui kondisi dan karakteristik nyeri.

Untuk mengetahui kemajuan tingkat kesembuhan nyeri pasien. Mengalihkan dari rasa nyeri yang di rasakan pasien dan memberikan perasaan nyaman. Mengurangi nyeri. Membantu mempercepat proses penyembuhan.

Mengetahui seberapa jauh keberhasilan

Frekuensi timbulnya nyeri pada pasien berkurang. Secara verbal pasien mengatakan nyerinya berkurang.

keefektifan teknik mengontrol nyeri yang telah digunakan. Berikan informasi mengenai nyeri mengenai penyebab nyeri, dan bagaimana cara teknik mengatasi nyeri. Kolaborasi dengan pasien, tenaga kesehatan profesional yang lain dalam memberikan tindakan untuk mengurangi nyeri pasien secara pharmacological dan nonpharmacological.

cara yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Untuk mencegah nyeri kambuh kembali.

Nyeri dapat segera tertangani.

Daftar Pustaka
Corwin, Elizabeth J. (2000) Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. Guyton, A., & Hall, J. (2008) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC. NANDA. (2005) Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA International. Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Price, S., & Wilson, L. (2005) Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 6., Volume 1. Jakarta : EGC. Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, Pemenuhan Aktivitas Istirahat. Jakarta : EGC. Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan. Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC.

You might also like