You are on page 1of 3

TARI MUANG SANGKAL

Tari muang sangkal adalah salah satu tarian asli Sumenep. Kini tarian tersebut menjadi ikon seni tari di Sumenep. Tari muang sangkal diciptakan oleh Taufikurrachman pada tahun 1972. tarian tersebut sejak diciptakan hingga sekarang sudah dikenal di luar Madura dan luar negeri. Tercetusnya tari muang sangkal dilatar belakangi banyak hal. Antara lain, kepedulian para seniman dalam menerjemahkan alam madura yang sarat karya dan keunikan. Juga mengangkat sejarah kehidupan kraton yang dulu pernah ada di Madura (Sumenep). Secara harfiah, muang sangkal terdiri dari 2 kata dari Bahasa Madura dengan makna yang berbeda. Muang mempunyai arti membuang dan sangkal bermakna petaka. Jadi, muang sangkal bisa diterjemahkan sebagai tarian untuk membuang petaka yang ada dalam diri seseorang. Sebenanya gerakan dalam tari muang sangkal tidak jauh berbeda dengan tarian pada umumnya. Namun, ada keunikan yang menjadi ciri khas tarian tersebut, antara lain: Penarinya harus ganjil, bisa satu, tiga lima atau tujuh dan seterusnya. Busana ala penganti legga dengan dodot khas Sumenep.

Penarinya tidak sedang dalam datang bulan (menstruasi)

Pada saat menari, para penari memegang sebuah cemong (mangkok kuningan) berisikan kembang aneka macam. Penari berjalan beriringan dengan gerakan tangan sambil menabur bunga yang ada dalam cemong itu serta diiringi gamelan khas kraton. Sampai saat ini, masi digunakan dalam berbagai even di Sumenep, selain itu juga masi sering dijadikan perlombaan oleh beberapa sanggar tari. Namun, sangat disayangkan sekali, jika tarian yang ada sejak puluhan tahun ini telah berbeda dengan saat ini. Contohnya; cemong ( mangkok kuningan) yang berisikan bunga-bunga, sekarang beralih berisi beras kuning yang biasa ditaburkan oleh para penari. Pada akhir tarian, penari akan membuang semua beras kuning yang ada di dalamnya, hal itu juga sebagai symbol untuk membuang petaka pada diri seseorang.

KARAPAN SAPI MADURA

Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Kerapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah, sedang babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang. Piala Bergilir Presiden hanya diberikan pada juara kelompok menang. Karapan sapi yang saat ini masi berlangsung sedikit berbeda dengan yang dahulu. Para pemilik sapi kerap memperlakukan sapi-sapinya dengan sangat kejam. Biasanya, sebelum dimulai, semua tim kerapan berkumpul di area pertandingan 3 hari sebelum acara dimulai. Mulai dari mempersiapkan sapi-sapi mereka, hingga melihat kondisi arena pertandingan. Tidak jarang dari mereka yang menaburkan mantra-mantra di sekitar area pertandingan. Selama ini Sumenep dikenal dengan banyaknya tukang santet, terutama di Kalianget. Mempersiapkan sapi kerap membutuhkan banyak tenaga dan uang, hingga jutaan rupiah. Berbagai persiapan itu salah satunya adalah jamu yang akan diberikan pada sapi kerap. Sebagian besar dari mereka menggunakan ramuan-ramuan yang memang ekstrim. Ramuan itu berisi mulai dari telur, rempah-rempah hingga Lombok. Mereka juga sering mengusapkan balsam Geliga yang terkenal panas pada mata dan pantat si sapi. Selain balsam, mereka juga mencampurnya dengan

lombok rawit. Pada saat pertandingannya pun mereka sering memukul badan sapi dengan pecut yang sudah dipasang paku. Hal-hal seperti itu dilakukan agar laju sapi kerap semakin cepat. Namun, semakin kesini hal-hal seperti itu sudah mulai ditinggalkan, walaupun masi ada beberapa orang yang masih melakukannya. Berbagai kontroversi yang dilontarkan banyak orang dimaksud agar tidak menyakiti sapi kerap itu. Karena kecacatan pada sapi kerap dapat berpengaruh juga pada harga jual sapi itu sendiri pada nantinya.

You might also like