You are on page 1of 14

SASARAN DAN TUJUAN RETORIKA DALAM PIDATO A.

Pendahuluan Berbicara yang akan dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah orang lain, bukanlah sekadar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika. Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara langsung bertatap muka. Oleh karena itu, istilah retorika seringkali disamakan dengan istilah pidato. Agar lebih jelas maka dalam ulasan berikut ini akan didalami secara bersama beberapa pemahaman dasar tentang retorika. Retorika adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo). Plato secara umum memberikan defenisi terhadap retorika sebagai suatu seni manipulatif yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai substansi dengan penggunaan media oral atau tertulis. Retorika memberikan suatu kasus lewat bertutur (menurut kaum sofis yang terdiri dari Gorgias, Lysias, Phidias, Protagoras dan Socrates akhir abad ke 5 SM), yang mengajarkan orang tentang keterampilan berbicara dan menemukan

sarana persuasif yang objectif dari suatu kasus. Studi yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan saran dan pengobatannya. Retorika juga mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penetaan dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam ajaran retorika Aristoteles, terdapat tiga teknis alat persuasi (mempengaruhi) politik yaitu deliberatif, forensik dan demonstratif. Retorika deliberatif memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Retorika forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran. Retorika demonstartif memfokuskan pada wacana memuji dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.

B.

Pengertian Retorika Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan Latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya, Modern Rhetoric, mendefinisikan retorika sebagi the art of using language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif.1

Kustadi Suhandang, Retorika, Strategi, Teknik, dan Taktik Pidato, (Bandung : Nuansa, 2009), hlm. 5.

Kedua pengertian tersebut menunjukkan bahwa retorika mempunyai pengertian sempit: Mengenai bicara, dan pengertian luas: penggunaan bahasa, bisa lisan, dapat juga tulisan. Oleh karena itu, ada sementara orang yang mengartikan retorika sebagai Public speaking atau pidato di depan umum, banyak juga yang beranggapan bahwa retorika tidah hanya berarti pidato didepan umum, tetapi juga termasuk seni menulis. Kedua pengertian atau anggapan tersebut benar sebab kedua-duanya berkisar pada penggunaan bahasa. Misalnya ialah bagaimana menggunakan bahasa sebagai lambang komunikasi itu, apakah komunikasi tatap muka atau komunikasi media. Pada akhirnya, apabila ditinjau dari ilmu komunikasi, bahasa sebagai lambang dalam proses komunikasi itu tidak berdiri sendiri, tetapi bertautan dengan komponen-komponen komuniksi lainnya: komunikator yang

menggunakan bahasa itu, pesan yang dibawakan oleh bahasa itu, yang akan meneruskan bahasa itu, komunikan yang dituju oleh bahasa itu, dan efek yang diharapkan dari komunikan dengan menggunakan bahasa itu.2 Sebagai cikal bakal ilmu komunikasi, retorika mempunyai sejarah yang panjang. Para ahli berpendapat bahwa retorika sudah ada sejak manusia ada. Akan tetapi, retorika sebagai seni bicara yang dipelajari dimulai pada abad ke 5 SM. Ketika kaum Sofis di Yunani mengembara dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mengajarkan pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan dengan
2

Ibid.,

penekanan terutama pada kemampuan berpidato. Pemerintah, menurut kau Sofis, harus berdasarkan suara terbanyak atau demokrasi sehingga perlu adanya usaha membujuk rakyat demi kemenangan dalam pemilihan-pemilihan. Maka berkembanglah seni pidato yang membenarkan pemutarbalikan kenyataan demi tercapainya tujuan. Yang penting khalayak bisa tertarik perhatiannya dan terbujuk.

C.

Sasaran dan Tujuan Retorika Pada Masa Klasik Kaum Sofis berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang berpengetahuan dan berkemauan. Manusia mempunyai penilaian sendiri mengenai baik buruknya sesuatu, mempunyai nilai-nilai etikanya sendiri, karena itu kebenaran suatu pendapat hanya dicapai apabila sesorang dapat memenangkan pendapatnya terhadap pendapat-pendapat orang-orang lain yang berbedap dengan norma-normanya. Tidak mengherankan bila pada masa itu orang-orang melatih diri untuk memperoleh kemahiran dalam berbicara sehingga inti pembicaraan beralih dari mencari kebenaran kepada mencari kemenangan.3 Tokoh aliran Sofisme ini adalah Georgias (480-370) yang dianggap sebagai guru retorika yang pertama dalam sejarah manusia. Filsafat mazhab Sofisme ini dicerminkan oleh Georgias yang menyatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan.

Lathief Rousydiy, Dasar-dasar Rhetorica Komunikasi dan dan Informasi, (Jakarta: Firma Rimbow Medan, 1989), hlm. 77.

Pendapat Georgias ini berlawanan dengan pendapat Protagoras (500-432) dan Socrates (469-399). Protagoras mengatakn bahwa kemhiran berbicara bukan demi kemenangan, melainkan demi keindahan bahasa. Sedangkan bagi Socrates, retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya. Seorang yang sangat dipengaruhi oleh Socrates dan Georgias adalh Isocrates yang yang pada tahun 392 SM mendirikan sekolah retorika dengan menitikberatkan pendidikannya pada pidato-pidato politik. Filsafat Isocrates ialah bahwa hakikat pendidikan adalah kemampuan membentuk pendapat-pendapat yang tepat mengenai masyarakat. Dengan sekolah itu, Isocrates selama 50 tahun berhasil mendidik murid-muridnya menjadi pemimpin yang baik. Yang sama pendapatnya dengan Isocrates, yaitu bahwa retorika memegang peranan penting bagi persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin, adalah Plato. Plato adalah murid Socrates. Namun menurrut Plato, retorika sangat penting sebagai metode pendidikan, sebagai sarana untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan sebagai sarana untuk mempengaruhi rakyat. Plato mengatakan bahwa retorika bertujuan memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan dalam, terutama dalam bidang politik. Betapa pentingnya retorika dapat dilihat dari peranan retorika dalam demokrasi. Dalam hubungan ini terkenal seorang orator bernama Demosthenes (384-322) yang pada zaman Yunani sangat termasyhur karena kegigihannya

mempertahankan kemerdekaan Athena dari ancaman Raja Philippus dari Macedonia. Pada waktu itu telah menjadi anggapan umum bahwa di mana terdapat system pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, di situ harus ada pemimpin berkala dari rakyat dan oleh rakyat untuk memilih pemimpinpemimpinnya. Di mana demokrasi menjadi system pemerintah, di situ dengan sendirinya masyarakat memerlukan orang-orang yang mahir berbicara di depan umum. Demosthenes pada masa jayanya itu meningkatkan kebiasaan retorika yang berlaku pada zamanya, dan lebih menekankan pada:4 1. Semangat yang berkobar-kobar. 2. Kecerdasaan pikiran 3. Kelainan dari yang lain. Ada 61 naskah pidato Demosthenes yang sampai sekarang masih tersimpan diantarnya yang terindah ialah naskah pidato yang bila diterjemahkan ke dalam bahas Indonesia berjudul Tentang Karangan Bunga, Sebuah sambutan terhadap pemujaan rakyat kepadanya ketika ia berhasi menyingkirkan lawannya, Aischines. Tokoh Retorika lain pada zaman Yunani itu adalah Aristoteles yang sampai kini pendapatnya banyak dikutip. Berlainan dengan tokoh-tokoh lainnya yang memandang retorika sebagai suatu seni, Aristoteles memasukannya sebagai

Alo Liliweri, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 3.

bagian dari filsafat. Dalam bukunya, Retorika, Ia mengatakan, Anda, Para penulis retorika, terutama menggelorakan emosi. Ini memang baik, tapi ucapanucapan anda lalu tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tujuan retorika yang sebenarnya adalah membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktiannya. Ini terdapat pada logika. Retorika hanya menimbulkan perasaan pada suatu ketika kendatipun lebih efektif dari pada silogisme. Pernyataan yang menjadi pokok bagi logika dan juga bagi retorika akan benar bila telah diuji oleh dasar-dasar logika.. demikan Aristoteles. Selanjutnya dia berkata keindahan bahasa hanya dipergunakan untuk empat hal yaitu yang bersifat: 1. Membenarkan ( corrective ), 2. Memerintah (instructive) 3. Mendorong (suggestive) 4. Mempertahankan (defensive) Dalam membedakan bagian-bagian struktur pidato, Aristoteles hanya membaginya menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Pendahuluan 2. Badan 3. Kesimpulan Bagi Aristoteles, retorika adalah the art of persuasion lalu ia mengajarkan bahwa dalam retorika suatu uraian harus: 1. Singkat 2. Jelas

3. Meyakinkan Di romawi yang mengembangkan retorika adalah Marcus Tulius Cicero ( 106-43 SM ) yang menjadi termasyhur karena suaranya dan bukunya yang berjudul antara lain de Oratore. Sebagai sorang yang orator yang ulung, Cicero mempunyai suara yang berat mengalun pada suatu saat menggema, pada waktu lain halus merayu, bahkan kadang-kadang pidatonya itu di sertai cucuran air mata. Buku de Oratore yang telah di tulis nya terdiri dari 3 jilid. Jilid I menguraikan pelajaran yang diperlukan oleh seorang orator, jilid II menjelaskan hal pengaruh, dan jilid III menerangkan bentuk-bentuk pidato nya. Sebagai seorang tokoh retorika Cicero meningkatkan kecakapan retorika menjadi suatu ilmu berkenaan dengan sistematika dalam retorika, Cicero berpendapat bahwa retorika mempunya 2 tujuan pokok yang bersifat:5 1. Suasio (anjuran) 2. Dissuasion (penolakan). Paduan dari kedua sifat itu di jumpai terutama dalam pidato-pidato peradilan di muka senat Roma. Pada saat itu tujuan pidato di muka pengadilan adalah untuk menyadarkan public tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat, perundang-undangan Negara, dan keputusan yang akan di ambil. Hal ini, menurut Cicero, hanya dapat di capai dengan menggunakan teknik Dissuasio apabila terdapat kekeliruan atau

Astrid S. Susanto, Filsafat Komunikasi, (Bandung: Bina Cipta, 1984), hlm. 46.

pelanggaran dalam hubungannya dengan undang-undang atau Suasio jika akan mengajak masyarakat untuk mematuhi undang-undang dan keadilan. Cicero mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi pendengar-pendengar nya seorang arator harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan kesusilaan. Dalam pelaksanaan nya, retorika meliputi:6 1. Investio Ini berarti mencari bahan dan tema yang akan di bahas pada tahap ini bahan-bahan dan bukti-bukti harus memperhatikan keharusan pembicara: a. Membidik b. Membangkitkan kepercayaan c. Menggerakkan hati 2. Ordo Collocatio Ini mengandung arti menyusun pidato yang meminta kecakapan si pembicara dalam memilih yang mana yang lebih penting, mana yang kurang penting. Penyusun pidato juga meminta perhatian terhadap: a. Exordium (pendahuluan) b. Naratio (pemaparan) c. Confirmatio (pembuktian) d. Reputatio (pertimbangan) di bahas secara singkatdengan

Satria Sanjaya, Retorika dari Masa ke Masa, (Semarang: Sinar Grafika Indah, 1995), hlm.

45.

e. Peroratio (penutup) Demikianlah sasaran dan tujuan retorika di Romawi yang banyak persamaan nya yang banyak persamaan nya dengan retorika di Yunani.

D.

Sasaran dan Tujuan Retorika Pada Masa Modern Setelah Perang Dunia II, pada waktu mana muncul Negara-negara berkembang yang menganut system demokrasi, retorika memegang peranan yang lebih penting dari yang sudah-sudah. Karenanya banyak yang mempelajarinya. Dan sesuai dengan perkembangan ilmu, retorika masa ini dikenal sebagai scientific rhetorics atau retorika ilmiah yang merupakan paduan antara ilmu komunikasi dan ilmu jiwa. Hakikat retorika bahwa retorika adalah the art of persuasion. Persuasion didefinisikan oleh Herbert W.Simons dalam bukunya, Persuasion Understanding, Practice and Analysis, sebagai komunikasi manusia yang direncanakan untuk mempengaruhi orang-orang lain dengan mengubah kepercayaan, nilai, atau sikap mereka (human communication designed to ingluence others by modifying their beliefs, value. Or attitudes). Jika seorang perampok memukul Anda, ini akan mengubah perilaku anda, tetapi tidak mengubah kepercayaan, nilai, dan sikap anda. Kepercayaan, nilai, dan sikap, kesemuanya itu tersembunyi, gejala di dalam benak yang keberadaannya itu oleh orang lain hanya bias diduga. Demikian kata Simons.7

Abdullah Hanafi, Memahami Komunikasi Antar Manusia, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), hlm. 61.

10

Sikap sebagai suatu aspek psikis yang merupakan kecenderungan untuk melakukan tindakan tertentu dipengaruhi oleh kepercayaan dan nilai diri sesorang. Sikap bersifat inwardly held, bersemi di dalam hati, tak tampak oleh orang lain; baru diketahui orang lain apabila outwardly expressed, diekspresikan secara verbal dalam bentuk pendapat (opinion) atau dinyatakan dalam bentuk prilaku (behavior), kegiatan, atau tindakan secara jasmaniah. Mestinya, sikap selaku kecendrungan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan tertentu akan sama dengan kata kata yang diucapkan. Dan harus sama dengan tindakan yang dilakukan. Akan tetapi, kenyataannya tidak selalu demikian. Kenyataannya, kata dan perbuatan tidak selalu sama dengan sikap, bahkan sering bertentangan. Sesorang yang mengatakn bahwa ia Pancasilis belum tentu dalam lubuk hatinya demikian. Seseorang yang tingkah lakunya terpuji, bukan tidak mungkin dalam lubuk hatinya bersemi maksud yang buruk. Dalam dunia politik yang kegiatannya memperjuangkan kekuasaan dalam pemerintahan untuk melaksanakan ideology, tidak jarang hanya diperlukan perubahan perilaku sejumlah orang untuk seketika saja, bukan perubahan sikap yang asli. Sebagai contoh, pada zaman jayanya PKI pernah terjadi suatu peristiwa pada saat Pemilihan Umum 1955, yaitu sebuah desa di Jawa Barat yang mayoritas penduduknya menjadi salah satu partai agama, digarap dengan sangat berhasi. Sehari sebelum Pemilu dilaksanakan, penduduk diintimidasi secara gelap agar pada hari yang penting itu mereka mencoblos tanda gambar palu-arit. Orang orang PKI berhasil mengubah perilaku penduduk untuk hari itu. Bahwa penduduk

11

sesudah penusukan tanda gambar itu kembali ke sikap asli, tidak terlalu dihiraukan. Karenanya, bagi PKI yang terpenting, khusus utnu hari itu, ialah dapat mengumpulkan tanda gambar sebanyak banyaknya. Efek persuasi bersumber pada perubahan sikap (attitude changes) yang kemudian mengarah kepada perubahan-perubahan pendapat (opinion changes) yang kemudian mengarah kepada perubahan-perubahan persepsi (perception changes), perubahan-perubahan efek (effect changes). Dengan rumusan lain yang lebih singkat, perubahan sikap dapat dipandang sebagai konseptualisasi yang mendasari setiap jenis perubahan yang dapat diamati. Penelitian banyak dilakukan terhadap aspek-aspek kejiwaan karena, sebagai akibat perubahan masyarakat yang disebabkan oleh kemajuan teknologi, timbul berbagai sifat pada diri manusia, baik sebagai individual maupun dalam hubungan social dibandingkan dengan sebelum inovasi teknologi. Media surut kabar, radio, televise, film, video tape recorde, dan lain-lain produk teknologi mutakhir menimbulkan sifat-sifat tertentu pada khalayak. Retorika masa ini tidak seperti pada zaman Demostnenes atau Cicero yang terbatas pada sekumpulan orang yang berada di sebuah lapangan. Sekarang bias meliputi seluruh negeri. Gaya orator pada rapat raksasa yang tertuju pada emosi khalayak tidak sama dengan gaya orator yang menghadapi kamera televise atau mikrofon radio siaran yang tertuju kepada rasio khalayak.

E.

Kesimpulan

12

Retorika sebagai Public speaking atau pidato di depan umum, banyak juga yang beranggapan bahwa retorika tidah hanya berarti pidato didepan umum, tetapi juga termasuk seni menulis. Retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya. Retorika masa modern dikenal sebagai scientific rhetorics atau retorika ilmiah yang merupakan paduan antara ilmu komunikasi dan ilmu jiwa. Hakikat retorika bahwa retorika adalah the art of persuasion. Persuasion didefinisikan oleh Herbert W.Simons dalam bukunya, Persuasion Understanding, Practice and Analysis, sebagai komunikasi manusia yang direncanakan untuk mempengaruhi orang-orang lain dengan mengubah kepercayaan, nilai, atau sikap mereka ( human communication designed to ingluence others by modifying their beliefs, value. Or attitudes).

DAFTAR KEPUSTAKAAN

13

Hanafi, Abdullah. Memahami Komunikasi Antar Manusia, Surabaya: Usaha Nasional, 1984. Liliweri, Alo. Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. Rousydiy, Lathief. Dasar-dasar Rhetorica Komunikasi dan dan Informasi, Jakarta: Firma Rimbow Medan, 1989. Sanjaya, Satria. Retorika dari Masa ke Masa, Semarang: Sinar Grafika Indah, 1995. Suhandang, Kustadi. Retorika, Strategi, Teknik, dan Taktik Pidato, Bandung: Nuansa, 2009. Susanto, Astrid S. Filsafat Komunikasi, Bandung: Bina Cipta, 1984.

14

You might also like