You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

Banyak masalah yang dapat di alami selama proses kehamilan oleh ibu. Dan hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perkembangan janin. Salah satunya yaitu perkembangan terhadap organ tubuh janin, diantaranya yaitu labioskiziz dan labiopalatoskizis. Labioskiziz atau yang lebih dikenal dengan sebutan bibir sumbing, merupakan masalah yang di alamai oleh sebagian kecil masyarakat. Setiap tahun, diperkirakan 700-10.000 bayi lahir dengan keadaan bibir sumbing.. Merupakan deformitas ( kelainan ) daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Namun hal tersebut dapat di atasi dengan kecanggihan alat kedokteran. Bagi penderita yang memiliki perekonomian di atas rata-rata, dapat dengan segera menjalani tindakan operasi. Namun bagi penderita yang belum mampu untuk melakukan tindakan operasi tidak perlu merasa khawatir, karena pemerintah sudah mulai mengadakan bantuan operasi gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.

Dewasa ini banyak diberitakan baik di media cetak maupun media elektronik tentang operasi bibir sumbing (labiopalatoskizis). Oleh karena itu kita sangta prihatin atas banyaknya kejadian dan tingginya prevalensi labiopalatoskizis yang menimpa bayi yang abru lahir. Labiopalatoskizis Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurangsempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi yang membagi struktur-struktur yang terkena menjadi: Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan

foramenincisivumPalatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior

terhadap foramen.Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.Kadangkadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh denganbelahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

1. Definisi Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi. (sumber : Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita, 2010) Labio/palato skizis adalah merupakan konginetaln anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. ( Sumber: Asuhan Keperawatan Pada Anak, 2001) Labioskizis (celah bibir ) dan palatoskizis (celah langit-langit

mulut/palatum) merupakan malformasi fasial yang terjadi dalam perkembangan embrio. (Sumber: Buku Ajar Keperawatan Pediatrik wong, Ed, 6, Vol.2, 2009)

2. Klasifikasi Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut. 1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum.

2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen. 3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral. 4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

3. Etiologi Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti.

Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan factor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing antara lain : a. Faktor genetik atau keturunan : dimana material genetik dalam khromosom

yang mempengaruhi. Dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan khromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 khromosom yang terdiri dari 22 pasang khromosom non sex(kkhromosom 1 22) dan 1 pasang khromosom sex (khromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau sindroma patau dimana ada 3 untai khromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total khromosom pada setiap selnya adalah 47. jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan ganggguan berat pada perkembangan otak, jantung dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000 10000 bayi yang lahir. b. Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C dan asam folat. c. Radiasi
3

d. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama e. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi

rubella dan sifillis, toksoplasmosis dan klamidia f. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat

toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol. g. Multifaktorial dan mutasi genetik h. Displasia ektodermal.

4. Patofisiologi Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12. Celah bibir dan celah palatum merupakan hasil dari kegagalan jaringan lunak atau struktur tulang untuk menyatu selama perkembangan embrionik. Celah bibir adalah suatu pemisahan dua sisi bibir, yang dapat mempengaruhi kedua sisi bibir juga tulang dan jaringan lunak alveolus. Celah palatum merupakan lubang di garis tengah palatum yang terjadi karena gagalnya kedua sisi palatum untuk menyatu selama perkembangan embrionik. Penyebab pastinya tidak diketahui, tetapi dari kebanyakan kasus merupakan multifaktor (suatu kombinasi antara gangguan lingkungan dan genetik). Celah biasanya suatu kejadian yang tersendiri tetapi dapat terjadi sebagai bagian dari suatu sindrom. Pengkajian fisik yang baik sangat penting untuk mengidentifikasi tanda lain yang terjadi.
Kegagalan Penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan tulang selama fase embrio pada trisemester pertama. Bibir sumbing atau kegagalan proses nasal medial dan maksilaris untuk menyatu selama masa kehamilan 6-8 minggu.

LabioPalato Skisis 4

5. Manifestasi Klinis Pada labio Skisis: a. Distorsi pada hidung b. Tampak sebagian dung c. Distorsi hidungatau hidung d. Adanya celah pada bibir. Pada Palato Skisis a. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atas foramen incisive b. Adanya rongga pada hidung c. Distorsi hidung d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari e. Kesukaran dalam menghisap atau makan.

6. Faktor Resiko Angka kejadian kelalaian kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu kelainan kongenital yang sering ditemukan, kelainan ini berwujud sebagai labioskizis disertai palatoskizis 50%, labioskizis saja 25% dan palatoskizis saja 25%. Pada 20% dari kelompok ini ditemukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian ini mungkin disebabkan adanya faktor toksik dan lingkungan yang mempengaruhi gen pada periode fesi ke-2 belahan tersebut; pengaruh toksik terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan memisahkan lagi belahan tersebut.

7. Risiko Kejadian Sumbing Pada Keluarga

Risiko

sumbing

pada Risiko labioskizis dengan Risiko atau tanpa palatoskizis (%) (%)

palatoskizis

anak berikutnya - bila ditemukan satu anak menderita sumbing

- Suami istri dan dalam 2-3

keturunan tidak ada yang sumbing. - dalam keturunan ada yang sumbing - Bila ditemukan dua anak menderita sumbing - salah satu orangtuanya menderita sumbing Kedua orangtuanya 4-9 3-7

14

13

12

13

menderita sumbing.

30

20

8. Komplikasi Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenanya, yaitu: 1) Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti

dengan celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperi dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing. 2) Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang

menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran. 3) Kesulitan berbicara. Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi

karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya. 4) Masalah gigi. Pada celah bibir, gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.

9.. Penatalaksanaan Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh

(rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.

Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu : 1. Tahap sebelum operasi Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba. 2. Tahap sewaktu operasi Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada

bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Palatoplasty dilakukan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai.
(19)

Operasi yang

dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 89 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi. 3. Tahap setelah operasi. Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.

10. Perawatan 1) Menyusui ibu Menyusui adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat pengisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba

sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepda bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu. 2) Menggunakan alat khusus, seperti : Dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar) yaitu suatu dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, atau hanya dot biasa dengan lubang besar. Dapat juga diberikan dengan menggunakan botol peras, dengan cara memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi. Ortodonsi, yakni pemberian plat/dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitif. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi, kemudian bayi ditepuk-tepuk pada punggungnya berkali-kali secara lembut untuk mengeluarkan udara/bayi disendawakan, dikarenakan bayi dengan sumbing pada bibirnya cenderung untuk menelan banyak udara. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lubang hidung, hal ini suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh.

11. Pengobatan Pada bayi dengan bibir sumbing dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.

Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu umur > 10 minggu, BB > 10 pon/5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan horseshoe yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik. Anak dengan kondisi ini membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaiki, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen.

12. Prinsip Perawatan Secara Umum Pada saat lahir diberikan bantuan pernapasan dan pernapasan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung. Anak setelah berumur 1 minggu dibuatkan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, atau dengan pemberian dot khusus. Setelah anak berusia 3 bulan dilakukan labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telinga. Umur 18 bulan 2 tahun dilakukan palathoplasty, tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit

10

BAB II PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Pengkajian a. Inspeksi kecatatan pada saat lahir b. Kemampua menghisap, menelan, dan bernafas c. Proses bonding d. Palpasi dengan menggunakan jari e. Mudah kesedak f. Meningkatnya otitis g. Distress permafasan denga aspirasi h. Mungkin dypsnea i. Riwayat keluarga dengan penyakit anak Diagnosa keperawatan 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam mendeteksi ASI berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan/kesukaran dalam makan sekunder dari cacatan dan pembedahan 2. Risiko aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis. 3. Risiko infeksi berhubungan dengan kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan. 4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan perawatan dirumah. 5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan

11

6. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi, edema setelah pembedahan, sekresi yang meningkat 7. Gangguan integritas kulit berhubngan dengan insisi pembedahan 8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan tampak kecacatan pada anak. Perencanaan 1. Nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan yang ditandai dengan adanya peningkatan berat badan dan adaptasi dengan metode makan yang sesuai 2. Anak akan bebas dari aspirasi 3. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi sebelum dan setelah operasi, luka tampak bersih, kering dan tidak edema. 4. Orang tua dapat memahami dan dapat mendemonstrasikan dengan metode pemberian makan pada anak, pengobatan setelah pembedahan dan harapan perawatan sebelum dan sesudah operasi. 5. Rasa nyaman anak dapat dipertahankan yag ditandai dengan anak tidak menangis, tidak labil dan gelisah. 6. Pada anak tidak ditemukan komplikasi sistem pernafasan yang ditandai dengan jalan nafas bersih dan pernafasan teratur dan bunyi paru vesikuler 7. Anak tidak mmeperlihatkan kerusajan pada kulit yang ditandai dengan insisi tetap utuh, tidak ada tanda infeksi dan terdapat tanda-tanda penyembuhan. 8. Orang tua sering melakukan bonding dengan anak yang ditandai dengan keinginan untuk merawat anak, dan mampu mengidentifikasi aspek positif pada anak.

12

Implementasi 1. Mempertahankan nutrisi adekuat a. Kaji kemampuan menelan dan menghisap b. Gunakan dot botol yang lunak yang besar atau dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk pemberian minum c. Tempatkan dot disamping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makan/minuman kedalam d. Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan. e. Tepuk punggung bayi setiap 15 ml sampai 30 ml minuman diminum, tetapi jangan diangkat dot selam bayi masih menghisap f. Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan g. Jelaskan pada oarng tua tentang operasi ; puas 6 jam, pemberian infus dan lainya h. Prosedur perawatab setelah operasi; rangsangan untuk menelan atau menghisap; dapat digunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila sudah tolerans berikan minuman pada bayi, dan minuman atau makanan lunak untuk anak sesuai dengan diitnya. 2. Mencegah aspirasi dan obtruksi jalan nafas a. Kaji struktur pernafasan selama pemberian makan b. Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir c. Perhatiakn posisi bayi saat memberi makan; tegak atau setengah duduk d. Beri makan secara perlahan

13

e. Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum 3. Mencegah infeksi a. Berikan posisi yag tepat setelah makan ; miring kekanan, kepala agak tinggi sedikit supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat mengakibatkan pneumonia. b. Kaji tanda-tanda infeksi; termasuk drainage, bau dan demam c. Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menggunakan teknik steril.

14

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan kelainan congenital atau bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12. Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan labioskizis biasanya dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya ditutup pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.

Saran Untuk Labioskizis dan Labiopalatoskizis sangat penting diperlukan pendekatan kepada orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang diperlukan untuk perawatan anaknya.

15

DAFTAR PUSTAKA
Wong, Dona L.2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta: CV. Agung Seto Betz, Cecily Lyn, Dkk. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC. Meida (2009). Penanganan Labiopallatoskizis. Diperoleh pada tanggal 22 September 2012 dari http://meida.staff.uns.ac.id// Yuwie.(2009). Askep labiopallatoskizis. Diperoleh pada tanggal 22 September 2012 dari http://yuwie.com//.

16

You might also like