You are on page 1of 9

Makalah Hukum Keluarga & Waris Adat

Tentang Hukum Pribadi & Sistem Kekeluargaan

Nama

Abdul Hamid [3011210180] Hilda Putri Maharani [3011210350] Surtant H Pardede [3008210325] Agnes Jesica [

Hukum Pribadi

Hukum pribadi pada dasarnya mengatur hak-hak & kewajiban-kewajiban daripada subjek hukum. Karena setiap subjek hukum itu mempunyai hak, maka subjek hukum itu mempunyai hak untuk bersikap tindak atau berperilaku. Bersikap tindak atau berperilaku disini diartikan sebagai sikap tindak atau perilaku yang mempunyai akibat hukum. Menurut hukum adat, disamping pribadi (naruurlijk persoon) diakui juga pribadi hukum (rechtpersoon) sebagai subjek hukum. A. Pribadi Kodrati Sebagai Subjek Hukum Pada dasarnya, pribadi kodrati itu telah mempunyai hak dan juga kewajibannya, sejak dia dilahirkan sampai dia meninggal dunia. Pengecualiannya ada misalnya di dalam hukum barat, dimana diatur bahwa seseorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, karena kepentingan-kepentingan tertentu dianggap telah mempunyai hak dan kewajiban ( Pasal 2 BW). Atas dasar ini, maka pribadi kodrati mempunyai hak untuk bersikap tindak atau berperilaku yang mempunyai akibat hukum. Namun demikian, kenyataannya walaupun setiap pribadi kodrati itu berhak untuk bersikap tindak atau berperilaku (hukum), tetapi tidak setiap pribadi kodrati itu dianggap mampu atau cakap bersikap tindak atau melakukan sikap tindak hukum. Kecakapan bersikap tindak atau berperilaku dalam hukum adat itu ada, apabila yang bersangkutan telah dewasa.

Menurut Ter Haar pengertian dewasa menurut hukum adat adalah pada saat pria atau wanita menikah dan memisahkan diri dari rumah tangga orang tuanya atau mertuanya, dan mempelai tadi mempunyai rumah tangga yang berdiri sendiri. Namun demikian, masalah kedewasaan seseorang menurut hukum adat seringkali tergantung pada penilaian masyarakat setempat. Maka Ter Haar menyatakan bahwa (keadaan berhenti sebagai anak yang tergantung kepada orang tua merupakan saat berakhirnya masa belum dewasa menurut hukum adat, bukan lagi saar menikah. Menurut Soepomo yang dituangkan dalam bukunya Adat privaatrecht Van West Java yang menyatakan bahwa seseorang sudah dianggap dewasa dalam hukum adat apabila seseorang sudah mampu untuk bekerja secara mandiri, cakap mengurus harta benda serta keperluannya sendiri serta cakap untuk melakukan segala tata cara pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa menurut hukum adat seseorang akan dianggap dewasa, apabila dia berhenti menjadi anak rumah. Ukuran tersebut hanya dapat diterapkan dengan cara menelaah peristiwa-peristiwa yang terjadi, yang kemudian oleh masyarakat dianggap sebagai tolak ukur kedewasaan seorang warga masyarakat. Memang perlu diakui bahwa mungkin terjadi ketidakpastian hukum, oleh karena tolak ukurnya adalah sikap masyarakat yang ditentukan oleh perilaku sosial warga yang bersangkutan.

B. Pribadi Hukum Sebagai Subjek Hukum Pribadi Hukum merupakan pribadi ciptaan hukum. Adanya pribadi hukum tersebut setidak-tidaknya akan dapat dikembalikan pada sebab_sebab sebagai berikut (Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto 1979 : 74, 75) I. Adanya suatu kebutuhan untuk memenuhi kepentingankepentingan tertentu atas dasar kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama (oleh pribadi kodrati). II. Adanya tujuan-tujuan idiil yang perlu dicapai tanpa senantiasa tergantung pada pribadi-pribadi kodrati secara perorangan. Sebagai subjek hukum, maka pribadi hukum harus mempunyai tujuan dan harta kekayaan sendiri, terlepas dari harta kekayaan pribadi para pribadi kodrati yang menjalankannya. Dengan demikian sebagai subjek hukum, maka pribadi hukum dapat melakukan hubungan hukum, terlihat dalam suatu peristiwa hukum, dan seterusnya. Suatu contoh dari pribadi hukum menurut hukum adat adalah masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum diwakili oleh kepala adat. Dengan demikian, maka kepala adat mewakili masyarakat hukum adat sebagai pribadi hukum, oleh karenanya masyarakat hukum adat merupakan suatu kesatuan penguasa, kesatuan lingkungan hidup dan kesatuan hukum yang mempunyai kekuasaan sendiri, serta harta kekayaan sendiri yang berupa benda tampak dan benda tidak tampak. Masyarakat hukum adat disini adalah, misalnya, dusun-dusun, marga, desa dan lain sebagainya. Selain daripada itu, maka suatu perkumpulan juga merupakan pribadi hukum menurut hukum adat, oleh karena mereka merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri, dimana pengurusnya bersikap tindak atau berperilaku hukum.

Sistem kekeluargaan di dalam hukum adat ada tiga yaitu Patrilineal, Matrilineal dan Bilateral. Patrilineal yang merupakan sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan dari keturunan pihak laki-laki yang jika terjadi terjadi sesuatu pihak ayah yang akan bertanggung jawab. Matrilineal, sistem garis keturunan yang menarik garis keturunan dari garis keturunan ibu yang juga jika terjadi sesuatu pihak ibu yang bertanggungjawab. Sistem tersebut dianut oleh masyarakat minangkabau. Sedangkan Bilateral sendiri tidak ada dominasi antara pihak laki-laki dan perempuan. Sistem ini dipakai oleh masyarakat suku jawa. Sistem Perkawinan Adat Sistem perkawinan menurut hukum adat ada 3 macam: A. Sistem Endogami Yaitu suatu sistem perkawinan yang hanya memperbolehkan seseorang melakukan perkawinan dengan seorang dari suku keluarganya sendiri. B. Sistem Eksogami Yaitu suatu sistem perkawinan yang mengharuskan seseorang melakukan perkawinan dengan seorang dari luar suku keluarganya. C. Sistem Eleutherpgami Yaitu sistem perkawinan yang tidak mengenal larangan atau keharusan seperti hanya dalam sistem endogami ataupun exogami. Larangan yang terdapat dalam sistem ini adalah larangan yang bertalian dengan ikatan kekeluargaan, yaitu larangan karena: 1. Nasab (=turunan dekat) seperti kawin dengan ibu, nenek, anak kandungm cucu, juga dengan saudara kandung saudara bapak atau ibu.

2. Musyaharah (=per iparan) seperti kawin dengan ibu tiri, menantu, mertua anak tiri. A. Sifat Perkawinan Adat a. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal. b. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama atau kepercayaan, tetapi juga harys mendapat pengakuan dari para anggota kerabat. c. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan anggota keluarga dan anggota kerabat. Masyarakat adar dapat menolak kedudukan suami istri yang tidak diakui masyarakat adat. d. Perkawinan dapat dilaksanakan oleh seseorang pria dengan beberapa wanita, sebagai istri kedudukannya masing-masing ditentukan menurut hukum adat setempat. e. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau masih anak-anak.begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus berdasarkan ijin orang tua/keluarga dan kerabat. f. Perceraian ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh dilakukan. Perceraian antar suami isteri dapat berakibat pecahnya kekerabatan antara kedua belah pihak. g. Keseimbangan kedudukan suami isteri berdasrkan ketentuan hukum adat yang berlaku, ada istri yang berkedudukan sebagai ibu rumah tangga dan ada istri yang bukan ibu rumah tangga.

Bentuk-bentuk Perkawinan Adat


Menurut cara terjadinya atau persiapan perkawinan, bentuk-bentuk perkawinan adat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: Perkawinan Pinang, yaitu bentuk perkawinan dimana persiapan pelaksanaan perkawinan dilaksanakan dengan cara meminang atau melamar. Pinangan pada umumnya dari pihak pria kepada pihak wanita untuk menjalin perkawinan Perkawinan Lari Bersama, yaitu perkawinan dimana calon suami dan istri berdasarkan atas persetujuan kedua belah pihak untuk menghindarkan dari berbagai keharusan sebagai akibat perkawinan mereka berdua lari kesuatu tempat untuk melangsungkan perkawinan. Kawin Bawa Lari, yaitu bentuk perkawinan dimana seorang laki-laki melarikan seorang wanita secara paksa. Bentuk erkawinan pada asyarakat Patrilineal dibedakan menjadi: Perkawinan Jujur Suatu bentuk perkawinan yang dilakukan dengan memberikan jujur oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, sebagai lambang diputuskannya kekeluargaan sang istri dengan orang tua kerabat, dan persekutuannya. Perkawinan Mengabdi Yaitu perkawinan yang disebabkan karena pihak pria tidak dapat memenuhi syarat-syarat dari pihak wanita. Maka perkawinan dilaksanakan dengan pembayaran perkawinan dihutang atau ditunda. Dengan perkawinan mengabdi maka pihak pria tidak usah

melunasi uang jujur. Pria mengabdi pada kerabat mertuanya sampai utangnya lunas. Perkawinan Mengganti / Levirat Yaitu perkawinan antara seorang janda dengan saudara laki-laki almarhum suaminya. Bentuk perkawinan ini adalah sebagai akibat adanya anggapan bahwa seorang istri telah dibeli oleh pihak suami dengan membayar uang jujur. Perkawinan mengganti di Batak disebut Paraekhon di Palembang dan Bengkulu disebut dengan Ganti Tikar dan di jawa dikenal dengan Medun Ranjang Perkawinan Meneruskan / Sorotan Yaitu bentuk perkawinan seorang balu (duda) dengan saudara perempuan almarhum istrinya. Perkawinan ini tanpa pembayaran yang jujur yang baru, karena isteri kedua dianggap meneruskan fungsi dari istri pertama. Tujuan perkawinan ini: Terjalinnya keutuhan keluarga (hubungan kekeluargaan) agar kehidupan anak-anak yang lahir dari perkawinan yang lalu tetap terpelihara juga untuk menjaga keutuhan harga kekayaan ( harta perkawinan). Di Jawa disebut dengan perkawinan Ngarang Wulu Perkawinan Bertukar Bentuk perkawinan dimana memperbolehkan sistem perkawinan timbal balik (symetris connubium). Sehingga pembayaran jujur yang terhutang secara timbal balik seakan-akan dikompensikan pembayaran jujur bertimbal balik diperhitungkan satu denngan yang lain, sehingga keduanya menjadi hapus. Dalam masyarakat Patrilineal dikenal perkawinan yang dilakukan tanpa pembayaran perkawinan (uang jujur)

Perkawinan Ambil Anak Yaitu perkawinan yang dilakukan tanpa pembayaran jujur, yaiutu dengan menganggkat si suami sebagai anak laki-laki mereka, sehingga si istri tetap menjadi anggota clan semula. Si suami telah menjadi anak laki-laki diangkat sebagai anak, sebagai cucu-cucunya dapat meneruskan garis kekeluargaannya yang dapat Patrilineal.

You might also like